Home , , , , , , � POLISI WANITA BERJILBAB "DILARANG"...!!!!Foto-foto Eksklusif Polisi Wanita Republik ISLAM Iran Setelah lebih 30 Tahun Revolusi Islam...WOWWWW...!!!!!! Lalu bagaimana INDONESIA kita..????

POLISI WANITA BERJILBAB "DILARANG"...!!!!Foto-foto Eksklusif Polisi Wanita Republik ISLAM Iran Setelah lebih 30 Tahun Revolusi Islam...WOWWWW...!!!!!! Lalu bagaimana INDONESIA kita..????





30 tahun berlalu sudah, ketika itu tahun 1979, sebuah revolusi yang mengagetkan dan menggemparkan dunia: penggulingan Syah Reza Pahlevi, Penguasa Iran yang didukung Amerika Serikat. Revolusi itu disebut Revolusi Islam Iran yang dimotori oleh pemimpin syi’ah kharismatik: Imam Khomeini. Revolusi itu dihayati oleh umat Islam dunia sebagai kemenangan Islam atas Barat. Pasca revolusi, gema kebangkitan Islam terdengar menyeruak ke berbagai bangsa Muslim termasuk Indonesia. Saat itu, Iran melancarkan sebuah perlawanan budaya Barat yang disebut “ekspor revolusi Islam.” Pengaruh revolusi ini luar biasa gegap gempitanya. Foto-foto revolusioner perempuan Iran yang cantik-cantik tapi berjubah hitam panjang menutupi tubuh dan mengangkat senjata, seolah menyihir wanita Muslim Indonesia dan Asia Tenggara. Mereka mengajarkan tentang identitas, percaya diri dan harga diri perempuan. Berawal dari gerakan masjid kampus, Indonesia sendiri kemudian mengalami fase gerakan kebangkitan Islam yang fenomenal sejak awal tahun 1980-an sebagai dampak revolusi Iran yang luas itu, ditengah-tengah mencengkramnya kekuasaan despotik Orde Baru di bawah Presiden Soharto yang saat itu bersemangat anti Islam. Iran, sejak saat itu, diakui sebagai negara Islam yang paling genuine dengan identitas Islamnya dan dengan kuat menolak pengaruh budaya dan politik Barat. Negaranya pun kemudian berdiri dengan megah dan sangat percaya diri: Negara Islam Iran.

Bagaimanakah Iran sekarang setelah 30 tahun revolusi? Walaupun pengaruh globalisasi dan pengaruh Barat ada dan terus berkembang, dalam banyak hal tidak banyak berubah. Tetap sebuah negara dengan identitas Islam yang kuat dan pemimpinnya yang kharismatik: Ahmadineijad yang anti Barat. Berikut ini adalah foto-foto eksklusif polisi perempuan Iran setelah 30 tahun revolusi yang membuat kaum Muslimah di negara lain berdecak kagum. Seorang sahabat dari Al-Jazair, Mohamed Bokreta mengirimkan foto-foto ini kepada saya. Special thanks to brother Bokreta for sending me this exclusive photos (Moeflich). Selamat menikmati!!
sumber : http://moeflich.wordpress.com/2009/02/11/foto-foto-eksklusif-polisi-wanita-iran-setelah-30-tahun-revolusi-islam/

Isi foto:











Menggugat Larangan Berjilbab

Pihak kepolisian kembali menjadi sorotan kaum Muslimin. Bukan karena prestasinya mengungkap pelanggaran hukum, namun kali ini karena kontroversi pelarangan jilbab bagi polisi wanita (polwan). Kontoversi ini mencuat setelah ada laporan masuk ke MUI bahwa pihak kepolisian melarang penggunaan jilbab.

Kontroversi memanas ketika jawaban resmi Polri melalui Kabagpenum Polri Kombes Pol Agus Rianto, larangan jilbab semata-mata karena masalah anggaran. Banyak pihak mengecam kebijakan Polri ini, tidak saja kaum Muslim, tetapi juga Komnas HAM.

Polri sebagai representasi negara seharusnya menjujung tinggi nilai-nilai HAM. Tidak hanya itu, negara harus konsisten dengan UUD 1945 yang secara jelas mengatur tentang kebebasan seseorang untuk memeluk dan menjalankan agamanya.

Sebagai institusi penegak hukum, selayaknya Polri berdiri paling depan dalam penegakan hukum tersebut. Larangan berjilbab dalam konteks ini ada pengingkaran institusi ini terhadap penegakan UUD 1945 yang merupakan dasar berdirinya negara. Dalam masalah jilbab ini, Polri hendaknya harus segara mencabut larangan jilbab ini dan menghargai setiap bentuk kebebasan beragama yang dijamin oleh undang-undang.

Wajib Dilindungi

Dalam konteks HAM, sejatinya jilbab telah masuk pada forum internum (kebebasan internal). Setiap manusia berhak untuk bebas berpikir (thought), bersikap sesuai hati nurani (conscience), dan menganut suatu agama (religion) atau keyakinan (belief) pilihannya sendiri. Sudah menjadi keputusan universal bahwa hak-hak tersebut mutlak, yakni tidak dapat dikurangi atau dibatasi oleh siapa pun, kapan pun, dan dimana pun (non-derogable).

Jilbab menjadi bagian dari forum internum, sebab penggunaannya merupakan hasil dari sebuah pengembangan pemikiran dan penafsiran terhadap keyakinan yang dianut, yakni Islam. Dalam konteks HAM, hal itu harus dilindungi, sebagai sebuah bentuk penafsiran dan pemikiran.

Setiap orang juga bebas menjalankan agama atau keyakinannya dengan ibadah dan pengamalan (forum eksternum). Dari konteks ini, pembatasan menggunakan jilbab hanya boleh dilakukan berdasarkan hukum. Yakni, melindungi keamanan, kesehatan, atau hak-hak dan kebebasan yang mendasar.

Dari berita yang beredar di banyak media, pembuatan larangan jilbab di Perancis bukan karena alasan yang dibenarkan. Karena, memang tidak ada alasan pembenaran bagi Perancis untuk melarang penggunaan jilbab ini.

Tentunya, sebagai institusi negara, Polri harus bisa melakukan perlindungan (protect), pemenuhan (fulfill), dan menghormati (respect) terhadap HAM. Negara seringkali abai dalam kewajibannya melindungi, memenuhi, dan menghormati HAM.

Indonesia masih menjadi negara yang pemerintahannya menjadi salah satu pemerintahan yang masuk dalam daftar pelanggar HAM. Pelanggaran-pelanggaran HAM sering terjadi dan negara tidak mampu berbuat banyak terhadap kasus-kasus tersebut.

Seringkali pula negara bersikap ambigu dalam penegakan HAM, seperti halnya terhadap demokrasi. HAM dan demokrasi diperjuangkan ketika menguntungkan rezim. Tetapi, menjadi musuh saat HAM dan demokrasi tersebut mengancam eksistensi kekuasaan sebuah rezim. Tentunya, pemerintah sadar larangan penggunaan jilbab merupakan sebuah pelanggaran dan harus segera diakhiri.

Stigma Negatif

Stigmatisasi terhadap Islam yang seringkali digembar-gemborkan pihak tidak bertanggung jawab, telah membangun sebuah citra negatif terhadap keberadaan simbol-simbol Islam. Islam dilihat para penyebar kebencian sebagai sebuah ancaman nyata terhadap demokrasi dan HAM.

Sudah menjadi rahasia umum bahwa tuntutan sebagian wilayah menggunakan Islam sebagai salah satu sumber hukumnya semakin banyak. Banyak daerah seakan berlomba-lomba untuk membuat perda syariah, perda yang lebih banyak mengatur tetang wilayah moral yang merujuk pada hukum Islam.

Islam kini diidentikkan dengan pria berjenggot dengan gamis dan celana komprang. Perempuannya berjilbab besar dengan busana muslim panjang, bahkan bercadar. Lebih menyeramkan lagi, Islam terstigma dengan terorisme.

Dalam opini yang dibangun selama ini, semua teroris adalah orang Islam. Orang-orang itu diperkenalkan menggunakan nama-nama Islam. Inilah wajah Islam yang setiap saat disuguhkan kepada masyarakat. Dan, secara pelan-pelan stigma masyarakat tentang Islam ini terbentuk.

Di lain pihak, media selalu membumbui kekerasan yang terjadi dengan label Islam. Baik itu kekerasan antarormas maupun antaranggota masyarakat. Media lebih senang menampilkan simbol-simbol Islam yang dikenakan pelaku anarkisme menjadi konsumsi berita. Inilah yang menyebabkan Islam dipandang negatif.

Termasuk, pelarangan jilbab bagi anggota polwan. Apa pun dalihnya, ketika ada peraturan yang melarang penggunaan jilbab, maka itu berarti merupakan pelanggaran terhadap HAM. Semua lembaga, terutama institusi pemerintahan, baik eksekutif, legislatif, maupun yudikatif, harus benar-benar menjunjung tinggi UUD 1945 dengan memperhatikan HAM.

Untuk itulah, dibutuhkan sebuah kesepahaman baru untuk meluruskan kecurigaan-kecurigaan terhadap Islam. Semua pihak harus sama-sama menciptakan perdamaian, menghormati hak asasi manusia (HAM), dan, bagi umat Islam, hendaknya bisa menunjukkan Islam yang damai dan rahmatan lil alamin-nya.

Kecaman kepada Polri yang melarang polisi wanita (polwan) memakai jilbab, kini bermunculan. Mulai dari tokoh agama hingga organisasi massa Islam mengecam peraturan yang dinilai melanggar HAM tersebut.

Ormas Islam yang tergabung dalam Lembaga Persahabatan Ormas Islam Indonesia (LPOI) sepakat mengecam peraturan yang melarang pelaksanaan syariat Islam ini. Anggota LPOI yang terdiri dari Nahdlatul Ulama, Persatuan Islam, Al Irsyad Al Islamiyah, Mathlaul Anwar, IKADI, Ittihadiyah, Persatuan Islam Tionghoa Indonesia, Azzikra, Syarikat Islam Indonesia, Al Wasliyah, dan Persatuan Tarbiyah Islamiyah, menyarankan Kapolri membuat aturan baru.

Ketua Umum LPOI, KH Said Aqil Siroj, meminta kepada kepolisian untuk membuat aturan sehubungan dengan keberadaan polwan berjilbab. Menurutnya, kepolisian perlu mengatur pemakaian seragam yang tidak ketat dan menggunakan jilbab, dan anggotanya diberikan pilihan mau menggunakan seragam yang seperti apa. Said Aqil menegaskan, seragam polisi dengan jilbab tidak akan menganggu aktivitas dan pekerjaanya.

Polri sebagai representasi negara seharusnya menjujung tinggi nilai-nilai HAM. Tidak hanya itu, negara harus konsisten dengan UUD 1945 yang secara jelas mengatur tentang kebebasan seseorang untuk memeluk dan menjalankan agamanya. (IRIB Indonesia/ROL)

Kebebasan Berjilbab untuk Semua Profesi

Menteri Agama (Menag) Suryadharma ali menegaskan tidak boleh ada larangan muslimah berjilbab sama sekali di Indonesia. Kebebasan berjilbab yang sedang diperjuangkan untuk Polwan (polisi wanita), kata Menag, seharusnya juga diberlakukan untuk semua profesi muslimah.

"Jangan sampai ada lagi muslimah di Indonesia dilarang dan dipermasalahkan jilbab mereka karena alasan aturan seragam kerja," kata Menag kepada ROL, Ahad (16/6). Suryadharma mengakui dirinya sudah bertemu khusus dan menyampaikan permintaan langsung kepada Kapolri untuk mengubah aturan diskriminatif bagi Polwan muslimah yang ingin berjilbab.

Permintaan itu, kata dia, disampaikannya secara personal ke Kapolri untuk segera menindaklanjuti permintaan masyarakat agar Polri tidak diskriminatif dalam menetapkan aturan berseragam. "Ini juga sedang kita upayakan ke beberapa profesi lain yang mungkin membuat aturan seragam serupa, melarang penggunaan jilbab," katanya.

Menag mengingatkan, jilbab tidak akan mengganggu kinerja Polwan dalam bertugas. Bahkan, kata dia, dengan menggunakan jilbab Polwan muslimah lebih bisa mawas diri akan perilaku dirinya. Sehingga mereka Polwan yang menggunakan jilbab memiliki dua tanggung jawab.

Pertama menjalankan tugas sebagai penegak hukum dan kedua  menjaga perilaku mereka agar sesuai dengan kaidah Islam. "Jadi dengan jilbab kontrol diri Polwan menjadi semakin kuat, ini yang seharusnya diperhatikan kepolisian," katanya.

Larang Polwan Berjilbab Kebijakan Tak Bijak

Pelarangan polisi wanita (Polwan) mengenakan jilbab terus mendapatkan sorotan pedas dari tokoh-tokoh pemuka agama. Kebijakan tersebut dinilai melanggar konstitusi, HAM, bahkan UUD 1945 pasal 28 E yang menyatakan kebebasan menjalankan perintah agama sesuai keyakinan masing-masing.

Ketua Pengurus Pusat Muhammadiyah, Prof Din Syamsuddin mengatakan seharusnya keinginan Polwan berjilbab dilihat Kapolri sebagai sesuatu yang positif. Menurut Din, di tengah keruntuhan citra kepolisian di tengah-tengah masyarakat akan rusaknya nilai-nilai moral, ternyata malah ada anggotanya yang berpegang teguh pada nilai-nilai moral dan agama. Hal ini harusnya mendapatkan sambutan baik dan dihargai.

 "Itu kebijakan yang tidak bijak. Karena memakai jilbab bagi muslimah adalah bagian dari keyakinan dari pengamalan ajaran agama, dan itu dijamin oleh negara. Seperti yang dibunyikan dalam undang-undang daasar 1945, negara memberikan kemerdekaan bagi pemeluk agama untuk menjalankan ibadah sesuai dengan agamanya," jelasnya kepada Republika selepas shalat Ashar di Masjid Agung Al Azhar Kebayoran Baru Jakarta Selatan, Ahad (16/6). Ia baru saja menghadiri acara Kajian Politik Islam yang diselenggarakan di masjid tersebut yang dimulai pukul 13.30 WIB.

Din juga membantah dengan berjilbab akan mengganggu tugas-tugas polwan dalam beraktivitas. Menurutnya, jawaban seperti itu hanya mengada-ada dan refleksi dari jenderal yang tidak bijak serta tidak memahami konstitusi.

"Janganlah polri mengedepankan kebijakan yang bertentangan dengan konstitusi. Jadi sangat nista dan naif," katanya.

Larangan Mengenakan Jilbab Inkonstitusional

Polemik aturan pelarangan jilbab di ranah kepolisian republik Indonesia semakin mencuat. Berbagai protes dan kritik meluncur terhadap pelarangan kepada penggunaan jilbab. Khusus, melalui surat keputusan Kapolri nomor Pol: Skep/702/IX/2005 yang disebutkan bahwa penggunaan pakaian dinas seragam Polri dan PNS Polri tidak membolehkan penggunaan jilbab.

Pelarangan ini dinilai telah melanggar nilai-nilai konstitusi, Undang-undang dasar 1945 pasal 29. Disebutkan bahwa kebebasan beribadah merupakan jaminan Negara sehingga seharusnya tidak ada lagi pengekangan terhadap praktik peribadatan, salah satunya adalah pemakaian jilbab.

Alasan yang pernah diungkapkan sebagai salah satu sebab penolakan penggunaan jilbab di kalangan Polri dan PNS Polri adalah kekhawatiran adanya gangguan terhadap kinerja Polri. Kekhawatiran ini sungguh sangat tidak beralasan. Hal ini pernah disampaikan oleh beberapa tokoh nasional. Salah satunya, ketua umum PP Muhammadiyah, Din Syamsuddin, yang menganggap bahwa alasan pelarangan jilbab merupakan tindakan yang tidak bijak, serta menunjukkan sikap Polri yang ketinggalan zaman.

Isu pelarangan jilbab ini sebenarnya telah pernah digaungkan sejak beberapa tahun silam.  Hampir satu dekade penggunaan jilbab di ranah publik Indonesia, praktik penggunaan jilbab mengalami proses yang cukup panjang. Ada dua sektor yang bisa diamati sebagai contoh, pertama, praktik penggunaan jilbab di wilayah pemerintahan (meliputi lingkup jajaran eksekutif, legislatif maupun yudikatif).

Sektor yang kedua, adalah praktik penggunaan jilbab di wilayah kampus. Dahulu, penggunaan jilbab baik di kantor-kantor pemerintahan maupun kampus-kampus merupakan sesuatu yang dilarang (baik berupa aturan maupun persepsi). Tidak heran, banyak kasus-kasus yang menimpa beberapa wanita yang berjilbab saat itu yang mendapat perlakukan diskriminasi. Ada yang dikucilkan, dan tidak jarang beberapa diantaranya kemudian diancam dikeluarkan dari kampus.

Penyikapan yang dilakukan publik saat itu merupakan refleksi perkembangan persepsi masyarakat. Saat ini, tentunya keadaan sudah banyak berubah. Proses reformasi yang mengalami titik puncak tahun 1998 menjadi pembuka pintu jalan perubahan dan perbaikan, khususnya dalam konteks ini, penghargaan terhadap kebebasan beragama. Pemakaian jilbab patut dilihat secara cermat, bahwa jilbab adalah bentuk penataan terhadap ketentuan agama, dalam hal ini syariat Islam.

Jadi, bukanlah sebagai corak budaya semata ataupun simbolisasi agama belaka. Pun, penggunaan jilbab tidak dapat dikualifikasikan sebagai simbol politik. Dan, ketentuan agama ini telah secara eksplisit dicantumkan sebagaimana diamanatkan dalam Pancasila sila ke-1, Ketuhanan Yang Maha Esa dan Undang-undang Dasar 1945, khususnya pasal 29.

Praktik penggunaan jilbab juga seharusnya menjadi perhatian sektor militer, terutama TNI. TNI sebagai pilar pertahanan dan keamanan nasional seringkali dianggap sektor yang harus bebas dari nilai-nilai, selain nilai militer itu sendiri. Pada hakikatnya, militer harus tetap berjalan sesuai dengan aturan dasar konstitusi.

Pasal 29 merupakan pilar utama yang menjadi dasar hukum paling mendasar sehingga tidak dapat dikesampingkan begitu saja. Jaminan yang diberikan oleh Negara sepatutnya harus direalisasikan sepenuhnya sehingga kalau tidak dijalankan maka Negara dianggap telah melakukan wanprestasi terhadap apa yang telah diamanatkan oleh konstitusi.

Namun, sejauh ini TNI belum memberikan perubahan kebijakan ataupun sekedar respons mengenai penggunaan jilbab. Setidaknya, TNI wajib  memberikan ruang kepada aparat wanita yang memang ingin berjilbab.

Pelarangan penggunaan jilbab untuk wanita, baik di institusi Polri maupun TNI, perlu direvisi. Bentuk pelarangan penggunaan jilbab ini merupakan sebuah pelanggaran terhadap nilai-nilai konstitusi sehingga mau tidak mau wajib ditindaklanjuti secara serius, baik secara internal maupun dari luar institusi.

Secara khusus tentunya, para petinggi kelembagaan tersebut menjadi orang yang paling bertanggung jawab untuk melakukan perbaikan ini. Di lain sisi, respon dan dukungan dari masyarakat luas juga sangat berperan penting untuk menggalang perbaikan ini sebagai salah satu bukti ketaatan terhadap nilai-nilai konstitusi. (IRIB Indonesia/ROL)

Wakapolri: ‘Mau Pakai Jilbab, Berhenti Saja Jadi Polisi’

By  on June 15, 2013
nanan
KORPS kepolisian Republik Indonesia menegaskan bahwa Polisi Wanita (Polwan) dilarang mengenakan jilbab. Hal itu disampaikan Wakapolri Komjen Nanan Sukarna di Mabes Polri.
Nanan menyatakan bagi Polwan yang mengenakan jilbab silahkan keluar dari kepolisian atau pensiun.
“Kalau keberatan, kita serahkan kepada yang bersangkutan, pensiun atau memilih tidak menjadi Polwan,” tegas jenderal bintang tiga ini seperti dikutip detik, Jum’at (14/6/2013).
Aturan ini, menurut Nanan, ada karena kesepakatan internal kepolisian sehingga tidak tertulis. Meski marka tersebut tidak tertulis dan hanya tersirat, namun Polri tegas menuntut anggotanya, khususnya kaum Hawa, menjalankan aturan itu.
“Tidak boleh melanggar aturan pakaian,” kata Nanan.
Polri mengkhawatirkan, dengan berjilbab pelayanan bisa terkendala. “Jangan sampai pelayanan kepolisian terkendala, sehingga tidak imparsial,” ujarnya. (Pz/Islampos/http://islampos.com/wakapolri-mau-pakai-jilbab-berhenti-saja-jadi-polisi-63229/)
Buktikan Simbol Agama Bukan Penghalang
Ayesha Farooq, Pilot Tempur Berjilbab Pertama di Pakistan
 
Sabtu, 15 Juni 2013 - 10:02:36
|
Utama
|
Dibaca : 374 Kali
 
ISLAMABAD – Ayesha Farooq bisa jadi contoh bagi aparat keamanan di Indonesia. Perempuan 26 tahun di Pakistan ini, menjadi pilot tempur pertama yang menggunakan jilbab. Di Tanah Air, jilbab memang kerap jadi kendala bagi mereka yang ingin melamar jadi petugas, terutama kepolisian dan tentara. Mereka boleh mengenakan kerudung, asal bertugas di Aceh, daerah khusus.

Saat disapa di Pangkalan Angkatan Udara Mushaf, Ayesha tampak mengenakan jilbab hijau zaitun. Dia mengaku menjadi yang pertama lulus ujian final pilot jet tempur, dari 5 rekan perempuan lainnya yang melamar.

“Tak ada perlakuan berbeda. Semua yang diajarkan dan dilatih sama, yang paling penting ketepatan pengeboman dan keakuratan waktu,” sebutnya lantas tersenyum, seperti dikutip dari Reuters, Jumat (14/6).

Perempuan yang berasal dari Kota Bhawalpur, daerah Punjab di Pakistan ini mengatakan dari kini semakin banyak perempuan bergabung di kemiliteran. Ayesha bukannya tanpa hambatan pada awalnya untuk bergabung ke AU Pakistan.

Dia sempat berselisih dengan ibunya yang janda dan tak mengenyam sekolah 7 tahun lalu saat memutuskan masuk AU Pakistan.

"Dalam komunitas kami, mayoritas gadis tak berpikiran untuk menerbangkan pesawat," imbuh perempuan manis ini.

Tekanan keluarga, adat istiadat, budaya patriarki di militer membuat perempuan yang berkarier di AU Pakistan dibujuk untuk tak menjadi pilot pesawat tempur. Perempuan menerbangkan pesawat yang lebih lambat seperti mengangkut tentara dan membawa peralatan di Pakistan.

Ayesha memiliki motif kuat mengapa dirinya ingin menjadi pilot pesawat tempur. "Karena teroris dan lokasi geografis sangat penting bagi kami untuk mandiri," kata Ayesha merujuk pada militan Taliban dan kekerasan sektarian yang meningkat tajam.

Kini sekitar 4 ribu perempuan bergabung di militer Pakistan, sebagian besar bekerja di belakang meja dan pekerjaan medis. Di AU sendiri ada 316 perempuan, meningkat 3 kali lipat dibanding 5 tahun lalu.

Ada 19 pilot perempuan di AU Pakistan selama 10 tahun terakhir, namun Ayeshalah yang pertama kali menjadi pilot pesawat tempur.

MESTINYA TAK ADA LARANGAN

Mabes Polri menyatakan tidak ada pelarangan khusus bagi polisi perempuan di Indonesia untuk mengenakan jilbab. Namun, juga belum ada aturan yang memperbolehkan.

Kepala Bagian Penerangan Umum Mabes Polri Kombes Agus Rianto menjelaskan, klausul seragam dalam Skep Kapolri nomor 702/IX/2005 tidak  melarang polwan menggunakan jilbab. "Kami tegaskan, tidak ada secara khusus larangan di aturan itu," katanya.

Mantan Kabidhumas Polda Papua itu menjelaskan, aturan seragam adalah hal yang wajar di semua instansi.  "Kita hanya mengatur seragam bagi anggota Polri dan PNS Polri agar tertib, kecuali Polwan yang bertugas di Aceh memang harus pakai jilbab," katanya.

Agus menjelaskan, peraturan secara khusus soal jilbab polwan memang belum diatur. Karena itu, dia berharap tidak ada pihak-pihak yang menuding polisi melanggar hak asasi manusia.

Dari catatan koran ini, Kapolda Jawa Timur saat dijabat Irjen Anton Bachrul Alam sudah memperbolehkan polisi wanita mengenakan jilbab. Polwan yang bertugas di sekretariat Kapolda saat itu juga mengenakan hijab.

Wakil Ketua MPR Lukman Hakim Saifuddin meminta Polri membatalkan larangan tersebut. Menurut dia, larangan itu merupakan pelanggaran atas HAM, khususnya hak kebebasan menjalankan ajaran agama. "Yang justru ini harus dipenuhi karena dijamin oleh konstitusi," kata Lukman.

Dia juga menyatakan, kalau tak ada yang dirugikan dari penggunaan jilbab oleh polwan di kalangan institusi kepolisian. Penggunaannya tidak akan memengaruhi kinerja, kedisiplinan, dan keserasian anggota Polri.

"Sudah banyak instansi dan lembaga pemerintahan yang membolehkan jilbab, dan itu sama sekali tak membawa dampak negatif apapun," tandas wakil ketua DPP PPP tersebut.

Lukman Hakim kemudian mengingatkan terkait pelarangan memakai jilbab yang juga sempat muncul di era orde baru untuk pelajar putri. Karena desakan dan aspirasi yang kuat dari masyarakat, aturan tersebut akhirnya dicabut.

"Nah, kini kami berharap Polri bisa segera mengubah keputusannya. Sebelumnya kami mengapresiasi Polri yang telah memperbolehkan polwan kenakan celana panjang," pungkasnya.

Anggota Komisi III DPR Nasir Djamil mengatakan, DPR akan secara khusus meminta penjelasan Kapolri. "Supaya tidak ada keresahan warga," katanya.

Di luar negeri, jilbab bagi petugas justru diperbolehkan. "Memang terdapat aturan penggunaan seragam umum. Namun mereka juga menghormati kekhasan yang dianut oleh penganut agama atau aliran tertentu," katanya. Di India, Singapura, juga Inggris, penganut Sikh boleh menggunakan simbol khasnya saat bekerja selain memakai seragam.

Di Australia, yang mayoritas umatnya non-muslim, tentara wanitanya diperbolehkan mengenakan jilbab. Seharusnya Indonesia yang mayoritas muslim, kepolisiannya bisa belajar dari aturan-aturan yang diberlakukan di negara-negara tersebut. (dtc/int/rdl/dyn/jpnn/che2/k1/http://www.kaltimpost.co.id/berita/detail/22744/buktikan-simbol-agama-bukan-penghalang.html)

Polri Akhirnya Restui Polwan Berjilbab

Tuesday, 18 June 2013, 15:07 WIB
 


Republika/Prayogi
Kapolri Jenderal Polisi Timur Pradopo
Kapolri Jenderal Polisi Timur Pradopo

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepolisian akhirnya memastikan diri akan melegalkan penggunaan jilbab bagi anggotanya di seluruh Indonesia. Pernyataan tersebut langsung dituturkan oleh orang nomor satu di tubuh Korps Tri Bata Kapolri Jenderal Timur Pradopo.

Timur bahkan berujar sebetulnya dia sangat senang dengan permintaan sejumlah keinginan polwan berjilbab yang kini mengemuka. Dia berkata, permintaan tersebut sudah dengan senang hati Polri terima dan pertimbangkan.

"Saya justru berterima kasih kepada publik. Karena Polri diperhatikan bahkan sampai ke penggunaan pakaian," ujar Timur di Gedung DPR Jakarta Selatan Selasa (18/7).

Timur mengatakan, dalam waktu dekat segala tuntutan mengenai jilbab akan segera masuk ke dalam agenda diskusi internal Polri. Dia berujar, aturan mengenai jilbab ini amat perlu dikonsepkan dengan tepat. Sehingga nantinya aturan ini tidak menimbukan polemik baru di kemudian hari.

"Aturan pakaian polisi kan bukan jilbab saja. Pakaian dinasnya seperti apa harus kami sesuaikan dulu," ujarnya.

Ketika ditanya kapan peraturan baru terkait seragam ini akan ditelurkan, Kapolri berujar sesegara mungkin hal itu akan terwujud. Hanya saja, kata dia, satu komponen utama yang masih harus dilengkapi sebagai bahan pertimbangan dia dalam menentukan aturan baru.

"Kami masih perlu bicara lebih dalam dengan sejumlah tokoh masyarakat. Tentu kami memerlukan saran yang membangun demi aturan yang tepat. Intinya saya sangat merespons baik permintaan ini (polwan berjilbab)," ujar jenderal bintang empat ini.
Reporter : Gilang Akbar Prambadi
Redaktur : Fernan Rahadi

3 comments to "POLISI WANITA BERJILBAB "DILARANG"...!!!!Foto-foto Eksklusif Polisi Wanita Republik ISLAM Iran Setelah lebih 30 Tahun Revolusi Islam...WOWWWW...!!!!!! Lalu bagaimana INDONESIA kita..????"

  1. semoga ..... tidak ada lagi polisi menembak rakyatnya,,,,,, dan tidak ada lagi korupsi di Polri........... itulah wujud nyatanya.....................

  2. Anonymous says:

    wanita syiah Iran, itu pelaku mut'ah
    gak jauh beda ama pelacur, berapa kali rata2 wanita syiah mut'ah dalam setahun ??

  3. Berfikir Sehat says:

    Wahabi Salafi Takfiri , Pecinta & Pengikutnya adalah Teroris pembuat FITNAH dan adu domba antara Sunni & Syi'ah !!!

Leave a comment