Home , , , , , , , , , � Serambi Ummah berbagi CERITA tentang Kawin Kontrak yang kembali Marak : Kawin Kontrak Versi Wahabi / Nikah Siri Versi Sunni atau Nikah Mut'ah versi Syi'ah

Serambi Ummah berbagi CERITA tentang Kawin Kontrak yang kembali Marak : Kawin Kontrak Versi Wahabi / Nikah Siri Versi Sunni atau Nikah Mut'ah versi Syi'ah




Banjarmasin- Kali ini Team www.banjarkuumaibungasnya.blogspot.com menghadirkan berita yang sudah lama di ketahui dan kembali disajikan oleh Media Cetak terkenal dari Kalimantan Selatan yaitu Tabloid Serambi Ummah Edisi 30 Agustus- 5 September 2013 M / 23-29 Syawal 1434 H. No, 712 tentang Judul yang lumayan "Menghentak"======> "Kawin Kontrak Makin Marak".
Bukan bermaksud menggurui para Tokoh-tokoh Islam Wahabi yang notabene di pegang Kerajaan Arab Saudi dengan Pernikahan yang mereka sebut KAWIN KONTRAK, dan juga tidak bermaksud menggurui para Tokoh-tokoh Islam Sunni (dalam hal ini Islam Sunni Syafe'i ala Republik Indonesia) yang mengenal NIKAH SIRI serta juga tidak bermaksud menggurui Tokoh-tokoh Islam Syi'ah (dalam hal ini Islam Syiah 12 Imam yang ada di Republik Islam Iran). Tapi artikel kali ini kami ambil dari sumber-sumber yang terpampang jelas asal-usul artikelnya. Jadi bagi yang merasa TIDAK SEPAKAT dengan artikel ini anggap saja lagi KELILIPAN mata, sehingga kita sesama anak bangsa Indonesia, sesama Kaum Muslim dan sesama ummat manusia terhindar dari MERASA paling BENAR...kalau ANDA setuju atau tidak atas artikel ini, itu HAK ANDA, semoga artikel ini menjadi pencerahan kita bersama...Amin Ya rabbal 'allamin.
SALAM CINTA DAN PERSAUDARAAN sesama Ummat Islam dan sesama Ummat Manusia
=====>STOP KEBENCIAN<====== iyakah jar...^_^...
(AR/R/KNY/MFF/05/09/2013/Bjm/17:19wita)

Sunni-Syiah sebagai Produk Sejarah

Rabu, 29 Februari 2012 - 07:22:20 WIBKetika Sunni dan Syiah mengakui
tuhan yang sama, nabi yang sama, Alquran yang sama, kiblat yang sama,
syahadat yang sama, mengapa perbedaan harus dibesar-besarkan?



Ketika Sunni dan Syiah mengakui tuhan yang sama, nabi yang sama, Alquran yang sama, kiblat yang sama, syahadat yang sama, mengapa perbedaan harus dibesar-besarkan?

Sunni dan Syiah adalah dua mainstream Islam yang sama-sama post-quranic. Keduanya terbentuk setelah wahyu berhenti diturunkan dan setelah nabi Muhammad saw wafat. Perselisihan paham antarkeduanya berlangsung sejak terbentuknya aliran tersebut di masa-masa awal Islam sampai hari ini. Keduanya saling perang ayat dan riwayat, bahkan tidak jarang keduanya saling mengafirkan. Kontestasi perebutan pengaruh juga berlangsung dari dulu hingga sekarang dan kontak fisik sering tidak terhindarkan. Begitu parahkah perbedaan antarkeduanya sehingga tak ada secercah harapan mendekatkan kedua kekuatan dahsyat Islam ini?

Hasil diskusi intensif penulis (bersama dengan beberapa doktor dan guru besar UIN Alauddin) dengan beberapa Ayatullah (ulama otoritatif) Syiah di Hawza Ilmiah Syiah di jantung peradaban Syiah di Qum, Iran, mengungkap sejumlah fakta menarik yang dipatut dipertimbangkan dalam rangka mendekatkan kedua mainstream besar Islam ini.

Sejumlah isu-isu kritis kami diskusikan secara akademik dan kepala dingin. Kami ke Iran mengikuti workshop ilmiah dengan membawa sejumlah pemahaman apriori tentang Syiah. Di antaranya adalah asumsi bahwa kitab suci Syiah (Alquran) berbeda dengan kitab suci (Alruran) Sunni. Asumsi ini bukan tanpa dasar karena disebutkan dalam ratusan riwayat dalam kitab al-Kafi karya al-Kulayni (salah satu dari empat kitab yang dianggap oleh Syiah sebagai kitab suci kedua setelah Alquran, kurang lebih sama dengan Sahih Bukhari dan Sahih Muslim yang diyakini oleh Sunni sebagai kitab kedua setelah Alquran) bahwa terdapat manipulasi atau perubahan (tahrif) terhadap Alquran yang ada sekarang.

Menurut al-Kulayni penulis kitab otoritatif tersebut, Alquran yang ada di tangan kaum muslimin Sunni sekarang sebagian telah diubah. Inilah salah satu penyebab mengapa kaum muslimin Sunni di dunia termasuk di Indonesia, memandang Syiah sesat karena meyakini ketidakaslian Alquran.

Begitu kami sampai di Iran kami langsung memeriksa Alquran Syiah. Bahkan kami dibawa ke tempat percetakan Alquran dan diberi hadiah Alquran. Ternyata, Alquran Syiah dengan Alquran Sunni tidak ada bedanya sama sekali. Ketika penulis menanyakan hal ini kepada salah seorang Ayatullah di Hawza, beliaupun menjawab tak ada perbedaan. Yang menarik adalah informasi dari kitab al-Kafi berbeda dengan kenyataan di lapangan. Ketika kami menanyakan hal tersebut, Ayatullah menjawab kami tidak menganggap al-Kafi sebagai kitab suci yang tidak mungkin salah. Di situ banyak kesalahan yang kami kritisi, berbeda dengan kalian di Sunni yang menjadikan Sahih al-Bukhari sebagai kitab suci yang tidak boleh dikritisi. Saya sempat sedikit tersindir dengan jawaban tersebut.

Menurut Ayatullah yang lain, sudah terbit banyak buku yang mengkritik al-Kafi karya al-Kulayni. Poin ini penting karena kitab ini sering dijadikan sumber oleh Sunni untuk menyerang kaum Syiah, sementara kitab ini sendiri sudah dikritik oleh Syiah.

Poin selanjutnya tentang sahabat. Dalam literatur-literatur yang ditulis kaum Sunni disampaikan bahwa Syiah hanya menerima hadis-hadis yang diriwayatkan oleh ahlul bait atau keluarga nabi, sementara hadis yang diriwatkan oleh sahabat-sahabat yang lain mereka tolak mentah-mentah, bahkan mereka, kaum Syiah mencerca sahabat. Para Ayatullah yang sempat kami ajak diskusi mengingkari hal itu. Mereka mengatakan bahwa sepanjang hadis tersebut bisa dibuktikan otentisitasnya dari nabi, siapapun sahabat yang meriwayatkan kami terima. Abu Bakar, Umar dan Usman adalah sahabat nabi yang mereka hormati. Poin ini sangat substantif karena pendapat tentang sahabat nabi telah dan sedang menjadi sumber konflik antara kedua mainstream Islam ini.

Bahkan, ada di antara Ayatullah yang menjelaskan bahwa sedang ada konspirasi besar untuk mendiskreditkan Iran (Syiah) yang bertujuan untuk memecah-belah umat Islam. Iran adalah negara Islam terbesar dan terkuat, baik secara ekonomi, karakter, budaya dan politik dan paling resisten terhadap pengaruh hegemoni Barat yang sama sekali tidak bisa didikte oleh Amerika. Terdapat tidak kurang dari 200 chanel televisi di luar negri, terutama di Amerika, yang dibuat dalam bahasa Parsi untuk mendiskreditkan Iran, untuk menyerang budayanya. Stasiun televisi inilah yang sering memunculkan padangan-pandangan miring yang berpotensi menimbulkan kesalahpahaman terhadap Iran secara khusus dan Syiah secara umum, agar Syiah dan saudaranya Sunni tidak bisa bersatu menurut Ayatullah tersebut.

Tentang nikah mut'a (kawin kontrak), sungguh berbeda dengan apa yang kami pahami sebelumnya. Nikah mut'a memang dibenarkan oleh ulama Syiah dengan riwayat-riwayat yang menurut mereka dapat dipertanggungjawabkan kesahihannya. Bahkan argumentasi quranipun dapat mereka tunjukkan. Menurut mereka, nikah mut'a dipraktikkan pada masa nabi. Banyak sahabat yang telah mempraktikkannya. Nanti pada masa Umar bin Khattab, khalifah kedua, Nikah mut'a dilarang. Mengapa sesuatu di masa nabi dibolehkan kemudian dilarang oleh Umar? Riwayat-riwayat tersebut tentu bisa diperdebatkan, tetapi bukan tempatnya di sini mendiskusikannya. Tetapi, meskipun demikian nikah mut'a di kalangan Syiah tidak semudah dan semurah yang dibayangkan.

Nikah mut'a memang masih ada di Iran, tetapi sangat terbatas. Di samping harus tercatat di catatan sipil, juga bukanlah trend terhormat di masyarakat. Praktik nikah mut'a sangat jarang dan hanya dalam kasus tertentu. Di tempat lain, praktik nikah mut'a sering dieksploitasi dan dijadikan sebagai instrumen mengumbar nafsu. Nikah mut'a tentu tidak dimaksudkan untuk tujuan-tujuan tersebut.

Perbedaan yang paling mendasar yang diakui oleh mereka adalah tentang khilafah. Mereka meyakini bahwa yang berhak menjadi khalifah setelah nabi adalah Ali, bukan Abu Bakar, Umar dan Usman. Keyakinan tersebut tentu di-back up oleh riwayat-riwayat yang mereka yakini kesahihannya. Konsep imamah dan wilayatul faqih adalah tema yang juga menarik dan sangat panas dalam diskusi kami, tetapi keterbatasan halaman ini menyebabkan penulis tidak mengurainya di sini.

Poin yang penulis ingin sampaikan adalah baik Sunni maupun Syiah memiliki argumennya masing-masing, memiliki dasar-dasar dari Alquran dan hadis masing-masing. Sunni dan Syiah berbeda dalam memahami teks, berbeda dalam menilai keabsahan sumber atau riwayat-riwayat. Tetapi, ketika Sunni dan Syiah mengakui tuhan yang sama, nabi yang sama, Alquran yang sama, kiblat yang sama, syahadat yang sama, mengapa perbedaan harus dibesar-besarkan. Apatah lagi kalau perbedaan-perbedaan itu dipahami dari sumber yang tidak tepat.

Bagi Sunni yang ingin mengetahui substansi pemikiran dan hakikat ajaran Syiah sebaiknya membaca dari literatur Syiah, bukan dari sumber yang tidak suka kepada Syiah. Begitu pula sebaliknya, kelompok Syiah harus fair membaca literatur otoritatif Sunni untuk mengetahui esensi pemahaman Sunni. Mungkin dengan cara itu, Sunni dan Syiah dapat bersinergi membangun peradaban Islam di masa yang akan datang/ Amien. Wallahu a'lam. (*) sumber:http://kamaruddinamin.uin-alauddin.ac.id/berita-115-sunnisyiah-sebagai-produk-sejarah-.html

Dialog Ringan 1 (Mut’ah)

Sugeng : Syiah menghalalkan Mut'ah?
Jamal : Ya. Semua nikah pada dasarnya adalah mut'ah. Coba liat sebagian ayat yang menjelaskan nikah, menggunakan kata istamta'tum. Lagi pula, tidak ada orang waraspun yang mau nikah utk tersiksa.

Sugeng : Lho itu kan ayat yg dijadikan Syiah sbg dalil ttg Mut’ah?
Jamal : Ya, tapi karena diharamkan, kami pun menjadikannya sbg dalil untuk nikah secara umum.

Sugeng : Ya, kami yakini ayat itu ttg nikah tak bejangka.
Jamal : Lho, semua nikah berjangka.

Sugeng : Tidak bisa!
Jamal : Bisa dan anda Ahlussunnah juga mempercayainya.

Sugeng : Apa dalilnya?
Jamal : Perceraian dan kematian adalah jangka akhir nikah. Karena itu, wanita yang diceraikan atau ditinggal wafat dibolehkan nikah lagi. Ini yang disepakati oleh seluruh ulama. Jadi, pada dasarnya.semua nikah adalah mut’ah dan semua nikah berjangka.

Sugeng : Tidak bisa!
Jamal : Kalau begitu, jangan nikah!
Kunjungi (kalau berani???) http://satriasyiah.wordpress.com/

Source: Banjarku Umai Bungasnya: Best Seller tahun 2012 ini, "BUKU KONTRAVERSIAL" Buku Nikah Mut'ah karya "Urang Banjar" http://banjarkuumaibungasnya.blogspot.com/2012/04/best-seller-tahun-2012-ini-buku.html#ixzz2e0of1HXz
Under Creative Commons License: Attribution

Dialog Ringan (3) Sahabat Nabi

Sugeng : Orang-orang Syiah tidak menghormati sahabat Nabi, bahkan mencaci maki mereka.
Jamal : Syiah tidak akan mencaci sahabat.

Sugeng : Alaaah… Itu taqiyah.
Jamal : Syiah tidak akan mencaci sahabat karena dalam definisi umum, Ali bin Abithalib, Fathimah Zahra juga sahabat.

Sugeng : Mereka kan dianggap Ahlulbait...
Jamal : Mereka adalah keluarga (Ahlulbait) sekaligus sahabat.

Sugeng : Bukankah Syiah, dalam beberapa riwayatnya, mengecam para sahabat Nabi….?
Jamal : Benar sebagian Syiah mengecam sebagian sahabat Nabi.

Sugeng : Nah, jelas kan, Syiah memang mengecam para sahabat!?
Jamal : Oh, itu… Mengecam sebagian sahabt Nabi tidak hanya dilakukan oleh Syiah. Sebagian ulama non Syiah juga melakukannya.

Sugeng : Tidak mungkin. Ulama kami sepakat untuk menganggap seluruh sahabat itu adil (udul).
Jamal : Sejauh yang saya ketahui, kebanyakan orang yang memanggil Nabi saat berada di kamar (al-hujarat) dikecam oleh Allah sebagai orang-orang yang “tidak berakal”. Dan semua ayat yang melaknat para pembohong dan ayat2 kecaman lainnya berlaku berlaku atas setiap manusia, termasuk sahabat Nabi.

Sugeng : Bisa aja!
Jamal : Emang bisa!

Sugeng : Ya, tapi kan ada riwayat dalam kitab Syiah yang mencaci sahabat-sahabat besar yang sangat kami hormati.
Jamal : wah, itu hanya satu riwayat. Toh dalam kitab riwayat non Syiah juga terdapat banyak riwayat yang menghina sahabat Nabi yang sangat kami hormati.

Sugeng : Mana mungkin?
Jamal : Mungkin dan ada, namun kami tidak menganganggap riwayat itu sebagai bukti bahwa mazhab anda mengecam para sahabat.

Sugeng : Dimana? Sebutkan.
Jamal : Dalam tafsir Ibnu Katsir, disebutkan sebuah riwayat bahwa ayat pengharaman mabuk saat shalat turun karena Ali bin Abi Thalib sedang shalat dalam keadaan mabuk. Telah menceritakan kepada kami Musaddad yang berkata telah menceritakan kepada kami Yahya dari Sufyan yang berkata telah menceritakan kepada kami ‘Atha’ bin As Saaib dari Abu Abdurrahman As Sulami dari ‘Aliy bin Abi Thalib “bahwa ada seorang laki-laki dari golongan Anshar memanggilnya dan Abdurrahman bin ‘Auf kemudian ia memberi mereka khamar sebelum diharamkan. Kemudian Ali mengimami mereka dalam shalat maghrib dan membaca “qul yaa ayyuhal kaafiruun” dan ia pun salah dalam membacanya. Maka turunlah ayat “janganlah kamu shalat sedang kamu dalam keadaan mabuk sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan” [Sunan Abu Dawud 2/350 no 3671]

Sugeng : Mana mungkin?
Jamal : Tidak mungkin kami menganggap Ahlussunnah mencaci Ali bin Abithalib hanya karena sebuah riwayat yang tidak mu’tabar. Nah, tidak mungkin Ahlussunnah yang bijak menganggap Syiah mengecam sahabat Umar karena sebuah riawayat yang tidak popular dan mu’tabar.
Kunjungi (Kalau Berani???)http://jakfari.wordpress.com/

Source: Banjarku Umai Bungasnya: Best Seller tahun 2012 ini, "BUKU KONTRAVERSIAL" Buku Nikah Mut'ah karya "Urang Banjar" http://banjarkuumaibungasnya.blogspot.com/2012/04/best-seller-tahun-2012-ini-buku.html#ixzz2e0orI600
Under Creative Commons License: Attribution

TEKS FATWA SYEKH BIN BAZ TENTANG “KAWIN DENGAN NIAT TALAQ” [Kawin Kontrak Ala Wahabi]

Setelah kita muat berita tentang peringatan sebuah lembaga partikelir Saudi “Awashir” terhadap warga Saudi agar berhati-hati menikah di negeri asing, dan fatwa Syekh bin Baz tentang kawin kontrak ala wahabi/salafi atau yang disebut oleh Syekh Bin Baz “NIKAH DENGAN NIAT (akan) DI TALAQ”. kami mendapat banyak tanggapan dan banyak pula para wahabi yang menuduh kami berbohong atau menfitnah, padahal telah kami kutipkan dengan jelas nama buku, halaman, tahun dan tempat cetakan buku rujukan kami tersebut. Maka dengan ini kami muat TEKS FATWA SYEKH BIN BAZ tersebut dan kami sertakan scan-nan buku fatawa tersebut. sebagai bukti kepada para wahabi/salafy bahwa blog kita bukan seperti situs dan blog mereka yang suka menuduh dan tanpa bukti.
kami heran dengan mereka kenapa tidak mau membuka buku fatawa Syekh Bin Baz tersebut, kami yakin mereka pasti memilikinya, mungkin saja mereka malu karena Imam Agung mereka Syekh bin Baz berfatwa mirip musuh bebuyutannya (syi’ah) tentang kawin mut’ah, bahkan fatwa kawin dengan niat talaq ini lebih jelek karena merupakan bentuk penipuan terhadap calon istri yang akan dinikah.
Selanjutanya silahkan membaca TEKS FATWA SYEKH BIN BAZ “NIKAH DENGAN NIAT TALAK” yang kami kutip dari buku “Majmuk Fatawa“-nya Syekh Abdul Aziz bin Abdullah yang dikenal dengan sebuatan Bin Baz, Jilid 4, hal 29-30 cetakan Riyadh – Saudi Arabia, Tahun 1411/1990″

-NIKAH DENGAN NIAT (AKAN) DI TALAQ-
Pertanyaan: Saya mendengar bahwa anda berfatwa kepada salah seorang polisi bahwa diperbolehkan nikah di negeri rantau (negeri tempat merantau), dimana dia bermaksud untuk mentalak istrinya setelah masa tertentu bila habis masa tugasnya. Apa perbedaan nikah semacam ini dengan nikah mut’ah? Dan bagaimana kalau si wanita melahirkan anak? Apakah anak yang dilahirkan dibiarkan bersama ibunya yang sudah ditalak di negara itu? Saya mohon penjelasanya.
Jawab: benar. Telah keluar fatwa dari “Lajnah Daimah”, di mana saya adalah ketuanya, bahwa dibenarkan nikah dengan niat (akan) talak sebagai urusan hati antara hamba dan Tuhannya. Jika seseorang menikah di negara lain (di rantau) dan niat bahwa kapan saja selesai dari masa belajar atau tugas kerja, atau lainnya, maka hal itu dibenarkan menurut jumhur para ulama. Dan niat talak semacam ini adalah urusan antara dia dan Tuhannya, dan bukan merupakan syarat dari sahnya nikah.
Dan perbedaan antara nikah ini dan nikah mut’ah adalah dalam nikah mut’ah disyaratkan masa tertentu, seperti satu bulan, dua bulan, dan semisalnya. Jika masa tersebut habis, nikah tersebut gugur dengan sendirinya. Inilah nikah mut’ah yang batil itu. Tetapi jika seseorang menikah, di mana dalam hatinya berniat untuk mentalak istrinya bila tugasnya berakhir di negara lain, maka hal ini tidak merusak akad nikah. Niat itu bisa berubah-ubah, tidak pasti, dan bukan merupakan syarat sahnya nikah. Niat semacam ini hanyalah urusan dia dan Tuhannya. Dan cara ini merupakan salah satu sebab terhindarnya dia dari perbuatan zina dan kemungkaran. Inilah pendapat para pakar (ahl al-ilm), yang dikutip oleh penulis Al-Mughni Muwaffaquddin bin Qudamah rahimahullah
______________________
Dan dibawah ini Scan dari buku asli Fatwa tersebut.
fatwa_1_rsz80.jpg
fatwa2_50.jpg

fatwa3_9.jpgsumber:http://abusalafy.wordpress.com/2007/08/14/teks-fatwa-syekh-bin-baz-tentang-kawin-dengan-niat-talaq-kawin-kontrak-ala-wahabi/


Pacaran ..boleh nggak yah..???!!!!...

Dalam Islam Mazhab Jakfari atau Islam Syiah Imamiah 12 atau pengikut setia Ahlulbayt Rasulullah saww tidak ada istilah pacaran (perkenalan secara pribadi tanpa ikatan pernikahan) yang sering dipraktekkan oleh masyarakat Islam non Syiah . Namun di sisi lain, hampir mustahil nikah tanpa perkenalan sebelumnya, terkhusus berbicara dari hati ke hati yang hanya melibatkan dua orang saja. Dan Islam harus mampu memberikan solusinya. Nikah mut’ah adalah solusi terbaik dalam hal ini.

Mut'ah adalah jawabannya buat orang non Muslim, dimana mereka menganggap Islam itu kolot dengan alasan masak dua insan yang hendak melanjutkan perkawinannya dilaksanakan tanpa pendekatan persesuaian terlebih dahulu (baca pacaran). Mut'ah adalah versi "pacarannya" Islam dimana lebih indah daripada pacaran non Syiah, dimana mereka dalam masa persesuaian itu bebas melakukan hubungan suami - isteri sebagaimana nikah Bain. Tinggal lagi nikah Mut'ah tidak wajib memberikan nafkah lahir dan bathin. Namun suami yang murah hati tidak mungkin tidak memberikan belanjanya kepada sang Isteri sebagai kekasih yang resmi, kecuali memang benar-benar belum punya rezki. Logisnya pasangan pacaran non Syiah yang murah hati juga akan melakukan hal yang sama sebagai nilai kasihsayangnya kepada sang kekasih.

Adapun perbedaan "pacaran" Islam (baca mut'ah) dengan pacaran non Syiah Imamiah 12 diantaranya yang pertama hukumnya halal berdasarkan surah an Nisa' ayat 24, sedangkan yang ke dua hukumnya haram. Yang pertama bebas bergaul sebagaimana lazimnya suami- isteri dalam nikah ba'in sedangkan yang kedua bukan saja dosa besar melakukan hubungan suami - isteri tetapi juga haram berdua-duan.

Diawal perkembangan Islam kawin mut'ah pada umumnya diaplikasikan oleh pejuang ketika jauh dari isterinya. Ini membuktikan bahwa Islam itu benar-benar agama yang haq disisi Allah (baca innad diina 'indallahil Islam). "Al Islamu ya'lu wala yukla 'alaih" (hadist), dimana Islam itu tidak memberatkan pemeluknya dan senantiasa ada jalan keluarnya asal saja tidak keluar jalan. Masa Perang jaman Rasulullah adalah masa darurat, justeru itu maharnya diselesaikan ketika itu juga hingga ada yang berupa sebuah baju (hadist). Hal ini dapat dipahami bahwa apabila tidak diselesaikan maharnya dengan segera, besar kemungkinan tidak terselesaikan mengingat pasukan tersebut senantiasa berpindah-pindah. Sedangkan nikah mut'ah dimasa aman, tidak disyaratkan maharnya kecuali ketika habis masa mut'ahnya, nyakni memasuki fase nikah bain (baca nikah permanent) atau berpisah andaikata dalam masa persesuaian itu tidak berjalan dengan baik hingga isteri berhak menolak untuk diteruskan ke nikah Bain. Sedangkan dalam nikah ba'in isteri tidak memiliki hak untuk menceraikan suami (baca hak suami lebih besar dari hak isteri)

Perlu juga digarisbawahi bahwa nikah mut'ah itu dilakukan secara suka-rela tidak boleh ada paksaan sebagaimana juga nikah ba'in. Dari itu masak bodoh calon isteri atau orang tuanya bersedia nikah mut'ah hanya dalam jangka satu minggu atau satu bulan. Inilah yang membuat musuh Islam berkesempatan untuk merendahkan nikah mut'ah dengan alasan jangka yang demikian pendek sebagaimana kawin kontrak yang terlarang dalam Islam. Jangka waktunya yang normal cukup untuk saling mengenal watak masing-masing, minimal 2 tahun. Sedangkan masa perang jaman Rasulullah dulu bisa saja terjadi dalam tempo satu minggu atau malah 2,3 hari sekalipun. Itu adalah kepentingan jihad fisabilillah yang diistimewakan Allah dan Rasul Nya. Kalau ada pihak yang mempersoalkan hal ini dengan alasan tidak ada nilai orang perempuan, mereka lupa kenapa Allah membenarkan melakukan hubungan suami - isteri terhadap perempuan yang didapat dalam peperangan sebagai harta rampasan, padahal perempuan itu juga sebahagian besar masih memiliki suaminya sendiri.

Persoalannya, kenapa orang non Syiah Imamiah 12 mengira nikah Mut'ah itu haram? Jawabannya adalah terlalu percaya kepada Umar bin Khattab. Hanya dialah dan konco-konconya yang berani melawan ketentuan Allah dan Rasul Nya sebagai mana keterangan berikut ini:

Ia (Jabir) mengatakan: “Melalui diriku hadis tersebut didapat, kita telah melakukan mut’ah bersama Rasulullah (saww) juga bersama Abu bakar, akan tetapi setelah berkuasanya Umar, ia (Umar) pun mengumumkannya pada masyarakat dengan ucapan: “Sesungguhnya Al-Qur’an tetap posisinya sebagai Al-Qur’an sedang Rasulullah (saww) tetap sebagai Rasul, ada dua jenis mut’ah yang ada pada zaman Rasul; haji mut’ah (haji tamattu’ .red) dan nikah mut’ah kuharamkan”. Kalaupun nikah mut’ah haram lantas kenapa kita juga tidak mengharamkan mut’ah haji yang sampai detik ini masih dilakukan oleh semua kaum muslimin dunia padahal ia termasuk yang diharamkan oleh Umar bin Khattab.

Dalil naqli lainnya:Beberapa ungkapan para sahabat Rasul dan para tabi’in (yang hidup setelah zaman para sahabat) sebagai contoh pribadi-pribadi yang mengingkari akan pelarangan (pengharaman) mut’ah:

Imam Ali bin Abi Thalib, sebagaimana diungkapakan oleh Thabari dalam kitab tafsirnya (lihat: jil:5 hal:9) dimana Imam Ali bersabda: “jika mut’ah tidak dilarang oleh Umar niscaya tidak akan ada yang berzina kecuali orang yang benar-benar celaka saja”.

Riwayat ini sebagai bukti bahwa yang mengharamkan mut’ah adalah Umar bin Khatab, lantas setelah banyaknya kasus perzinaan dan pemerkosaan sekarang ini –berdasarkan riwayat diatas- siapakah yang termasuk bertanggungjawab atas semua peristiwa itu?

Abdullah bin Umar bin Khatab (putera khalifah kedua), sebagaimana yang dinukil oleh Imam Ahmad bin Hambal dalam kitab musnadnya (lihat: jil:2 hal:95) dimana Abdullah berkata ketika ditanya tentang nikah mut’ah: “Demi Allah, sewaktu kita dizaman Rasul tidak kita dapati orang berzina ataupun serong”. Kemudian berkata, aku pernah mendengar Rasul bersabda: “sebelum datangnya hari kiamat akan muncul masihud-dajjal dan pembohong besar sebanyak tiga puluh orang atau lebih”. Lantas siapakah yang layak disebut pembohong dalam riwayat diatas tadi? Adakah orang yang memutar balikkan syariat Rasul layak untuk dibilang pembohong?


Abdullah bin Masud, sebagaimana yang dinukil oleh al-Bukhari dalam kitab shahihnya (lihat: jil:7 hal:4 kitab nikah bab:8 hadis ke:3), dimana Abdullah berkata: “sewaktu kita berperang bersama Rasulullah sedang kita tidak membawa apa-apa, lantas kita bertanya kepada beliau: bolehkah kita lakukan pengebirian? Lantas beliau melarang kita untuk melakukannya kemudian beliau memberi izin kita untuk menikahi wanita dengan mahar baju untuk jangka waktu tertentu. Saat itu beliau membacakan kepada kami ayat yang berbunyi: “wahai orang-orang yang beriman janganlah kalian mengharamkan apa-apa yang baik yang telah Allah halalkan bagi kalian dan janganlah kalian melampaui batas…”(Qs Al-Ma’idah:87)
Adapun legalitas hukumnya kawin mut'ah demikian jelas dalam surah an Nisa' ayat 24: ".................................................................... Maka isteri-isteri yang telah kamu ni'mati (campuri) di antara mereka, berikanlah kepada mereka maharnya (dengan sempurna), sebagai suatu kewajiban; dan tiadalah mengapa bagi kamu terhadap sesuatu yang kamu telah saling merelakannya, sesudah menentukan mahar itu . Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana" (Q,S. an Nisa' 24)

Sebahagian tokoh Sunni berpegang pada ketentuan Umar bukan ketentuan Allah dan Raasul Nya. Adakah orang yang waras menganggap Umar lebih berhak menentukan sesuatu daripada Rasulullah? Sementara tokoh Sunni lainnya meyakini bahwa Umar tidak berhak membatalkan atau memansuhkan Ketentuan Allah dan Rasulnya, namun mereka berkilah bahwa benar nikah Mut'ah di aplikasikan para shahabat akan tetapi Rasulullah sendiri yang memansuhkannya. Tokoh tersebut tidak memahami bahwa Ayat Qur-an tidak boleh diman suhkan oleh Hadist dan bagi Rasulullah sendiri mustahil melawan ketentuan Allah. Ayat Qur-an hanya dapat dimansuhkan dengan ayat Qur-an yang lainnya sebagaimana ayat yang berhubungan dengan Khamar (baca minuman yang memabukkan), dimana pada mulanya Allah tidak mengharamkan, tinggal lagi memberitahukan bahwa pada khamar itu mengandung kebaikan dan keburukan tetapi keburukan lebih besar dari kebaikan. Ayat tersebut dimansuhkan dengan ayat terakhir turun mengenai larangan minum khamar.

Tidak ada satu ayatpun yang memansuhkan ayat nikah Mut'ah (baca an Nisa' 24). Namun Para tokoh Sunni lainnya telah menyebutkan beberapa ayat yang dalam hemat mereka seba gai ayat naasikhah (yang memansukhkan) ayat Mut’ah. Di bawah ini akan saya sebutkan ayat-ayat tersebut.

Ayat Pertama:

Firman Allah SWT:
و الذين هُمْ لِفُرُوْجِهِمْ حافِظُونَ إلاَّ علىَ أَزْواجِهِمْ أَوْ ما مَلَكَتْ أَيْمانُهُمْ، فَإِنَّهُمْ غيرُ مَلُوْمِيْنَ. (المؤمنون:5-6)
“Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki; maka sesungguhnya mereka dalam hal yang tiada tercela.” (QS:23;5-6)
Keterangan Ayat:

Dalam pandangan mereka ayat di atas menerangkan bahwa dibolehkan/ dihalalkanya meng gauli seorang wanita karena dua sebab;

Pertama, hubungan pernikahan (permanen).

Kedua, kepemilikan budak.

Sementara itu kata mereka wanita yang dinikahi dengan akad Mut’ah, bukan seorang istri.

Tanggapan:
Pertama-tama yang perlu difahami ialah bahwa mut’ah adalah sebuah ikatan pernikahan dan perkawinan, baik dari sudut pandang bahasa, tafsir ayat maupun syari’at, seperti telah dijelaskan sebelumnya. Jadi ia sebenarnya dalam keumuman ayat di atas yang diasumsikan sebagai pemansukh, tidak ada alasan yang membenarkan dikeluarkannya dari keumuman tersebut. Kata Azwaajihim dalam ayat di atas mencakup istri yang dinikahi baik dengan akad nikah daim (permanent) maupun akad nikah Mut’ah.

Kedua, selain itu ayat 5-6 Surah Mu’minun (sebagai pemansukh) berstatus Makkiyah (turun sebelum Hijrah) sementara ayat hukum Mut’ah (ayat 24 surah al-Nisa’) berstatus Madaniyah (turun setelah Hijrah). Lalu bagaimana mungkin ayat Makkiyah yang turun sebelum ayat Madaniyah dapat memansukhkannya?! Ayat yang memansukh turun lebih dahuluan dari ayat yang sedang dimansukhkan hukumnya. Mungkinkah itu?!

Ketiga, Tetap diberlakukannya hukum nikah Mut’ah adalah hal pasti, seperti telah ditegaskan oleh para ulama Sunni sendiri. Az zamakhsyari menukilIbnu Abbas ra.sebagai mengatakan, “Sesungguhnya ayat Mut’ah itu muhkam (tidak mansukh). Pernyataan yang sama juga datang dari Ibnu Uyainah.

Keempat, Para Imam Ahlubait as. menegaskan bahwa hukum yang terkandung dalam ayat tersebut tetap berlaku, tidak mansukh.

Kelima, Ayat 5-6 Surah Mu’minun sedang berbicara tentang hukum nikah permanent dibanding tindakan-tindakan yang diharamkan dalam Syari’at Islam, seperti perzinahan, liwath (homo) atau kekejian lain. Ia tidak sedang berbicara tentang nikah Mut’ah, sehingga diasumsikan adanya saling bertentangan antara keduanya.

Adapun anggapan bahwa seorang wanita yang dinikahi dengan nikah Mut’ah itu bukan berstatus sebagai isrti, zawjah, maka anggapan itu tidak benar. Sebab:
1. Mereka mengatakan bahwa nikah ini telah dimansukhkan dengan ayat إلاَّ علىَ أَزْواجِهِمْ … atau ayat-ayat lain atau dengan riwayat-riwayat yang mereka riwayatkan bahwa Nabi saww. telah memansukhnya setelah sebelumnya pernah menghalalkannya. Bukankah ini semua bukti kuat bahwa Mut’ah itu adalah sebuah akad nikah?! Bukankah itu pengakuan bahwa wanita yang dinikahi dengan akad Mut’ah itu adalahh seorang isrti, zawjah?! Sekali lagi, terjadinya pemansukhan – dalam pandangan mereka- adalah bukti nyata bahwa yang dimansukh itu adalah nikah!

2. Tafsiran para tokoh dan para mufassir Sunni terhadap ayat surah An Nisaa’ bahwa yang dimaksud adalah nikah Mut’ah adalah bukti nyata bahwa akad Mut’ah adalah akad nikah dalam Islam.

3. Nikah Mut’ah telah dibenarkan adanya di masa hidup Nabi saww. oleh para muhaddis terpercaya Sunni, seperti Bukhari, Muslim, Adu Daud dll.

4. Ada ketetapan emas kawin, mahar dalam nikah Mut’ah adalah bukti bahwa ia adalah sebuah akad nikah. Kata أُجُوْرَهُنَّ (Ujuurahunna=mahar mereka). Seperti juga pada ayat-ayat lain yang berbicara tentang pernikahan.

Perhatikan ayat 25 surah An Nisaa’, ayat 50 surah Al Ahzaab (33) dan ayat 10 surah Al Mumtahanah (60). Pada ayat-ayat tersebut kata أُجُوْرَهُنَّ diartikan mahar.


Apakah benar orang-orang Syiah berkata bahwa barang siapa yang tidak melakukan nikah mut’ah maka ia tidak menyempurnakan keimanannya?
Pertanyaan
Ulama Syiah berkata, “Barang siapa yang tidak melakukan mut’ah maka ia tidak menyempurnakan imannya hingga ia melakukan nikah mut’ah.” Mut’ah dalam pandangan ulama Syiah adalah pria melakukan senggama (jima) dengan wanita dan wanita tersebut menikah dengan pria tanpa adanya saksi-saksi atau wali. Mereka meyakini bahwa barang siapa yang melakukan nikah mut’ah dengan mukminah maka sesungguhnya ia telah melakukan ziarah sebanyak tujuh puluh kali ke Ka’bah. Mishbâh al-Mujtahid, Thusi, hal. 252.
Jawaban Global
Riwayat sedemikian tidak kami jumpai pada kitab Mishbâh al-Mujtahid. Dalam pandangan Syiah, nikah mut’ah memiliki syarat-syarat yang harus dipenuhi di antaranya menyampaikan formula bukan semata-mata bermakna senggama antara pria dan wanita tanpa menyertakan formula. Formula tersebut menunjukkan adanya kerelaan di antara kedua belah pihak.
Jawaban Detil
Riwayat ini dengan penjelasan seperti yang tertera dalam pertanyaan tidak terdapat pada kitab Mishbâh al-Mujtahid. Karena itu penyandaran seperti ini tidak benar adanya. Di samping itu, Mishbâh al-Mujtahid melingkupi riwayat-riwayat tentang ibadah, doa, amalan-amaan ritual harian, mingguan dan bulan-bulan khusus seperti bulan Ramadhan, Muharram, Safar dan sebagianya serta tidak ada sangkut pautnya dengan pembahasan akad-akad seperti akad nikah temporer (mut’ah) dan permanen (daim). Benar terdapat riwayat yang serupa dalam hal ini, misalnya apabila seseorang melangsungkan akad mut’ah dan mandi maka setiap tetesan air mandinya mendapatkan ganjaran permohonan ampunan dari para malaikat.[1] Atau imannya akan sempurna ketika ia melangsungkan pernikahan mut’ah dengan syarat tertentu.[2]
Iman menjadi sempurna dengan mut’ah tentu dengan terpenuhinya syarat-syarat yang akan kami sampaikan kemudian. Syarat-syarat ini juga disebutkan dalam riwayat.[3]

Syarat-syarat Pernikahan Sementara (mut’ah)
Pernikahan sementara (mut’ah) dalam Islam merupakan sebuah pernikahan resmi.  Bagi orang-orang yang ingin melampiaskan libido seksualnya namun tidak memiliki kemampuan dari sisi finansial untuk melangsungkan pernikahan permanen (daim) serta membina bahtera rumah tangga maka ia dapat menggunakan jalan ini. Dengan cara seperti ini ia menyelamatkan dirinya dari perbuatan dosa.
Islam sebagai agama terparipurna mensyariatkan dan membolehkan pernikahan sementara (mut’ah) lantaran persoalan yang boleh jadi dihadapi oleh sebagian orang ketika ia menikah secara permanen. Apabila hakikat, seluruh hukum, konsekuensi dan syarat-syarat pernikahan sementara dipahami dengan baik dan menimbang dengan seksama apa yang menjadi tujuan dan maksud Islam menetapkan aturan seperti ini demikian juga menunaikan segala hukum, konsekuensi dan syarat-syaratnya di samping amalan-amalan dan aturan-aturan Islam lainya, maka tentu saja pernikahan sementara merupakan sebaik-baik jalan untuk menjaga masyarakat dan setiap orang serta mampu mengantisipasi pelbagai kerusakan yang dapat dihadapi semua orang. Demikianlah tujuan dan maksud Syâri’ Muqaddas (Pemberi Syariat yang Suci).[4]
Pernikahan sementara memiliki selaksa syarat. Di antara syarat tersebut adalah ketika membaca formula akad maka yang membacanya harus menyatakannya secara imperatif (insyâ).  Hal ini disepakati oleh masyhur fukaha, bahkan secara konsensus (ijma)[5] disepakati oleh para ulama yang terdahulu dan terkemudian.[6] Perbedaan hanya terdapat pada boleh tidaknya menggunakan bahasa Arab atau selain Arab dalam membaca formula dan akadnya. Sebagian fukaha tidak memandang pembacaan dengan menggunakan bahasa Arab sebagai syarat terlaksananya pernikahan mut’ah.[7]
Aban bin Taghlib bertanya kepada Imam Shadiq As bahwa apabila ia berdua-duaan dengan seorang wanita apa yang harus dikatakan kepada wanita tersebut? (Bagaimana aku menikah dengannya). Imam Shadiq As bersabda: Katakan kepadanya, “Apakah kunikahi engkau dengan cara mut’ah berdasarkan Kitabullah dan Sunnah Nabi-Nya?” Hingga Imam Shadiq As bersabda bahwa apabila wanita tersebut berkata “iya” maka ia telah menjadi istrimu.[8]
Dengan demikian apa yang mengemuka dalam pertanyaan Syiah tidak memandang senggama antara pria dan wanita sebagai mut’ah melainkan menandaskan bahwa nikah mut’ah harus menggunakan akad yang dinyatakan secara imperatif. Atas dasar itu, apabila riwayat secara lahir, menyatakan tidak perlunya membaca akad dengan lafaz (memadai dengan nikah mu’athâti [tidak perlu ijab dan qabul])[9] yang dijadikan sebagai dalil oleh sebagian fukaha,[10] maka hal itu bertentangan dengan riwayat-riwayat dan dalil-dalil lainnya yang dijelaskan dalam kitab-kitab fikih Syiah dan fukaha Syiah tidak mengamalkan hal tersebut.[IQuest]
Untuk telaah lebih jauh silahkan lihat, “Pernikahan Sementara dan Ketenangan” dan No. 3130 pada site ini.


[1]. Wasâil al-Syiah, jkil. 21, hal. 16, Hadis 26402.  
[2]. Man Lâ Yahdhur al-Faqih, jil. 3, hal. 466.
وَ رُوِیَ أَنَّ الْمُؤْمِنَ لَا یَکْمُلُ حَتَّى یَتَمَتَّعَ
[3]. Wasâil al-Syiah, jil. 21, hal. 14.
[4]. Diadaptasi dari pertanyaan No. 2925 (Site: 3130).
[5]. Muhammad Hasan Najafi, Jawâhir al-Kalâm fi Syarhi Syarâ’i al-Islâm, Syaikh Abbas Qucani, jil. 30, hal. 153, Dar al-Ihya Turats al-‘Arabi, Cetakan Kedelapan, Beirut, Libanon.   
[6]. Silahkan lihat, Taudhi al-Masâil 13 Marâji’, jil. 2, hal. 453-455, berkenaan dengan Masalah 2369-2370, Daftar Intisyarat-e Islami, Cetakan 11, 1384 S. Fakhrul Muhaqqiqin, Aidhâ al-Fawâid fi Syarhi Musykilât al-Qawâid, Sayid Husain Musawi Kermani-Syaikh Ali Panah Isytihardi, Syaikh Abdurrahim Burujerdi, jil. 3, hal. 12, Muassasah Ismailiyan, Qum, Cetakan Pertama, 1387 H. Jawâhir al-Kalâm fi Syarhi Syarâ’i al-Islâm, jil. 30, hal. 153.  Muhammad Fadhil Lankarani, al-Ta’liqât ‘ala al-Urwat al-Wutsqâ, jil. 2, hal. 732-733. Markaz Fiqhi Aimmah Athar As, Cetakan Pertama, Qum dan kitab-kitab fikih lainnya.    
[7]. Taudhil al-Masâil 13 Maraji, jil. 2, hal. 453 & 454, terkait dengan Masalah 2370.  
[8]. Al-Hurr al-‘Amili, Wasail al-Syiah, jil. 21, hal 43, Muassasah Ali al-Bait As Liihya al-Turats, 1409 H.
مُحَمَّدُ بْنُ یَعْقُوبَ عَنْ عَلِیِّ بْنِ إِبْرَاهِیمَ عَنْ أَبِیهِ عَنْ عَمْرِو بْنِ عُثْمَانَ عَنْ إِبْرَاهِیمَ بْنِ الْفَضْلِ عَنْ أَبَانِ بْنِ تَغْلِبَ وَ عَنْ عَلِیِّ بْنِ مُحَمَّدٍ عَنْ سَهْلِ بْنِ زِیَادٍ عَنْ إِسْمَاعِیلَ بْنِ مِهْرَانَ وَ مُحَمَّدِ بْنِ أَسْلَمَ عَنْ إِبْرَاهِیمَ بْنِ الْفَضْلِ عَنْ أَبَانِ بْنِ تَغْلِبَ قَالَ قُلْتُ لِأَبِی عَبْدِ اللَّهِ (ع) کَیْفَ أَقُولُ لَهَا إِذَا خَلَوْتُ بِهَا قَالَ تَقُولُ أَتَزَوَّجُکِ مُتْعَةً عَلَى کِتَابِ اللَّهِ- وَ سُنَّةِ نَبِیِّه لَا وَارِثَةً وَ لَا مَوْرُوثَةً کَذَا وَ کَذَا یَوْماً وَ إِنْ شِئْتَ کَذَا وَ کَذَا سَنَةً بِکَذَا وَ کَذَا دِرْهَماً وَ تُسَمِّی (مِنَ الْأَجْرِ) مَا تَرَاضَیْتُمَا عَلَیْهِ قَلِیلًا کَانَ أَوْ کَثِیراً فَإِذَا قَالَتْ نَعَمْ فَقَدْ رَضِیَتْ وَ هِیَ امْرَأَتُکَ وَ أَنْتَ أَوْلَى النَّاسِ بِهَا الْحَدِیثَ. 
[9]. Disebutkan dalam riwayat bahwa Umar ingin merajam seorang wanita pezina dan hal ini diketahui oleh Baginda Ali As dan beliau setelah bertanya tentang pokok persoalannya. Wanita tersebut berkata yang menunjukkan kerelaan keduanya. Baginda Ali As menandaskan bahwa mereka telah melangsungkan pernikahan:
وَ عَنْهُ عَنْ أَبِیهِ عَنْ نُوحِ بْنِ شُعَیْبٍ عَنْ عَلِیِّ بْنِ حَسَّانَ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ کَثِیرٍ عَنْ أَبِی عَبْدِ اللَّهِ ع قَالَ جَاءَتِ امْرَأَةٌ إِلَى عُمَرَ فَقَالَتْ إِنِّی زَنَیْتُ فَطَهِّرْنِی فَأَمَرَ بِهَا أَنْ تُرْجَمَ فَأُخْبِرَ بِذَلِکَ أَمِیرُ الْمُؤْمِنِینَ ع- فَقَالَ کَیْفَ زَنَیْتِ قَالَتْ مَرَرْتُ بِالْبَادِیَةِ فَأَصَابَنِی عَطَشٌ شَدِیدٌ فَاسْتَسْقَیْتُ أَعْرَابِیّاً فَأَبَى أَنْ یَسْقِیَنِی إِلَّا أَنْ أُمَکِّنَهُ مِنْ نَفْسِی فَلَمَّا أَجْهَدَنِیَ الْعَطَشُ وَ خِفْتُ عَلَى نَفْسِی سَقَانِی فَأَمْکَنْتُهُ مِنْ نَفْسِی فَقَالَ أَمِیرُ الْمُؤْمِنِینَ ع تَزْوِیجٌ وَ رَبِّ الْکَعْبَة.
[10]. Jawâhir al-Kalâm fi Syarhi Syarâ’i al-Islâm, jil. 30, hal. 153.  

sumber:http://www.islamquest.net/id/archive/question/fa8532


Banjarmasin- Kali ini Team www.banjarkuumaibungasnya.blogspot.com menghadirkan berita yang sudah lama di ketahui dan kembali disajikan oleh Media Cetak terkenal dari Kalimantan Selatan yaitu Tabloid Serambi Ummah Edisi 30 Agustus- 5 September 2013 M / 23-29 Syawal 1434 H. No, 712 tentang Judul yang lumayan "Menghentak"======> "Kawin Kontrak Makin Marak".
Bukan bermaksud menggurui para Tokoh-tokoh Islam Wahabi yang notabene di pegang Kerajaan Arab Saudi dengan Pernikahan yang mereka sebut KAWIN KONTRAK, dan juga tidak bermaksud menggurui para Tokoh-tokoh Islam Sunni (dalam hal ini Islam Sunni Syafe'i ala Republik Indonesia) yang mengenal NIKAH SIRI serta juga tidak bermaksud menggurui Tokoh-tokoh Islam Syi'ah (dalam hal ini Islam Syiah 12 Imam yang ada di Republik Islam Iran). Tapi artikel kali ini kami ambil dari sumber-sumber yang terpampang jelas asal-usul artikelnya. Jadi bagi yang merasa TIDAK SEPAKAT dengan artikel ini anggap saja lagi KELILIPAN mata, sehingga kita sesama anak bangsa Indonesia, sesama Kaum Muslim dan sesama ummat manusia terhindar dari MERASA paling BENAR...kalau ANDA setuju atau tidak atas artikel ini, itu HAK ANDA, semoga artikel ini menjadi pencerahan kita bersama...Amin Ya rabbal 'allamin.
SALAM CINTA DAN PERSAUDARAAN sesama Ummat Islam dan sesama Ummat Manusia
=====>STOP KEBENCIAN<====== iyakah jar...^_^...
(AR/R/KNY/MFF/05/09/2013/Bjm/17:19wita)

6 comments to "Serambi Ummah berbagi CERITA tentang Kawin Kontrak yang kembali Marak : Kawin Kontrak Versi Wahabi / Nikah Siri Versi Sunni atau Nikah Mut'ah versi Syi'ah"

  1. Anonymous says:

    Nikah aja semau kamu mau Nikah Mut'ah berapa kali, atau sampai kelaminmu terkikis karena keseringan Mut'ah ... Saya pastikan kamu SYI'AH ...

  2. Bubuhan Sungai Tabuk martapura says:

    Dasar Anonymous pengikut Salafi wahabi takfiri bahkan mungkin pencinta teroris ISIS, saya PASTIKAN KAMU TAKFIRI pengadu domba ummat manusia dan pengadu domba Islam Sunni dan Islam Syi'ah...!!!!!

  3. Anonymous says:

    Inilah hebatnya antek2 dadjal laknatullah, sangat pantai memutar kata-kata, buhan banjar mana ikam??

  4. I am Sunni and my blood is for Syiah brother says:

    Tebarkanlah Pesan Kedamaian & Cinta Kasih, bukan menebarkan pesan kebencian radikal takfiri !!!!
    ####
    Ketika Muslim Sunni dan Syiah Kuwait Bersatu Dari Gempuran Teroris ISIS
    ####
    ISLAMTOLERAN.COM- Jumat 26 Juni 2015 adalah hari yang tak akan dilupakan oleh Kuwait, setelah bertahun-tahun berjuang mempertahankan untuk hidup aman dan damai dari perang teluk yang traumatis itu, tiba tiba dikejutkan dengan kejadian yang sangat memilukan dan melecehkan kerja keras mereka, sebuah bom bunuh diri meledak di sebuah masjid ketika sholat jumat sedang berlangsung di masjid kaum Syiah Al Imam Al Shadiq, Kuwait City.

    Ledakan bom menewaskan 27 orang dan 200an lainya luka luka, tak lama kemudian ISIS menyatakan bertanggung jawab atas kejadian tersebut.

    Kejadian ini benar benar mengejutkan negara kecil yang berpenduduk 60% Sunni dan 30% Syiah ini, sampai Emir Kuwait HRH Sheikh Sabah Al Ahamd Al Sabah, datang langsung dan turun tangan ke lokasi beberapa menit setelah terjadinya ledakan. Secara resmi Negara ini mengumumkan dalam keadaan berkabung selama 3 hari. Ribuan orang pun berkicau di dunia maya mengutuk kelompok radikal tersebut dan menyeru persatuan, tak heran hashtag ‪#‎onekuwait‬ pun menyebar dengan cepat.

    onekuwait-5597db5d40afbdce0a32eda4

    Pada hari yang sama sekitar 1500 orang baik Sunni ataupun Syiah, baik warga Kuwait maupun warga dari berbagai bangsa berbondong bondong mendonorkan darahnya di Kuwait Blood Bank. Salah satu foto yang banyak diyakini sangat menyentuh rasa kemanusiaan dan banyak di share di dunia maya adalah ketika seorang sunni yang mendonorkan darahnya dan menulis sebuah kalimat di lenganya “I am Sunni and my blood is for Syiah brother”. Khutbah-khutbah di masjid, TV, Radio pun banyak diisi dengan tema persatuan dan mengecam permusuhan sekterian.

    Lewat rekaman CCTV, ahirnya fihak keamanan berhasil menangkap pelaku pemboman bunuh diri ini, pelaku utama adalah seorang warga Arab Saudi, supir yang membawa pelaku yakni seorang bidun (stateless) dan seorang warga Kuwait pemilik rumah dimana mereka sempat tinggal, pihak keamanan juga telah menangkap puluhan orang yang diduga terkait dengan jaringan radikal ini.

    sunnidonor-5597d65540afbdd10a32eda1

    Pemerintah Kuwait bergerak cepat meningkatkan keamanan, memperketat pintu kedatangan dan perlepasan di bandara, menyusun undang undang anti terror , mengeluarkan undang undang yang mewajibkan test DNA untuk warga Kuwait dan expat, serta dengan cepat menutup 500 akun media social dan website radikal yang dicurigai menyebar kebencian serta memecah belah persatuan umat.

    Seminggu setelah kejadian tersebut Kaum Sunni dan syiah kembali berkumpul dan beribadah bersama di Masjid Agung Kuwait yang dihadiri oleh Emir Kuwait dan para petinggi kerajaan, seraya mengirimkan pesan yang nyata pada dunia bahwa mereka tidak bisa begitu saja dilecehkan oleh pelaku terror dan di brainwash oleh ideology yang akan memecah belah persatuan negara mereka dan islam pada umumnya.
    gulf-security-5597d59040afbd620a32eda3

    Kaum Sunni dan syiah kembali berkumpul dan beribadah bersama di Masjid Agung Kuwait yang dihadiri oleh Emir Kuwait dan para petinggi kerajaan

    Mereka percaya bahwa teroris yang sebenarnya adalah mereka yang meyakinkan orang bahwa sunni dan syiah saling bermusuhan. Seperti kata juru bicara parlemen Kuwait Marzouk Algahanim “They (jihadist) wanted to stir a conflict between two sects, but found only one religion and united people”. ( Mereka (jihad) ingin membangkitkan konflik antara dua sekte, tetapi yang mereka temui adalah satu agama dan orang-orang yang bersatu ".)

    Sebuah pelajaran besar bagi negara Arab lainya agar selalu mengutamakan persatuan dan selalu ingat pada inti ajaran islam yakni perdamaian sebelum datang golongan yang akan memecah belah kedaulatan mereka.
    Penulis: Dido Indo ( penulis di kompasiana) http://www.islamtoleran.com/ketika-muslim-sunni-dan-syiah-kuwait-bersatu-dari-gempuran-teroris-isis/

  5. Omong opo??? Dipikir sik nek omong.. nganggo utek..

  6. Omong opo??? Dipikir sik nek omong.. nganggo utek..

Leave a comment