http://groups.google.co.id/group/diskusi-al-islam/files
Petugas di Nigeria Punguti Ratusan Mayat Korban Kerusuhan
Irwan Nugroho - detikNews
Foto: Reuters
Petugas Departemen Kesehatan Nigeria mengangkut ratusan mayat itu dengan truk terbuka dan kendaraan militer. Mayoritas tubuh tidak bernyawa itu telah membengkak.
Demikian seperti dikutip dari reuters, Jumat (31/7/2009).
"Sepanjang kemarin, kami telah menemukan 200 mayat,' kata salah satu relawan palang merah Nigeria, Aliyu Maikano.
Kekerasan di Nigeria telah berlangsung selama sepekan. Pemerintah Nigeria berharap terbunuhnya pemimpin sekte itu, Mohammed Yusuf (39), dapat mengakhiri kerusuhan yang dicetuskan pengikut Yusuf.
Yusuf memimpin kelompok Boko Haram yang ditengarai ingin menggulingkan pemerintah dan memberlakukan syariat Islam. Yusuf tewas setelah ditembak oleh polisi Kamis, 30 Juli kemarin.
Rusia-Iran Join Latihan AL Bersama di Laut Kaspia
Pejabat senior Iran yangmenjadi otoritas pelabuhan mengutip laporan dengan berkata bahwa manuver akan meningkatkan koordinasi antara kedua Negara, fokus pencarian dan operasi penyelamatan serta pencegahan polusi.
Rusia memiliki hubungan baik dalam perdagangan dengan Teheran dan telah menentang mengesankan sangsi lebih lanjut terhadap Iran karena Republik Islam telah menolak permintaan masyarakat internasional untuk menghentikan program damai nuklir negaranya.
Moskow membangunan reactor nuklir pertama Iran, telah membantu persenjatan Teheran dan kebutuhan Iran bagi masalah laut Caspian dan isu regional lainnya.
Pada bulan April Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov menjelaskan bahwa Iran adalah "tetangga kami, ini adalah negara yang dapat memainkan peran yang sangat penting dalam menyelesaikan sejumlah masalah akut internasional, seperti situasi di Afghanistan, Irak dan berbagai aspek perdamianan warga Timur Tengah. " [IslamTimes/R]
Nikah Massal 1200 Pasangan di Jalur Gaza
Seorang pemimpin Hamas, Mahmoud Az-Zahar yang ikut dalam acara ini kepada televisi Al-Alam mengatakan, acara ini milik semua kelompok Palestina dan penegasan atas berlanjutnya jalan semua syuhada muqawama. Ditambahkannya, penyelenggaraan acara ini menjadi awal dari terwujudnya kegembiraan yang lebih besar, yakni kegembiraan atas pembebasan tanah air Palestina dan kemenangan atas para penjajah.
Teroris yang dipelihara ??!!??
Sejak Teror bom di Hotel Marriott dan Ritz Carlton, kawasan Mega Kuningan, Jakarta, terjadi, sudah bisa diperkirakan bahwa telunjuk resmi aparat keamanan mengarah kepada sang "bogeyman", Noordin M. Top, anggota dari kelompok yang disebut dengan "Jemaah Islamiyah" (JI), "operasi waralaba" Al Qaeda di Asia Tenggara.
Berbagai analisis dari pengamat intelijen, pengamat gerakan Islam, dan bahkan mantan Kepala Densus 88 Anti Teror pun mewarnai liputan-liputan media massa. Terlepas dari apakah Noordin bergerak sebagai "independent peer" dengan membentuk jaringan baru bernama "Tanzim Qaidatul Jihad" (nama yang mirip dengan Al Qaeda) yang berada di luar JI, semua analisis tersebut seperti mengabaikan proses bagaimana JI "terbentuk" dan siapa-siapa saja yang menjadi tulang punggung dari "organisasi" tersebut?
Dalam sebuah assessment-nya pada akhir tahun 2004, Badan Intelijen Negara (BIN) pernah mengindikasikan bahwa warga negara Indonesia yang terkait dengan jaringan teroris internasional adalah mereka yang pernah pergi ke perbatasan Pakistan-Afghanistan dalam beberapa tahap selama dan menyusul invasi Uni-Soviet ke Afghanistan antara akhir 1970-an hingga awal 1990-an. Mereka berjumlah sekitar 200 orang dan setelah kembali dikenal dengan "alumni Afghan".
Menurut BIN, selama berada di perbatasan Pak-Afghan pada periode tahun-tahun tersebut, orang-orang ini mendapatkan berbagai pelatihan kemiliteran dari "Al Qaeda", termasuk di antaranya pelatihan merakit berbagai jenis bom. Dari sekitar 200 orang tersebut, masih menurut BIN, sebagiannya bergabung dengan JI, dan menjadi tulang punggung kelompok yang awalnya berbasis di Johor, Malaysia, itu.
Namun, yang tidak disebutkan dalam assessment BIN di atas adalah apa yang dimaksud dengan "Al Qaeda" pada periode tahun-tahun tersebut; dan bagaimana "Universitas Jihad" yang berlangsung di Peshawar (perbatasan Pak-Afghan) bisa terbentuk?
Robert Dreyfuss dalam investigasinya, yang kemudian dibukukan dengan judul Devil's Game: How the United States Helped Unleash Fundamentalist Islam menyajikan ulasan tentang bagaimana pemerintah Amerika Serikat (via CIA) bekerja sama dengan pemerintah Arab Saudi (via Mukhabarat di bawah pimpin Pangeran Turki bin Faisal al-Saud yang memiliki kontak dengan Osama bin Laden) dan rezim Ziaul Haq Pakistan (via Inter-Services Intelligence di bawah pimpinan Jenderal Hamid Gul) memobilisasi orang-orang lintas-negara untuk memerangi Soviet di Afghanistan. Polanya: Turki dan Osama menyediakan dana; CIA menyediakan logistik dan persenjataan; dan ISI menyediakan lokasi dan pelatihannya. Inilah bentuk pelatihan yang kerap disebut sebagai "universal university of jihad" dimana mobilisasi orang-orang dari lintas-negara terjadi, dan yang kemudian menjadi cikal bakal bagi "Al Qaeda".
Momen "aliansi aneh" di Peshawar itu bagaimanapun memberi keuntungan, bukan semata bagi mereka yang mendapatkan pelatihan tetapi juga bagi CIA dan intelijen-intelijen dari negara-negara yang terlibat. Mereka mendapatkan pelatihan akan menguasai berbagai teknik militer (termasuk teknik merakit bom) dan bergabung dengan jaringan organisasi-organisasi "militan" internasional. Sementara bagi CIA dan intelijen-intelijen negara-negara tertentu, jaringan para "militan" internasional ini amat penting untuk sewaktu-waktu digunakan bagi kepentingan-kepentingan mereka secara tidak langsung.
Beberapa indikasi bisa menjelaskan bagaimana elemen-elemen CIA dan intelijen-intelijen negara tertentu memanfaatkan jaringan tersebut demi kepentingan mereka. kasus Michael Terence Meiring bisa menjadi contoh. Menurut sejumlah laporan, Meiring memiliki hubungan dengan pihak-pihak yang "unik". Dia memiliki hubungan dekat dengan pejabat-pejabat pemerintah Filipina di Mindanao tapi di saat yang sama dilaporkan juga memiliki hubungan dengan pemimpin-pemimpin MNLF, MILF, dan kelompok Abu Sayyaf. Bahkan Meiring dikabarkan pernah ikut membidani pelatihan merakit bom di kamp Mindanao yang melibatkan beberapa individu (baik eks "alumni Afghan" maupun bukan) dari Indonesia.
Meiring pada akhir Desember 2001 secara mencurigakan "diterbangkan" keluar Filipina oleh FBI setelah terluka akibat bom yang meledak di kamarnya, kamar 305 Evergreen Hotel, Davao City. Kasus Meiring sepintas mirip dengan kasus penangkapan misterius Umar al-Farouq di Bogor yang kemudian diterbangkan secara misterius pula ke AS. Atau kasus penangkapan warga negara Indonesia Encep Nurjaman alias Ridwan Isamuddin alias Hambali oleh CIA di Thailand yang kemudian secara ekstrajudisial diterbangkan ke "dark sites" di AS (secara resmi kemudian dinyatakan ditahan di penjara Guantanamo). AS menolak keinginan polisi Indonesia untuk menghadirkan Hambali dalam persidangan kasus Abu Bakar Baasyir, padahal Hambali adalah warga negara Indonesia.
Itu satu persoalan. Persoalan yang jauh lebih penting dari masa lalu adalah: apakah pihak intelijen Indonesia (baik dari unsur intelijen sipil ataupun militer) terlibat dalam mobilisasi warga negaranya ke Pak-Afghan pada periode-periode yang dimaksud? Atau apakah setidaknya pihak intelijen Indonesia di bawah rezim Soeharto yang demikian cemas akan "ekstrim kanan" mengetahui mobilisasi tersebut? Jika tahu, mengapa mereka membiarkan warga negara Indonesia pergi ke zona konflik? Bukankah ini melanggar perintah konstitusi yang mengharuskan pemerintah melindungi warga negaranya (alasan ini pernah dikemukakan ketika pemerintah SBY menolak memberi akses bagi warga negara Indonesia yang ingin berperang di Jalur Gaza)?
Para mantan pejabat intelijen di era itu (entah yang kini sudah pensiun total atau yang masih aktif sebagai pejabat negara) harus menjelaskan dan bertanggung jawab akan hal ini. Jika para "alumni Afghan" kerap dijadikan tertuduh (ketika terjadi teror bom) karena masa lalu mereka, maka bukankah para mantan pejabat intelijen itu juga mesti bertanggung jawab?
"Blast from the Past" bukan sekedar cerita dari masa lalu, tetapi harus menjadi pelajaran agar kita tidak mengulanginya. Filosof George Santayana berujar, "Those who cannot remember the past are condemned to repeat it." (Irman Abdurrahman, pengamat politik)
Perbatasan Lebanon-Israel Tegang
Beberapa hari belakangan, jet-jet tempur Israel terus menembus wilayah udara selatan Lebanon. Sementara status pasukan Israel di garis perbatasan dengan Lebanon juga telah disiagakan.
Dalam laporan situs Press TV berbahasa Persia, Saat ini, militer rezim zionis, telah menempatkan cukup banyak tank di perbatasan Lebanon dan memperkuat pertahanan daratnya di kawasan pendudukan Lebanon di Shebaa dan Kfar Shouba. Beberapa laporan juga mengungkapkan bahwa tank-tank rezim zionis telah menerobos beberapa daerah Lebanon. Namun mereka segera mundur setelah mendapat peringatan dari militer Lebanon dan khawatir bakal mendapat reaksi dari Hizbullah.
Berita aksi provokatif dan galil adab rezim zionis terhadap Lebanon juga masih terus tersiar, Menteri Perang Rezim Zionis Israel, Ehud Barak, menghendaki disiagakan penuh militer Israel di perbatasan Lebanon. Kepala Staf Militer Israel, Gabi Ashkenazi, saat mengunjungi sebuah pangkalan militer di dekat perbatasan Lebanon mengungkapkan, pihaknya tengah meningkatkan secara masif kekuatan militer Israel di perbatasan Lebanon. Ia juga menekankan perlu terus dipertahankannya pendudukan rezim zionis di wilayah Lebanon, seperti di kawasan Shebaa dan Kfar Shouba.
Situs Press TV berbahasa Persia merilis,militer Lebanon mengecam keras aksi tersebut. Militer Lebanon menilai, pergerakan satuan tempur dan meningkatnya aksi mata-mata pesawat intai rezim zionis di zona udara Lebanon merupakan tindakan yang menyalahi Resolusi 1701 Dewan Keamanan PBB. Resolusi yang dikeluarkan PBB pasca Perang 33 Hari 2006 lalu, mengharuskan rezim zionis untuk menghentikan serangan militernya terhadap Lebanon.
Secara terpisah, salah seorang aktifis senior Hizbullah, Nabil Farouk, juga mengkritik keras sikap pasif Pasukan Penjaga Perdamaian PBB di Lebanon (UNIFIL) terhadap pelanggaran yang dilakukan rezim zionis terhadap wilayah Lebanon.
Sementara itu, Kantor berita IRNA dari Beirut melaporkan, sumber-sumber Lebanon membenarkan informasi penyiagaan penuh militer negara ini di wilayah selatan. Menurut sumber tersebut hal ini dilakukan pemerintah Beirut menyusul adanya pergerakan serdadu Israel di kawasan perbatasan.[islammuhammadi/mt/irna/presstv]
Keluarga Kerajaan Saudi Terlibat dalam Mendanai Al-Qaeda
Seperti dilaporkan dalam artikel the New York Times edisi 24 Juni 2009 , dokumen-dokumen resmi pemerintah AS, baik itu yang dibocorkan kepada para pengacara keluarga korban 9/11 maupun yang diperoleh melalui Freedom of Information Act (FOIA; di Indonesia: UU Kebebasan Informasi Publik) mengungkapkan beberapa hal, antara lain:
Dokumen internal Depkeu AS yang diperoleh para pengacara keluarga korban 9/11 melalui FOIA menyatakan bahwa lembaga amal terkemuka Saudi, International Islamic Relief Organization, yang sangat didukung oleh anggota-anggota keluarga kerajaan Saudi, memberi "dukungan bagi organisasi teroris" setidaknya hingga tahun 2006.
Seorang operator Al-Qaeda di Bosnia mengatakan dalam sebuah wawancara dengan para pengacara itu, bahwa lembaga amal lain yang sebagian besar dikendalikan anggota keluarga kerajaan, yakni Komisi Tinggi Saudi untuk Bantuan ke Bosnia, menyediakan uang dan perlengkapan kepada kelompok-kelompok teroris pada tahun 1990-an dan menyewa operator-operator militan seperti dirinya.
Saksi lain di Afghanistan mengatakan dalam sebuah pernyataan tersumpah pada tahun 1998, bahwa ia menyaksikan seorang utusan untuk seorang pangeran terkemuka Saudi, Turki al-Faisal (Kepala Dinas Intelijen Saudi--Mukhabarat), menyerahkan cek senilai satu miliar Saudi riyal (atau bernilai sekitar 267 juta dollar) kepada seorang pemimpin Taliban.
Sebuah laporan rahasia intelijen Jerman memberikan keterangan mendetail mengenai puluhan juta dolar dalam beberapa dokumen transfer bank, lengkap dengan tanggal dan jumlah dolarnya, yang dilakukan pada awal tahun 1990-an oleh Pangeran Salman bin Abdul Aziz dan anggota lain dari keluarga kerajaan Saudi kepada lembaga-lembaga amal lain yang diduga membiayai kegiatan militan di Pakistan dan Bosnia.
Pengadilan federal AS berikut pengadilan tingkat bandingnya untuk kesekian kalinya telah mementahkan kasus yang diajukan oleh 7.630 orang dari anggota keluarga korban 9/11 ini. Alasannya, para keluarga korban itu tidak dapat mengajukan sebuah kasus di Amerika Serikat melawan sebuah negara yang berdaulat dan para pemimpin.
Mahkamah Agung AS diharapkan dapat memutuskan apakah akan memeroses kasasi atau tidak. Namun, prospek para keluarga korban pun redup setelah Departemen Kehakiman AS berpihak kepada keluarga kerajaan Saudi dengan klaim kekebalan negara (sovereign immunity; baca: the kings can do no wrong) dan mendesak Mahkamah untuk tidak mempertimbangkan kasasi. Departemen Kehakiman juga memerintahkan para pengacara untuk menghancurkan salinan dari dokumen-dokumen tersebut, dan bahkan meminta seorang hakim untuk tidak melihat dokumen-dokumen tersebut.[islammuhammadi/mt/Jemala Gembala]
Kentut tidak membatalkan sholat?????
081351955xxx578
Jawaban Pengasuh :
SALATLAH anda apa adanya, jika waktu sudah hampir habis; anda berwudhu kemudian salat, kendati pada waktu salat itu ada keluar angin kembali, salat teruskan saja.
Tetapi jika anda punya waktu mengulang, maka seyogianya anda mengulang pada waktu anda tidak keluar angin.
Tanah dirampas oknum pemerintah !!!
R E P L I K
Perkara No. 02/Pdt.G/2009/PN.PLH.
H. SIRADJUDDIN SARUDJI,…………………………………………………… PENGGUGAT.
M e l a w a n
1. MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA, ………………………………………………………………………………….TERGUGAT I;
2. KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA,.……………………………………………………………….. TERGUGAT II;
3. BUPATI KEPALA DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT, …………………………………………………………...…………………...TERGUGAT III;
4. KEPALA KANTOR WILAYAH BADAN PERTANAHAN NASIONAL PROPINSI KALIMANTAN SELATAN, ……………………………………………….TERGUGAT IV;
5. KEPALA DINAS TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI PROPINSI KALIMANTAN SELATAN,………………… …………….……….….TERGUGAT V;
6. KEPALA KANTOR PERTANAHAN KABUPATEN TANAH LAUT,………………………………………………………………….…...TERGUGAT VI;
7. GUBERNUR PROPINSI KALIMANTAN SELATAN,…………………………
……………………………………………………………………...…TURUT TERGUGAT I;
8. KEPALA KANTOR KECAMATAN JORONG,……….…………………….…. ……………………………………………………………….………TURUT TERGUGAT II;
9. KEPALA KANTOR KECAMATAN BATU AMPAR,……………..................
………………………………………………………………….…..TURUT TERGUGAT III;
10. KEPALA DESA TAJAU PECAH,………………………………TURUT TERGUGAT IV;
11. KEPALA DESA JILATAN, …………………………………..…TURUT TERGUGAT V;
Banjarmasin, 23 Juni 2009.
Kepada Yth :
Bapak Ketua Pengadilan Negeri Pelaihari
Up. Majelis Hakim Yang Memeriksa
Perkara No. 02/Pdt.G/2009/PN.PLH.
Komplek Perkantoran Gagas
Jl. H. Boejassin, Pelaihari.
Dengan hormat,
Untuk dan atas nama PENGGUGAT, dengan ini kami mengajukan REPLIK atas jawaban dari TERGUGAT I, TERGUGAT II, TERGUGAT III, TERGUGAT IV, TERGUGAT V, TERGUGAT VI, TURUT TERGUGAT I, TURUT TERGUGAT II, TURUT TERGUGAT III, TURUT TERGUGAT IV, TURUT TERGUGAT V tertanggal 9 Juni 2009, sebagai berikut :
TERHADAP TERGUGAT I;
I. DALAM EKSEPSI
1. Bahwa PENGGUGAT tetap pada dalil gugatannya semula dan menolak seluruh dalil-dalil eksepsi TERGUGAT I secara tegas kecuali hal-hal yang secara tegas (expressis verbis) diakui oleh PENGGUGAT;
2. Bahwa PENGGUGAT menolak dengan tegas dalil eksepsi TERGUGAT I, yang intinya menyatakan : “…Gugatan Penggugat Salah Alamat…”
Bahwa PENGGUGAT dalam mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum ini dengan alasan hukum sebagai berikut :
a. Bahwa PENGGUGAT adalah pemilik dan Pengelola lahan Perkebunan Karet seluas 235 Ha yang terletak di wilayah hukum Desa JILATAN dan Desa TAJAU PECAH, Kecamatan Jorong, Kabupaten Tanah Laut, Kalimantan Selatan yang dahulu mempunyai alas hak hukum yakni Hak Erfpacht Verponding No. 162 atas nama NV. Perkebunan dan Pengangkutan ‘SAM HOO’ yang mana alas hak tersebut bila tidak ada peraturan perundangan tentang konversi hak – hak barat baru akan berakhir haknya pada tanggal 30 Juli 2010;
b. Bahwa sesuai dengan peraturan tentang konversi Hak barat yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria yang diundangkan dan berlaku sejak tanggal 24 September 1960, maka NV. Perkebunan dan Pengangkutan ‘SAM HOO’ telah mengajukan permohonan hak kepada TERGUGAT IV yang kemudian oleh TERGUGAT IV telah dilakukan pengukuran ulang dengan diterbitkan Peta Gambar Tanah salinan dari Surat Ukur No. 15/1935 pada tanggal 15 April 1964;
Vide Pendapat ahli hukum Effendi Perangin-angin,SH., Hukum Agraria di Indonesia, Penerbit Rajawali, tahun 1989, halaman 104, yang menyatakan :
“…Surat-surat ukur itu diberi bertanggal dan bernomor urut menurut tahun pembuatannya. Biasanya cukup disebut nomor dan tahunnya, misalnya “S.U. No.382 tahun 1965” (pasal 3,4,6 dan 11 PP. No.11/1961)…”
Bahwa TERGUGAT IV telah menerbitkan Sertifikat Hak Guna Usaha No. 2 tanggal 15 April 1964 dengan pemegang hak NV. Perkebunan dan Pengangkutan ‘SAM HOO’, dimana sertifikat Hak Guna Usaha tersebut baru akan berakhir haknya pada 24 September 1980;
Vide Peraturan Pemerintah No. 10/1961 Tentang Pendaftaran Tanah Jo Peraturan Pemerintah No. 24/1997 Tentang Pendaftaran Tanah pada Pasal 4 ayat 1 menyatakan :
“…untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 huruf a kepada pemegang hak yang bersangkutan diberikan sertifikat hak atas tanah…”
c. Bahwa PENGGUGAT kemudian telah membeli tanah perkebunan karet tersebut dari NV. Perkebunan dan Pengangkutan ‘SAM HOO’ dengan dasar Akta Jual Beli No. 2/1964 tanggal 9 Mei 1964 yang dibuat dihadapan Assisten Wedana / Camat Jorong selaku PPAT;
Vide Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria pada Pasal 28 ayat 3, yang menyatakan :
“…Hak Guna Usaha dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain…”
Bahwa Akta Jual Beli a-quo ditegaskan/dibenarkan lagi oleh TURUT TERGUGAT II dengan memberikan Surat Keterangan Nomor 047/TL/JRG/VI/2005 tertanggal 10 Juni 2005 yang menyatakan :
“…benar sesuai arsip yang ada di kantor kecamatan Jorong telah terjadi Jual beli sebagai mana Akta Jual beli No. 2/1964 tanggal 9 Mei 1964 diketahui dan disyahkan oleh Camat Jorong atau Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)…”
Pasal 19, PP No. 10/1961 Tentang Pendaftaran Tanah Jo Pasal 1 Peraturan Menteri Agraria No. 10 Tahun 1961 Tentang Penunjukkan Pejabat yang dimaksud dalam Pasal 19 PP No. 10/1961 tantang Pendaftaran Tanah serta Hak dan Kewajibannya Jo Surat Edaran Departemen Pertanian dan Agraria No. Unda 1/2/8 Penjelasan Pasal 5 Peraturan Menteri Agaria No. 10/1961 Tanggal 21 April 1962 yang menyatakan :
“…Jadi teranglah bahwa apabila untuk sesuatu kecamatan belum di tunjuk seorang pejabat khusus, maka Asisten Wedana “ambsthalve” menjadi “Pejabat Pembuat Akta Tanah”, artinya tanpa memerlukan surat keputusan pengangkatan dari Menteri Pertanian/Agararia…”
Berdasarkan pasal 1870 KUH Perdata yang menyatakan :
“ Suatu akta otentik memberikan diantara para pihak beserta ahliwarisnya-ahliwarisnya atau orang-orang yang mendapat hak daripada mereka, suatu bukti yang sempurna tentang apa yang dimuat didalamnya “
Vide Yurisprudensi Mahkamah Agung RI No. 992K/Sip/1979 tanggal 14 April 1980 yang menyatakan :
“…Semenjak Akta Jual Beli ditanda tangani di depan Pejabat Pembantu Akta Tanah hak milik atas tanah yang dijual beralih kepada pembeli…”
d. Bahwa PENGGUGAT sejak Mei 1964 diatas lahan perkebunan karet seluas 235 Ha miliknya tersebut telah mengelola/menanami sejumlah 47.000. (empat puluh tujuh ribu) batang pohon karet, mendirikan/membangun Kantor dengan luas bangunan 1000M2, mendirikan/membangun perumahan untuk 50 karyawan pabrik yang luas bangunan a’ 70 M2 sehingga seluruh bangunan perumahan seluas 3.500. M2, dan mendirikan/membangun Gudang Pabrik seluas 2000 M2, serta dalam mengelola perkebunan karet tersebut dengan membeli 2 (dua) unit Mesin Pengasapan karet, membeli 47.000, buah Mangkok Penampung Karet , membeli Pacul 470 Unit , membeli Pisau Deres 470 Unit , membeli Ember Penampung;
Vide Surat Keterangan dari Kepala Desa Tajau Pecah (TURUT TERGUGAT IV), tertanggal 3 Maret 1976, yang menerangkan :
“…tanah perkebunan Karet a quo sejak tahun 1964 sampai dengan dengan keterangan ini di buat belum pernah ditinggalkan, bahwa perkebunan tersebut lengkap pemeliharaannya dan dikerjakan terus menerus…”;
e. Bahwa TERGUGAT I pada tahun 1974 tanpa hak dan melawan hukum telah mengambil paksa dan menguasai tanah perkebunan karet milik PENGGUGAT tersebut dan membabat/memusnahkan seluruh tanaman karet sejumlah 47.000. (empat puluh tujuh ribu) batang yang berusia 10 (sepuluh) tahun, perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh TERGUGAT I dengan mengatakan bahwa PENGGUGAT tidak punya hak lagi atas tanah perkebunan karet a-quo karena hak PENGGUGAT atas tanah perkebunan karet tersebut telah dibatalkan/dicabut haknya berdasarkan Surat Keputusan Menteri Agraria No. SK/894/Ka tanggal 9 Nopember 1960 yang dikeluarkan/diterbitkan oleh TERGUGAT II, dimana saat perampasan/pengambilan paksa terjadi PENGGUGAT tidak pernah diberikan Surat Keputusan Menteri Agraria tersebut;
Untuk itu PENGGUGAT mensomir TERGUGAT I untuk menunjukkan keaslian dan syahnya demi hukum dari Surat Keputusan Menteri Agraria No. SK/894/Ka tanggal 9 Nopember 1960;
f. Bahwa Perbuatan melawan hukum TERGUGAT I yang telah mengambil paksa/menguasai/menggunakan tanah perkebunan karet seluas 235 milik PENGGUGAT tanpa adanya dasar hukum yang jelas sehingga atas pengambilan paksa hak tanah perkebunan karet A quo mendatangkan kerugian bagi hak PENGGUGAT sehingga sudah tepat dan benar PENGGUGAT mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum ini dihadapan Pengadilan Negeri Pelaihari;
Vide Pasal 1365 KUH Perdata, yang menyatakan sebagai berikut :
“…Tindakan perbuatan Melawan Hukum, yang membawa kerugian kepada seseorang lain mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, untuk mengganti kerugian tersebut..”
Vide Pendapat/ doktrin Ahli Hukum Dr. Munir Fuady,SH.,MH.,LL.M., dalam bukunya yang berjudul “Perbuatan Melawan Hukum (Pendekatan Kotemporer)”, Bandung, PT. Citra Aditya Bakti, 2002, halaman 10, menyatakan :
“Sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 1365 KUHPerdata, maka suatu perbuatan melawan hukum haruslah mengandung unsur-unsur sebagai berikut :
- Adanya suatu perbuatan;
- Perbuatan tersebut melawan hukum;
- Adanya kesalahan dari para pihak;
- Adanya kerugian bagi korban;
- Adanya hubungan kausal antara perbuatan dengan kerugian;
Vide Yurisprudensi Mahkamah Agung RI No. 981K/Sip/1972 tanggal 31 Oktober 1974 yang menyatakan :
“…Berdasarkan Yurisprudensi, perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh pejabat Negara tunduk pada yurisdiksi Pengadilan Negeri…”
Vide Yurisprudensi Mahkamah Agung RI No. 1631K/Sip/1974 yang menyatakan :
“…Karena Penguasaan tanah dan bangunan seperti yang dimaksud dalam surat keputusan Menteri Pertanian dan Agraria tanggal 10 April 1964 No. S.K. 9/Ka/64 pada hakekatnya adalah pencabutan hak, yaitu dalam surat keputusan itu ditegaskan, bahwa wewenang penguasaan itu meliputi pula wewenang untuk mengosongkan tanah dan bangunan dari para pemakai atau penghuninya serta ongkos-ongkos bangunan yang perlu disingkirkan, maka keputusan Menteri Pertanian dan Agraria tersebut harus dengan segera diikuti dengan keputusan Presiden mengenai dikabulkan atau ditolaknya permintaan untuk melakukan pencabutan hak itu (pasal 6 ayat 2 Undang-Undang No, 20 tahun 1961) sedangkan keputusan Presiden yang dimaksud mengenai hal ini tidak pernah dikeluarkan sampai saat ini, yang mana adalah suatu keharusan/syarat mutlak…”
Berdasarkan uraian-uraian tersebut diatas, PENGGUGAT mohon kepada Majelis Hakim yang memeriksa perkara a quo untuk menolak eksepsi TERGUGAT I tersebut;
II. DALAM POKOK PERKARA.
1. Bahwa hal-hal yang diuraikan pada bagian eksepsi diatas, mohon dianggap sebagai bagian yang tak terpisahkan dari pokok perkara ini;
2. Bahwa PENGGUGAT menolak dengan tegas dalil-dalil TERGUGAT I dalam jawabannya, kecuali yang diakui kebenarannya secara tegas oleh PENGGUGAT;
3. Bahwa tidak benar dalil TERGUGAT I dalam jawabannya pada hal. 3. Huruf a, haruslah ditolak.
Yang benar adalah :
Bahwa tanah perkebunan karet A quo milik PENGGUGAT mempunyai alas hak hukum yakni Sertifikat Hak Guna Usaha No. 2 tanggal 15 April 1964 atas nama NV. Perkebunan dan Pengangkutan ‘SAM HOO’, dimana sebelumnya telah pula dilakukan pengukuran sebagaimana Peta Gambar Tanah salinan dari Surat Ukur No. 15/1935 pada tanggal 15 April 1964;
Vide Peraturan Pemerintah No. 10/1961 Jo Peraturan Pemerintah No. 24/1997 Tentang Pendaftaran Tanah pada Pasal 4 ayat 1 menyatakan :
“…untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 huruf a kepada pemegang hak yang bersangkutan diberikan sertifikat hak atas tanah…”
Bahwa TERGUGAT I pada tahun 1974 telah menguasai/memiliki/menggunakan tanah perkebunan karet A quo dengan melawan hak padahal sebagaimana ketentuan tentang konversi yang diatur oleh Undang-Undang No. 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria yang telah berlaku pada tanggal 24 September 1960 maka telah diterbitkan Sertifikat Hak Guna Usaha No. 2/1964 tanggal 15 April 1964 sehingga pengambilan paksa/menguasai/mengambil tanah perkebunan karet milik a quo tidak dengan dasar hukum yang jelas karena Surat Keputusan Menteri Agraria No. 894/Ka tanggal 9 Nopember 1960 adalah tidak ada dan secara tingkat dari kedudukan Peraturan Perundang-undangan maka Undang-Undang No. 5 tahun 1960 lebih tinggi dan sudah diberlakukan kepada segenap rakyat Indonesia pada tanggal 24 September 1960;
Vide Pasal 18, Undang-Undang No. 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria menyatakan :
“…Untuk kepentingan umum, termasuk kepentingan bangsa dan negara serta kepentingan bersama dari rakyat, hak-hak atas tanah dapat dicabut, dengan memberi ganti kerugian yang layak dan dan menurut cara yang diatur dengan Undang-Undang…”
Vide Pasal 6, Undang-Undang No. 20 tahun 1961 tentang Pencabutan Hak-Hak Atas Tanah Dan Benda-Benda Yang Ada Di Atasnya , yang menyatakan :
“Penguasaan tanah dan/atau benda-benda yang bersangkutan baru dapat dilakukan setelah ada Surat Keputusan Pencabutan Hak dari Presiden..”;
Vide Yurisprudensi Mahkamah Agung RI No. 1631 K/Sip/1974, tanggal 5 -11- 1975, yang menyatakan :
“ Wewenang untuk mengosongkan tanah dan bangunan harus dengan segera diikuti dengan Surat Keputusan Presiden mengenai dikabulkan atau ditolaknya permintaan untuk melakukan pencabutan hak itu (Pasal 6 ayat 2 Undang-Undang No. 20 tahun 1961, sedangkan Surat Keputusan Presiden yang dimaksud mengenai hal ini tidak pernah dikeluarkan sampai saat ini yang mana adalah suatu keharusan/syarat mutlak”;
4. Bahwa tidak benar dalil TERGUGAT I dalam jawabannya pada hal. 3. huruf b point 1, haruslah ditolak.
Yang benar adalah :
Bahwa proses permohonan / tata cara penerbitan sertifikat Hak Guna Usaha No. 2 tanggal 15 April 1964 sudah mengikuti standar prosedur tetap (protap) yakni sesuai ketentuan Peraturan Menteri Agraria / Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 9 tahun 1999 pada Pasal 4 ayat 1 yang menyatakan :
“ sebelum diterbitkan hak terhadap suatu tanah, maka yang memohonkan tersebut harus membuktikan data yuridis, data fisik penguasaan tanah secara utuh “;
Bahwa atas penerbitan Sertifikat Hak Guna Usaha No. 2 tanggal 15 April 1964 telah diperkuat dan diakui syah demi hukum oleh TERGUGAT IV dan TERGUGAT VI berdasarkan:
a. Surat Keterangan Departemen Dalam Negeri Kepala Direktorat Agraria Propinsi Kalimantan Selatan No. 01/P.T./1976 tanggal 9 Januari 1976 yang menerangkan :
“…sampai saat ini terdaftar atas nama PT. NV. SAM HOO dengan sertifikat Hak Guna Usaha No. 2 tanggal 15 April 1964, tanah ini bekas Hak Erfpacht Verponding No. 162…”
b. Surat Badan Pertanahan Nasional Propinsi Kalimantan Selatan No. 540/358/BPN-43 tanggal 13 Juni 2006 perihal Permohonan Surat Kepemilikan Tanah dan Riwayat Kepemilikan Tanah atas HGU No. 2/1964 yang isinya :
“…menguatkan Surat Keterangan Departemen Dalam Negeri Kepala Direktorat Agraria Propinsi Kalimantan Selatan No. 01/P.T./1976 tanggal 9 Januari 1976…”
c. Surat Badan Pertanahan Nasional Kantor Pertanahan Kabupaten Tanah Laut No. 540/60/KPT-08 tanggal 12 Pebruari 2007 yang isinya :
“…Berdasarkan Surat Kepala Kantor Wilayah BPN Propinsi Kalimantan Selatan No. 540/358/BPN-43 tanggal 13 Juni 2006 jo Surat Keterangan Departemen Dalam Negeri Kepala Direktorat Agraria Propinsi Kalimantan Selatan No. 01/P.T./1976 tanggal 9 Januari 1976 diperoleh data bahwa sertifikat HGU No. 2/1964 masih tercatat atas nama PT.NV.Perkebunan dan Pengangkutan SAM HOO.
Vide Yurisprudensi Mahkamah Agung RI No. 677K/Sip/1972 tanggal 30 April 1973 yang menyatakan :
“…Apa yang diakui, setidak-tidaknya tidak disangkal oleh Para Pihak, maka kebenarannya tidak dapat dibantah…”
5. Bahwa tidak benar dalil TERGUGAT I dalam jawabannya pada hal. 3, huruf b point 2, haruslah ditolak.
Yang benar adalah :
Bahwa sebagaimana ketentuan perundang-undangan yang ada Kejaksaan Agung tidak berwenang memutuskan perkara perdata menyangkut kepemilikan, sehingga Surat Kejaksaan Agung tidak bisa dijadikan dasar hukum bahwa pengambilan/penguasaan tanah perkebunan karet A quo oleh TERGUGAT I adalah syah demi hukum terlebih lagi karena Surat Keputusan Menteri Agraria No. 894/Ka tanggal 9 Nopember 1960 adalah tidak ada;
Vide Surat Keterangan Badan Arsip Nasional Republik Indonesia tertanggal 3 September 1986 dan tanggal 12 September 1986 yang menyatakan :
“bahwa Surat Keputusan Menteri Agraria No. SK/894/Ka tanggal 9 Nopember 1960 tidak pernah ada terdaftar dalam Surat Keputusan - Surat Keputusan Menteri Agraria RI “;
Vide Surat BPN RI an. Kepala Biro Umum No. 450-150.13-Settama.5 , Tgl. 12 Pebruari 2009, perihal Permohonan Keterangan & FC. SK Menteri Agraria No. 894/Ka Tgl. 9 November 1960, ditujukan kepada Kuasa H. Siradjuddin Sarudji, yang menyatakan :
“… SK Menteri Agraria No.894/Ka belum ditemukan…”
Vide Surat Pernyataan Abdullah Abidin mantan Karyawan dibagian Umum dan Arsip Badan Pertanahan Nasional Propinsi Kalimantan Selatan tanggal 22 Juni 2007 yang menyatakan :
“…Selama bekerja sebagai karyawan Badan Pertanahan Nasional Propinsi Kalimantan Selatan tidak pernah melihat adanya Surat Keputusan Menteri Agraria No. 894/Ka tanggal 9 November 1960…”
Vide Surat Pernyataan Haji Djailani mantan Karyawan Badan Pertanahan Nasional Propinsi Kalimantan Selatan tanggal 6 Agustus 2007 yang menyatakan :
“…Selama bekerja sebagai karyawan Badan Pertanahan Nasional Propinsi Kalimantan Selatan tidak pernah melihat adanya Surat Keputusan Menteri Agraria No. 894/Ka tanggal 9 November 1960…”
6. Bahwa tidak benar dalil TERGUGAT I dalam jawabannya pada hal. 3, huruf b point 3, haruslah ditolak.
Yang benar adalah :
Bahwa justru TURUT TERGUGAT I atas pengambilan paksa tanah perkebunan karet A quo oleh TERGUGAT I telah mengeluarkan surat keterangan antara lain :
a. Nota Dinas Direktorat Pembangunan Prop. Kalsel ditujukan kepada Direktorat Pemerintahan Prop. Kalsel , Perihal : Tanah Jilatan, Tgl. 27 Pebruari 1976, yang menyatakan :
“- Berdasarkan data dan penelitian tanah perkebunan karet tersebut bukan tanah pemerintah..
- Tanah tersebut terdaftar a.n. NV SAM HOO yang dijual kepada nama Siradjuddin Sarudji…”
b. Surat Keterangan Gubernur Prop. Kalsel No. 520/2073/Binproda, Tgl. 4 Juni 1986, yang menerangkan :
“…H. Siradjuddin Sarudji adalah Pemilik dan pengusaha tanah perkebunan Karet Jilatan kabupaten tanah laut Sertifikat Hak Guna Usaha No. 2 tanggal 15 April 1964 dengan Akta Jual Beli 2/1964 tanggal 9 Mei 1964 dimana tanahnya telah dipakai oleh Departemen Transmigrasi untuk itu kami mendukung agar masalah ini dapat diselesaikan oleh Departemen Transmigrasi…”
c. Bahwa TURUT TERGUGAT I juga telah berkirim surat resmi kepada TERGUGAT I yaitu melalui surat No. 520/2493/Binproda, Tgl. 1 Juli 1987, yang menyatakan :
“…dengan ini kami permaklumkan bahwa belum pernah terjadi ganti rugi atas areal tanah P.K. Djilatan Kabupaten Tanah Laut dan tanamannya yang diaku sebagai milik oleh Saudara Siradjuddin Sarudji…”
7. Bahwa tidak benar dalil TERGUGAT I dalam jawabannya pada hal. 3, huruf c,d,e,f,g, haruslah ditolak.
Bahwa dalil TERGUGAT I yang menyatakan TERGUGAT I memperoleh tanah di lokasi Tajau Pecah berdasarkan rekomendasi TERGUGAT III;
Yang benar adalah :
Bahwa syah dan benarnya secara hukum kepemilikan perolehan tanah oleh TERGUGAT I bukan dari suatu surat Rekomendasi dari TERGUGAT III;
Vide Pasal 1925 KUH Perdata Jo. 174 HIR menyatakan :
“…Pengakuan yang diberikan Tergugat di muka persidangan memberikan pembuktian yang sempurna…”
Bahwa Perbuatan TERGUGAT I yang telah menguasai/menggunakan tanah perkebunan karet seluas 235 milik PENGGUGAT tanpa adanya dasar hukum yang jelas sehingga atas pengambilan paksa tanah perkebunan karet A quo mendatangkan kerugian bagi PENGGUGAT sehingga sudah tepat dan benar PENGGUGAT mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum ini dihadapan Pengadilan Negeri Pelaihari;
Vide Pasal 1365 KUH Perdata, yang menyatakan sebagai berikut :
“…Tindakan perbuatan Melawan Hukum, yang membawa kerugian kepada seseorang lain mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, untuk mengganti kerugian tersebut..”
Vide Pendapat/ doktrin Ahli Hukum Dr. Munir Fuady,SH.,MH.,LL.M., dalam bukunya yang berjudul “Perbuatan Melawan Hukum (Pendekatan Kotemporer)”, Bandung, PT. Citra Aditya Bakti, 2002, halaman 10, menyatakan :
“Sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 1365 KUHPerdata, maka suatu perbuatan melawan hukum haruslah mengandung unsur-unsur sebagai berikut :
- Adanya suatu perbuatan;
- Perbuatan tersebut melawan hukum;
- Adanya kesalahan dari para pihak;
- Adanya kerugian bagi korban;
- Adanya hubungan kausal antara perbuatan dengan kerugian;
Vide Yurisprudensi Mahkamah Agung RI No. 981K/Sip/1972 tanggal 31 Oktober 1974 yang menyatakan :
“…Berdasarkan Yurisprudensi, perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh pejabat Negara tunduk pada yurisdiksi Pengadilan Negeri…”
Vide Yurisprudensi Mahkamah Agung RI No. 1631K/Sip/1974 yang menyatakan :
“…Karena Penguasaan tanah dan bangunan seperti yang dimaksud dalam surat keputusan Menteri Pertanian dan Agraria tanggal 10 April 1964 No. S.K. 9/Ka/64 pada hakekatnya adalah pencabutan hak, yaitu dalam surat keputusan itu ditegaskan, bahwa wewenang penguasaan itu meliputi pula wewenang untuk mengosongkan tanah dan bangunan dari para pemakai atau penghuninya serta ongkos-ongkos bangunan yang perlu disingkirkan, maka keputusan Menteri Pertanian dan Agraria tersebut harus dengan segera diikuti dengan keputusan Presiden mengenai dikabulkan atau ditolaknya permintaan untuk melakukan pencabutan hak itu (pasal 6 ayat 2 Undang-Undang No, 20 tahun 1961) sedangkan keputusan Presiden yang dimaksud mengenai hal ini tidak pernah dikeluarkan sampai saat ini, yang mana adalah suatu keharusan/syarat mutlak…”
Maka : Berdasarkan alasan-alasan tersebut diatas PENGGUGAT mohon kepada Ketua/Majelis Hakim yang menerima, memeriksa dan mengadili perkara ini berkenan menjatuhkan putusan sebagai berikut :
- Persistit (tetap pada gugatan semula)
TERHADAP TERGUGAT II;
I. DALAM EKSEPSI
1. Bahwa PENGGUGAT tetap pada dalil gugatannya semula dan menolak seluruh dalil-dalil eksepsi TERGUGAT II secara tegas kecuali hal-hal yang secara tegas (expressis verbis) diakui oleh PENGGUGAT;
2. Bahwa PENGGUGAT menolak dengan tegas dalil eksepsi TERGUGAT II, yang intinya menyatakan : “…Tentang Kompetensi Absolut…”
Bahwa PENGGUGAT sudah sangat jelas dalam mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum ini di Pengadilan Negeri Pelaihari dengan alasan hukum sebagai berikut :
a. Bahwa PENGGUGAT adalah pemilik dan Pengelola lahan Perkebunan Karet seluas 235 Ha yang terletak di wilayah hukum Desa JILATAN dan Desa TAJAU PECAH, Kecamatan Jorong, Kabupaten Tanah Laut, Kalimantan Selatan;
Vide Buku Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Pengadilan, Mahkamah Agung RI, Cetakan ke 2 tahun 1997, halaman 110 point 15.5, yang menyatakan :
“…Pengadilan Negeri berwenang memeriksa gugatan yang daerah hukumnya, meliputi : Dalam hal tersebut yang menjadi objek gugatan adalah benda tidak bergerak (tanah), maka gugatan dapat diajukan di tempat benda yang tidak bergerak terletak…”
b. Bahwa sesuai dengan peraturan tentang konversi Hak barat yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria yang diundangkan dan berlaku sejak tanggal 24 September 1960, maka NV. Perkebunan dan Pengangkutan ‘SAM HOO’ telah mengajukan permohonan hak kepada TERGUGAT IV yang kemudian oleh TERGUGAT IV telah dilakukan pengukuran ulang dengan diterbitkan Peta Gambar Tanah salinan dari Surat Ukur No. 15/1935 pada tanggal 15 April 1964 dan kemudian TERGUGAT IV telah menerbitkan Sertifikat Hak Guna Usaha No. 2 tanggal 15 April 1964 dengan pemegang hak NV. Perkebunan dan Pengangkutan ‘SAM HOO’, dimana sertifikat Hak Guna Usaha tersebut baru akan berakhir haknya pada 24 September 1980;
Vide Peraturan Pemerintah No. 10/1961 Tentang Pendaftaran Tanah Jo Peraturan Pemerintah No. 24/1997 Tentang Pendaftaran Tanah pada Pasal 4 ayat 1 menyatakan :
“…untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 huruf a kepada pemegang hak yang bersangkutan diberikan sertifikat hak atas tanah…”
c. Bahwa PENGGUGAT kemudian telah membeli tanah perkebunan karet tersebut dari NV. Perkebunan dan Pengangkutan ‘SAM HOO’ dengan dasar Akta Jual Beli No. 2/1964 tanggal 9 Mei 1964 yang dibuat dihadapan Assisten Wedana / Camat Jorong selaku PPAT, tentang Akta Jual Beli a-quo ditegaskan/dibenarkan lagi oleh TURUT TERGUGAT II dengan memberikan Surat Keterangan Nomor 047/TL/JRG/VI/2005 tertanggal 10 Juni 2005 yang menyatakan :
“…benar sesuai arsip yang ada di kantor kecamatan Jorong telah terjadi Jual beli sebagai mana Akta Jual beli No. 2/1964 tanggal 9 Mei 1964 diketahui dan disyahkan oleh Camat Jorong atau Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)…”
Berdasarkan pasal 1870 KUH Perdata yang menyatakan :
“ Suatu akta otentik memberikan diantara para pihak beserta ahliwarisnya-ahliwarisnya atau orang-orang yang mendapat hak daripada mereka, suatu bukti yang sempurna tentang apa yang dimuat didalamnya “
Vide Yurisprudensi Mahkamah Agung RI No. 992K/Sip/1979 tanggal 14 April 1980 yang menyatakan :
“…Semenjak Akta Jual Beli ditanda tangani di depan Pejabat Pembantu Akta Tanah hak milik atas tanah yang dijual beralih kepada pembeli…”
d. Bahwa PENGGUGAT sejak Mei 1964 diatas lahan perkebunan karet seluas 235 Ha miliknya tersebut telah mengelola/menanami sejumlah 47.000. (empat puluh tujuh ribu) batang pohon karet, mendirikan/membangun Kantor dengan luas bangunan 1000M2, mendirikan/membangun perumahan untuk 50 karyawan pabrik yang luas bangunan a’ 70 M2 sehingga seluruh bangunan perumahan seluas 3.500. M2, dan mendirikan/membangun Gudang Pabrik seluas 2000 M2, serta dalam mengelola perkebunan karet tersebut dengan membeli 2 (dua) unit Mesin Pengasapan karet, membeli 47.000. buah Mangkok Penampung Karet , membeli Pacul 470 Unit , membeli Pisau Deres 470 Unit , membeli Ember Penampung;
Vide Surat Keterangan dari Kepala Desa Tajau Pecah (TURUT TERGUGAT IV), tertanggal 3 Maret 1976, yang menerangkan :
“…tanah perkebunan Karet a quo sejak tahun 1964 sampai dengan dengan keterangan ini di buat belum pernah ditinggalkan, bahwa perkebunan tersebut lengkap pemeliharaannya dan dikerjakan terus menerus…”;
e. Bahwa TERGUGAT I pada tahun 1974 tanpa hak dan melawan hukum telah mengambil paksa menguasai tanah perkebunan karet milik PENGGUGAT tersebut dan membabat/memusnahkan seluruh tanaman karet sejumlah 47.000. (empat puluh tujuh ribu) batang yang berusia 10 (sepuluh) tahun, perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh TERGUGAT I dengan mengatakan bahwa PENGGUGAT tidak punya hak lagi atas tanah perkebunan karet a-quo karena hak PENGGUGAT atas tanah perkebunan karet tersebut telah dibatalkan/dicabut haknya berdasarkan Surat Keputusan Menteri Agraria No. SK/894/Ka tanggal 9 Nopember 1960 yang dikeluarkan/diterbitkan oleh TERGUGAT II, dimana saat perampasan/pengambilan paksa terjadi PENGGUGAT tidak pernah diberikan Surat Keputusan Menteri Agraria tersebut;
Vide Surat Keterangan Badan Arsip Nasional Republik Indonesia tertanggal 3 September 1986 dan tanggal 12 September 1986 yang menyatakan :
“bahwa Surat Keputusan Menteri Agraria No. SK/894/Ka tanggal 9 Nopember 1960 tidak pernah ada terdaftar dalam Surat Keputusan - Surat Keputusan Menteri Agraria RI “;
Vide Surat BPN RI an. Kepala Biro Umum No. 450-150.13-Settama.5 , Tgl. 12 Pebruari 2009, perihal Permohonan Keterangan & FC. SK Menteri Agraria No. 894/Ka Tgl. 9 November 1960, ditujukan kepada Kuasa H. Siradjuddin Sarudji, yang menyatakan :
“… SK Menteri Agraria No.894/Ka belum ditemukan…”
Vide Surat Pernyataan Abdullah Abidin mantan Karyawan dibagian Umum dan Arsip Badan Pertanahan Nasional Propinsi Kalimantan Selatan tanggal 22 Juni 2007 yang menyatakan :
“…Selama bekerja sebagai karyawan Badan Pertanahan Nasional Propinsi Kalimantan Selatan tidak pernah melihat adanya Surat Keputusan Menteri Agraria No. 894/Ka tanggal 9 November 1960…”
Vide Surat Pernyataan Haji Djailani mantan Karyawan Badan Pertanahan Nasional Propinsi Kalimantan Selatan tanggal 6 Agustus 2007 yang menyatakan :
“…Selama bekerja sebagai karyawan Badan Pertanahan Nasional Propinsi Kalimantan Selatan tidak pernah melihat adanya Surat Keputusan Menteri Agraria No. 894/Ka tanggal 9 November 1960…”
f. Bahwa TERGUGAT II telah melakukan perbuatan melawan hukum sehingga PENGGUGAT sudah tepat dan benar mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum ini diajukan dihadapan Pengadilan Negeri Pelaihari;
Vide Yurisprudensi Mahkamah Agung RI No. 981K/Sip/1972 tanggal 31 Oktober 1974 yang menyatakan :
“…Berdasarkan Yurisprudensi, perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh pejabat Negara tunduk pada yurisdiksi Pengadilan Negeri…”
3. Bahwa PENGGUGAT menolak dengan tegas dalil eksepsi TERGUGAT II, yang intinya menyatakan: “…tanah terperkara telah lewat waktu…”
Bahwa PENGGUGAT sudah sangat jelas dalam mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum kepada TERGUGAT II dengan alasan hukum sebagai berikut :
Vide Berdasarkan Pasal 5, Undang-Undang No. 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria yang menyatakan :
“…Hukum Agraria yang berlaku atas bumi,air dan ruang angkasa ialah hukum adat…”
Vide Berdasarkan Yurisprudensi Mahkamah Agung RI No. 916K/Sip/1973 tanggal 19 Desember 1973 yang menyatakan :
“…Dalam hukum adat dengan lewatnya waktu saja hak milik oleh tanah tidak hapus…”
Vide Berdasarkan Yurisprudensi Mahkamah Agung RI No. 457K/Sip/1974 tanggal 9 September 1976 yang menyatakan :
“…Lampau waktu saja tidak menyebabkan hapusnya sesuatu hak…”
Vide Berdasarkan Yurisprudensi Mahkamah Agung RI. No. 157K/Sip/1975 tanggal 18 September 1976 yang menyatakan :
“…Hak Penggugat untuk menggugat tanahnya yang sudah lama dikuasai oleh Tergugat tidak terkena daluwarsa…”
Vide Pasal 1950 KUH Perdata yang menyatakan :
“…Hakim tidak diperbolehkan karena jabatannya menggunakan upaya daluwarsa…”
Bahwa PENGGUGAT sejak diambil dengan paksa hak tanah perkebunan a quo dengan cara hanya ditunjukkan saja Surat Keputusan Menteri Agraria No. 894/Ka tanggal 9 Nopember 1960 telah mengajukan keberatan baik kepada TERGUGAT I,TERGUGAT II,TERGUGAT III,TERGUGAT IV, TERGUGAT V,TERGUGAT VI,TURUT TERGUGAT I,TURUT TERGUGAT II,TURUT TERGUGAT III,TURUT TERGUGAT IV,TURUT TERGUGAT V dan atas keberatan-keberatan PENGGUGAT tersebut oleh TERGUGAT II telah ditanggapi dengan :
1. Surat Departemen Dalam Negeri An. Direktoral Jenderal Agraria No. Dph.12/177/12-78 tanggal 5 Desember 1978, perihal Permohonan ganti rugi bekas Perkebunan Jilatan yang terkena proyek Transmigrasi Tajau Pecah I, yang ditujukan kepada Bapak Gubernur Propinsi Kalimantan Selatan dan Kepala Direktorat Agraria Propinsi Kalimantan Selatan yang isinya :
“…mengadakan penelitian atasnya dan melaporkannya kepada kami dalam waktu sesingkat mungkin…”
2. Surat BPN RI an. Deputi Bidang Hak-Hak tanah No. 570.43-1303-D III.2 Tgl. 7 April 1999, Perihal Pengaduan Permasalahan tanah bekas Hak Erfpacht atas nama H. Siradjuddin Sarudji, ditujukan kepada Kakanwil BPN Propinsi Kalimantan Selatan yang isinya :
“…meminta agar Saudara mengadakan penelitian dan melakukan langkah-langkah penyelesaian sesuai peraturan perundangan yang berlaku, kemudian melaporkan hasilnya kepada kami dalam waktu yang tidak terlalu lama…”
3. Surat BPN RI an. Deputi Bidang Hak Tanah & Pendaftaran Tanah No. 457-310.3-D.II, Tgl. 9 Pebruari 2007, Perihal Permohonan Data Resmi Riwayat Kepemilikan Tanah Atas HGU No. 2/1964,ditujukan kepada Kakanwil BPN Prop. Kalsel yang isinya :
“…mengadakan penelitian atasnya dan melaporkannya kepada kami dalam waktu sesingkat mungkin…”
4. Surat BPN RI an. Direktur Sengketa Pertanahan No. 857-610.3-DV.2, Tgl. 15 Maret 2007, Perihal Permohonan Keterangan ada tau tidaknya surat Keputusan Menteri Agraria No. 894/Ka Tgl. 9 Nopember 1960 yang isinya mencabut Hak Erpacht Verponding No. 162, ditujukan kepada Kakanwil BPN Prop. Kalsel yang isinya :
“…mengadakan penelitian atasnya dan melaporkannya kepada kami dalam waktu sesingkat mungkin…”
5. Surat BPN RI an. Direktur Sengketa Pertanahan No. 1016-620.3-DV.2, Tgl. 3 April 2008, perihal Mohon tondak lanjut tembusan surat Bapak Deputi Bidang Pengkajian & Pengangan Sengketa dan Konflik BPN RI kepada kami No. 857-620.3-DV.2 tertgl. 15 Maret2007, ditujukan kepada Kakanwil BPN Prop. Kalsel yang isinya :
“…mengadakan penelitian atasnya dan melaporkannya kepada kami dalam waktu sesingkat mungkin…”
6. Surat BPN RI an. Deputi Bidang Hak Tanah & Pendaftaran Tanah No. 481-310.3-D.II , Tgl. 16 Pebruari 2009, Perihal Masalah Tanah Perkebunan HGU No. 2/1964 Tgl. 15 April 1964 & SK. Menteri Agraria No. 894/Ka Tgl. 9 November 1960, ditujukan kepada Kakanwil BPN Prop. Kalsel yang isinya :
“…mengadakan penelitian atasnya dan melaporkannya kepada kami dalam waktu sesingkat mungkin…”
Vide Yurisprudensi Mahkamah Agung RI No. 70 K/Sip/1959 tanggal 7 Maret 1959 yang menyatakan :
“…Walaupun gugatan mengenai pekarangan dan rumah tersengketa baru diajukan oleh pemiliknya, ialah penggugat asli/terbanding/tergugat dalam kasasi, 22 tahun setelah pekarangan dan rumah itu dikuasai dengan tiada hak oleh tergugat asli/pembanding/penggugat untuk kasasi. Hak pemilik untuk menuntut penyerahan pekarangan dan rumah itu tidaklah kadaluarsa. Karena sebelum itu ia telah berulang kali meminta penyerahan kembali pekarangan dan rumahnya itu, sehingga oleh karenanya daluarsa telah tertahan (gestuit)…”
4. Bahwa PENGGUGAT menolak dengan tegas dalil eksepsi TERGUGAT II, yang intinya menyatakan: “…gugatan yang diajukan kabur (Obscuur Libel)…”
Bahwa PENGGUGAT sudah sangat jelas dalam mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum ini / perkara a quo terhadap TERGUGAT II bertujuan untuk membuktikan adanya perbuatan TERGUGAT II yang dilakukan secara melawan hukum dan mengandung unsur kesalahan yang dilakukan oleh TERGUGAT II sehingga menimbulkan kerugian terhadap PENGGUGAT sebagaimana diatur dalam Pasal 1365 KUH Perdata, yan menyatakan :
“…Tindakan perbuatan melawan hukum, yang membawa kerugian kepada seseorang lain mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, untuk mengganti kerugian tersebut…”;
Bahwa berdasarkan Azas Acara Perdata , Penggugat berwenang untuk menentukan siapa-siapa saja yang akan digugatnya, sebagaimana/sejalan dengan Yurisprudensi Mahkamah Agung RI No. 305 K/Sip/1971 tanggal 16 Juni 1971 dan Yurisprudensi Mahkamah Agung RI No. 966 K/Sip/1974 tanggal 12 Pebruari 1976 dan Yurisprudensi Mahkamag Agung RI No. 244 K/Sip/1959 tanggal 5 Januari 1959;
Bahwa untuk membuktikan adanya perbuatan melawan hukum yang telah dilakukan TERGUGAT II terhadap PENGGUGAT maka PENGGUGAT akan membuktikan adanya perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh TERGUGAT II tersebut dalam acara sidang pembuktian atas perkara a quo ini;
5. Bahwa PENGGUGAT menolak dengan tegas dalil eksepsi TERGUGAT II, yang intinya menyatakan: “…Penggugat tidak mempunyai kwalitas sebagai pihak…”
Bahwa PENGGUGAT jelas dan tegas adalah pihak korban yang dirugikan sehingga mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum ini / perkara a quo terhadap TERGUGAT II dimana hak PENGGUGAT atas tanah perkebunan karet A quo telah diambil dengan paksa padahal TERGUGAT IV dan TERGUGAT VI telah pula mengeluarkan surat keterangan antara lain :
a. Surat Keterangan Departemen Dalam Negeri Kepala Direktorat Agraria Propinsi Kalimantan Selatan No. 01/P.T./1976 tanggal 9 Januari 1976 yang menerangkan :
“…sampai saat ini terdaftar atas nama PT. NV. SAM HOO dengan sertifikat Hak Guna Usaha No. 2 tanggal 15 April 1964, tanah ini bekas Hak Erfpacht Verponding No. 162…”
b. Surat Badan Pertanahan Nasional Propinsi Kalimantan Selatan No. 540/358/BPN-43 tanggal 13 Juni 2006 perihal Permohonan Surat Kepemilikan Tanah dan Riwayat Kepemilikan Tanah atas HGU No. 2/1964 yang isinya :
“…menguatkan Surat Keterangan Departemen Dalam Negeri Kepala Direktorat Agraria Propinsi Kalimantan Selatan No. 01/P.T./1976 tanggal 9 Januari 1976…”
c. Surat Badan Pertanahan Nasional Kantor Pertanahan Kabupaten Tanah Laut No. 540/60/KPT-08 tanggal 12 Pebruari 2007 yang isinya :
“…Berdasarkan Surat Kepala Kantor Wilayah BPN Propinsi Kalimantan Selatan No. 540/358/BPN-43 tanggal 13 Juni 2006 jo Surat Keterangan Departemen Dalam Negeri Kepala Direktorat Agraria Propinsi Kalimantan Selatan No. 01/P.T./1976 tanggal 9 Januari 1976 diperoleh data bahwa sertifikat HGU No. 2/1964 masih tercatat atas nama PT.NV.Perkebunan dan Pengakutan SAM HOO.
Bahwa PENGGUGAT kemudian telah membeli tanah perkebunan karet tersebut dari NV. Perkebunan dan Pengangkutan ‘SAM HOO’ dengan dasar Akta Jual Beli No. 2/1964 tanggal 9 Mei 1964 yang dibuat dihadapan Assisten Wedana / Camat Jorong selaku PPAT,
Pasal 19, PP No. 10/1961 Tentang Pendaftaran Tanah Jo Pasal 1 Peraturan Menteri Agraria No. 10 Tahun 1961 Tentang Penunjukkan Pejabat yang dimaksud dalam Pasal 19 PP No. 10/1961 tantang Pendaftaran Tanah serta Hak dan Kewajibannya Jo Surat Edaran Departemen Pertanian dan Agraria No. Unda 1/2/8 Penjelasan Pasal 5 Peraturan Menteri Agaria No. 10/1961 Tanggal 21 April 1962 yang menyatakan :
“…Jadi teranglah bahwa apabila untuk sesuatu kecamatan belum di tunjuk seorang pejabat khusus, maka Asisten Wedana “ambsthalve” menjadi “Pejabat Pembuat Akta Tanah”, artinya tanpa memerlukan surat keputusan pengangkatan dari Menteri Pertanian/Agararia…”
Vide Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria pada Pasal 28 ayat 3, yang menyatakan :
“…Hak Guna Usaha dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain…”
Bahwa Akta Jual Beli a-quo ditegaskan/dibenarkan lagi oleh TURUT TERGUGAT II dengan memberikan Surat Keterangan Nomor 047/TL/JRG/VI/2005 tertanggal 10 Juni 2005 yang menyatakan :
“…benar sesuai arsip yang ada di kantor kecamatan Jorong telah terjadi Jual beli sebagai mana Akta Jual beli No. 2/1964 tanggal 9 Mei 1964 diketahui dan disyahkan oleh Camat Jorong atau Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)…”
Vide Berdasarkan pasal 1870 KUH Perdata yang menyatakan :
“ Suatu akta otentik memberikan diantara para pihak beserta ahliwarisnya-ahliwarisnya atau orang-orang yang mendapat hak daripada mereka, suatu bukti yang sempurna tentang apa yang dimuat didalamnya “
Vide Yurisprudensi Mahkamah Agung RI No. 992K/Sip/1979 tanggal 14 April 1980 yang menyatakan :
“…Semenjak Akta Jual Beli ditanda tangani di depan Pejabat Pembantu Akta Tanah hak milik atas tanah yang dijual beralih kepada pembeli…”
Vide Yurisprudensi Mahkamah Agung RI No. 1230K/Sip/1980 tanggal 29 Maret 1982 yang menyatakan :
“…Pembeli yang beritikad baik harus mendapat perlindungan hukum…”
Bahwa membuktikan adanya perbuatan TERGUGAT II yang dilakukan secara melawan hukum dan mengandung unsur kesalahan yang dilakukan oleh TERGUGAT II sehingga menimbulkan kerugian terhadap PENGGUGAT sebagaimana diatur dalam Pasal 1365 KUH Perdata yang menyatakan :
“…Tindakan perbuatan melawan hukum, yang membawa kerugian kepada seseorang lain mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, untuk mengganti kerugian tersebut…”
Vide Yurisprudensi Mahkamah Agung RI. No. 981K/Sip/1972 tanggal 31 Oktober 1974 yang menyatakan :
“…berdasarkan Yurisprudensi, perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh pejabat Negara tunduk pada yuridiksi Pengadilan Negeri…”
Berdasarkan uraian-uraian tersebut diatas, PENGGUGAT mohon kepada Majelis Hakim yang memeriksa perkara a quo untuk menolak eksepsi TERGUGAT II tersebut;
II. DALAM POKOK PERKARA.
1. Bahwa hal-hal yang diuraikan pada bagian eksepsi diatas, mohon dianggap sebagai bagian yang tak terpisahkan dari pokok perkara ini;
2. Bahwa PENGGUGAT menolak dengan tegas dalil-dalil TERGUGAT II dalam jawabannya, kecuali yang diakui kebenarannya secara tegas oleh PENGGUGAT;
3. Bahwa tidak benar dalil TERGUGAT II dalam jawabannya pada hal. 4. angka 3, dan hal. 6 angka 4 haruslah ditolak.
Yang benar adalah :
Bahwa tanah perkebunan karet A quo milik PENGGUGAT mempunyai alas hak yakni Sertifikat Hak Guna Usaha No. 2 tanggal 15 April 1964 atas nama NV. Perkebunan dan Pengangkutan ‘SAM HOO’, dimana sebelumnya telah pula dilakukan pengukuran sebagaimana Peta Gambar Tanah salinan dari Surat Ukur No. 15/1935 pada tanggal 15 April 1964;
Peraturan Pemerintah No. 10/1961 Jo Peraturan Pemerintah No. 24/1997 Tentang Pendaftaran Tanah pada Pasal 4 ayat 1 menyatakan :
“…untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 huruf a kepada pemegang hak yang bersangkutan diberikan sertifikat hak atas tanah…”
Bahwa TERGUGAT II telah melakukan perbuatan melawan hukum dengan mengambil paksa hak PENGGUGAT atas tanah perkebunan karet a quo padahal TERGUGAT II sangat paham dan mengetahui bahwa ada produk hukum yang lebih tinggi yakni Undang-Undang No. 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria telah berlaku/diundangkan pada tanggal 24 September 1960 sehingga pencabutan hak atas tanah perkebunan karet milik PENGGUGAT tersebut sangat merugikan hak PENGGUGAT ;
Untuk itu PENGGUGAT mensomir TERGUGAT I untuk menunjukkan keaslian dan syahnya demi hukum dari Surat Keputusan Menteri Agraria No. SK/894/Ka tanggal 9 Nopember 1960;
Vide Surat Keterangan Badan Arsip Nasional Republik Indonesia tertanggal 3 September 1986 dan tanggal 12 September 1986 yang menyatakan :
“bahwa Surat Keputusan Menteri Agraria No. SK/894/Ka tanggal 9 Nopember 1960 tidak pernah ada terdaftar dalam Surat Keputusan - Surat Keputusan Menteri Agraria RI “;
Vide Surat BPN RI an. Kepala Biro Umum No. 450-150.13-Settama.5 , Tgl. 12 Pebruari 2009, perihal Permohonan Keterangan & FC. SK Menteri Agraria No. 894/Ka Tgl. 9 November 1960, ditujukan kepada Kuasa H. Siradjuddin Sarudji, yang menyatakan :
“… SK Menteri Agraria No.894/Ka belum ditemukan…”
Vide Surat Pernyataan Abdullah Abidin mantan Karyawan dibagian Umum dan Arsip Badan Pertanahan Nasional Propinsi Kalimantan Selatan tanggal 22 Juni 2007 yang menyatakan :
“…Selama bekerja sebagai karyawan Badan Pertanahan Nasional Propinsi Kalimantan Selatan tidak pernah melihat adanya Surat Keputusan Menteri Agraria No. 894/Ka tanggal 9 November 1960…”
Vide Surat Pernyataan Haji Djailani mantan Karyawan Badan Pertanahan Nasional Propinsi Kalimantan Selatan tanggal 6 Agustus 2007 yang menyatakan :
“…Selama bekerja sebagai karyawan Badan Pertanahan Nasional Propinsi Kalimantan Selatan tidak pernah melihat adanya Surat Keputusan Menteri Agraria No. 894/Ka tanggal 9 November 1960…”
Bahwa atas penerbitan Sertifikat Hak Guna Usaha No. 2 tanggal 15 April 1964 telah diperkuat dan diakui syah demi hukum oleh TERGUGAT IV dan TERGUGAT VI berdasarkan:
a. Surat Keterangan Departemen Dalam Negeri Kepala Direktorat Agraria Propinsi Kalimantan Selatan No. 01/P.T./1976 tanggal 9 Januari 1976 yang menerangkan :
“…sampai saat ini terdaftar atas nama PT. NV. SAM HOO dengan sertifikat Hak Guna Usaha No. 2 tanggal 15 April 1964, tanah ini bekas Hak Erfpacht Verponding No. 162…”
b. Surat Badan Pertanahan Nasional Propinsi Kalimantan Selatan No. 540/358/BPN-43 tanggal 13 Juni 2006 perihal Permohonan Surat Kepemilikan Tanah dan Riwayat Kepemilikan Tanah atas HGU No. 2/1964 yang isinya :
“…menguatkan Surat Keterangan Departemen Dalam Negeri Kepala Direktorat Agraria Propinsi Kalimantan Selatan No. 01/P.T./1976 tanggal 9 Januari 1976…”
c. Surat Badan Pertanahan Nasional Kantor Pertanahan Kabupaten Tanah Laut No. 540/60/KPT-08 tanggal 12 Pebruari 2007 yang isinya :
“…Berdasarkan Surat Kepala Kantor Wilayah BPN Propinsi Kalimantan Selatan No. 540/358/BPN-43 tanggal 13 Juni 2006 jo Surat Keterangan Departemen Dalam Negeri Kepala Direktorat Agraria Propinsi Kalimantan Selatan No. 01/P.T. /1976 tanggal 9 Januari 1976 diperoleh data bahwa sertifikat HGU No. 2/1964 masih tercatat atas nama PT.NV.Perkebunan dan Pengangkutan SAM HOO..”;
Bahwa Pengugat sejak pengambilan paksa tanah perkebunan a quo dengan cara hanya ditunjukkan saja Surat Keputusan Menteri Agraria No. 894/Ka tanggal 9 Nopember 1960 telah mengajukan keberatan baik kepada TERGUGAT II dan TERGUGAT IV dan TERGUGAT VI dimana keberatan-keberatan PENGGUGAT tersebut oleh TERGUGAT I ditanggapi dengan :
1. Surat Departemen Dalam Negeri An. Direktoral Jenderal Agraria No. Dph.12/177/12-78 tanggal 5 Desember 1978, perihal Permohonan ganti rugi bekas Perkebunan Jilatan yang terkena proyek Transmigrasi Tajau Pecah I, yang ditujukan kepada Bapak Gubernur Propinsi Kalimantan Selatan dan Kepala Direktorat Agraria Propinsi Kalimantan Selatan yang isinya :
“…mengadakan penelitian atasnya dan melaporkannya kepada kami dalam waktu sesingkat mungkin…”
2. Surat BPN RI an. Deputi Bidang Hak-Hak tanah No. 570.43-1303-D III.2 Tgl. 7 April 1999, Perihal Pengaduan Permasalahan tanah bekas Hak Erfpacht atas nama H. Siradjuddin Sarudji, ditujukan kepada Kakanwil BPN Propinsi Kalimantan Selatan yang isinya :
“…meminta agar Saudara mengadakan penelitian dan melakukan langkah-langkah penyelesaian sesuai peraturan perundangan yang berlaku, kemudian melaporkan hasilnya kepada kami dalam waktu yang tidak terlalu lama…”
3. Surat BPN RI an. Deputi Bidang Hak Tanah & Pendaftaran Tanah No. 457-310.3-D.II, Tgl. 9 Pebruari 2007, Perihal Permohonan Data Resmi Riwayat Kepemilikan Tanah Atas HGU No. 2/1964,ditujukan kepada Kakanwil BPN Prop. Kalsel yang isinya :
“…mengadakan penelitian atasnya dan melaporkannya kepada kami dalam waktu sesingkat mungkin…”
4. Surat BPN RI an. Direktur Sengketa Pertanahan No. 857-610.3-DV.2, Tgl. 15 Maret 2007, Perihal Permohonan Keterangan ada tau tidaknya surat Keputusan Menteri Agraria No. 894/Ka Tgl. 9 Nopember 1960 yang isinya mencabut Hak Erpacht Verponding No. 162, ditujukan kepada Kakanwil BPN Prop. Kalsel yang isinya :
“…mengadakan penelitian atasnya dan melaporkannya kepada kami dalam waktu sesingkat mungkin…”
5. Surat BPN RI an. Direktur Sengketa Pertanahan No. 1016-620.3-DV.2, Tgl. 3 April 2008, perihal Mohon tondak lanjut tembusan surat Bapak Deputi Bidang Pengkajian & Pengangan Sengketa dan Konflik BPN RI kepada kami No. 857-620.3-DV.2 tertgl. 15 Maret2007, ditujukan kepada Kakanwil BPN Prop. Kalsel yang isinya :
“…mengadakan penelitian atasnya dan melaporkannya kepada kami dalam waktu sesingkat mungkin…”
6. Surat BPN RI an. Deputi Bidang Hak Tanah & Pendaftaran Tanah No. 481-310.3-D.II , Tgl. 16 Pebruari 2009, Perihal Masalah Tanah Perkebunan HGU No. 2/1964 Tgl. 15 April 1964 & SK. Menteri Agraria No. 894/Ka Tgl. 9 November 1960, ditujukan kepada Kakanwil BPN Prop. Kalsel yang isinya :
“…mengadakan penelitian atasnya dan melaporkannya kepada kami dalam waktu sesingkat mungkin…”
Vide Yurisprudensi Mahkamah Agung RI No. 677K/Sip/1972 tanggal 30 April 1973 yang menyatakan :
“…Apa yang diakui, setidak-tidaknya tidak disangkal oleh Para Pihak, maka kebenarannya tidak dapat dibantah…”
4. Bahwa tidak benar dalil TERGUGAT II dalam jawabannya pada hal. 6. angka 5. Hal, 7, angka 6,7,8, dan hal 8, angka 9 haruslah ditolak.
Yang benar adalah :
Bahwa PENGGUGAT kemudian telah membeli tanah perkebunan karet tersebut dari NV. Perkebunan dan Pengangkutan ‘SAM HOO’ dengan dasar Akta Jual Beli No. 2/1964 tanggal 9 Mei 1964 yang dibuat dihadapan Assisten Wedana / Camat Jorong selaku PPAT;
Pasal 19, PP No. 10/1961 Tentang Pendaftaran Tanah Jo Pasal 1 Peraturan Menteri Agraria No. 10 Tahun 1961 Tentang Penunjukkan Pejabat yang dimaksud dalam Pasal 19 PP No. 10/1961 tantang Pendaftaran Tanah serta Hak dan Kewajibannya Jo Surat Edaran Departemen Pertanian dan Agraria No. Unda 1/2/8 Penjelasan Pasal 5 Peraturan Menteri Agaria No. 10/1961 Tanggal 21 April 1962 yang menyatakan :
“…Jadi teranglah bahwa apabila untuk sesuatu kecamatan belum di tunjuk seorang pejabat khusus, maka Asisten Wedana “ambsthalve” menjadi “Pejabat Pembuat Akta Tanah”, artinya tanpa memerlukan surat keputusan pengangkatan dari Menteri Pertanian/Agararia…”
Bahwa tentang Akta Jual Beli a-quo ditegaskan/dibenarkan lagi oleh TURUT TERGUGAT II dengan memberikan Surat Keterangan Nomor 047/TL/JRG/VI/2005 tertanggal 10 Juni 2005 yang menyatakan :
“…benar sesuai arsip yang ada di kantor kecamatan Jorong telah terjadi Jual beli sebagai mana Akta Jual beli No. 2/1964 tanggal 9 Mei 1964 diketahui dan disyahkan oleh Camat Jorong atau Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)…”
Vide Berdasarkan pasal 1870 KUH Perdata yang menyatakan :
“ Suatu akta otentik memberikan diantara para pihak beserta ahliwarisnya-ahliwarisnya atau orang-orang yang mendapat hak daripada mereka, suatu bukti yang sempurna tentang apa yang dimuat didalamnya “
Vide Yurisprudensi Mahkamah Agung RI No. 992K/Sip/1979 tanggal 14 April 1980 yang menyatakan :
“…Semenjak Akta Jual Beli ditanda tangani di depan Pejabat Pembantu Akta Tanah hak milik atas tanah yang dijual beralih kepada pembeli…”
Bahwa PENGGUGAT sejak Mei 1964 diatas lahan perkebunan karet seluas 235 Ha miliknya tersebut telah mengelola/menanami sejumlah 47.000. (empat puluh tujuh ribu) batang pohon karet, mendirikan/membangun Kantor dengan luas bangunan 1000M2, mendirikan/membangun perumahan untuk 50 karyawan pabrik yang luas bangunan a’ 70 M2 sehingga seluruh bangunan perumahan seluas 3.500. M2, dan mendirikan/membangun Gudang Pabrik seluas 2000 M2, serta dalam mengelola perkebunan karet tersebut dengan membeli 2 (dua) unit Mesin Pengasapan karet, membeli 47.000. buah Mangkok Penampung Karet , membeli Pacul 470 Unit , membeli Pisau Deres 470 Unit , membeli Ember Penampung;
Bahwa TERGUGAT I pada tahun 1974 tanpa hak dan melawan hukum telah mengambil/menguasai tanah perkebunan karet milik PENGGUGAT tersebut dan membabat/memusnahkan seluruh tanaman karet sejumlah 47.000. (empat puluh tujuh ribu) batang yang berusia 10 (sepuluh) tahun, perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh TERGUGAT I dengan mengatakan bahwa PENGGUGAT tidak punya hak lagi atas tanah perkebunan karet a-quo karena hak PENGGUGAT atas tanah perkebunan karet tersebut telah dibatalkan/dicabut haknya berdasarkan Surat Keputusan Menteri Agraria No. SK/894/Ka tanggal 9 Nopember 1960 yang dikeluarkan/diterbitkan oleh TERGUGAT II, dimana saat perampasan/pengambilan paksa terjadi PENGGUGAT tidak pernah diberikan Surat Keputusan Menteri Agraria tersebut;
Bahwa Surat Keputusan Menteri Agraria No. SK.894/Ka tanggal 9 Nopember 1960 tidak ada karena bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi tingkatannnya yakni Undang-Undang No.5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria yang berlaku bagi seluruh rakyat Indonesia pada tanggal 24 September 1960;
Bahwa sehingga pengambilan paksa/menguasai/memilik tanah perkebunan karet a quo oleh TERGUGAT I dan TERGUGAT II adalah perbuatan yang melanggar hokum serta pengambilan paksa tersebut telah melanggar / bertentangan dengan norma-norma hukum dan menguasai/memiliki sesuatu tanpa hak adalah kesalahan sehingga mengakibatkan PENGGUGAT mengalami kerugian atas diambil paksanya hak PENGGUGAT atas tanah perkebunan karet a quo;
Vide Pasal 6 Undang-Undang No. 20 Tahun 1961 Tentang Pencabutan Hak-Hak Atas Tanah dan/atau benda-benda yang ada diatasnya menyatakan :
“…Penguasaan tanah dan atau benda yang bersangkutan baru dapat dilakukan setelah ada Surat keputusan Pencabutan Hak dari Presiden…”
Vide Pasal 18 Undang-Undang No. 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria menyatakan :
“…Untuk kepentingan umum, termasuk kepentingan bangsa dan negara serta kepentingan bersama dari rakyat, hak-hak atas tanah dapat dicabut, dengan memberi ganti kerugian yang layak dan dan menurut cara yang diatur dengan Undang-Undang…”
Instruksi Presiden RI No. 9 tahun 1973 pada Pasal 6 ayat 1 yang menyatakan :
“…Pembayaran ganti rugi kepada orang-orang yang hak atas tanahnya dicabut, oleh yang berkepentingan harus dilakukan secara tunai dan dibayarkan langsung kepada yang berhak…”
Bahwa Sertifikat Hak Guna Usaha No. 2/1964 terbit pada tanggal 15 April 1964 yang diterbitkan oleh TERGUGAT IV dan berlaku sampai dengan tanggal 24 September 1980;
Vide Peraturan Pemerintah No. 10/1961 Jo Peraturan Pemerintah No. 24/1997 Tentang Pendaftaran Tanah pada Pasal 4 ayat 1 menyatakan :
“…untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 huruf a kepada pemegang hak yang bersangkutan diberikan sertifikat hak atas tanah…”
Bahwa PENGGUGAT membeli tanah perkebunan karet a quo pada tanggal 9 Mei 1964 sebagaimana Akta Jual Beli No. 2/1964 yang dibuat dihadapan Asisten Wedana/Camat Jorong selaku PPAT dan PENGGUGAT telah mengajukan permohonan pendaftaran tanah perkebunan karet a quo kepada TERGUGAT IV namun belum lagi dikabulkan pada tahun 1974 terjadi pengambilan paksa atas tanah perkebunan karet a quo oleh TERGUGAT I dengan dasar menggunakan Surat Keputusan Menteri Agraria No. SK.894/Ka tanggal 9 Nopember 1960 dari TERGUGAT II, sehingga sudah tepat dan benar akibat dari perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh TERGUGAT II telah mendatangkan kerugian bagi PENGGUGAT karena telah diambil dengan paksa dan sewenang-wenang hak PENGGUGAT atas tanah perkebunan karet a quo;
Vide Pasal 1365 KUH Perdata, yang menyatakan sebagai berikut :
“…Tindakan perbuatan Melawan Hukum, yang membawa kerugian kepada seseorang lain mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, untuk mengganti kerugian tersebut..”
Vide Pendapat/ doktrin Ahli Hukum Dr. Munir Fuady,SH.,MH.,LL.M., dalam bukunya yang berjudul “Perbuatan Melawan Hukum (Pendekatan Kotemporer)”, Bandung, PT. Citra Aditya Bakti, 2002, halaman 10, menyatakan :
“Sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 1365 KUHPerdata, maka suatu perbuatan melawan hukum haruslah mengandung unsur-unsur sebagai berikut :
- Adanya suatu perbuatan;
- Perbuatan tersebut melawan hukum;
- Adanya kesalahan dari para pihak;
- Adanya kerugian bagi korban;
- Adanya hubungan kausal antara perbuatan dengan kerugian;
Maka : Berdasarkan alasan-alasan tersebut diatas PENGGUGAT mohon kepada Ketua/Majelis Hakim yang menerima, memeriksa dan mengadili perkara ini berkenan menjatuhkan putusan sebagai berikut :
- Persistit (tetap pada gugatan semula)
TERHADAP TERGUGAT III, TURUT TERGUGAT II, TURUT TERGUGAT III, TURUT TERGUGAT IV, TURUT TERGUGAT V;
I. DALAM EKSEPSI
1. Bahwa PENGGUGAT tetap pada dalil gugatannya semula dan menolak seluruh dalil-dalil eksepsi TERGUGAT III, TURUT TERGUGAT II, TURUT TERGUGAT III, TURUT TERGUGAT IV, TURUT TERGUGAT V, secara tegas kecuali hal-hal yang secara tegas (expressis verbis) diakui oleh PENGGUGAT;
2. Bahwa PENGGUGAT menolak dengan tegas dalil eksepsi TERGUGAT III, TURUT TERGUGAT II, TURUT TERGUGAT III, TURUT TERGUGAT IV, TURUT TERGUGAT V, yang intinya menyatakan : “…Tentang Kompetensi Absolut atau Wewenang Mutlak…”
Bahwa PENGGUGAT sudah sangat jelas dalam mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum ini di Pengadilan Negeri Pelaihari dengan alasan hukum sebagai berikut :
a. Bahwa PENGGUGAT adalah pemilik dan Pengelola lahan Perkebunan Karet seluas 235 Ha yang terletak di wilayah hukum Desa JILATAN dan Desa TAJAU PECAH, Kecamatan Jorong, Kabupaten Tanah Laut, Kalimantan Selatan;
b. Bahwa sesuai dengan peraturan tentang konversi Hak barat yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria yang diundangkan dan berlaku sejak tanggal 24 September 1960, maka NV. Perkebunan dan Pengangkutan ‘SAM HOO’ telah mengajukan permohonan hak kepada TERGUGAT IV yang kemudian oleh TERGUGAT IV telah dilakukan pengukuran ulang dengan diterbitkan Peta Gambar Tanah salinan dari Surat Ukur No. 15/1935 pada tanggal 15 April 1964 dan kemudian TERGUGAT IV telah menerbitkan Sertifikat Hak Guna Usaha No. 2 tanggal 15 April 1964 dengan pemegang hak NV. Perkebunan dan Pengangkutan ‘SAM HOO’, dimana sertifikat Hak Guna Usaha tersebut baru akan berakhir haknya pada 24 September 1980;
Vide Peraturan Pemerintah No. 10/1961 Tentang Pendaftaran Tanah Jo Peraturan Pemerintah No. 24/1997 Tentang Pendaftaran Tanah pada Pasal 4 ayat 1 menyatakan :
“…untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 huruf a kepada pemegang hak yang bersangkutan diberikan sertifikat hak atas tanah…”
c. Bahwa PENGGUGAT kemudian telah membeli tanah perkebunan karet tersebut dari NV. Perkebunan dan Pengangkutan ‘SAM HOO’ dengan dasar Akta Jual Beli No. 2/1964 tanggal 9 Mei 1964 yang dibuat dihadapan Assisten Wedana / Camat Jorong selaku PPAT, tentang Akta Jual Beli a-quo ditegaskan/dibenarkan lagi oleh TURUT TERGUGAT II dengan memberikan Surat Keterangan Nomor 047/TL/JRG/VI/2005 tertanggal 10 Juni 2005 yang menyatakan :
“…benar sesuai arsip yang ada di kantor kecamatan Jorong telah terjadi Jual beli sebagai mana Akta Jual beli No. 2/1964 tanggal 9 Mei 1964 diketahui dan disyahkan oleh Camat Jorong atau Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)…”
Vide Berdasarkan pasal 1870 KUH Perdata yang menyatakan :
“ Suatu akta otentik memberikan diantara para pihak beserta ahliwarisnya-ahliwarisnya atau orang-orang yang mendapat hak daripada mereka, suatu bukti yang sempurna tentang apa yang dimuat didalamnya “
Vide Yurisprudensi Mahkamah Agung RI No. 992K/Sip/1979 tanggal 14 April 1980 yang menyatakan :
“…Semenjak Akta Jual Beli ditanda tangani di depan Pejabat Pembantu Akta Tanah hak milik atas tanah yang dijual beralih kepada pembeli…”
d. Bahwa PENGGUGAT sejak Mei 1964 diatas lahan perkebunan karet seluas 235 Ha miliknya tersebut telah mengelola/menanami sejumlah 47.000. (empat puluh tujuh ribu) batang pohon karet, mendirikan/membangun Kantor dengan luas bangunan 1000M2, mendirikan/membangun perumahan untuk 50 karyawan pabrik yang luas bangunan a’ 70 M2 sehingga seluruh bangunan perumahan seluas 3.500. M2, dan mendirikan/membangun Gudang Pabrik seluas 2000 M2, serta dalam mengelola perkebunan karet tersebut dengan membeli 2 (dua) unit Mesin Pengasapan karet, membeli 47.000. buah Mangkok Penampung Karet , membeli Pacul 470 Unit , membeli Pisau Deres 470 Unit , membeli Ember Penampung;
e. Bahwa TERGUGAT I pada tahun 1974 tanpa hak dan melawan hukum telah mengambil paksa menguasai tanah perkebunan karet milik PENGGUGAT tersebut dan membabat/memusnahkan seluruh tanaman karet sejumlah 47.000. (empat puluh tujuh ribu) batang yang berusia 10 (sepuluh) tahun, perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh TERGUGAT I dengan mengatakan bahwa PENGGUGAT tidak punya hak lagi atas tanah perkebunan karet a-quo karena hak PENGGUGAT atas tanah perkebunan karet tersebut telah dibatalkan/dicabut haknya berdasarkan Surat Keputusan Menteri Agraria No. SK/894/Ka tanggal 9 Nopember 1960 yang dikeluarkan/diterbitkan oleh TERGUGAT II, dimana saat perampasan/pengambilan paksa terjadi PENGGUGAT tidak pernah diberikan Surat Keputusan Menteri Agraria tersebut;
Vide Surat Keterangan Badan Arsip Nasional Republik Indonesia tertanggal 3 September 1986 dan tanggal 12 September 1986 yang menyatakan :
“bahwa Surat Keputusan Menteri Agraria No. SK/894/Ka tanggal 9 Nopember 1960 tidak pernah ada terdaftar dalam Surat Keputusan - Surat Keputusan Menteri Agraria RI “;
Vide Surat BPN RI an. Kepala Biro Umum No. 450-150.13-Settama.5 , Tgl. 12 Pebruari 2009, perihal Permohonan Keterangan & FC. SK Menteri Agraria No. 894/Ka Tgl. 9 November 1960, ditujukan kepada Kuasa H. Siradjuddin Sarudji, yang menyatakan :
“… SK Menteri Agraria No.894/Ka belum ditemukan…”
Vide Surat Pernyataan Abdullah Abidin mantan Karyawan dibagian Umum dan Arsip Badan Pertanahan Nasional Propinsi Kalimantan Selatan tanggal 22 Juni 2007 yang menyatakan :
“…Selama bekerja sebagai karyawan Badan Pertanahan Nasional Propinsi Kalimantan Selatan tidak pernah melihat adanya Surat Keputusan Menteri Agraria No. 894/Ka tanggal 9 November 1960…”
Vide Surat Pernyataan Haji Djailani mantan Karyawan Badan Pertanahan Nasional Propinsi Kalimantan Selatan tanggal 6 Agustus 2007 yang menyatakan :
“…Selama bekerja sebagai karyawan Badan Pertanahan Nasional Propinsi Kalimantan Selatan tidak pernah melihat adanya Surat Keputusan Menteri Agraria No. 894/Ka tanggal 9 November 1960…”
Bahwa TERGUGAT I tanpa hak dan melanggar hukum mengambil paksa/menguasai/memiliki tanpa hak tanah perkebunan karet tersebut sebagaimana ditegaskan dalam dalil jawaban TERGUGAT I dalam pokok perkara halaman 5 point c yang menyatakan :
“…Bahwa TERGUGAT I memperoleh tanah di lokasi Tajau Pecah berdasarkan rekomendasi Bupati Tanah laut No. 1-4-698/74 tanggal 19 September 1974…’
f. Bahwa TERGUGAT III, TURUT TERGUGAT II, TURUT TERGUGAT III, TURUT TERGUGAT IV, TURUT TERGUGAT V, telah melakukan perbuatan melawan hukum merugikan hak PENGGUGAT atas tanah perkebunan karet a quo sehingga sudah tepat dan benar PENGGUGAT mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum ini diajukan dihadapan Pengadilan Negeri Pelaihari
Vide Yurisprudensi Mahkamah Agung RI No. 981K/Sip/1972 tanggal 31 Oktober 1974 yang menyatakan :
“…Berdasarkan Yurisprudensi, perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh pejabat Negara tunduk pada yurisdiksi Pengadilan Negeri…”
Vide Yurisprudensi Mahkamah Agung RI No. 1631K/Sip/1974 yang menyatakan :
“…Karena Penguasaan tanah dan bangunan seperti yang dimaksud dalam surat keputusan Menteri Pertanian dan Agraria tanggal 10 April 1964 No. S.K. 9/Ka/64 pada hakekatnya adalah pencabutan hak, yaitu dalam surat keputusan itu ditegaskan, bahwa wewenang penguasaan itu meliputi pula wewenang untuk mengosongkan tanah dan bangunan dari para pemakai atau penghuninya serta ongkos-ongkos bangunan yang perlu disingkirkan, maka keputusan Menteri Pertanian dan Agraria tersebut harus dengan segera diikuti dengan keputusan Presiden mengenai dikabulkan atau ditolaknya permintaan untuk melakukan pencabutan hak itu (pasal 6 ayat 2 Undang-Undang No, 20 tahun 1961) sedangkan keputusan Presiden yang dimaksud mengenai hal ini tidak pernah dikeluarkan sampai saat ini, yang mana adalah suatu keharusan/syarat mutlak…”
3. Bahwa PENGGUGAT menolak dengan tegas dalil eksepsi TERGUGAT III, TURUT TERGUGAT II, TURUT TERGUGAT III, TURUT TERGUGAT IV, TURUT TERGUGAT V, yang intinya menyatakan: “…gugatan yang diajukan kabur (Obscuur Libel)…”
Bahwa PENGGUGAT sudah sangat jelas dalam mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum terhadap TERGUGAT III, TURUT TERGUGAT II, TURUT TERGUGAT III, TURUT TERGUGAT IV, TURUT TERGUGAT V, dimana bertujuan untuk membuktikan adanya perbuatan melanggar hukum yang telah dilakukan secara melawan hukum dan mengandung unsur kesalahan/kelalaian sehingga menimbulkan kerugian terhadap PENGGUGAT sebagaimana diatur dalam Pasal 1365 KUH Perdata yang menyatakan :
“…Tindakan perbuatan Melawan Hukum, yang membawa kerugian kepada seseorang lain mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, untuk mengganti kerugian tersebut..”
Vide Pendapat/ doktrin Ahli Hukum Dr. Munir Fuady,SH.,MH.,LL.M., dalam bukunya yang berjudul “Perbuatan Melawan Hukum (Pendekatan Kotemporer)”, Bandung, PT. Citra Aditya Bakti, 2002, halaman 10, menyatakan :
“Sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 1365 KUHPerdata, maka suatu perbuatan melawan hukum haruslah mengandung unsur-unsur sebagai berikut :
- Adanya suatu perbuatan;
- Perbuatan tersebut melawan hukum;
- Adanya kesalahan dari para pihak;
- Adanya kerugian bagi korban;
- Adanya hubungan kausal antara perbuatan dengan kerugian;
Vide Yurisprudensi Mahkamah Agung RI No. 981K/Sip/1972 tanggal 31 Oktober 1974 yang menyatakan :
“…Berdasarkan Yurisprudensi, perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh pejabat Negara tunduk pada yurisdiksi Pengadilan Negeri…”
Vide Yurisprudensi Mahkamah Agung RI No. 1631K/Sip/1974 yang menyatakan :
“…Karena Penguasaan tanah dan bangunan seperti yang dimaksud dalam surat keputusan Menteri Pertanian dan Agraria tanggal 10 April 1964 No. S.K. 9/Ka/64 pada hakekatnya adalah pencabutan hak, yaitu dalam surat keputusan itu ditegaskan, bahwa wewenang penguasaan itu meliputi pula wewenang untuk mengosongkan tanah dan bangunan dari para pemakai atau penghuninya serta ongkos-ongkos bangunan yang perlu disingkirkan, maka keputusan Menteri Pertanian dan Agraria tersebut harus dengan segera diikuti dengan keputusan Presiden mengenai dikabulkan atau ditolaknya permintaan untuk melakukan pencabutan hak itu (pasal 6 ayat 2 Undang-Undang No, 20 tahun 1961) sedangkan keputusan Presiden yang dimaksud mengenai hal ini tidak pernah dikeluarkan sampai saat ini, yang mana adalah suatu keharusan/syarat mutlak…”
Bahwa untuk membuktikan adanya perbuatan melawan hukum yang telah dilakukan oleh TERGUGAT I, TERGUGAT II, TERGUGAT III, TERGUGAT IV, TERGUGAT V, TERGUGAT VI, TURUT TERGUGAT I, TURUT TERGUGAT II, TURUT TERGUGAT III, TURUT TERGUGAT IV, TURUT TERGUGAT V, terhadap PENGGUGAT maka PENGGUGAT akan membuktikan adanya perbuatan melawan hukum tersebut dalam acara sidang pembuktian atas perkara a quo ini;
4. Bahwa PENGGUGAT menolak dengan tegas dalil eksepsi TERGUGAT III, TURUT TERGUGAT II, TURUT TERGUGAT III, TURUT TERGUGAT IV, TURUT TERGUGAT V,, yang intinya menyatakan: “…Subyek Penggugat tidak lengkap …”
Bahwa PENGGUGAT jelas dan tegas adalah pihak korban yang dirugikan sehingga mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum ini / perkara a quo terhadap TERGUGAT III, TURUT TERGUGAT II, TURUT TERGUGAT III, TURUT TERGUGAT IV, TURUT TERGUGAT V, dimana hak PENGGUGAT atas tanah perkebunan karet A quo telah diambil dengan paksa padahal TERGUGAT IV dan TERGUGAT VI telah pula mengeluarkan surat keterangan antara lain :
a. Surat Keterangan Departemen Dalam Negeri Kepala Direktorat Agraria Propinsi Kalimantan Selatan No. 01/P.T./1976 tanggal 9 Januari 1976 yang menerangkan :
“…sampai saat ini terdaftar atas nama PT. NV. SAM HOO dengan sertifikat Hak Guna Usaha No. 2 tanggal 15 April 1964, tanah ini bekas Hak Erfpacht Verponding No. 162…”
b. Surat Badan Pertanahan Nasional Propinsi Kalimantan Selatan No. 540/358/BPN-43 tanggal 13 Juni 2006 perihal Permohonan Surat Kepemilikan Tanah dan Riwayat Kepemilikan Tanah atas HGU No. 2/1964 yang isinya :
“…menguatkan Surat Keterangan Departemen Dalam Negeri Kepala Direktorat Agraria Propinsi Kalimantan Selatan No. 01/P.T./1976 tanggal 9 Januari 1976…”
c. Surat Badan Pertanahan Nasional Kantor Pertanahan Kabupaten Tanah Laut No. 540/60/KPT-08 tanggal 12 Pebruari 2007 yang isinya :
“…Berdasarkan Surat Kepala Kantor Wilayah BPN Propinsi Kalimantan Selatan No. 540/358/BPN-43 tanggal 13 Juni 2006 jo Surat Keterangan Departemen Dalam Negeri Kepala Direktorat Agraria Propinsi Kalimantan Selatan No. 01/P.T./1976 tanggal 9 Januari 1976 diperoleh data bahwa sertifikat HGU No. 2/1964 masih tercatat atas nama PT.NV.Perkebunan dan Pengakutan SAM HOO.
Bahwa PENGGUGAT kemudian telah membeli tanah perkebunan karet tersebut dari NV. Perkebunan dan Pengangkutan ‘SAM HOO’ dengan dasar Akta Jual Beli No. 2/1964 tanggal 9 Mei 1964 yang dibuat dihadapan Assisten Wedana / Camat Jorong selaku PPAT, tentang Akta Jual Beli a-quo ditegaskan/dibenarkan lagi oleh TURUT TERGUGAT II dengan memberikan Surat Keterangan Nomor 047/TL/JRG/VI/2005 tertanggal 10 Juni 2005 yang menerangkan :
“…benar sesuai arsip yang ada di kantor kecamatan Jorong telah terjadi Jual beli sebagai mana Akta Jual beli No. 2/1964 tanggal 9 Mei 1964 diketahui dan disyahkan oleh Camat Jorong atau Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)…”
Berdasarkan pasal 1870 KUH Perdata yang menyatakan :
“ Suatu akta otentik memberikan diantara para pihak beserta ahliwarisnya-ahliwarisnya atau orang-orang yang mendapat hak daripada mereka, suatu bukti yang sempurna tentang apa yang dimuat didalamnya “
Vide Yurisprudensi Mahkamah Agung RI No. 1230K/Sip/1980 tanggal 29 Maret 1982 yang menyatakan :
“…Pembeli yang beritikad baik harus mendapat perlindungan hukum…”
Vide Yurisprudensi Mahkamah Agung RI No. 992K/Sip/1979 tanggal 14 April 1980 yang menyatakan :
“…Semenjak Akta Jual Beli ditanda tangani di depan Pejabat Pembantu Akta Tanah hak milik atas tanah yang dijual beralih kepada pembeli…”
5. Bahwa PENGGUGAT menolak dengan tegas dalil eksepsi TERGUGAT III, TURUT TERGUGAT II, TURUT TERGUGAT III, TURUT TERGUGAT IV, TURUT TERGUGAT V,, yang intinya menyatakan: “…Penggugat tidak punya kepentingan …”
Bahwa PENGGUGAT kemudian telah membeli tanah perkebunan karet tersebut dari NV. Perkebunan dan Pengangkutan ‘SAM HOO’ dengan dasar Akta Jual Beli No. 2/1964 tanggal 9 Mei 1964 yang dibuat dihadapan Assisten Wedana / Camat Jorong selaku PPAT;
Bahwa tentang Akta Jual Beli a-quo ditegaskan/dibenarkan lagi oleh TURUT TERGUGAT II dengan memberikan Surat Keterangan Nomor 047/TL/JRG/VI/2005 tertanggal 10 Juni 2005 yang menyatakan :
“…benar sesuai arsip yang ada di kantor kecamatan Jorong telah terjadi Jual beli sebagai mana Akta Jual beli No. 2/1964 tanggal 9 Mei 1964 diketahui dan disyahkan oleh Camat Jorong atau Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)…”
Vide Berdasarkan pasal 1870 KUH Perdata yang menyatakan :
“ Suatu akta otentik memberikan diantara para pihak beserta ahliwarisnya-ahliwarisnya atau orang-orang yang mendapat hak daripada mereka, suatu bukti yang sempurna tentang apa yang dimuat didalamnya “
Vide Yurisprudensi Mahkamah Agung RI No. 992K/Sip/1979 tanggal 14 April 1980 yang menyatakan :
“…Semenjak Akta Jual Beli ditanda tangani di depan Pejabat Pembantu Akta Tanah hak milik atas tanah yang dijual beralih kepada pembeli…”
Bahwa PENGGUGAT sejak Mei 1964 diatas lahan perkebunan karet seluas 235 Ha miliknya tersebut telah mengelola/menanami sejumlah 47.000. (empat puluh tujuh ribu) batang pohon karet, mendirikan/membangun Kantor dengan luas bangunan 1000M2, mendirikan/membangun perumahan untuk 50 karyawan pabrik yang luas bangunan a’ 70 M2 sehingga seluruh bangunan perumahan seluas 3.500. M2, dan mendirikan/membangun Gudang Pabrik seluas 2000 M2, serta dalam mengelola perkebunan karet tersebut dengan membeli 2 (dua) unit Mesin Pengasapan karet, membeli 47.000. buah Mangkok Penampung Karet , membeli Pacul 470 Unit , membeli Pisau Deres 470 Unit , membeli Ember Penampung;
Bahwa TERGUGAT I pada tahun 1974 tanpa hak dan melawan hukum telah mengambil/menguasai tanah perkebunan karet milik PENGGUGAT tersebut dan membabat/memusnahkan seluruh tanaman karet sejumlah 47.000. (empat puluh tujuh ribu) batang yang berusia 10 (sepuluh) tahun, perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh TERGUGAT I dengan mengatakan bahwa PENGGUGAT tidak punya hak lagi atas tanah perkebunan karet a-quo karena hak PENGGUGAT atas tanah perkebunan karet tersebut telah dibatalkan/dicabut haknya berdasarkan Surat Keputusan Menteri Agraria No. SK/894/Ka tanggal 9 Nopember 1960 yang dikeluarkan/diterbitkan oleh TERGUGAT II, dimana saat perampasan/pengambilan paksa terjadi PENGGUGAT tidak pernah diberikan Surat Keputusan Menteri Agraria tersebut;
Bahwa pengambilan paksa/menguasai/memilik tanah perkebunan karet a quo oleh TERGUGAT I, TERGUGAT II, TERGUGAT III, TERGUGAT IV, TERGUGAT V, TERGUGAT VI, TURUT TERGUGAT I, TURUT TERGUGAT II, TURUT TERGUGAT III, TURUT TERGUGAT IV, TURUT TERGUGAT V, adalah perbuatan yang melanggar hukum serta pengambilan paksa tersebut telah melanggar / bertentangan dengan norma-norma hukum dan menguasai/memiliki sesuatu tanpa hak adalah kesalahan sehingga mengakibatkan PENGGUGAT mengalami kerugian atas diambil paksanya hak PENGGUGAT atas tanah perkebunan karet a quo;
Vide Pasal 18 Undang-Undang No. 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria menyatakan :
“…Untuk kepentingan umum, termasuk kepentingan bangsa dan negara serta kepentingan bersama dari rakyat, hak-hak atas tanah dapat dicabut, dengan memberi ganti kerugian yang layak dan dan menurut cara yang diatur dengan Undang-Undang…”
Vide Pasal 6 Undang-Undang No. 20 Tahun 1961 Tentang Pencabutan Hak-Hak Atas Tanah dan/atau benda-benda yang ada diatasnya menyatakan :
“…Penguasaan tanah dan atau benda yang bersangkutan baru dapat dilakukan setelah ada Surat keputusan Pencabutan Hak dari Presiden…”
Vide Instruksi Presiden RI No. 9 tahun 1973 pada Pasal 6 ayat 1 yang menyatakan :
“…Pembayaran ganti rugi kepada orang-orang yang hak atas tanahnya dicabut, oleh yang berkepentingan harus dilakukan secara tunai dan dibayarkan langsung kepada yang berhak…”
Vide Yurisprudensi Mahkamah Agung RI No. 1230K/Sip/1980 tanggal 29 Maret 1982 yang menyatakan :
“…Pembeli yang beritikad baik harus mendapat perlindungan hukum…”
6. Bahwa PENGGUGAT menolak dengan tegas dalil eksepsi TERGUGAT III, TURUT TERGUGAT II, TURUT TERGUGAT III, TURUT TERGUGAT IV, TURUT TERGUGAT V,, yang intinya menyatakan: “…Gugatan daluarsa…”
Bahwa PENGGUGAT sudah sangat jelas dalam mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum terhadap TERGUGAT III, TURUT TERGUGAT II, TURUT TERGUGAT III, TURUT TERGUGAT IV, TURUT TERGUGAT V, dengan alasan hukum sebagai berikut :
Berdasarkan Pasal 5, Undang-Undang No. 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria yang menyatakan :
“…Hukum Agraria yang berlaku atas bumi,air dan ruang angkasa ialah hukum adat…”
Berdasarkan Yurisprudensi Mahkamah Agung RI No. 916K/Sip/1973 tanggal 19 Desember 1973 yang menyatakan :
“…Dalam hukum adat dengan lewatnya waktu saja hak milik oleh tanah tidak hapus…”
Berdasarkan Yurisprudensi Mahkamah Agung RI No. 457K/Sip/1974 tanggal 9 September 1976 yang menyatakan :
“…Lampau waktu saja tidak menyebabkan hapusnya sesuatu hak…”
Berdasarkan Yurisprudensi Mahkamah Agung RI. No. 157K/Sip/1975 tanggal 18 September 1976 yang menyatakan :
“…Hak Penggugat untuk menggugat tanahnya yang sudah lama dikuasai oleh Tergugat tidak terkena daluwarsa…”
Pasal 1950 KUH Perdata yang menyatakan :
“…Hakim tidak diperbolehkan karena jabatannya menggunakan upaya daluwarsa…”
Bahwa Pengugat sejak pengambilan paksa hak tanah perkebunan a quo dengan cara hanya ditunjukkan saja Surat Keputusan Menteri Agraria No. 894/Ka tanggal 9 Nopember 1960 telah mengajukan keberatan baik kepada TERGUGAT I, TERGUGAT II, TERGUGAT III, TERGUGAT IV, TERGUGAT V, TERGUGAT VI, TURUT TERGUGAT I, TURUT TERGUGAT II, TURUT TERGUGAT III, TURUT TERGUGAT IV, TURUT TERGUGAT V,dimana keberatan-keberatan PENGGUGAT tersebut oleh TERGUGAT II ditanggapi dengan :
1. Surat Departemen Dalam Negeri An. Direktoral Jenderal Agraria No. Dph.12/177/12-78 tanggal 5 Desember 1978, perihal Permohonan ganti rugi bekas Perkebunan Jilatan yang terkena proyek Transmigrasi Tajau Pecah I, yang ditujukan kepada Bapak Gubernur Propinsi Kalimantan Selatan dan Kepala Direktorat Agraria Propinsi Kalimantan Selatan yang isinya :
“…mengadakan penelitian atasnya dan melaporkannya kepada kami dalam waktu sesingkat mungkin…”
2. Surat BPN RI an. Deputi Bidang Hak-Hak tanah No. 570.43-1303-D III.2 Tgl. 7 April 1999, Perihal Pengaduan Permasalahan tanah bekas Hak Erfpacht atas nama H. Siradjuddin Sarudji, ditujukan kepada Kakanwil BPN Propinsi Kalimantan Selatan yang isinya :
“…meminta agar Saudara mengadakan penelitian dan melakukan langkah-langkah penyelesaian sesuai peraturan perundangan yang berlaku, kemudian melaporkan hasilnya kepada kami dalam waktu yang tidak terlalu lama…”
3. Surat BPN RI an. Deputi Bidang Hak Tanah & Pendaftaran Tanah No. 457-310.3-D.II, Tgl. 9 Pebruari 2007, Perihal Permohonan Data Resmi Riwayat Kepemilikan Tanah Atas HGU No. 2/1964,ditujukan kepada Kakanwil BPN Prop. Kalsel yang isinya :
“…mengadakan penelitian atasnya dan melaporkannya kepada kami dalam waktu sesingkat mungkin…”
4. Surat BPN RI an. Direktur Sengketa Pertanahan No. 857-610.3-DV.2, Tgl. 15 Maret 2007, Perihal Permohonan Keterangan ada tau tidaknya surat Keputusan Menteri Agraria No. 894/Ka Tgl. 9 Nopember 1960 yang isinya mencabut Hak Erpacht Verponding No. 162, ditujukan kepada Kakanwil BPN Prop. Kalsel yang isinya :
“…mengadakan penelitian atasnya dan melaporkannya kepada kami dalam waktu sesingkat mungkin…”
5. Surat BPN RI an. Direktur Sengketa Pertanahan No. 1016-620.3-DV.2, Tgl. 3 April 2008, perihal Mohon tondak lanjut tembusan surat Bapak Deputi Bidang Pengkajian & Pengangan Sengketa dan Konflik BPN RI kepada kami No. 857-620.3-DV.2 tertgl. 15 Maret2007, ditujukan kepada Kakanwil BPN Prop. Kalsel yang isinya :
“…mengadakan penelitian atasnya dan melaporkannya kepada kami dalam waktu sesingkat mungkin…”
6. Surat BPN RI an. Deputi Bidang Hak Tanah & Pendaftaran Tanah No. 481-310.3-D.II , Tgl. 16 Pebruari 2009, Perihal Masalah Tanah Perkebunan HGU No. 2/1964 Tgl. 15 April 1964 & SK. Menteri Agraria No. 894/Ka Tgl. 9 November 1960, ditujukan kepada Kakanwil BPN Prop. Kalsel yang isinya :
“…mengadakan penelitian atasnya dan melaporkannya kepada kami dalam waktu sesingkat mungkin…”
Vide Yurisprudensi Mahkamah Agung RI No. 70 K/Sip/1959 tanggal 7 Maret 1959 yang menyatakan :
“…Walaupun gugatan mengenai pekarangan dan rumah tersengketa baru diajukan oleh pemiliknya, ialah penggugat asli/terbanding/tergugat dalam kasasi, 22 tahun setelah pekarangan dan rumah itu dikuasai dengan tiada hak oleh tergugat asli/pembanding/penggugat untuk kasasi. Hak pemilik untuk menuntut penyerahan pekarangan dan rumah itu tidaklah kadaluarsa. Karena sebelum itu ia telah berulang kali meminta penyerahan kembali pekarangan dan rumahnya itu, sehingga oleh karenanya daluarsa telah tertahan (gestuit)…”
II. DALAM POKOK PERKARA;
1. Bahwa hal-hal yang diuraikan pada bagian eksepsi diatas, mohon dianggap sebagai bagian yang tak terpisahkan dari pokok perkara ini;
2. Bahwa PENGGUGAT menolak dengan tegas dalil-dalil TERGUGAT III, TURUT TERGUGAT II, TURUT TERGUGAT III, TURUT TERGUGAT IV, TURUT TERGUGAT V, dalam jawabannya, kecuali yang diakui kebenarannya secara tegas oleh PENGGUGAT;
3. Bahwa tidak benar dalil TERGUGAT III, TURUT TERGUGAT II, TURUT TERGUGAT III, TURUT TERGUGAT IV, TURUT TERGUGAT V, dalam jawabannya pada angka 3,4,5,6,7,8,9,10,11,12,13,14, haruslah ditolak.
Yang benar adalah :
Bahwa tanah perkebunan karet A quo milik PENGGUGAT mempunyai alas hak yakni Sertifikat Hak Guna Usaha No. 2 tanggal 15 April 1964 atas nama NV. Perkebunan dan Pengangkutan ‘SAM HOO’, dimana sebelumnya telah pula dilakukan pengukuran sebagaimana Peta Gambar Tanah salinan dari Surat Ukur No. 15/1935 pada tanggal 15 April 1964;
Peraturan Pemerintah No. 10/1961 Jo Peraturan Pemerintah No. 24/1997 Tentang Pendaftaran Tanah pada Pasal 4 ayat 1 menyatakan :
“…untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 huruf a kepada pemegang hak yang bersangkutan diberikan sertifikat hak atas tanah…”
Bahwa TERGUGAT II telah melakukan perbuatan melawan hukum dengan mengambil paksa hak PENGGUGAT atas tanah perkebunan karet a quo padahal TERGUGAT II sangat paham dan mengetahui bahwa ada produk hukum yang lebih tinggi yakni Undang-Undang No. 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria telah berlaku/diundangkan pada tanggal 24 September 1960 sehingga pencabutan hak atas tanah perkebunan karet milik PENGGUGAT tersebut sangat merugikan hak PENGGUGAT ;
Untuk itu PENGGUGAT mensomir TERGUGAT I untuk menunjukkan keaslian dan syahnya demi hukum dari Surat Keputusan Menteri Agraria No. SK/894/Ka tanggal 9 Nopember 1960;
Vide Surat Keterangan Badan Arsip Nasional Republik Indonesia tertanggal 3 September 1986 dan tanggal 12 September 1986 yang menyatakan :
“bahwa Surat Keputusan Menteri Agraria No. SK/894/Ka tanggal 9 Nopember 1960 tidak pernah ada terdaftar dalam Surat Keputusan - Surat Keputusan Menteri Agraria RI “;
Vide Surat BPN RI an. Kepala Biro Umum No. 450-150.13-Settama.5 , Tgl. 12 Pebruari 2009, perihal Permohonan Keterangan & FC. SK Menteri Agraria No. 894/Ka Tgl. 9 November 1960, ditujukan kepada Kuasa H. Siradjuddin Sarudji, yang menyatakan :
“… SK Menteri Agraria No.894/Ka belum ditemukan…”
Vide Surat Pernyataan Abdullah Abidin mantan Karyawan dibagian Umum dan Arsip Badan Pertanahan Nasional Propinsi Kalimantan Selatan tanggal 22 Juni 2007 yang menyatakan :
“…Selama bekerja sebagai karyawan Badan Pertanahan Nasional Propinsi Kalimantan Selatan tidak pernah melihat adanya Surat Keputusan Menteri Agraria No. 894/Ka tanggal 9 November 1960…”
Vide Surat Pernyataan Haji Djailani mantan Karyawan Badan Pertanahan Nasional Propinsi Kalimantan Selatan tanggal 6 Agustus 2007 yang menyatakan :
“…Selama bekerja sebagai karyawan Badan Pertanahan Nasional Propinsi Kalimantan Selatan tidak pernah melihat adanya Surat Keputusan Menteri Agraria No. 894/Ka tanggal 9 November 1960…”
Bahwa atas penerbitan Sertifikat Hak Guna Usaha No. 2 tanggal 15 April 1964 telah diperkuat dan diakui syah demi hukum oleh TERGUGAT IV dan TERGUGAT VI berdasarkan:
a. Surat Keterangan Departemen Dalam Negeri Kepala Direktorat Agraria Propinsi Kalimantan Selatan No. 01/P.T./1976 tanggal 9 Januari 1976 yang menerangkan :
“…sampai saat ini terdaftar atas nama PT. NV. SAM HOO dengan sertifikat Hak Guna Usaha No. 2 tanggal 15 April 1964, tanah ini bekas Hak Erfpacht Verponding No. 162…”
b. Surat Badan Pertanahan Nasional Propinsi Kalimantan Selatan No. 540/358/BPN-43 tanggal 13 Juni 2006 perihal Permohonan Surat Kepemilikan Tanah dan Riwayat Kepemilikan Tanah atas HGU No. 2/1964 yang isinya :
“…menguatkan Surat Keterangan Departemen Dalam Negeri Kepala Direktorat Agraria Propinsi Kalimantan Selatan No. 01/P.T./1976 tanggal 9 Januari 1976…”
c. Surat Badan Pertanahan Nasional Kantor Pertanahan Kabupaten Tanah Laut No. 540/60/KPT-08 tanggal 12 Pebruari 2007 yang isinya :
“…Berdasarkan Surat Kepala Kantor Wilayah BPN Propinsi Kalimantan Selatan No. 540/358/BPN-43 tanggal 13 Juni 2006 jo Surat Keterangan Departemen Dalam Negeri Kepala Direktorat Agraria Propinsi Kalimantan Selatan No. 01/P.T. /1976 tanggal 9 Januari 1976 diperoleh data bahwa sertifikat HGU No. 2/1964 masih tercatat atas nama PT.NV.Perkebunan dan Pengangkutan SAM HOO..”;
Vide Yurisprudensi Mahkamah Agung RI No. 677K/Sip/1972 tanggal 30 April 1973 yang menyatakan :
“…Apa yang diakui, setidak-tidaknya tidak disangkal oleh Para Pihak, maka kebenarannya tidak dapat dibantah…”
4. Bahwa tidak benar dalil TERGUGAT III, TURUT TERGUGAT II, TURUT TERGUGAT III, TURUT TERGUGAT IV, TURUT TERGUGAT V, dalam jawabannya pada angka 15,16 haruslah ditolak.
Yang benar adalah :
Bahwa PENGGUGAT kemudian telah membeli tanah perkebunan karet tersebut dari NV. Perkebunan dan Pengangkutan ‘SAM HOO’ dengan dasar Akta Jual Beli No. 2/1964 tanggal 9 Mei 1964 yang dibuat dihadapan Assisten Wedana / Camat Jorong selaku PPAT;
Bahwa tentang Akta Jual Beli a-quo ditegaskan/dibenarkan lagi oleh TURUT TERGUGAT II dengan memberikan Surat Keterangan Nomor 047/TL/JRG/VI/2005 tertanggal 10 Juni 2005 yang menyatakan :
“…benar sesuai arsip yang ada di kantor kecamatan Jorong telah terjadi Jual beli sebagai mana Akta Jual beli No. 2/1964 tanggal 9 Mei 1964 diketahui dan disyahkan oleh Camat Jorong atau Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)…”
Vide Berdasarkan pasal 1870 KUH Perdata yang menyatakan :
“ Suatu akta otentik memberikan diantara para pihak beserta ahliwarisnya-ahliwarisnya atau orang-orang yang mendapat hak daripada mereka, suatu bukti yang sempurna tentang apa yang dimuat didalamnya “
Vide Yurisprudensi Mahkamah Agung RI No. 992K/Sip/1979 tanggal 14 April 1980 yang menyatakan :
“…Semenjak Akta Jual Beli ditanda tangani di depan Pejabat Pembantu Akta Tanah hak milik atas tanah yang dijual beralih kepada pembeli…”
Bahwa TERGUGAT I, TERGUGAT II, TERGUGAT III, TERGUGAT IV, TERGUGAT V, TERGUGAT VI, TURUT TERGUGAT I, TURUT TERGUGAT II, TURUT TERGUGAT III, TURUT TERGUGAT IV, TURUT TERGUGAT V, telah melakukan perbuatan melawan hukum dengan mengambil paksa/menguasai/memilik tanah perkebunan karet a quo tanpa hak pada tahun 1974 adalah suatu perbuatan yang melanggar hukum serta pengambilan paksa tersebut telah melanggar / bertentangan dengan norma-norma hukum dan menguasai/memiliki sesuatu tanpa hak adalah kesalahan sehingga mengakibatkan PENGGUGAT mengalami kerugian atas diambil paksanya hak PENGGUGAT atas tanah perkebunan karet a quo;
Vide Pasal 18 Undang-Undang No. 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria menyatakan :
“…Untuk kepentingan umum, termasuk kepentingan bangsa dan negara serta kepentingan bersama dari rakyat, hak-hak atas tanah dapat dicabut, dengan memberi ganti kerugian yang layak dan dan menurut cara yang diatur dengan Undang-Undang…”
Pasal 6 Undang-Undang No. 20 Tahun 1961 Tentang Pencabutan Hak-Hak Atas Tanah dan/atau benda-benda yang ada diatasnya menyatakan :
“…Penguasaan tanah dan atau benda yang bersangkutan baru dapat dilakukan setelah ada Surat keputusan Pencabutan Hak dari Presiden…”
Instruksi Presiden RI No. 9 tahun 1973 pada Pasal 6 ayat 1 yang menyatakan :
“…Pembayaran ganti rugi kepada orang-orang yang hak atas tanahnya dicabut, oleh yang berkepentingan harus dilakukan secara tunai dan dibayarkan langsung kepada yang berhak…”
5. Bahwa tidak benar dalil TERGUGAT III, TURUT TERGUGAT II, TURUT TERGUGAT III, TURUT TERGUGAT IV, TURUT TERGUGAT V, dalam jawabannya pada angka 17,18,19,20,21,22, haruslah ditolak.
Yang benar adalah :
Bahwa dalil yang diajukan PENGGUGAT adalah sebagaimana dalil jawaban TERGUGAT I dalam pokok perkara halaman 5 point c yang menyatakan :
“…Bahwa TERGUGAT I memperoleh tanah di lokasi Tajau Pecah berdasarkan rekomendasi Bupati Tanah laut No. 1-4-698/74 tanggal 19 September 1974…’
Demikian pula berdasarkan Nota Dinas Direktorat Jenderal Pembinaan Penyiapan Permukiman dan Penempatan Transmigrasi Departemen Transmigrasi RI No. ND.706/P4T/IV/2006 tanggal 26 April 2006, Pada angka 2 huruf a yang menyatakan :
“ …Surat Sekretaris Jenderal Departemen Transmigrasi Nomor B.3619/MEN/SJ/86 tanggal 20 September 1986 yang intinya menyampaikan bahwa berdasarkan hasil konsultasi kepala kantor wilayah departemen Transmigrasi propinsi Kalimantan selatan dengan Gubernur Kalimantan selatan dan instansi lain yang terkait, disimpulkan permohonan ganti rugi atas tanah di lokasi transmigrasi Tajau Pecah I tidak dapat dikabulkan karena Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi memperoleh lokasi transmigrasi tersebut berdasarkan rekomendasi Bupati KDH Tk.II Tanah Laut Nomor 1-4-689/74 tanggal 19 september 1974….”
Bahwa sudah tepat dan benar akibat dari perbuatan melawan hukum yang telah dilakukan oleh TERGUGAT I, TERGUGAT II, TERGUGAT III, TERGUGAT IV, TERGUGAT V, TERGUGAT VI, TURUT TERGUGAT I, TURUT TERGUGAT II, TURUT TERGUGAT III, TURUT TERGUGAT IV, TURUT TERGUGAT V, telah mendatangkan kerugian bagi PENGGUGAT karena telah diambil dengan paksa dan sewenang-wenang hak PENGGUGAT atas tanah perkebunan karet a quo pada tahun 1974, padahal dahulu atas kesewenang-wenangan dari TERGUGAT I tersebut maka TURUT TERGUGAT IV telah membuatkan surat keterangan tertanggal 3 Maret 1976 yang menerangkan :
“…tanah perkebunan Karet a quo sejak tahun 1964 sampai dengan dengan keterangan ini di buat belum pernah ditinggalkan, bahwa perkebunan tersebut lengkap pemeliharaannya dan dikerjakan terus menerus…”;
Vide Pasal 1365 KUH Perdata, yang menyatakan sebagai berikut :
“…Tindakan perbuatan Melawan Hukum, yang membawa kerugian kepada seseorang lain mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, untuk mengganti kerugian tersebut..”
Vide Pendapat/ doktrin Ahli Hukum Dr. Munir Fuady,SH.,MH.,LL.M., dalam bukunya yang berjudul “Perbuatan Melawan Hukum (Pendekatan Kotemporer)”, Bandung, PT. Citra Aditya Bakti, 2002, halaman 10, menyatakan :
“Sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 1365 KUHPerdata, maka suatu perbuatan melawan hukum haruslah mengandung unsur-unsur sebagai berikut :
- Adanya suatu perbuatan;
- Perbuatan tersebut melawan hukum;
- Adanya kesalahan dari para pihak;
- Adanya kerugian bagi korban;
- Adanya hubungan kausal antara perbuatan dengan kerugian;
Maka : Berdasarkan alasan-alasan tersebut diatas PENGGUGAT mohon kepada Ketua/Majelis Hakim yang menerima, memeriksa dan mengadili perkara ini berkenan menjatuhkan putusan sebagai berikut :
- Persistit (tetap pada gugatan semula)
TERHADAP TERGUGAT IV;
I. DALAM EKSEPSI
1. Bahwa PENGGUGAT tetap pada dalil gugatannya semula dan menolak seluruh dalil-dalil eksepsi TERGUGAT IV secara tegas kecuali hal-hal yang secara tegas (expressis verbis) diakui oleh PENGGUGAT;
2. Bahwa PENGGUGAT menolak dengan tegas dalil eksepsi TERGUGAT IV, yang intinya menyatakan : “…Gugatan Penggugat Salah Alamat…”
Bahwa PENGGUGAT dalam mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum ini dengan alasan hukum sebagai berikut :
a. Bahwa PENGGUGAT adalah pemilik dan Pengelola lahan Perkebunan Karet seluas 235 Ha yang terletak di wilayah hukum Desa JILATAN dan Desa TAJAU PECAH, Kecamatan Jorong, Kabupaten Tanah Laut, Kalimantan Selatan yang dahulu mempunyai alas hak hukum yakni Hak Erfpacht Verponding No. 162 atas nama NV. Perkebunan dan Pengangkutan ‘SAM HOO’ yang mana alas hak tersebut bila tidak ada peraturan perundangan tentang konversi hak – hak barat baru akan berakhir haknya pada tanggal 30 Juli 2010;
b. Bahwa sesuai dengan peraturan tentang konversi Hak barat yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria yang diundangkan dan berlaku sejak tanggal 24 September 1960, maka NV. Perkebunan dan Pengangkutan ‘SAM HOO’ telah mengajukan permohonan hak kepada TERGUGAT IV yang kemudian oleh TERGUGAT IV telah dilakukan pengukuran ulang dengan diterbitkan Peta Gambar Tanah salinan dari Surat Ukur No. 15/1935 pada tanggal 15 April 1964;
Vide Pendapat ahli hukum Effendi Perangin-angin,SH., Hukum Agraria di Indonesia, Penerbit Rajawali, tahun 1989, halaman 104, yang menyatakan :
“…Surat-surat ukur itu diberi bertanggal dan bernomor urut menurut tahun pembuatannya. Biasanya cukup disebut nomor dan tahunnya, misalnya “S.U. No.382 tahun 1965” (pasal 3,4,6 dan 11 PP. No.11/1961)…”
Bahwa TERGUGAT IV telah menerbitkan Sertifikat Hak Guna Usaha No. 2 tanggal 15 April 1964 dengan pemegang hak NV. Perkebunan dan Pengangkutan ‘SAM HOO’, dimana sertifikat Hak Guna Usaha tersebut baru akan berakhir haknya pada 24 September 1980;
Vide Peraturan Pemerintah No. 10/1961 Tentang Pendaftaran Tanah Jo Peraturan Pemerintah No. 24/1997 Tentang Pendaftaran Tanah pada Pasal 4 ayat 1 menyatakan :
“…untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 huruf a kepada pemegang hak yang bersangkutan diberikan sertifikat hak atas tanah…”
c. Bahwa PENGGUGAT kemudian telah membeli tanah perkebunan karet tersebut dari NV. Perkebunan dan Pengangkutan ‘SAM HOO’ dengan dasar Akta Jual Beli No. 2/1964 tanggal 9 Mei 1964 yang dibuat dihadapan Assisten Wedana / Camat Jorong selaku PPAT;
Vide Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria pada Pasal 28 ayat 3, yang menyatakan :
“…Hak Guna Usaha dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain…”
Bahwa Akta Jual Beli a-quo ditegaskan/dibenarkan lagi oleh TURUT TERGUGAT II dengan memberikan Surat Keterangan Nomor 047/TL/JRG/VI/2005 tertanggal 10 Juni 2005 yang menyatakan :
“…benar sesuai arsip yang ada di kantor kecamatan Jorong telah terjadi Jual beli sebagai mana Akta Jual beli No. 2/1964 tanggal 9 Mei 1964 diketahui dan disyahkan oleh Camat Jorong atau Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)…”
Pasal 19, PP No. 10/1961 Tentang Pendaftaran Tanah Jo Pasal 1 Peraturan Menteri Agraria No. 10 Tahun 1961 Tentang Penunjukkan Pejabat yang dimaksud dalam Pasal 19 PP No. 10/1961 tantang Pendaftaran Tanah serta Hak dan Kewajibannya Jo Surat Edaran Departemen Pertanian dan Agraria No. Unda 1/2/8 Penjelasan Pasal 5 Peraturan Menteri Agaria No. 10/1961 Tanggal 21 April 1962 yang menyatakan :
“…Jadi teranglah bahwa apabila untuk sesuatu kecamatan belum di tunjuk seorang pejabat khusus, maka Asisten Wedana “ambsthalve” menjadi “Pejabat Pembuat Akta Tanah”, artinya tanpa memerlukan surat keputusan pengangkatan dari Menteri Pertanian/Agararia…”
Berdasarkan pasal 1870 KUH Perdata yang menyatakan :
“ Suatu akta otentik memberikan diantara para pihak beserta ahliwarisnya-ahliwarisnya atau orang-orang yang mendapat hak daripada mereka, suatu bukti yang sempurna tentang apa yang dimuat didalamnya “
Vide Yurisprudensi Mahkamah Agung RI No. 992K/Sip/1979 tanggal 14 April 1980 yang menyatakan :
“…Semenjak Akta Jual Beli ditanda tangani di depan Pejabat Pembantu Akta Tanah hak milik atas tanah yang dijual beralih kepada pembeli…”
d. Bahwa PENGGUGAT sejak Mei 1964 diatas lahan perkebunan karet seluas 235 Ha miliknya tersebut telah mengelola/menanami sejumlah 47.000. (empat puluh tujuh ribu) batang pohon karet, mendirikan/membangun Kantor dengan luas bangunan 1000M2, mendirikan/membangun perumahan untuk 50 karyawan pabrik yang luas bangunan a’ 70 M2 sehingga seluruh bangunan perumahan seluas 3.500. M2, dan mendirikan/membangun Gudang Pabrik seluas 2000 M2, serta dalam mengelola perkebunan karet tersebut dengan membeli 2 (dua) unit Mesin Pengasapan karet, membeli 47.000, buah Mangkok Penampung Karet , membeli Pacul 470 Unit , membeli Pisau Deres 470 Unit , membeli Ember Penampung;
Vide Surat Keterangan dari Kepala Desa Tajau Pecah (TURUT TERGUGAT IV), tertanggal 3 Maret 1976, yang menerangkan :
“…tanah perkebunan Karet a quo sejak tahun 1964 sampai dengan dengan keterangan ini di buat belum pernah ditinggalkan, bahwa perkebunan tersebut lengkap pemeliharaannya dan dikerjakan terus menerus…”;
e. Bahwa TERGUGAT I pada tahun 1974 tanpa hak dan melawan hukum telah mengambil paksa dan menguasai tanah perkebunan karet milik PENGGUGAT tersebut dan membabat/memusnahkan seluruh tanaman karet sejumlah 47.000. (empat puluh tujuh ribu) batang yang berusia 10 (sepuluh) tahun, perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh TERGUGAT I dengan mengatakan bahwa PENGGUGAT tidak punya hak lagi atas tanah perkebunan karet a-quo karena hak PENGGUGAT atas tanah perkebunan karet tersebut telah dibatalkan/dicabut haknya berdasarkan Surat Keputusan Menteri Agraria No. SK/894/Ka tanggal 9 Nopember 1960 yang dikeluarkan/diterbitkan oleh TERGUGAT II, dimana saat perampasan/pengambilan paksa terjadi PENGGUGAT tidak pernah diberikan Surat Keputusan Menteri Agraria tersebut;
Untuk itu PENGGUGAT mensomir TERGUGAT I untuk menunjukkan keaslian dan syahnya demi hukum dari Surat Keputusan Menteri Agraria No. SK/894/Ka tanggal 9 Nopember 1960;
f. Bahwa Perbuatan melawan hukum TERGUGAT I,TERGUGAT II, TERGUGAT III, TERGUGAT IV, TERGUGAT V, TERGUGAT VI, TURUT TERGUGAT I, TURUT TERGUGAT II,TURUT TERGUGAT III,TURUT TERGUGAT IV, TURUT TERGUGAT V yang telah mengambil paksa/menguasai/menggunakan tanah perkebunan karet seluas 235 milik PENGGUGAT tanpa adanya dasar hukum yang jelas sehingga atas pengambilan paksa tanah perkebunan karet A quo mendatangkan kerugian bagi hak PENGGUGAT sehingga sudah tepat dan benar PENGGUGAT mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum ini dihadapan Pengadilan Negeri Pelaihari;
Vide Pasal 1365 KUH Perdata, yang menyatakan :
“…Tindakan perbuatan Melawan Hukum, yang membawa kerugian kepada seseorang lain mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, untuk mengganti kerugian tersebut..”
Vide Pendapat/ doktrin Ahli Hukum Dr. Munir Fuady,SH.,MH.,LL.M., dalam bukunya yang berjudul “Perbuatan Melawan Hukum (Pendekatan Kotemporer)”, Bandung, PT. Citra Aditya Bakti, 2002, halaman 10, menyatakan :
“Sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 1365 KUHPerdata, maka suatu perbuatan melawan hukum haruslah mengandung unsur-unsur sebagai berikut :
- Adanya suatu perbuatan;
- Perbuatan tersebut melawan hukum;
- Adanya kesalahan dari para pihak;
- Adanya kerugian bagi korban;
- Adanya hubungan kausal antara perbuatan dengan kerugian;
Vide Yurisprudensi Mahkamah Agung RI No. 981K/Sip/1972 tanggal 31 Oktober 1974 yang menyatakan :
“…Berdasarkan Yurisprudensi, perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh pejabat Negara tunduk pada yurisdiksi Pengadilan Negeri…”
Bahwa berdasarkan Azas Acara Perdata , Penggugat berwenang untuk menentukan siapa-siapa saja yang akan digugatnya, sebagaimana/sejalan dengan Yurisprudensi Mahkamah Agung RI No. 305 K/Sip/1971 tanggal 16 Juni 1971 dan Yurisprudensi Mahkamah Agung RI No. 966 K/Sip/1974 tanggal 12 Pebruari 1976 dan Yurisprudensi Mahkamag Agung RI No. 244 K/Sip/1959 tanggal 5 Januari 1959;
2. Bahwa PENGGUGAT menolak dengan tegas dalil eksepsi TERGUGAT IV, yang intinya menyatakan : “…Tentang Kompetensi Absolut…”
Bahwa PENGGUGAT sudah sangat jelas dalam mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum ini di Pengadilan Negeri Pelaihari dengan alasan hukum sebagai berikut :
a. Bahwa PENGGUGAT adalah pemilik dan Pengelola lahan Perkebunan Karet seluas 235 Ha yang terletak di wilayah hukum Desa JILATAN dan Desa TAJAU PECAH, Kecamatan Jorong, Kabupaten Tanah Laut, Kalimantan Selatan;
Vide Buku Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Pengadilan, Mahkamah Agung RI, Cetakan ke 2 tahun 1997, halaman 110 point 15.5, yang menyatakan :
“…Pengadilan Negeri berwenang memeriksa gugatan yang daerah hukumnya, meliputi : Dalam hal tersebut yang menjadi objek gugatan adalah benda tidak bergerak (tanah), maka gugatan dapat diajukan di tempat benda yang tidak bergerak terletak…”
b. Bahwa sesuai dengan peraturan tentang konversi Hak barat yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria yang diundangkan dan berlaku sejak tanggal 24 September 1960, maka NV. Perkebunan dan Pengangkutan ‘SAM HOO’ telah mengajukan permohonan hak kepada TERGUGAT IV yang kemudian oleh TERGUGAT IV telah dilakukan pengukuran ulang dengan diterbitkan Peta Gambar Tanah salinan dari Surat Ukur No. 15/1935 pada tanggal 15 April 1964 dan kemudian TERGUGAT IV telah menerbitkan Sertifikat Hak Guna Usaha No. 2 tanggal 15 April 1964 dengan pemegang hak NV. Perkebunan dan Pengangkutan ‘SAM HOO’, dimana sertifikat Hak Guna Usaha tersebut baru akan berakhir haknya pada 24 September 1980;
Vide Peraturan Pemerintah No. 10/1961 Tentang Pendaftaran Tanah Jo Peraturan Pemerintah No. 24/1997 Tentang Pendaftaran Tanah pada Pasal 4 ayat 1 menyatakan :
“…untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 huruf a kepada pemegang hak yang bersangkutan diberikan sertifikat hak atas tanah…”
c. Bahwa PENGGUGAT kemudian telah membeli tanah perkebunan karet tersebut dari NV. Perkebunan dan Pengangkutan ‘SAM HOO’ dengan dasar Akta Jual Beli No. 2/1964 tanggal 9 Mei 1964 yang dibuat dihadapan Assisten Wedana / Camat Jorong selaku PPAT, tentang Akta Jual Beli a-quo ditegaskan/dibenarkan lagi oleh TURUT TERGUGAT II dengan memberikan Surat Keterangan Nomor 047/TL/JRG/VI/2005 tertanggal 10 Juni 2005 yang menyatakan :
“…benar sesuai arsip yang ada di kantor kecamatan Jorong telah terjadi Jual beli sebagai mana Akta Jual beli No. 2/1964 tanggal 9 Mei 1964 diketahui dan disyahkan oleh Camat Jorong atau Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)…”
Berdasarkan pasal 1870 KUH Perdata yang menyatakan :
“ Suatu akta otentik memberikan diantara para pihak beserta ahliwarisnya-ahliwarisnya atau orang-orang yang mendapat hak daripada mereka, suatu bukti yang sempurna tentang apa yang dimuat didalamnya “
Vide Yurisprudensi Mahkamah Agung RI No. 992K/Sip/1979 tanggal 14 April 1980 yang menyatakan :
“…Semenjak Akta Jual Beli ditanda tangani di depan Pejabat Pembantu Akta Tanah hak milik atas tanah yang dijual beralih kepada pembeli…”
d. Bahwa PENGGUGAT sejak Mei 1964 diatas lahan perkebunan karet seluas 235 Ha miliknya tersebut telah mengelola/menanami sejumlah 47.000. (empat puluh tujuh ribu) batang pohon karet, mendirikan/membangun Kantor dengan luas bangunan 1000M2, mendirikan/membangun perumahan untuk 50 karyawan pabrik yang luas bangunan a’ 70 M2 sehingga seluruh bangunan perumahan seluas 3.500. M2, dan mendirikan/membangun Gudang Pabrik seluas 2000 M2, serta dalam mengelola perkebunan karet tersebut dengan membeli 2 (dua) unit Mesin Pengasapan karet, membeli 47.000. buah Mangkok Penampung Karet , membeli Pacul 470 Unit , membeli Pisau Deres 470 Unit , membeli Ember Penampung;
Vide Surat Keterangan dari Kepala Desa Tajau Pecah (TURUT TERGUGAT IV), tertanggal 3 Maret 1976, yang menerangkan :
“…tanah perkebunan Karet a quo sejak tahun 1964 sampai dengan dengan keterangan ini di buat belum pernah ditinggalkan, bahwa perkebunan tersebut lengkap pemeliharaannya dan dikerjakan terus menerus…”;
e. Bahwa TERGUGAT I pada tahun 1974 tanpa hak dan melawan hukum telah mengambil paksa menguasai tanah perkebunan karet milik PENGGUGAT tersebut dan membabat/memusnahkan seluruh tanaman karet sejumlah 47.000. (empat puluh tujuh ribu) batang yang berusia 10 (sepuluh) tahun, perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh TERGUGAT I dengan mengatakan bahwa PENGGUGAT tidak punya hak lagi atas tanah perkebunan karet a-quo karena hak PENGGUGAT atas tanah perkebunan karet tersebut telah dibatalkan/dicabut haknya berdasarkan Surat Keputusan Menteri Agraria No. SK/894/Ka tanggal 9 Nopember 1960 yang dikeluarkan/diterbitkan oleh TERGUGAT II, dimana saat perampasan/pengambilan paksa terjadi PENGGUGAT tidak pernah diberikan Surat Keputusan Menteri Agraria tersebut;
Vide Surat Keterangan Badan Arsip Nasional Republik Indonesia tertanggal 3 September 1986 dan tanggal 12 September 1986 yang menyatakan :
“bahwa Surat Keputusan Menteri Agraria No. SK/894/Ka tanggal 9 Nopember 1960 tidak pernah ada terdaftar dalam Surat Keputusan - Surat Keputusan Menteri Agraria RI “;
Vide Surat BPN RI an. Kepala Biro Umum No. 450-150.13-Settama.5 , Tgl. 12 Pebruari 2009, perihal Permohonan Keterangan & FC. SK Menteri Agraria No. 894/Ka Tgl. 9 November 1960, ditujukan kepada Kuasa H. Siradjuddin Sarudji, yang menyatakan :
“… SK Menteri Agraria No.894/Ka belum ditemukan…”
Vide Surat Pernyataan Abdullah Abidin mantan Karyawan dibagian Umum dan Arsip Badan Pertanahan Nasional Propinsi Kalimantan Selatan tanggal 22 Juni 2007 yang menyatakan :
“…Selama bekerja sebagai karyawan Badan Pertanahan Nasional Propinsi Kalimantan Selatan tidak pernah melihat adanya Surat Keputusan Menteri Agraria No. 894/Ka tanggal 9 November 1960…”
Vide Surat Pernyataan Haji Djailani mantan Karyawan Badan Pertanahan Nasional Propinsi Kalimantan Selatan tanggal 6 Agustus 2007 yang menyatakan :
“…Selama bekerja sebagai karyawan Badan Pertanahan Nasional Propinsi Kalimantan Selatan tidak pernah melihat adanya Surat Keputusan Menteri Agraria No. 894/Ka tanggal 9 November 1960…”
f. Bahwa TERGUGAT I, TERGUGAT II, TERGUGAT III, TERGUGAT IV, TERGUGAT V, TERGUGAT VI, TURUT TERGUGAT I, TURUT TERGUGAT II, TURUT TERGUGAT III, TURUT TERGUGAT IV, TURUT TERGUGAT V, telah melakukan perbuatan melawan hukum sehingga PENGGUGAT sudah tepat dan benar mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum ini diajukan dihadapan Pengadilan Negeri Pelaihari
Vide Yurisprudensi Mahkamah Agung RI No. 981K/Sip/1972 tanggal 31 Oktober 1974 yang menyatakan :
“…Berdasarkan Yurisprudensi, perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh pejabat Negara tunduk pada yurisdiksi Pengadilan Negeri…”
Vide Putusan “standard Arrest” dalam perkara Cohen Contra Lindenbaum, tanggal 31 Januari 1919, yang dimaksud perbuatan melanggar hukum adalah terjadinya suatu prilaku yang memenuhi unsur salah satu dari keempat peristiwa sudah cukup untuk menyatakan adanya perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad), keempat peristiwa antara lain :
1. Bertentangan dengan subyektif orang lain;
2. Melanggar hak subyektif orang lain;
3. Melanggar kaidah tata susila;
4. Bertentangan dengan kepantasan ketelitian serta sikap hati-hati yang seharusnya dimilki seseorang dalam pergaulan dengan sesame warga masyarakat atau harta benda orang lain;
3. Bahwa PENGGUGAT menolak dengan tegas dalil eksepsi TERGUGAT IV, yang intinya menyatakan : “…Tentang Gugatan Kurang Pihak…”
Bahwa PENGGUGAT sudah sangat jelas dalam mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum ini di Pengadilan Negeri Pelaihari dengan alasan hukum sebagai berikut :
Bahwa berdasarkan Azas Acara Perdata , Penggugat berwenang untuk menentukan siapa-siapa saja yang akan digugatnya, sebagaimana/sejalan dengan Yurisprudensi Mahkamah Agung RI No. 305 K/Sip/1971 tanggal 16 Juni 1971 dan Yurisprudensi Mahkamah Agung RI No. 966 K/Sip/1974 tanggal 12 Pebruari 1976 dan Yurisprudensi Mahkamag Agung RI No. 244 K/Sip/1959 tanggal 5 Januari 1959;
4. Bahwa PENGGUGAT menolak dengan tegas dalil eksepsi TERGUGAT IV, yang intinya menyatakan: “…tanah terperkara telah lewat waktu…”
Bahwa PENGGUGAT sudah sangat jelas dalam mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum kepada TERGUGAT IV dengan alasan hukum sebagai berikut :
Vide Berdasarkan Pasal 5, Undang-Undang No. 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria yang menyatakan :
“…Hukum Agraria yang berlaku atas bumi,air dan ruang angkasa ialah hukum adat…”
Vide Berdasarkan Yurisprudensi Mahkamah Agung RI No. 916K/Sip/1973 tanggal 19 Desember 1973 yang menyatakan :
“…Dalam hukum adat dengan lewatnya waktu saja hak milik oleh tanah tidak hapus…”
Vide Berdasarkan Yurisprudensi Mahkamah Agung RI No. 457K/Sip/1974 tanggal 9 September 1976 yang menyatakan :
“…Lampau waktu saja tidak menyebabkan hapusnya sesuatu hak…”
Vide Berdasarkan Yurisprudensi Mahkamah Agung RI. No. 157K/Sip/1975 tanggal 18 September 1976 yang menyatakan :
“…Hak Penggugat untuk menggugat tanahnya yang sudah lama dikuasai oleh Tergugat tidak terkena daluwarsa…”
Vide Pasal 1950 KUH Perdata yang menyatakan :
“…Hakim tidak diperbolehkan karena jabatannya menggunakan upaya daluwarsa…”
Bahwa PENGGUGAT sejak diambil dengan paksa hak tanah perkebunan a quo dengan cara hanya ditunjukkan saja Surat Keputusan Menteri Agraria No. 894/Ka tanggal 9 Nopember 1960 telah mengajukan keberatan baik kepada TERGUGAT I,TERGUGAT II,TERGUGAT III,TERGUGAT IV, TERGUGAT V,TERGUGAT VI,TURUT TERGUGAT I,TURUT TERGUGAT II,TURUT TERGUGAT III,TURUT TERGUGAT IV,TURUT TERGUGAT V dan atas keberatan-keberatan PENGGUGAT tersebut oleh TERGUGAT II telah ditanggapi dengan :
1. Surat Departemen Dalam Negeri An. Direktoral Jenderal Agraria No. Dph.12/177/12-78 tanggal 5 Desember 1978, perihal Permohonan ganti rugi bekas Perkebunan Jilatan yang terkena proyek Transmigrasi Tajau Pecah I, yang ditujukan kepada Bapak Gubernur Propinsi Kalimantan Selatan dan Kepala Direktorat Agraria Propinsi Kalimantan Selatan yang isinya :
“…mengadakan penelitian atasnya dan melaporkannya kepada kami dalam waktu sesingkat mungkin…”
2. Surat BPN RI an. Deputi Bidang Hak-Hak tanah No. 570.43-1303-D III.2 Tgl. 7 April 1999, Perihal Pengaduan Permasalahan tanah bekas Hak Erfpacht atas nama H. Siradjuddin Sarudji, ditujukan kepada Kakanwil BPN Propinsi Kalimantan Selatan yang isinya :
“…meminta agar Saudara mengadakan penelitian dan melakukan langkah-langkah penyelesaian sesuai peraturan perundangan yang berlaku, kemudian melaporkan hasilnya kepada kami dalam waktu yang tidak terlalu lama…”
3. Surat BPN RI an. Deputi Bidang Hak Tanah & Pendaftaran Tanah No. 457-310.3-D.II, Tgl. 9 Pebruari 2007, Perihal Permohonan Data Resmi Riwayat Kepemilikan Tanah Atas HGU No. 2/1964,ditujukan kepada Kakanwil BPN Prop. Kalsel yang isinya :
“…mengadakan penelitian atasnya dan melaporkannya kepada kami dalam waktu sesingkat mungkin…”
4. Surat BPN RI an. Direktur Sengketa Pertanahan No. 857-610.3-DV.2, Tgl. 15 Maret 2007, Perihal Permohonan Keterangan ada tau tidaknya surat Keputusan Menteri Agraria No. 894/Ka Tgl. 9 Nopember 1960 yang isinya mencabut Hak Erpacht Verponding No. 162, ditujukan kepada Kakanwil BPN Prop. Kalsel yang isinya :
“…mengadakan penelitian atasnya dan melaporkannya kepada kami dalam waktu sesingkat mungkin…”
5. Surat BPN RI an. Direktur Sengketa Pertanahan No. 1016-620.3-DV.2, Tgl. 3 April 2008, perihal Mohon tondak lanjut tembusan surat Bapak Deputi Bidang Pengkajian & Pengangan Sengketa dan Konflik BPN RI kepada kami No. 857-620.3-DV.2 tertgl. 15 Maret2007, ditujukan kepada Kakanwil BPN Prop. Kalsel yang isinya :
“…mengadakan penelitian atasnya dan melaporkannya kepada kami dalam waktu sesingkat mungkin…”
6. Surat BPN RI an. Deputi Bidang Hak Tanah & Pendaftaran Tanah No. 481-310.3-D.II , Tgl. 16 Pebruari 2009, Perihal Masalah Tanah Perkebunan HGU No. 2/1964 Tgl. 15 April 1964 & SK. Menteri Agraria No. 894/Ka Tgl. 9 November 1960, ditujukan kepada Kakanwil BPN Prop. Kalsel yang isinya :
“…mengadakan penelitian atasnya dan melaporkannya kepada kami dalam waktu sesingkat mungkin…”
Vide Yurisprudensi Mahkamah Agung RI No. 70 K/Sip/1959 tanggal 7 Maret 1959 yang menyatakan :
“…Hak pemilik untuk menuntut penyerahan pekarangan dan rumah itu tidaklah kadaluarsa. Karena sebelum itu ia telah berulang kali meminta penyerahan kembali pekarangan dan rumahnya itu, sehingga oleh karenanya daluarsa telah tertahan (gestuit)…”
Berdasarkan uraian-uraian tersebut diatas, PENGGUGAT mohon kepada Majelis Hakim yang memeriksa perkara a quo untuk menolak eksepsi TERGUGAT IV tersebut;
II. DALAM POKOK PERKARA.
1. Bahwa hal-hal yang diuraikan pada bagian eksepsi diatas, mohon dianggap sebagai bagian yang tak terpisahkan dari pokok perkara ini;
2. Bahwa PENGGUGAT menolak dengan tegas dalil-dalil TERGUGAT IV dalam jawabannya, kecuali yang diakui kebenarannya secara tegas oleh PENGGUGAT;
3. Bahwa tidak benar dalil TERGUGAT IV dalam jawabannya pada hal. 5. angka 3, haruslah ditolak.
Yang benar adalah :
Bahwa tanah perkebunan karet A quo milik PENGGUGAT mempunyai alas hak yakni Sertifikat Hak Guna Usaha No. 2 tanggal 15 April 1964 atas nama NV. Perkebunan dan Pengangkutan ‘SAM HOO’, dimana sebelumnya telah pula dilakukan pengukuran sebagaimana Peta Gambar Tanah salinan dari Surat Ukur No. 15/1935 pada tanggal 15 April 1964;
Peraturan Pemerintah No. 10/1961 Jo Peraturan Pemerintah No. 24/1997 Tentang Pendaftaran Tanah pada Pasal 4 ayat 1 menyatakan :
“…untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 huruf a kepada pemegang hak yang bersangkutan diberikan sertifikat hak atas tanah…”
Bahwa TERGUGAT IV telah melakukan perbuatan melawan hukum dengan mengambil paksa hak PENGGUGAT atas tanah perkebunan karet a quo padahal TERGUGAT IV sangat paham dan mengetahui bahwa ada produk hukum yang lebih tinggi yakni Undang-Undang No. 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria telah berlaku/diundangkan pada tanggal 24 September 1960 sehingga pencabutan hak atas tanah perkebunan karet milik PENGGUGAT tersebut sangat merugikan hak PENGGUGAT ;
Untuk itu PENGGUGAT mensomir TERGUGAT I untuk menunjukkan keaslian dan syahnya demi hukum dari Surat Keputusan Menteri Agraria No. SK/894/Ka tanggal 9 Nopember 1960;
Vide Surat Keterangan Badan Arsip Nasional Republik Indonesia tertanggal 3 September 1986 dan tanggal 12 September 1986 yang menyatakan :
“bahwa Surat Keputusan Menteri Agraria No. SK/894/Ka tanggal 9 Nopember 1960 tidak pernah ada terdaftar dalam Surat Keputusan - Surat Keputusan Menteri Agraria RI “;
Vide Surat BPN RI an. Kepala Biro Umum No. 450-150.13-Settama.5 , Tgl. 12 Pebruari 2009, perihal Permohonan Keterangan & FC. SK Menteri Agraria No. 894/Ka Tgl. 9 November 1960, ditujukan kepada Kuasa H. Siradjuddin Sarudji, yang menyatakan :
“… SK Menteri Agraria No.894/Ka belum ditemukan…”
Vide Surat Pernyataan Abdullah Abidin mantan Karyawan dibagian Umum dan Arsip Badan Pertanahan Nasional Propinsi Kalimantan Selatan tanggal 22 Juni 2007 yang menyatakan :
“…Selama bekerja sebagai karyawan Badan Pertanahan Nasional Propinsi Kalimantan Selatan tidak pernah melihat adanya Surat Keputusan Menteri Agraria No. 894/Ka tanggal 9 November 1960…”
Vide Surat Pernyataan Haji Djailani mantan Karyawan Badan Pertanahan Nasional Propinsi Kalimantan Selatan tanggal 6 Agustus 2007 yang menyatakan :
“…Selama bekerja sebagai karyawan Badan Pertanahan Nasional Propinsi Kalimantan Selatan tidak pernah melihat adanya Surat Keputusan Menteri Agraria No. 894/Ka tanggal 9 November 1960…”
Bahwa atas penerbitan Sertifikat Hak Guna Usaha No. 2 tanggal 15 April 1964 telah diperkuat dan diakui syah demi hukum oleh TERGUGAT IV dan TERGUGAT VI berdasarkan:
a. Surat Keterangan Departemen Dalam Negeri Kepala Direktorat Agraria Propinsi Kalimantan Selatan No. 01/P.T./1976 tanggal 9 Januari 1976 yang menerangkan :
“…sampai saat ini terdaftar atas nama PT. NV. SAM HOO dengan sertifikat Hak Guna Usaha No. 2 tanggal 15 April 1964, tanah ini bekas Hak Erfpacht Verponding No. 162…”
b. Surat Badan Pertanahan Nasional Propinsi Kalimantan Selatan No. 540/358/BPN-43 tanggal 13 Juni 2006 perihal Permohonan Surat Kepemilikan Tanah dan Riwayat Kepemilikan Tanah atas HGU No. 2/1964 yang isinya :
“…menguatkan Surat Keterangan Departemen Dalam Negeri Kepala Direktorat Agraria Propinsi Kalimantan Selatan No. 01/P.T./1976 tanggal 9 Januari 1976…”
c. Surat Badan Pertanahan Nasional Kantor Pertanahan Kabupaten Tanah Laut No. 540/60/KPT-08 tanggal 12 Pebruari 2007 yang isinya :
“…Berdasarkan Surat Kepala Kantor Wilayah BPN Propinsi Kalimantan Selatan No. 540/358/BPN-43 tanggal 13 Juni 2006 jo Surat Keterangan Departemen Dalam Negeri Kepala Direktorat Agraria Propinsi Kalimantan Selatan No. 01/P.T. /1976 tanggal 9 Januari 1976 diperoleh data bahwa sertifikat HGU No. 2/1964 masih tercatat atas nama PT.NV.Perkebunan dan Pengangkutan SAM HOO..”;
Bahwa Pengugat sejak pengambilan paksa tanah perkebunan a quo dengan cara hanya ditunjukkan saja Surat Keputusan Menteri Agraria No. 894/Ka tanggal 9 Nopember 1960 telah mengajukan keberatan baik kepada TERGUGAT II dan TERGUGAT IV dan TERGUGAT VI dimana keberatan-keberatan PENGGUGAT tersebut oleh TERGUGAT I ditanggapi dengan :
1. Surat Departemen Dalam Negeri An. Direktoral Jenderal Agraria No. Dph.12/177/12-78 tanggal 5 Desember 1978, perihal Permohonan ganti rugi bekas Perkebunan Jilatan yang terkena proyek Transmigrasi Tajau Pecah I, yang ditujukan kepada Bapak Gubernur Propinsi Kalimantan Selatan dan Kepala Direktorat Agraria Propinsi Kalimantan Selatan yang isinya :
“…mengadakan penelitian atasnya dan melaporkannya kepada kami dalam waktu sesingkat mungkin…”
2. Surat BPN RI an. Deputi Bidang Hak-Hak tanah No. 570.43-1303-D III.2 Tgl. 7 April 1999, Perihal Pengaduan Permasalahan tanah bekas Hak Erfpacht atas nama H. Siradjuddin Sarudji, ditujukan kepada Kakanwil BPN Propinsi Kalimantan Selatan yang isinya :
“…meminta agar Saudara mengadakan penelitian dan melakukan langkah-langkah penyelesaian sesuai peraturan perundangan yang berlaku, kemudian melaporkan hasilnya kepada kami dalam waktu yang tidak terlalu lama…”
3. Surat BPN RI an. Deputi Bidang Hak Tanah & Pendaftaran Tanah No. 457-310.3-D.II, Tgl. 9 Pebruari 2007, Perihal Permohonan Data Resmi Riwayat Kepemilikan Tanah Atas HGU No. 2/1964,ditujukan kepada Kakanwil BPN Prop. Kalsel yang isinya :
“…mengadakan penelitian atasnya dan melaporkannya kepada kami dalam waktu sesingkat mungkin…”
4. Surat BPN RI an. Direktur Sengketa Pertanahan No. 857-610.3-DV.2, Tgl. 15 Maret 2007, Perihal Permohonan Keterangan ada tau tidaknya surat Keputusan Menteri Agraria No. 894/Ka Tgl. 9 Nopember 1960 yang isinya mencabut Hak Erpacht Verponding No. 162, ditujukan kepada Kakanwil BPN Prop. Kalsel yang isinya :
“…mengadakan penelitian atasnya dan melaporkannya kepada kami dalam waktu sesingkat mungkin…”
5. Surat BPN RI an. Direktur Sengketa Pertanahan No. 1016-620.3-DV.2, Tgl. 3 April 2008, perihal Mohon tondak lanjut tembusan surat Bapak Deputi Bidang Pengkajian & Pengangan Sengketa dan Konflik BPN RI kepada kami No. 857-620.3-DV.2 tertgl. 15 Maret2007, ditujukan kepada Kakanwil BPN Prop. Kalsel yang isinya :
“…mengadakan penelitian atasnya dan melaporkannya kepada kami dalam waktu sesingkat mungkin…”
6. Surat BPN RI an. Deputi Bidang Hak Tanah & Pendaftaran Tanah No. 481-310.3-D.II , Tgl. 16 Pebruari 2009, Perihal Masalah Tanah Perkebunan HGU No. 2/1964 Tgl. 15 April 1964 & SK. Menteri Agraria No. 894/Ka Tgl. 9 November 1960, ditujukan kepada Kakanwil BPN Prop. Kalsel yang isinya :
“…mengadakan penelitian atasnya dan melaporkannya kepada kami dalam waktu sesingkat mungkin…”
Vide Yurisprudensi Mahkamah Agung RI No. 677K/Sip/1972 tanggal 30 April 1973 yang menyatakan :
“…Apa yang diakui, setidak-tidaknya tidak disangkal oleh Para Pihak, maka kebenarannya tidak dapat dibantah…”
4. Bahwa tidak benar dalil TERGUGAT IV dalam jawabannya pada hal. 6. angka 4. haruslah ditolak.
Yang benar adalah :
Bahwa Sertifikat Hak Guna Usaha No. 2/1964 terbit pada tanggal 15 April 1964 yang diterbitkan oleh TERGUGAT IV dan berlaku sampai dengan tanggal 24 September 1980;
Vide Peraturan Pemerintah No. 10/1961 Jo Peraturan Pemerintah No. 24/1997 Tentang Pendaftaran Tanah pada Pasal 4 ayat 1 menyatakan :
“…untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 huruf a kepada pemegang hak yang bersangkutan diberikan sertifikat hak atas tanah…”
Bahwa atas penerbitan Sertifikat Hak Guna Usaha No. 2 tanggal 15 April 1964 telah diperkuat dan diakui syah demi hukum oleh TERGUGAT IV dan TERGUGAT VI berdasarkan:
a. Surat Keterangan Departemen Dalam Negeri Kepala Direktorat Agraria Propinsi Kalimantan Selatan No. 01/P.T./1976 tanggal 9 Januari 1976 yang menerangkan :
“…sampai saat ini terdaftar atas nama PT. NV. SAM HOO dengan sertifikat Hak Guna Usaha No. 2 tanggal 15 April 1964, tanah ini bekas Hak Erfpacht Verponding No. 162…”
b. Surat Badan Pertanahan Nasional Propinsi Kalimantan Selatan No. 540/358/BPN-43 tanggal 13 Juni 2006 perihal Permohonan Surat Kepemilikan Tanah dan Riwayat Kepemilikan Tanah atas HGU No. 2/1964 yang isinya :
“…menguatkan Surat Keterangan Departemen Dalam Negeri Kepala Direktorat Agraria Propinsi Kalimantan Selatan No. 01/P.T./1976 tanggal 9 Januari 1976…”
c. Surat Badan Pertanahan Nasional Kantor Pertanahan Kabupaten Tanah Laut No. 540/60/KPT-08 tanggal 12 Pebruari 2007 yang isinya :
“…Berdasarkan Surat Kepala Kantor Wilayah BPN Propinsi Kalimantan Selatan No. 540/358/BPN-43 tanggal 13 Juni 2006 jo Surat Keterangan Departemen Dalam Negeri Kepala Direktorat Agraria Propinsi Kalimantan Selatan No. 01/P.T. /1976 tanggal 9 Januari 1976 diperoleh data bahwa sertifikat HGU No. 2/1964 masih tercatat atas nama PT.NV.Perkebunan dan Pengangkutan SAM HOO..”;
Bahwa Surat Keputusan Menteri Agraria No. SK.894/Ka tanggal 9 Nopember 1960 tidak ada karena bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi tingkatannnya yakni Undang-Undang No.5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria yang berlaku bagi seluruh rakyat Indonesia pada tanggal 24 September 1960;
Untuk itu PENGGUGAT mensomir TERGUGAT IV untuk menunjukkan keaslian dan syahnya demi hukum dari Surat Keputusan Menteri Agraria No. SK/894/Ka tanggal 9 Nopember 1960;
5. Bahwa tidak benar dalil TERGUGAT IV dalam jawabannya pada hal. 6. angka 5. haruslah ditolak.
Yang benar adalah :
Bahwa PENGGUGAT pemilik dan pengelola tanah perkebunan karet a quo sejak tanggal 9 Mei 1964 telah mengelola/menanami sejumlah 47.000. (empat puluh tujuh ribu) batang pohon karet, mendirikan/membangun Kantor dengan luas bangunan 1000M2, mendirikan/membangun perumahan untuk 50 karyawan pabrik yang luas bangunan a’ 70 M2 sehingga seluruh bangunan perumahan seluas 3.500. M2, dan mendirikan/membangun Gudang Pabrik seluas 2000 M2, serta dalam mengelola perkebunan karet tersebut dengan membeli 2 (dua) unit Mesin Pengasapan karet, membeli 47.000. buah Mangkok Penampung Karet , membeli Pacul 470 Unit , membeli Pisau Deres 470 Unit , membeli Ember Penampung;
Vide Surat Keterangan dari Kepala Desa Tajau Pecah (TURUT TERGUGAT IV), tertanggal 3 Maret 1976, yang menerangkan :
“…tanah perkebunan Karet a quo sejak tahun 1964 sampai dengan dengan keterangan ini di buat belum pernah ditinggalkan, bahwa perkebunan tersebut lengkap pemeliharaannya dan dikerjakan terus menerus…”;
6. Bahwa tidak benar dalil TERGUGAT IV dalam jawabannya pada hal. 7. angka 6. haruslah ditolak.
Yang benar adalah :
Bahwa Sertifikat Hak Guna Usaha No. 2/1964 terbit pada tanggal 15 April 1964 yang diterbitkan oleh TERGUGAT IV dan berlaku sampai dengan tanggal 24 September 1980;
Vide Peraturan Pemerintah No. 10/1961 Jo Peraturan Pemerintah No. 24/1997 Tentang Pendaftaran Tanah pada Pasal 4 ayat 1 menyatakan :
“…untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 huruf a kepada pemegang hak yang bersangkutan diberikan sertifikat hak atas tanah…”
Bahwa atas penerbitan Sertifikat Hak Guna Usaha No. 2 tanggal 15 April 1964 telah diperkuat dan diakui syah demi hukum oleh TERGUGAT IV dan TERGUGAT VI berdasarkan:
a. Surat Keterangan Departemen Dalam Negeri Kepala Direktorat Agraria Propinsi Kalimantan Selatan No. 01/P.T./1976 tanggal 9 Januari 1976 yang menerangkan :
“…sampai saat ini terdaftar atas nama PT. NV. SAM HOO dengan sertifikat Hak Guna Usaha No. 2 tanggal 15 April 1964, tanah ini bekas Hak Erfpacht Verponding No. 162…”
b. Surat Badan Pertanahan Nasional Propinsi Kalimantan Selatan No. 540/358/BPN-43 tanggal 13 Juni 2006 perihal Permohonan Surat Kepemilikan Tanah dan Riwayat Kepemilikan Tanah atas HGU No. 2/1964 yang isinya :
“…menguatkan Surat Keterangan Departemen Dalam Negeri Kepala Direktorat Agraria Propinsi Kalimantan Selatan No. 01/P.T./1976 tanggal 9 Januari 1976…”
c. Surat Badan Pertanahan Nasional Kantor Pertanahan Kabupaten Tanah Laut No. 540/60/KPT-08 tanggal 12 Pebruari 2007 yang isinya :
“…Berdasarkan Surat Kepala Kantor Wilayah BPN Propinsi Kalimantan Selatan No. 540/358/BPN-43 tanggal 13 Juni 2006 jo Surat Keterangan Departemen Dalam Negeri Kepala Direktorat Agraria Propinsi Kalimantan Selatan No. 01/P.T. /1976 tanggal 9 Januari 1976 diperoleh data bahwa sertifikat HGU No. 2/1964 masih tercatat atas nama PT.NV.Perkebunan dan Pengangkutan SAM HOO..”;
Bahwa Surat Keputusan Menteri Agraria No. SK.894/Ka tanggal 9 Nopember 1960 tidak ada karena bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi tingkatannya dan lebih dahulu berlaku yakni Undang-Undang No.5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria yang berlaku bagi seluruh rakyat Indonesia pada tanggal 24 September 1960;
Untuk itu PENGGUGAT mensomir TERGUGAT IV untuk menunjukkan keaslian dan syahnya demi hukum dari Surat Keputusan Menteri Agraria No. SK/894/Ka tanggal 9 Nopember 1960;
Vide Pasal 18 Undang-Undang No. 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria menyatakan :
“…Untuk kepentingan umum, termasuk kepentingan bangsa dan negara serta kepentingan bersama dari rakyat, hak-hak atas tanah dapat dicabut, dengan memberi ganti kerugian yang layak dan dan menurut cara yang diatur dengan Undang-Undang…”
Bahwa sehingga pengambilan paksa/menguasai/memilik tanah perkebunan karet a quo oleh TERGUGAT I dan TERGUGAT II adalah perbuatan yang melanggar hukum serta pengambilan paksa tersebut telah melanggar / bertentangan dengan norma-norma hukum dan menguasai/memiliki sesuatu tanpa hak adalah kesalahan sehingga mengakibatkan PENGGUGAT mengalami kerugian atas diambil paksanya hak PENGGUGAT atas tanah perkebunan karet a quo;
Pasal 6 Undang-Undang No. 20 Tahun 1961 Tentang Pencabutan Hak-Hak Atas Tanah dan/atau benda-benda yang ada diatasnya menyatakan :
“…Penguasaan tanah dan atau benda yang bersangkutan baru dapat dilakukan setelah ada Surat keputusan Pencabutan Hak dari Presiden…”
7. Bahwa tidak benar dalil TERGUGAT IV dalam jawabannya pada hal. 8. angka 8 haruslah ditolak.
Yang benar adalah :
Bahwa PENGGUGAT pengambilan paksa atas tanah perkebunan karet a quo oleh TERGUGAT I,TERGUGAT II,TERGUGAT III,TERGUGAT IV, TERGUGAT V,TERGUGAT VI,TURUT TERGUGAT I,TURUT TERGUGAT II,TURUT TERGUGAT III,TURUT TERGUGAT IV,TURUT TERGUGAT V, telah mendatangkan kerugian bagi PENGGUGAT karena telah diambil dengan paksa dan sewenang-wenang hak PENGGUGAT atas tanah perkebunan karet a quo;
Vide Pendapat/ doktrin Ahli Hukum Dr. Munir Fuady,SH.,MH.,LL.M., dalam bukunya yang berjudul “Perbuatan Melawan Hukum (Pendekatan Kotemporer)”, Bandung, PT. Citra Aditya Bakti, 2002, halaman 10, menyatakan :
“Sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 1365 KUHPerdata, maka suatu perbuatan melawan hukum haruslah mengandung unsur-unsur sebagai berikut :
- Adanya suatu perbuatan;
- Perbuatan tersebut melawan hukum;
- Adanya kesalahan dari para pihak;
- Adanya kerugian bagi korban;
- Adanya hubungan kausal antara perbuatan dengan kerugian;
Vide Putusan “standard Arrest” dalam perkara Cohen Contra Lindenbaum, tanggal 31 Januari 1919, yang dimaksud perbuatan melanggar hukum adalah terjadinya suatu prilaku yang memenuhi unsur salah satu dari keempat peristiwa sudah cukup untuk menyatakan adanya perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad), keempat peristiwa antara lain :
1. Bertentangan dengan subyektif orang lain;
2. Melanggar hak subyektif orang lain;
3. Melanggar kaidah tata susila;
4. Bertentangan dengan kepantasan ketelitian serta sikap hati-hati yang seharusnya dimilki seseorang dalam pergaulan dengan sesame warga masyarakat atau harta benda orang lain;
Vide Pasal 1365 KUH Perdata, yang menyatakan sebagai berikut :
“…Tindakan perbuatan Melawan Hukum, yang membawa kerugian kepada seseorang lain mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, untuk mengganti kerugian tersebut..”
Maka : Berdasarkan alasan-alasan tersebut diatas PENGGUGAT mohon kepada Ketua/Majelis Hakim yang menerima, memeriksa dan mengadili perkara ini berkenan menjatuhkan putusan sebagai berikut :
- Persistit (tetap pada gugatan semula)
TERHADAP TERGUGAT V;
I. DALAM EKSEPSI
1. Bahwa PENGGUGAT tetap pada dalil gugatannya semula dan menolak seluruh dalil-dalil eksepsi TERGUGAT V secara tegas kecuali hal-hal yang secara tegas (expressis verbis) diakui oleh PENGGUGAT;
2. Bahwa PENGGUGAT menolak dengan tegas dalil eksepsi TERGUGAT V, yang intinya menyatakan : “…Gugatan Penggugat Salah Alamat…”
Bahwa PENGGUGAT dalam mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum ini dengan alasan hukum sebagai berikut :
a. Bahwa PENGGUGAT adalah pemilik dan Pengelola lahan Perkebunan Karet seluas 235 Ha yang terletak di wilayah hukum Desa JILATAN dan Desa TAJAU PECAH, Kecamatan Jorong, Kabupaten Tanah Laut, Kalimantan Selatan yang dahulu mempunyai alas hak hukum yakni Hak Erfpacht Verponding No. 162 atas nama NV. Perkebunan dan Pengangkutan ‘SAM HOO’ yang mana alas hak tersebut bila tidak ada peraturan perundangan tentang konversi hak – hak barat baru akan berakhir haknya pada tanggal 30 Juli 2010;
b. Bahwa sesuai dengan peraturan tentang konversi Hak barat yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria yang diundangkan dan berlaku sejak tanggal 24 September 1960, maka NV. Perkebunan dan Pengangkutan ‘SAM HOO’ telah mengajukan permohonan hak kepada TERGUGAT IV yang kemudian oleh TERGUGAT IV telah dilakukan pengukuran ulang dengan diterbitkan Peta Gambar Tanah salinan dari Surat Ukur No. 15/1935 pada tanggal 15 April 1964;
Vide Pendapat ahli hukum Effendi Perangin-angin,SH., Hukum Agraria di Indonesia, Penerbit Rajawali, tahun 1989, halaman 104, yang menyatakan :
“…Surat-surat ukur itu diberi bertanggal dan bernomor urut menurut tahun pembuatannya. Biasanya cukup disebut nomor dan tahunnya, misalnya “S.U. No.382 tahun 1965” (pasal 3,4,6 dan 11 PP. No.11/1961)…”
Bahwa TERGUGAT IV telah menerbitkan Sertifikat Hak Guna Usaha No. 2 tanggal 15 April 1964 dengan pemegang hak NV. Perkebunan dan Pengangkutan ‘SAM HOO’, dimana sertifikat Hak Guna Usaha tersebut baru akan berakhir haknya pada 24 September 1980;
Vide Peraturan Pemerintah No. 10/1961 Tentang Pendaftaran Tanah Jo Peraturan Pemerintah No. 24/1997 Tentang Pendaftaran Tanah pada Pasal 4 ayat 1 menyatakan :
“…untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 huruf a kepada pemegang hak yang bersangkutan diberikan sertifikat hak atas tanah…”
c. Bahwa PENGGUGAT kemudian telah membeli tanah perkebunan karet tersebut dari NV. Perkebunan dan Pengangkutan ‘SAM HOO’ dengan dasar Akta Jual Beli No. 2/1964 tanggal 9 Mei 1964 yang dibuat dihadapan Assisten Wedana / Camat Jorong selaku PPAT;
Vide Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria pada Pasal 28 ayat 3, yang menyatakan :
“…Hak Guna Usaha dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain…”
Bahwa Akta Jual Beli a-quo ditegaskan/dibenarkan lagi oleh TURUT TERGUGAT II dengan memberikan Surat Keterangan Nomor 047/TL/JRG/VI/2005 tertanggal 10 Juni 2005 yang menyatakan :
“…benar sesuai arsip yang ada di kantor kecamatan Jorong telah terjadi Jual beli sebagai mana Akta Jual beli No. 2/1964 tanggal 9 Mei 1964 diketahui dan disyahkan oleh Camat Jorong atau Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)…”
Pasal 19, PP No. 10/1961 Tentang Pendaftaran Tanah Jo Pasal 1 Peraturan Menteri Agraria No. 10 Tahun 1961 Tentang Penunjukkan Pejabat yang dimaksud dalam Pasal 19 PP No. 10/1961 tantang Pendaftaran Tanah serta Hak dan Kewajibannya Jo Surat Edaran Departemen Pertanian dan Agraria No. Unda 1/2/8 Penjelasan Pasal 5 Peraturan Menteri Agaria No. 10/1961 Tanggal 21 April 1962 yang menyatakan :
“…Jadi teranglah bahwa apabila untuk sesuatu kecamatan belum di tunjuk seorang pejabat khusus, maka Asisten Wedana “ambsthalve” menjadi “Pejabat Pembuat Akta Tanah”, artinya tanpa memerlukan surat keputusan pengangkatan dari Menteri Pertanian/Agararia…”
Vide Berdasarkan pasal 1870 KUH Perdata yang menyatakan :
“ Suatu akta otentik memberikan diantara para pihak beserta ahliwarisnya-ahliwarisnya atau orang-orang yang mendapat hak daripada mereka, suatu bukti yang sempurna tentang apa yang dimuat didalamnya “
Vide Yurisprudensi Mahkamah Agung RI No. 992K/Sip/1979 tanggal 14 April 1980 yang menyatakan :
“…Semenjak Akta Jual Beli ditanda tangani di depan Pejabat Pembantu Akta Tanah hak milik atas tanah yang dijual beralih kepada pembeli…”
d. Bahwa PENGGUGAT sejak Mei 1964 diatas lahan perkebunan karet seluas 235 Ha miliknya tersebut telah mengelola/menanami sejumlah 47.000. (empat puluh tujuh ribu) batang pohon karet, mendirikan/membangun Kantor dengan luas bangunan 1000M2, mendirikan/membangun perumahan untuk 50 karyawan pabrik yang luas bangunan a’ 70 M2 sehingga seluruh bangunan perumahan seluas 3.500. M2, dan mendirikan/membangun Gudang Pabrik seluas 2000 M2, serta dalam mengelola perkebunan karet tersebut dengan membeli 2 (dua) unit Mesin Pengasapan karet, membeli 47.000, buah Mangkok Penampung Karet , membeli Pacul 470 Unit , membeli Pisau Deres 470 Unit , membeli Ember Penampung;
Vide Surat Keterangan dari Kepala Desa Tajau Pecah (TURUT TERGUGAT IV), tertanggal 3 Maret 1976, yang menerangkan :
“…tanah perkebunan Karet a quo sejak tahun 1964 sampai dengan dengan keterangan ini di buat belum pernah ditinggalkan, bahwa perkebunan tersebut lengkap pemeliharaannya dan dikerjakan terus menerus…”;
e. Bahwa TERGUGAT I pada tahun 1974 tanpa hak dan melawan hukum telah mengambil paksa dan menguasai tanah perkebunan karet milik PENGGUGAT tersebut dan membabat/memusnahkan seluruh tanaman karet sejumlah 47.000. (empat puluh tujuh ribu) batang yang berusia 10 (sepuluh) tahun, perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh TERGUGAT I dengan mengatakan bahwa PENGGUGAT tidak punya hak lagi atas tanah perkebunan karet a-quo karena hak PENGGUGAT atas tanah perkebunan karet tersebut telah dibatalkan/dicabut haknya berdasarkan Surat Keputusan Menteri Agraria No. SK/894/Ka tanggal 9 Nopember 1960 yang dikeluarkan/diterbitkan oleh TERGUGAT II, dimana saat perampasan/pengambilan paksa terjadi PENGGUGAT tidak pernah diberikan Surat Keputusan Menteri Agraria tersebut;
Untuk itu PENGGUGAT mensomir TERGUGAT V untuk menunjukkan keaslian dan syahnya demi hukum dari Surat Keputusan Menteri Agraria No. SK/894/Ka tanggal 9 Nopember 1960;
f. Bahwa Perbuatan melawan hukum TERGUGAT I,TERGUGAT II, TERGUGAT III, TERGUGAT IV, TERGUGAT V, TERGUGAT VI, TURUT TERGUGAT I, TURUT TERGUGAT II,TURUT TERGUGAT III,TURUT TERGUGAT IV, TURUT TERGUGAT V yang telah mengambil paksa/menguasai/menggunakan tanah perkebunan karet seluas 235 milik PENGGUGAT tanpa adanya dasar hukum yang jelas;
Vide Yurisprudensi Mahkamah Agung RI No. 981K/Sip/1972 tanggal 31 Oktober 1974 yang menyatakan :
“…Berdasarkan Yurisprudensi, perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh pejabat Negara tunduk pada yurisdiksi Pengadilan Negeri…”
g. Bahwa atas pengambilan paksa tanah perkebunan karet A quo mendatangkan kerugian bagi hak PENGGUGAT sehingga sudah tepat dan benar PENGGUGAT mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum ini dihadapan Pengadilan Negeri Pelaihari;
Vide Pendapat/ doktrin Ahli Hukum Dr. Munir Fuady,SH.,MH.,LL.M., dalam bukunya yang berjudul “Perbuatan Melawan Hukum (Pendekatan Kotemporer)”, Bandung, PT. Citra Aditya Bakti, 2002, halaman 10, menyatakan :
“Sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 1365 KUHPerdata, maka suatu perbuatan melawan hukum haruslah mengandung unsur-unsur sebagai berikut :
- Adanya suatu perbuatan;
- Perbuatan tersebut melawan hukum;
- Adanya kesalahan dari para pihak;
- Adanya kerugian bagi korban;
- Adanya hubungan kausal antara perbuatan dengan kerugian;
Vide Putusan “standard Arrest” dalam perkara Cohen Contra Lindenbaum, tanggal 31 Januari 1919, yang dimaksud perbuatan melanggar hukum adalah terjadinya suatu prilaku yang memenuhi unsur salah satu dari keempat peristiwa sudah cukup untuk menyatakan adanya perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad), keempat peristiwa antara lain :
1. Bertentangan dengan subyektif orang lain;
2. Melanggar hak subyektif orang lain;
3. Melanggar kaidah tata susila;
4. Bertentangan dengan kepantasan ketelitian serta sikap hati-hati yang seharusnya dimilki seseorang dalam pergaulan dengan sesame warga masyarakat atau harta benda orang lain;
Vide Pasal 1365 KUH Perdata, yang menyatakan :
“…Tindakan perbuatan Melawan Hukum, yang membawa kerugian kepada seseorang lain mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, untuk mengganti kerugian tersebut..”
Berdasarkan uraian-uraian tersebut diatas, PENGGUGAT mohon kepada Majelis Hakim yang memeriksa perkara a quo untuk menolak eksepsi TERGUGAT V tersebut;
II. DALAM POKOK PERKARA.
1. Bahwa hal-hal yang diuraikan pada bagian eksepsi diatas, mohon dianggap sebagai bagian yang tak terpisahkan dari pokok perkara ini;
2. Bahwa PENGGUGAT menolak dengan tegas dalil-dalil TERGUGAT V dalam jawabannya, kecuali yang diakui kebenarannya secara tegas oleh PENGGUGAT;
3. Bahwa tidak benar dalil TERGUGAT V dalam jawabannya pada hal. 2. angka 2, haruslah ditolak.
Yang benar adalah :
Bahwa TERGUGAT I pada tahun 1974 tanpa hak dan melawan hukum telah mengambil paksa dan menguasai tanah perkebunan karet a quo tanpa dasar hukum yang jelas karena saat perampasan/pengambilan paksa terjadi PENGGUGAT tidak pernah diberikan Surat Keputusan Menteri Agraria tersebut yaitu ;
Surat Keputusan Menteri Agraria No. SK/894/Ka tanggal 9 Nopember 1960;
Untuk itu PENGGUGAT mensomir TERGUGAT I untuk menunjukkan keaslian dan syahnya demi hukum dari Surat Keputusan Menteri Agraria No. SK/894/Ka tanggal 9 Nopember 1960;
Bahwa TERGUGAT IV telah menerbitkan Sertifikat Hak Guna Usaha No. 2 tanggal 15 April 1964 dengan pemegang hak NV. Perkebunan dan Pengangkutan ‘SAM HOO’, dimana sertifikat Hak Guna Usaha tersebut baru akan berakhir haknya pada 24 September 1980;
Vide Peraturan Pemerintah No. 10/1961 Tentang Pendaftaran Tanah Jo Peraturan Pemerintah No. 24/1997 Tentang Pendaftaran Tanah pada Pasal 4 ayat 1 menyatakan :
“…untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 huruf a kepada pemegang hak yang bersangkutan diberikan sertifikat hak atas tanah…”
Bahwa PENGGUGAT kemudian telah membeli tanah perkebunan karet tersebut dari NV. Perkebunan dan Pengangkutan ‘SAM HOO’ dengan dasar Akta Jual Beli No. 2/1964 tanggal 9 Mei 1964 yang dibuat dihadapan Assisten Wedana / Camat Jorong selaku PPAT, tentang Akta Jual Beli a-quo ditegaskan/dibenarkan lagi oleh TURUT TERGUGAT II dengan memberikan Surat Keterangan Nomor 047/TL/JRG/VI/2005 tertanggal 10 Juni 2005 yang menyatakan :
“…benar sesuai arsip yang ada di kantor kecamatan Jorong telah terjadi Jual beli sebagai mana Akta Jual beli No. 2/1964 tanggal 9 Mei 1964 diketahui dan disyahkan oleh Camat Jorong atau Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)…”
Vide Berdasarkan pasal 1870 KUH Perdata yang menyatakan :
“ Suatu akta otentik memberikan diantara para pihak beserta ahliwarisnya-ahliwarisnya atau orang-orang yang mendapat hak daripada mereka, suatu bukti yang sempurna tentang apa yang dimuat didalamnya “
Vide Yurisprudensi Mahkamah Agung RI No. 992K/Sip/1979 tanggal 14 April 1980 yang menyatakan :
“…Semenjak Akta Jual Beli ditanda tangani di depan Pejabat Pembantu Akta Tanah hak milik atas tanah yang dijual beralih kepada pembeli…”
Bahwa PENGGUGAT jelas dan tegas adalah pihak korban yang dirugikan sehingga mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum ini / perkara a quo, dimana hak PENGGUGAT atas tanah perkebunan karet A quo telah diambil dengan paksa padahal TERGUGAT IV dan TERGUGAT VI telah pula mengeluarkan surat keterangan antara lain :
a. Surat Keterangan Departemen Dalam Negeri Kepala Direktorat Agraria Propinsi Kalimantan Selatan No. 01/P.T./1976 tanggal 9 Januari 1976 yang menerangkan :
“…sampai saat ini terdaftar atas nama PT. NV. SAM HOO dengan sertifikat Hak Guna Usaha No. 2 tanggal 15 April 1964, tanah ini bekas Hak Erfpacht Verponding No. 162…”
b. Surat Badan Pertanahan Nasional Propinsi Kalimantan Selatan No. 540/358/BPN-43 tanggal 13 Juni 2006 perihal Permohonan Surat Kepemilikan Tanah dan Riwayat Kepemilikan Tanah atas HGU No. 2/1964 yang isinya :
“…menguatkan Surat Keterangan Departemen Dalam Negeri Kepala Direktorat Agraria Propinsi Kalimantan Selatan No. 01/P.T./1976 tanggal 9 Januari 1976…”
c. Surat Badan Pertanahan Nasional Kantor Pertanahan Kabupaten Tanah Laut No. 540/60/KPT-08 tanggal 12 Pebruari 2007 yang isinya :
“…Berdasarkan Surat Kepala Kantor Wilayah BPN Propinsi Kalimantan Selatan No. 540/358/BPN-43 tanggal 13 Juni 2006 jo Surat Keterangan Departemen Dalam Negeri Kepala Direktorat Agraria Propinsi Kalimantan Selatan No. 01/P.T./1976 tanggal 9 Januari 1976 diperoleh data bahwa sertifikat HGU No. 2/1964 masih tercatat atas nama PT.NV.Perkebunan dan Pengakutan SAM HOO.
Bahwa pengambilan paksa atas tanah perkebunan karet a quo oleh TERGUGAT I,TERGUGAT II,TERGUGAT III,TERGUGAT IV, TERGUGAT V,TERGUGAT VI,TURUT TERGUGAT I,TURUT TERGUGAT II,TURUT TERGUGAT III,TURUT TERGUGAT IV,TURUT TERGUGAT V, telah mendatangkan kerugian bagi PENGGUGAT karena telah diambil dengan paksa dan sewenang-wenang hak PENGGUGAT atas tanah perkebunan karet a quo;
Vide Pendapat/ doktrin Ahli Hukum Dr. Munir Fuady,SH.,MH.,LL.M., dalam bukunya yang berjudul “Perbuatan Melawan Hukum (Pendekatan Kotemporer)”, Bandung, PT. Citra Aditya Bakti, 2002, halaman 10, menyatakan :
“Sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 1365 KUHPerdata, maka suatu perbuatan melawan hukum haruslah mengandung unsur-unsur sebagai berikut :
- Adanya suatu perbuatan;
- Perbuatan tersebut melawan hukum;
- Adanya kesalahan dari para pihak;
- Adanya kerugian bagi korban;
- Adanya hubungan kausal antara perbuatan dengan kerugian;
Vide Putusan “standard Arrest” dalam perkara Cohen Contra Lindenbaum, tanggal 31 Januari 1919, yang dimaksud perbuatan melanggar hukum adalah terjadinya suatu prilaku yang memenuhi unsur salah satu dari keempat peristiwa sudah cukup untuk menyatakan adanya perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad), keempat peristiwa antara lain :
1. Bertentangan dengan subyektif orang lain;
2. Melanggar hak subyektif orang lain;
3. Melanggar kaidah tata susila;
4. Bertentangan dengan kepantasan ketelitian serta sikap hati-hati yang seharusnya dimilki seseorang dalam pergaulan dengan sesame warga masyarakat atau harta benda orang lain;
Vide Pasal 1365 KUH Perdata, yang menyatakan sebagai berikut :
“…Tindakan perbuatan Melawan Hukum, yang membawa kerugian kepada seseorang lain mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, untuk mengganti kerugian tersebut..”
Maka : Berdasarkan alasan-alasan tersebut diatas PENGGUGAT mohon kepada Ketua/Majelis Hakim yang menerima, memeriksa dan mengadili perkara ini berkenan menjatuhkan putusan sebagai berikut :
- Persistit (tetap pada gugatan semula)
TERHADAP TERGUGAT VI;
I. DALAM EKSEPSI
1. Bahwa PENGGUGAT tetap pada dalil gugatannya semula dan menolak seluruh dalil-dalil eksepsi TERGUGAT VI secara tegas kecuali hal-hal yang secara tegas (expressis verbis) diakui oleh PENGGUGAT;
2. Bahwa PENGGUGAT menolak dengan tegas dalil eksepsi TERGUGAT VI, yang intinya menyatakan : “…Exceptie Plurium Litis Consortium…”
Bahwa PENGGUGAT dalam mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum ini dengan alasan hukum sebagai berikut :
a. Bahwa PENGGUGAT adalah pemilik dan Pengelola lahan Perkebunan Karet seluas 235 Ha yang terletak di wilayah hukum Desa JILATAN dan Desa TAJAU PECAH, Kecamatan Jorong, Kabupaten Tanah Laut, Kalimantan Selatan;
b. Bahwa sesuai dengan peraturan tentang konversi Hak barat yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria yang diundangkan dan berlaku sejak tanggal 24 September 1960, maka NV. Perkebunan dan Pengangkutan ‘SAM HOO’ telah mengajukan permohonan hak kepada TERGUGAT IV yang kemudian oleh TERGUGAT IV telah dilakukan pengukuran ulang dengan diterbitkan Peta Gambar Tanah salinan dari Surat Ukur No. 15/1935 pada tanggal 15 April 1964;
Vide Pendapat ahli hukum Effendi Perangin-angin,SH., Hukum Agraria di Indonesia, Penerbit Rajawali, tahun 1989, halaman 104, yang menyatakan :
“…Surat-surat ukur itu diberi bertanggal dan bernomor urut menurut tahun pembuatannya. Biasanya cukup disebut nomor dan tahunnya, misalnya “S.U. No.382 tahun 1965” (pasal 3,4,6 dan 11 PP. No.11/1961)…”
Bahwa TERGUGAT IV telah menerbitkan Sertifikat Hak Guna Usaha No. 2 tanggal 15 April 1964 dengan pemegang hak NV. Perkebunan dan Pengangkutan ‘SAM HOO’, dimana sertifikat Hak Guna Usaha tersebut baru akan berakhir haknya pada 24 September 1980;
Vide Peraturan Pemerintah No. 10/1961 Tentang Pendaftaran Tanah Jo Peraturan Pemerintah No. 24/1997 Tentang Pendaftaran Tanah pada Pasal 4 ayat 1 menyatakan :
“…untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 huruf a kepada pemegang hak yang bersangkutan diberikan sertifikat hak atas tanah…”
c. Bahwa PENGGUGAT kemudian telah membeli tanah perkebunan karet tersebut dari NV. Perkebunan dan Pengangkutan ‘SAM HOO’ dengan dasar Akta Jual Beli No. 2/1964 tanggal 9 Mei 1964 yang dibuat dihadapan Assisten Wedana / Camat Jorong selaku PPAT;
Vide Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria pada Pasal 28 ayat 3, yang menyatakan :
“…Hak Guna Usaha dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain…”
Bahwa Akta Jual Beli a-quo ditegaskan/dibenarkan lagi oleh TURUT TERGUGAT II dengan memberikan Surat Keterangan Nomor 047/TL/JRG/VI/2005 tertanggal 10 Juni 2005 yang menyatakan :
“…benar sesuai arsip yang ada di kantor kecamatan Jorong telah terjadi Jual beli sebagai mana Akta Jual beli No. 2/1964 tanggal 9 Mei 1964 diketahui dan disyahkan oleh Camat Jorong atau Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)…”
Pasal 19, PP No. 10/1961 Tentang Pendaftaran Tanah Jo Pasal 1 Peraturan Menteri Agraria No. 10 Tahun 1961 Tentang Penunjukkan Pejabat yang dimaksud dalam Pasal 19 PP No. 10/1961 tantang Pendaftaran Tanah serta Hak dan Kewajibannya Jo Surat Edaran Departemen Pertanian dan Agraria No. Unda 1/2/8 Penjelasan Pasal 5 Peraturan Menteri Agaria No. 10/1961 Tanggal 21 April 1962 yang menyatakan :
“…Jadi teranglah bahwa apabila untuk sesuatu kecamatan belum di tunjuk seorang pejabat khusus, maka Asisten Wedana “ambsthalve” menjadi “Pejabat Pembuat Akta Tanah”, artinya tanpa memerlukan surat keputusan pengangkatan dari Menteri Pertanian/Agararia…”
Vide Berdasarkan pasal 1870 KUH Perdata yang menyatakan :
“ Suatu akta otentik memberikan diantara para pihak beserta ahliwarisnya-ahliwarisnya atau orang-orang yang mendapat hak daripada mereka, suatu bukti yang sempurna tentang apa yang dimuat didalamnya “
Vide Yurisprudensi Mahkamah Agung RI No. 992K/Sip/1979 tanggal 14 April 1980 yang menyatakan :
“…Semenjak Akta Jual Beli ditanda tangani di depan Pejabat Pembantu Akta Tanah hak milik atas tanah yang dijual beralih kepada pembeli…”
d. Bahwa PENGGUGAT sejak Mei 1964 diatas lahan perkebunan karet seluas 235 Ha miliknya tersebut telah mengelola/menanami sejumlah 47.000. (empat puluh tujuh ribu) batang pohon karet, mendirikan/membangun Kantor dengan luas bangunan 1000M2, mendirikan/membangun perumahan untuk 50 karyawan pabrik yang luas bangunan a’ 70 M2 sehingga seluruh bangunan perumahan seluas 3.500. M2, dan mendirikan/membangun Gudang Pabrik seluas 2000 M2, serta dalam mengelola perkebunan karet tersebut dengan membeli 2 (dua) unit Mesin Pengasapan karet, membeli 47.000, buah Mangkok Penampung Karet , membeli Pacul 470 Unit , membeli Pisau Deres 470 Unit , membeli Ember Penampung;
Vide Surat Keterangan dari Kepala Desa Tajau Pecah (TURUT TERGUGAT IV), tertanggal 3 Maret 1976, yang menerangkan :
“…tanah perkebunan Karet a quo sejak tahun 1964 sampai dengan dengan keterangan ini di buat belum pernah ditinggalkan, bahwa perkebunan tersebut lengkap pemeliharaannya dan dikerjakan terus menerus…”;
Untuk itu PENGGUGAT mensomir TERGUGAT VI untuk menunjukkan keaslian dan syahnya demi hukum dari Surat Keputusan Menteri Agraria No. SK/894/Ka tanggal 9 Nopember 1960;
e. Bahwa Perbuatan melawan hukum TERGUGAT I,TERGUGAT II, TERGUGAT III, TERGUGAT IV, TERGUGAT V, TERGUGAT VI, TURUT TERGUGAT I, TURUT TERGUGAT II,TURUT TERGUGAT III,TURUT TERGUGAT IV, TURUT TERGUGAT V yang telah mengambil paksa/menguasai/menggunakan hak tanah perkebunan karet seluas 235 milik PENGGUGAT tanpa adanya dasar hukum yang jelas sehingga atas pengambilan paksa tanah perkebunan karet A quo mendatangkan kerugian bagi hak PENGGUGAT sehingga sudah tepat dan benar PENGGUGAT mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum ini dihadapan Pengadilan Negeri Pelaihari;
Vide Pasal 1365 KUH Perdata, yang menyatakan :
“…Tindakan perbuatan Melawan Hukum, yang membawa kerugian kepada seseorang lain mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, untuk mengganti kerugian tersebut..”
Vide Yurisprudensi Mahkamah Agung RI No. 981K/Sip/1972 tanggal 31 Oktober 1974 yang menyatakan :
“…Berdasarkan Yurisprudensi, perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh pejabat Negara tunduk pada yurisdiksi Pengadilan Negeri…”
Bahwa berdasarkan Azas Acara Perdata , Penggugat berwenang untuk menentukan siapa-siapa saja yang akan digugatnya, sebagaimana/sejalan dengan Yurisprudensi Mahkamah Agung RI No. 305 K/Sip/1971 tanggal 16 Juni 1971 dan Yurisprudensi Mahkamah Agung RI No. 966 K/Sip/1974 tanggal 12 Pebruari 1976 dan Yurisprudensi Mahkamag Agung RI No. 244 K/Sip/1959 tanggal 5 Januari 1959;
Berdasarkan uraian-uraian tersebut diatas, PENGGUGAT mohon kepada Majelis Hakim yang memeriksa perkara a quo untuk menolak eksepsi TERGUGAT VI tersebut;
II. DALAM POKOK PERKARA.
1. Bahwa hal-hal yang diuraikan pada bagian eksepsi diatas, mohon dianggap sebagai bagian yang tak terpisahkan dari pokok perkara ini;
2. Bahwa PENGGUGAT menolak dengan tegas dalil-dalil TERGUGAT VI dalam jawabannya, kecuali yang diakui kebenarannya secara tegas oleh PENGGUGAT;
3. Bahwa tidak benar dalil TERGUGAT VI dalam jawabannya pada hal. 2. angka 3, haruslah ditolak.
Yang benar adalah :
Bahwa tanah perkebunan karet A quo milik PENGGUGAT mempunyai alas hak yakni Sertifikat Hak Guna Usaha No. 2 tanggal 15 April 1964 atas nama NV. Perkebunan dan Pengangkutan ‘SAM HOO’, dimana sebelumnya telah pula dilakukan pengukuran sebagaimana Peta Gambar Tanah salinan dari Surat Ukur No. 15/1935 pada tanggal 15 April 1964;
Peraturan Pemerintah No. 10/1961 Jo Peraturan Pemerintah No. 24/1997 Tentang Pendaftaran Tanah pada Pasal 4 ayat 1 menyatakan :
“…untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 huruf a kepada pemegang hak yang bersangkutan diberikan sertifikat hak atas tanah…”
Bahwa TERGUGAT VI telah melakukan perbuatan melawan hukum dengan mengambil paksa hak PENGGUGAT atas tanah perkebunan karet a quo padahal TERGUGAT VI sangat paham dan mengetahui bahwa ada produk hukum yang lebih tinggi dan telah berlaku bagi seluruh rakyat Indonesia yaitu Undang-Undang No. 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria telah berlaku/diundangkan pada tanggal 24 September 1960 sehingga pencabutan hak atas tanah perkebunan karet milik PENGGUGAT tersebut sangat merugikan hak PENGGUGAT ;
Untuk itu PENGGUGAT mensomir TERGUGAT VI untuk menunjukkan keaslian dan syahnya demi hukum dari Surat Keputusan Menteri Agraria No. SK/894/Ka tanggal 9 Nopember 1960;
Vide Surat Keterangan Badan Arsip Nasional Republik Indonesia tertanggal 3 September 1986 dan tanggal 12 September 1986 yang menyatakan :
“bahwa Surat Keputusan Menteri Agraria No. SK/894/Ka tanggal 9 Nopember 1960 tidak pernah ada terdaftar dalam Surat Keputusan - Surat Keputusan Menteri Agraria RI “;
Vide Surat BPN RI an. Kepala Biro Umum No. 450-150.13-Settama.5 , Tgl. 12 Pebruari 2009, perihal Permohonan Keterangan & FC. SK Menteri Agraria No. 894/Ka Tgl. 9 November 1960, ditujukan kepada Kuasa H. Siradjuddin Sarudji, yang menyatakan :
“… SK Menteri Agraria No.894/Ka belum ditemukan…”
Vide Surat Pernyataan Abdullah Abidin mantan Karyawan dibagian Umum dan Arsip Badan Pertanahan Nasional Propinsi Kalimantan Selatan tanggal 22 Juni 2007 yang menyatakan :
“…Selama bekerja sebagai karyawan Badan Pertanahan Nasional Propinsi Kalimantan Selatan tidak pernah melihat adanya Surat Keputusan Menteri Agraria No. 894/Ka tanggal 9 November 1960…”
Vide Surat Pernyataan Haji Djailani mantan Karyawan Badan Pertanahan Nasional Propinsi Kalimantan Selatan tanggal 6 Agustus 2007 yang menyatakan :
“…Selama bekerja sebagai karyawan Badan Pertanahan Nasional Propinsi Kalimantan Selatan tidak pernah melihat adanya Surat Keputusan Menteri Agraria No. 894/Ka tanggal 9 November 1960…”
Bahwa atas penerbitan Sertifikat Hak Guna Usaha No. 2 tanggal 15 April 1964 telah diperkuat dan diakui syah demi hukum oleh TERGUGAT IV dan TERGUGAT VI berdasarkan:
a. Surat Keterangan Departemen Dalam Negeri Kepala Direktorat Agraria Propinsi Kalimantan Selatan No. 01/P.T./1976 tanggal 9 Januari 1976 yang menerangkan :
“…sampai saat ini terdaftar atas nama PT. NV. SAM HOO dengan sertifikat Hak Guna Usaha No. 2 tanggal 15 April 1964, tanah ini bekas Hak Erfpacht Verponding No. 162…”
b. Surat Badan Pertanahan Nasional Propinsi Kalimantan Selatan No. 540/358/BPN-43 tanggal 13 Juni 2006 perihal Permohonan Surat Kepemilikan Tanah dan Riwayat Kepemilikan Tanah atas HGU No. 2/1964 yang isinya :
“…menguatkan Surat Keterangan Departemen Dalam Negeri Kepala Direktorat Agraria Propinsi Kalimantan Selatan No. 01/P.T./1976 tanggal 9 Januari 1976…”
c. Surat Badan Pertanahan Nasional Kantor Pertanahan Kabupaten Tanah Laut No. 540/60/KPT-08 tanggal 12 Pebruari 2007 yang isinya :
“…Berdasarkan Surat Kepala Kantor Wilayah BPN Propinsi Kalimantan Selatan No. 540/358/BPN-43 tanggal 13 Juni 2006 jo Surat Keterangan Departemen Dalam Negeri Kepala Direktorat Agraria Propinsi Kalimantan Selatan No. 01/P.T. /1976 tanggal 9 Januari 1976 diperoleh data bahwa sertifikat HGU No. 2/1964 masih tercatat atas nama PT.NV.Perkebunan dan Pengangkutan SAM HOO..”;
Bahwa sejak pengambilan paksa tanah perkebunan a quo dengan cara hanya ditunjukkan saja Surat Keputusan Menteri Agraria No. 894/Ka tanggal 9 Nopember 1960, PENGGUGAT telah mengajukan keberatan baik kepada TERGUGAT I, TERGUGAT II, TERGUGAT III, TERGUGAT IV, TERGUGAT V, TERGUGAT VI, TURUT TERGUGAT I, TURUT TERGUGAT II, TURUT TERGUGAT III, TURUT TERGUGAT IV, TURUT TERGUGAT V, dimana keberatan-keberatan PENGGUGAT tersebut oleh TERGUGAT II ditanggapi dengan :
1. Surat Departemen Dalam Negeri An. Direktoral Jenderal Agraria No. Dph.12/177/12-78 tanggal 5 Desember 1978, perihal Permohonan ganti rugi bekas Perkebunan Jilatan yang terkena proyek Transmigrasi Tajau Pecah I, yang ditujukan kepada Bapak Gubernur Propinsi Kalimantan Selatan dan Kepala Direktorat Agraria Propinsi Kalimantan Selatan yang isinya :
“…mengadakan penelitian atasnya dan melaporkannya kepada kami dalam waktu sesingkat mungkin…”
2. Surat BPN RI an. Deputi Bidang Hak-Hak tanah No. 570.43-1303-D III.2 Tgl. 7 April 1999, Perihal Pengaduan Permasalahan tanah bekas Hak Erfpacht atas nama H. Siradjuddin Sarudji, ditujukan kepada Kakanwil BPN Propinsi Kalimantan Selatan yang isinya :
“…meminta agar Saudara mengadakan penelitian dan melakukan langkah-langkah penyelesaian sesuai peraturan perundangan yang berlaku, kemudian melaporkan hasilnya kepada kami dalam waktu yang tidak terlalu lama…”
3. Surat BPN RI an. Deputi Bidang Hak Tanah & Pendaftaran Tanah No. 457-310.3-D.II, Tgl. 9 Pebruari 2007, Perihal Permohonan Data Resmi Riwayat Kepemilikan Tanah Atas HGU No. 2/1964,ditujukan kepada Kakanwil BPN Prop. Kalsel yang isinya :
“…mengadakan penelitian atasnya dan melaporkannya kepada kami dalam waktu sesingkat mungkin…”
4. Surat BPN RI an. Direktur Sengketa Pertanahan No. 857-610.3-DV.2, Tgl. 15 Maret 2007, Perihal Permohonan Keterangan ada tau tidaknya surat Keputusan Menteri Agraria No. 894/Ka Tgl. 9 Nopember 1960 yang isinya mencabut Hak Erpacht Verponding No. 162, ditujukan kepada Kakanwil BPN Prop. Kalsel yang isinya :
“…mengadakan penelitian atasnya dan melaporkannya kepada kami dalam waktu sesingkat mungkin…”
5. Surat BPN RI an. Direktur Sengketa Pertanahan No. 1016-620.3-DV.2, Tgl. 3 April 2008, perihal Mohon tondak lanjut tembusan surat Bapak Deputi Bidang Pengkajian & Pengangan Sengketa dan Konflik BPN RI kepada kami No. 857-620.3-DV.2 tertgl. 15 Maret2007, ditujukan kepada Kakanwil BPN Prop. Kalsel yang isinya :
“…mengadakan penelitian atasnya dan melaporkannya kepada kami dalam waktu sesingkat mungkin…”
6. Surat BPN RI an. Deputi Bidang Hak Tanah & Pendaftaran Tanah No. 481-310.3-D.II , Tgl. 16 Pebruari 2009, Perihal Masalah Tanah Perkebunan HGU No. 2/1964 Tgl. 15 April 1964 & SK. Menteri Agraria No. 894/Ka Tgl. 9 November 1960, ditujukan kepada Kakanwil BPN Prop. Kalsel yang isinya :
“…mengadakan penelitian atasnya dan melaporkannya kepada kami dalam waktu sesingkat mungkin…”
Vide Yurisprudensi Mahkamah Agung RI No. 677K/Sip/1972 tanggal 30 April 1973 yang menyatakan :
“…Apa yang diakui, setidak-tidaknya tidak disangkal oleh Para Pihak, maka kebenarannya tidak dapat dibantah…”
Bahwa PENGGUGAT kemudian telah membeli tanah perkebunan karet tersebut dari NV. Perkebunan dan Pengangkutan ‘SAM HOO’ dengan dasar Akta Jual Beli No. 2/1964 tanggal 9 Mei 1964 yang dibuat dihadapan Assisten Wedana / Camat Jorong selaku PPAT;
Pasal 19, PP No. 10/1961 Tentang Pendaftaran Tanah Jo Pasal 1 Peraturan Menteri Agraria No. 10 Tahun 1961 Tentang Penunjukkan Pejabat yang dimaksud dalam Pasal 19 PP No. 10/1961 tantang Pendaftaran Tanah serta Hak dan Kewajibannya Jo Surat Edaran Departemen Pertanian dan Agraria No. Unda 1/2/8 Penjelasan Pasal 5 Peraturan Menteri Agaria No. 10/1961 Tanggal 21 April 1962 yang menyatakan :
“…Jadi teranglah bahwa apabila untuk sesuatu kecamatan belum di tunjuk seorang pejabat khusus, maka Asisten Wedana “ambsthalve” menjadi “Pejabat Pembuat Akta Tanah”, artinya tanpa memerlukan surat keputusan pengangkatan dari Menteri Pertanian/Agararia…”
Bahwa tentang Akta Jual Beli a-quo ditegaskan/dibenarkan lagi oleh TURUT TERGUGAT II dengan memberikan Surat Keterangan Nomor 047/TL/JRG/VI/2005 tertanggal 10 Juni 2005 yang menyatakan :
“…benar sesuai arsip yang ada di kantor kecamatan Jorong telah terjadi Jual beli sebagai mana Akta Jual beli No. 2/1964 tanggal 9 Mei 1964 diketahui dan disyahkan oleh Camat Jorong atau Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)…”
Vide Berdasarkan pasal 1870 KUH Perdata yang menyatakan :
“ Suatu akta otentik memberikan diantara para pihak beserta ahliwarisnya-ahliwarisnya atau orang-orang yang mendapat hak daripada mereka, suatu bukti yang sempurna tentang apa yang dimuat didalamnya “
Vide Yurisprudensi Mahkamah Agung RI No. 992K/Sip/1979 tanggal 14 April 1980 yang menyatakan :
“…Semenjak Akta Jual Beli ditanda tangani di depan Pejabat Pembantu Akta Tanah hak milik atas tanah yang dijual beralih kepada pembeli…”
Bahwa pengambilan paksa/menguasai/memilik hak tanah perkebunan karet a quo oleh TERGUGAT I, TERGUGAT II, TERGUGAT III, TERGUGAT IV, TERGUGAT V, TERGUGAT VI, TURUT TERGUGAT I, TURUT TERGUGAT II, TURUT TERGUGAT III, TURUT TERGUGAT IV, TURUT TERGUGAT V, adalah perbuatan yang melanggar hukum serta pengambilan paksa tersebut telah melanggar / bertentangan dengan norma-norma hukum dan menguasai/memiliki sesuatu tanpa hak adalah kesalahan sehingga mengakibatkan PENGGUGAT mengalami kerugian atas diambil paksanya hak PENGGUGAT atas tanah perkebunan karet a quo;
Vide Pasal 18 Undang-Undang No. 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria menyatakan :
“…Untuk kepentingan umum, termasuk kepentingan bangsa dan negara serta kepentingan bersama dari rakyat, hak-hak atas tanah dapat dicabut, dengan memberi ganti kerugian yang layak dan dan menurut cara yang diatur dengan Undang-Undang…”
Vide Pasal 6 Undang-Undang No. 20 Tahun 1961 Tentang Pencabutan Hak-Hak Atas Tanah dan/atau benda-benda yang ada diatasnya menyatakan :
“…Penguasaan tanah dan atau benda yang bersangkutan baru dapat dilakukan setelah ada Surat keputusan Pencabutan Hak dari Presiden…”
4. Bahwa tidak benar dalil TERGUGAT VI dalam jawabannya pada hal. 3. angka 4 haruslah ditolak.
Yang benar adalah :
Bahwa PENGGUGAT pengambilan paksa atas tanah perkebunan karet a quo oleh TERGUGAT I,TERGUGAT II,TERGUGAT III,TERGUGAT IV, TERGUGAT V,TERGUGAT VI,TURUT TERGUGAT I,TURUT TERGUGAT II,TURUT TERGUGAT III,TURUT TERGUGAT IV,TURUT TERGUGAT V, telah mendatangkan kerugian bagi PENGGUGAT karena telah diambil dengan paksa dan sewenang-wenang hak PENGGUGAT atas tanah perkebunan karet a quo;
Vide Pendapat/ doktrin Ahli Hukum Dr. Munir Fuady,SH.,MH.,LL.M., dalam bukunya yang berjudul “Perbuatan Melawan Hukum (Pendekatan Kotemporer)”, Bandung, PT. Citra Aditya Bakti, 2002, halaman 10, menyatakan :
“Sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 1365 KUHPerdata, maka suatu perbuatan melawan hukum haruslah mengandung unsur-unsur sebagai berikut :
- Adanya suatu perbuatan;
- Perbuatan tersebut melawan hukum;
- Adanya kesalahan dari para pihak;
- Adanya kerugian bagi korban;
- Adanya hubungan kausal antara perbuatan dengan kerugian;
Vide Putusan “standard Arrest” dalam perkara Cohen Contra Lindenbaum, tanggal 31 Januari 1919, yang dimaksud perbuatan melanggar hukum adalah terjadinya suatu prilaku yang memenuhi unsur salah satu dari keempat peristiwa sudah cukup untuk menyatakan adanya perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad), keempat peristiwa antara lain :
1. Bertentangan dengan subyektif orang lain;
2. Melanggar hak subyektif orang lain;
3. Melanggar kaidah tata susila;
4. Bertentangan dengan kepantasan ketelitian serta sikap hati-hati yang seharusnya dimilki seseorang dalam pergaulan dengan sesame warga masyarakat atau harta benda orang lain;
Vide Pasal 1365 KUH Perdata, yang menyatakan sebagai berikut :
“…Tindakan perbuatan Melawan Hukum, yang membawa kerugian kepada seseorang lain mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, untuk mengganti kerugian tersebut..”
5. Bahwa tidak benar dalil TERGUGAT VI dalam jawabannya pada hal. 3. angka 5 haruslah ditolak.
Yang benar adalah :
Bahwa sudah cukup jelas lokasi obyek hak tanah perkara sehingga beralasan menurut hukum dan demi kepentingan PENGGUGAT Majelis Hakim Pengadilan Negeri Pelaihari meletakkan sita jaminan (conservatoir Beslag);
Vide Pendapat Ahli Hukum Ny. Retnowulan Sutantio, SH., dalam Bukunya Hukum Acara Perdata dalam Teori Dan Praktek , Penerbit Alumni Bandung, Tahun 1980, halaman 86, yang menyatakan :
“…Perihal Sita Conservatoir diatur dalam Pasal 227 HIR yang menyatakan : Jika ada sangka yang beralasan, bahwa orang yang berhutang sebelum dijatuhkan keputusan kepadanya, atau sedang keputusan yang dijatuhkan kepadanya, belum dapat dijalankan, berusaha akan menggelapkan atau mengangkut barangnya, baik yang tidak tetap, baik yang tetap, dengan maksud akan menjauhkan barang itu dari penagih hutang, maka ketua atas surat permintaan yang dimasukkan untuk itu oleh orang yang berkepentingan, dapat memberi perintah supaya barang itu disita…”;
Maka : Berdasarkan alasan-alasan tersebut diatas PENGGUGAT mohon kepada Ketua/Majelis Hakim yang menerima, memeriksa dan mengadili perkara ini berkenan menjatuhkan putusan sebagai berikut :
- Persistit (tetap pada gugatan semula)
TERHADAP TURUT TERGUGAT I;
I. DALAM EKSEPSI
1. Bahwa PENGGUGAT tetap pada dalil gugatannya semula dan menolak seluruh dalil-dalil eksepsi TURUT TERGUGAT I, secara tegas kecuali hal-hal yang secara tegas (expressis verbis) diakui oleh PENGGUGAT;
2. Bahwa PENGGUGAT menolak dengan tegas dalil eksepsi TURUT TERGUGAT I, yang intinya menyatakan : “…Tentang Kompetensi Absolut …”
Bahwa PENGGUGAT sudah sangat jelas dalam mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum ini di Pengadilan Negeri Pelaihari dengan alasan hukum sebagai berikut :
a. Bahwa Hak PENGGUGAT atas Perkebunan dan Pengangkutan NV ‘SAM HOO’ seluas 235 Ha terletak di wilayah hukum Desa JILATAN dan Desa TAJAU PECAH, Kecamatan Jorong, Kabupaten Tanah Laut, Kalimantan Selatan;
Vide Buku Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Pengadilan, Mahkamah Agung RI, Cetakan ke 2 tahun 1997, halaman 110 point 15.5, yang menyatakan :
“…Pengadilan Negeri berwenang memeriksa gugatan yang daerah hukumnya, meliputi : Dalam hal tersebut yang menjadi objek gugatan adalah benda tidak bergerak (tanah), maka gugatan dapat diajukan di tempat benda yang tidak bergerak terletak…”
b. Bahwa PENGGUGAT kemudian telah membeli tanah perkebunan karet tersebut dari NV. Perkebunan dan Pengangkutan ‘SAM HOO’ dengan dasar Akta Jual Beli No. 2/1964 tanggal 9 Mei 1964 yang dibuat dihadapan Assisten Wedana / Camat Jorong selaku PPAT, tentang Akta Jual Beli a-quo ditegaskan/dibenarkan lagi oleh TURUT TERGUGAT II dengan memberikan Surat Keterangan Nomor 047/TL/JRG/VI/2005 tertanggal 10 Juni 2005 yang menyatakan :
“…benar sesuai arsip yang ada di kantor kecamatan Jorong telah terjadi Jual beli sebagai mana Akta Jual beli No. 2/1964 tanggal 9 Mei 1964 diketahui dan disyahkan oleh Camat Jorong atau Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)…”
Vide Berdasarkan pasal 1870 KUH Perdata yang menyatakan :
“ Suatu akta otentik memberikan diantara para pihak beserta ahliwarisnya-ahliwarisnya atau orang-orang yang mendapat hak daripada mereka, suatu bukti yang sempurna tentang apa yang dimuat didalamnya “
Vide Yurisprudensi Mahkamah Agung RI No. 992K/Sip/1979 tanggal 14 April 1980 yang menyatakan :
“…Semenjak Akta Jual Beli ditanda tangani di depan Pejabat Pembantu Akta Tanah hak milik atas tanah yang dijual beralih kepada pembeli…”
Vide Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria pada Pasal 28 ayat 3, yang menyatakan :
“…Hak Guna Usaha dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain…”
c. Bahwa TERGUGAT I pada tahun 1974 tanpa hak dan melawan hukum telah mengambil paksa menguasai tanah perkebunan karet milik PENGGUGAT tersebut dan membabat/memusnahkan seluruh tanaman karet sejumlah 47.000. (empat puluh tujuh ribu) batang yang berusia 10 (sepuluh) tahun, perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh TERGUGAT I dengan mengatakan bahwa PENGGUGAT tidak punya hak lagi atas tanah perkebunan karet a-quo karena hak PENGGUGAT atas tanah perkebunan karet tersebut telah dibatalkan/dicabut haknya berdasarkan Surat Keputusan Menteri Agraria No. SK/894/Ka tanggal 9 Nopember 1960 yang dikeluarkan/diterbitkan oleh TERGUGAT II, dimana saat perampasan/pengambilan paksa terjadi PENGGUGAT tidak pernah diberikan Surat Keputusan Menteri Agraria tersebut;
Vide Surat Keterangan Badan Arsip Nasional Republik Indonesia tertanggal 3 September 1986 dan tanggal 12 September 1986 yang menyatakan :
“bahwa Surat Keputusan Menteri Agraria No. SK/894/Ka tanggal 9 Nopember 1960 tidak pernah ada terdaftar dalam Surat Keputusan - Surat Keputusan Menteri Agraria RI “;
Vide Surat BPN RI an. Kepala Biro Umum No. 450-150.13-Settama.5 , Tgl. 12 Pebruari 2009, perihal Permohonan Keterangan & FC. SK Menteri Agraria No. 894/Ka Tgl. 9 November 1960, ditujukan kepada Kuasa H. Siradjuddin Sarudji, yang menyatakan :
“… SK Menteri Agraria No.894/Ka belum ditemukan…”
Vide Surat Pernyataan Abdullah Abidin mantan Karyawan dibagian Umum dan Arsip Badan Pertanahan Nasional Propinsi Kalimantan Selatan tanggal 22 Juni 2007 yang menyatakan :
“…Selama bekerja sebagai karyawan Badan Pertanahan Nasional Propinsi Kalimantan Selatan tidak pernah melihat adanya Surat Keputusan Menteri Agraria No. 894/Ka tanggal 9 November 1960…”
Vide Surat Pernyataan Haji Djailani mantan Karyawan Badan Pertanahan Nasional Propinsi Kalimantan Selatan tanggal 6 Agustus 2007 yang menyatakan :
“…Selama bekerja sebagai karyawan Badan Pertanahan Nasional Propinsi Kalimantan Selatan tidak pernah melihat adanya Surat Keputusan Menteri Agraria No. 894/Ka tanggal 9 November 1960…”
d. Bahwa TERGUGAT I, TERGUGAT II, TERGUGAT III, TERGUGAT IV, TERGUGAT V, TERGUGAT VI, TURUT TERGUGAT I, TURUT TERGUGAT II, TURUT TERGUGAT III, TURUT TERGUGAT IV, TURUT TERGUGAT V, telah melakukan perbuatan melawan hukum merugikan hak PENGGUGAT atas tanah perkebunan karet a quo sehingga sudah tepat dan benar PENGGUGAT mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum ini diajukan dihadapan Pengadilan Negeri Pelaihari
Vide Yurisprudensi Mahkamah Agung RI No. 1631K/Sip/1974 yang menyatakan :
“…Karena Penguasaan tanah dan bangunan seperti yang dimaksud dalam surat keputusan Menteri Pertanian dan Agraria tanggal 10 April 1964 No. S.K. 9/Ka/64 pada hakekatnya adalah pencabutan hak, yaitu dalam surat keputusan itu ditegaskan, bahwa wewenang penguasaan itu meliputi pula wewenang untuk mengosongkan tanah dan bangunan dari para pemakai atau penghuninya serta ongkos-ongkos bangunan yang perlu disingkirkan, maka keputusan Menteri Pertanian dan Agraria tersebut harus dengan segera diikuti dengan keputusan Presiden mengenai dikabulkan atau ditolaknya permintaan untuk melakukan pencabutan hak itu (pasal 6 ayat 2 Undang-Undang No, 20 tahun 1961) sedangkan keputusan Presiden yang dimaksud mengenai hal ini tidak pernah dikeluarkan sampai saat ini, yang mana adalah suatu keharusan/syarat mutlak…”
Vide Pasal 6 Undang-Undang No. 20 Tahun 1961 Tentang Pencabutan Hak-Hak Atas Tanah dan/atau benda-benda yang ada diatasnya menyatakan :
“…Penguasaan tanah dan atau benda yang bersangkutan baru dapat dilakukan setelah ada Surat keputusan Pencabutan Hak dari Presiden…”
Vide Yurisprudensi Mahkamah Agung RI No. 981K/Sip/1972 tanggal 31 Oktober 1974 yang menyatakan :
“…Berdasarkan Yurisprudensi, perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh pejabat Negara tunduk pada yurisdiksi Pengadilan Negeri…”
3. Bahwa PENGGUGAT menolak dengan tegas dalil eksepsi TURUT TERGUGAT I, yang intinya menyatakan: “…Gugatan Penggugat Telah Lewat Waktu…”
Bahwa PENGGUGAT sudah sangat jelas dalam mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum terhadap TURUT TERGUGAT I, dengan alasan hukum sebagai berikut :
Vide Berdasarkan Pasal 5, Undang-Undang No. 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria yang menyatakan :
“…Hukum Agraria yang berlaku atas bumi,air dan ruang angkasa ialah hukum adat…”
Vide Berdasarkan Yurisprudensi Mahkamah Agung RI No. 916K/Sip/1973 tanggal 19 Desember 1973 yang menyatakan :
“…Dalam hukum adat dengan lewatnya waktu saja hak milik oleh tanah tidak hapus…”
Vide Berdasarkan Yurisprudensi Mahkamah Agung RI No. 457K/Sip/1974 tanggal 9 September 1976 yang menyatakan :
“…Lampau waktu saja tidak menyebabkan hapusnya sesuatu hak…”
Vide Berdasarkan Yurisprudensi Mahkamah Agung RI. No. 157K/Sip/1975 tanggal 18 September 1976 yang menyatakan :
“…Hak Penggugat untuk menggugat tanahnya yang sudah lama dikuasai oleh Tergugat tidak terkena daluwarsa…”
Vide Pendapat Ahli Hukum Darwan Prinst, SH., dalam bukunya Strategi Menyusun dan Menagani Gugatan Perdata, Penerbit PT. Citra Aditya Bakti, Tahun 1992, halaman 68, yang menyatakan :
“…Setelah berlakunya Undang_undang Pokok Agaria dan buku II BW sepanjang menyangkut pertanahan dicabut, maka masalah daluarsa yang berhubungan dengan pertanahan tidak berlaku lagi…”
Vide Pasal 1950 KUH Perdata yang menyatakan :
“…Hakim tidak diperbolehkan karena jabatannya menggunakan upaya daluwarsa…”
Bahwa pengambilan paksa hak PENGGUGAT atas tanah perkebunan a quo dengan cara hanya ditunjukkan saja Surat Keputusan Menteri Agraria No. 894/Ka tanggal 9 Nopember 1960, PENGGUGAT telah mengajukan keberatan baik kepada TERGUGAT I, TERGUGAT II, TERGUGAT III, TERGUGAT IV, TERGUGAT V, TERGUGAT VI, TURUT TERGUGAT I, TURUT TERGUGAT II, TURUT TERGUGAT III, TURUT TERGUGAT IV, TURUT TERGUGAT V,dimana keberatan-keberatan PENGGUGAT tersebut oleh TERGUGAT II ditanggapi dengan :
1. Surat Departemen Dalam Negeri An. Direktoral Jenderal Agraria No. Dph.12/177/12-78 tanggal 5 Desember 1978, perihal Permohonan ganti rugi bekas Perkebunan Jilatan yang terkena proyek Transmigrasi Tajau Pecah I, yang ditujukan kepada Bapak Gubernur Propinsi Kalimantan Selatan dan Kepala Direktorat Agraria Propinsi Kalimantan Selatan yang isinya :
“…mengadakan penelitian atasnya dan melaporkannya kepada kami dalam waktu sesingkat mungkin…”
2. Surat BPN RI an. Deputi Bidang Hak-Hak tanah No. 570.43-1303-D III.2 Tgl. 7 April 1999, Perihal Pengaduan Permasalahan tanah bekas Hak Erfpacht atas nama H. Siradjuddin Sarudji, ditujukan kepada Kakanwil BPN Propinsi Kalimantan Selatan yang isinya :
“…meminta agar Saudara mengadakan penelitian dan melakukan langkah-langkah penyelesaian sesuai peraturan perundangan yang berlaku, kemudian melaporkan hasilnya kepada kami dalam waktu yang tidak terlalu lama…”
3. Surat BPN RI an. Deputi Bidang Hak Tanah & Pendaftaran Tanah No. 457-310.3-D.II, Tgl. 9 Pebruari 2007, Perihal Permohonan Data Resmi Riwayat Kepemilikan Tanah Atas HGU No. 2/1964,ditujukan kepada Kakanwil BPN Prop. Kalsel yang isinya :
“…mengadakan penelitian atasnya dan melaporkannya kepada kami dalam waktu sesingkat mungkin…”
4. Surat BPN RI an. Direktur Sengketa Pertanahan No. 857-610.3-DV.2, Tgl. 15 Maret 2007, Perihal Permohonan Keterangan ada tau tidaknya surat Keputusan Menteri Agraria No. 894/Ka Tgl. 9 Nopember 1960 yang isinya mencabut Hak Erpacht Verponding No. 162, ditujukan kepada Kakanwil BPN Prop. Kalsel yang isinya :
“…mengadakan penelitian atasnya dan melaporkannya kepada kami dalam waktu sesingkat mungkin…”
5. Surat BPN RI an. Direktur Sengketa Pertanahan No. 1016-620.3-DV.2, Tgl. 3 April 2008, perihal Mohon tondak lanjut tembusan surat Bapak Deputi Bidang Pengkajian & Pengangan Sengketa dan Konflik BPN RI kepada kami No. 857-620.3-DV.2 tertgl. 15 Maret2007, ditujukan kepada Kakanwil BPN Prop. Kalsel yang isinya :
“…mengadakan penelitian atasnya dan melaporkannya kepada kami dalam waktu sesingkat mungkin…”
6. Surat BPN RI an. Deputi Bidang Hak Tanah & Pendaftaran Tanah No. 481-310.3-D.II , Tgl. 16 Pebruari 2009, Perihal Masalah Tanah Perkebunan HGU No. 2/1964 Tgl. 15 April 1964 & SK. Menteri Agraria No. 894/Ka Tgl. 9 November 1960, ditujukan kepada Kakanwil BPN Prop. Kalsel yang isinya :
“…mengadakan penelitian atasnya dan melaporkannya kepada kami dalam waktu sesingkat mungkin…”
Vide Yurisprudensi Mahkamah Agung RI No. 70 K/Sip/1959 tanggal 7 Maret 1959 yang menyatakan :
“…Hak pemilik untuk menuntut penyerahan pekarangan dan rumah itu tidaklah kadaluarsa. Karena sebelum itu ia telah berulang kali meminta penyerahan kembali pekarangan dan rumahnya itu, sehingga oleh karenanya daluarsa telah tertahan (gestuit)…”
Vide Pasal 1979 KUHPerdata yang menyatakan :
“…Daluarsa itu tercegah pola oleh suatu peringatan, suatu gugatan, serta oleh tiap perbuatan yang berupa tuntutan hukum…”
3. Bahwa PENGGUGAT menolak dengan tegas dalil eksepsi TURUT TERGUGAT I, yang intinya menyatakan: “…: “…Gugatan Penggugat Salah Alamat…”
Bahwa PENGGUGAT sudah sangat jelas dalam mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum terhadap TURUT TERGUGAT I, dengan alasan hukum sebagai berikut :
a. Bahwa PENGGUGAT adalah pemilik dan Pengelola lahan Perkebunan Karet seluas 235 Ha yang terletak di wilayah hukum Desa JILATAN dan Desa TAJAU PECAH, Kecamatan Jorong, Kabupaten Tanah Laut, Kalimantan Selatan yang dahulu mempunyai alas hak hukum yakni Hak Erfpacht Verponding No. 162 atas nama NV. Perkebunan dan Pengangkutan ‘SAM HOO’ yang mana alas hak tersebut bila tidak ada peraturan perundangan tentang konversi hak – hak barat baru akan berakhir haknya pada tanggal 30 Juli 2010;
b. Bahwa sesuai dengan peraturan tentang konversi Hak barat yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria yang diundangkan dan berlaku sejak tanggal 24 September 1960, maka NV. Perkebunan dan Pengangkutan ‘SAM HOO’ telah mengajukan permohonan hak kepada TERGUGAT IV yang kemudian oleh TERGUGAT IV telah dilakukan pengukuran ulang dengan diterbitkan Peta Gambar Tanah salinan dari Surat Ukur No. 15/1935 pada tanggal 15 April 1964;
Vide Pendapat ahli hukum Effendi Perangin-angin,SH., Hukum Agraria di Indonesia, Penerbit Rajawali, tahun 1989, halaman 104, yang menyatakan :
“…Surat-surat ukur itu diberi bertanggal dan bernomor urut menurut tahun pembuatannya. Biasanya cukup disebut nomor dan tahunnya, misalnya “S.U. No.382 tahun 1965” (pasal 3,4,6 dan 11 PP. No.11/1961)…”
Bahwa TERGUGAT IV telah menerbitkan Sertifikat Hak Guna Usaha No. 2 tanggal 15 April 1964 dengan pemegang hak NV. Perkebunan dan Pengangkutan ‘SAM HOO’, dimana sertifikat Hak Guna Usaha tersebut baru akan berakhir haknya pada 24 September 1980;
Vide Peraturan Pemerintah No. 10/1961 Tentang Pendaftaran Tanah Jo Peraturan Pemerintah No. 24/1997 Tentang Pendaftaran Tanah pada Pasal 4 ayat 1 menyatakan :
“…untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 huruf a kepada pemegang hak yang bersangkutan diberikan sertifikat hak atas tanah…”
c. Bahwa PENGGUGAT kemudian telah membeli tanah perkebunan karet tersebut dari NV. Perkebunan dan Pengangkutan ‘SAM HOO’ dengan dasar Akta Jual Beli No. 2/1964 tanggal 9 Mei 1964 yang dibuat dihadapan Assisten Wedana / Camat Jorong selaku PPAT;
Vide Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria pada Pasal 28 ayat 3, yang menyatakan :
“…Hak Guna Usaha dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain…”
Bahwa Akta Jual Beli a-quo ditegaskan/dibenarkan lagi oleh TURUT TERGUGAT II dengan memberikan Surat Keterangan Nomor 047/TL/JRG/VI/2005 tertanggal 10 Juni 2005 yang menyatakan :
“…benar sesuai arsip yang ada di kantor kecamatan Jorong telah terjadi Jual beli sebagai mana Akta Jual beli No. 2/1964 tanggal 9 Mei 1964 diketahui dan disyahkan oleh Camat Jorong atau Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)…”
Pasal 19, PP No. 10/1961 Tentang Pendaftaran Tanah Jo Pasal 1 Peraturan Menteri Agraria No. 10 Tahun 1961 Tentang Penunjukkan Pejabat yang dimaksud dalam Pasal 19 PP No. 10/1961 tantang Pendaftaran Tanah serta Hak dan Kewajibannya Jo Surat Edaran Departemen Pertanian dan Agraria No. Unda 1/2/8 Penjelasan Pasal 5 Peraturan Menteri Agaria No. 10/1961 Tanggal 21 April 1962 yang menyatakan :
“…Jadi teranglah bahwa apabila untuk sesuatu kecamatan belum di tunjuk seorang pejabat khusus, maka Asisten Wedana “ambsthalve” menjadi “Pejabat Pembuat Akta Tanah”, artinya tanpa memerlukan surat keputusan pengangkatan dari Menteri Pertanian/Agararia…”
Vide Berdasarkan pasal 1870 KUH Perdata yang menyatakan :
“ Suatu akta otentik memberikan diantara para pihak beserta ahliwarisnya-ahliwarisnya atau orang-orang yang mendapat hak daripada mereka, suatu bukti yang sempurna tentang apa yang dimuat didalamnya “
Vide Yurisprudensi Mahkamah Agung RI No. 992K/Sip/1979 tanggal 14 April 1980 yang menyatakan :
“…Semenjak Akta Jual Beli ditanda tangani di depan Pejabat Pembantu Akta Tanah hak milik atas tanah yang dijual beralih kepada pembeli…”
d. Bahwa PENGGUGAT sejak Mei 1964 diatas lahan perkebunan karet seluas 235 Ha miliknya tersebut telah mengelola/menanami sejumlah 47.000. (empat puluh tujuh ribu) batang pohon karet, mendirikan/membangun Kantor dengan luas bangunan 1000M2, mendirikan/membangun perumahan untuk 50 karyawan pabrik yang luas bangunan a’ 70 M2 sehingga seluruh bangunan perumahan seluas 3.500. M2, dan mendirikan/membangun Gudang Pabrik seluas 2000 M2, serta dalam mengelola perkebunan karet tersebut dengan membeli 2 (dua) unit Mesin Pengasapan karet, membeli 47.000, buah Mangkok Penampung Karet , membeli Pacul 470 Unit , membeli Pisau Deres 470 Unit , membeli Ember Penampung;
Vide Surat Keterangan dari Kepala Desa Tajau Pecah (TURUT TERGUGAT IV), tertanggal 3 Maret 1976, yang menerangkan :
“…tanah perkebunan Karet a quo sejak tahun 1964 sampai dengan dengan keterangan ini di buat belum pernah ditinggalkan, bahwa perkebunan tersebut lengkap pemeliharaannya dan dikerjakan terus menerus…”;
e. Bahwa TERGUGAT I pada tahun 1974 tanpa hak dan melawan hukum telah mengambil paksa dan menguasai tanah perkebunan karet milik PENGGUGAT tersebut dan membabat/memusnahkan seluruh tanaman karet sejumlah 47.000. (empat puluh tujuh ribu) batang yang berusia 10 (sepuluh) tahun, perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh TERGUGAT I dengan mengatakan bahwa PENGGUGAT tidak punya hak lagi atas tanah perkebunan karet a-quo karena hak PENGGUGAT atas tanah perkebunan karet tersebut telah dibatalkan/dicabut haknya berdasarkan Surat Keputusan Menteri Agraria No. SK/894/Ka tanggal 9 Nopember 1960 yang dikeluarkan/diterbitkan oleh TERGUGAT II, dimana saat perampasan/pengambilan paksa terjadi PENGGUGAT tidak pernah diberikan Surat Keputusan Menteri Agraria tersebut;
Untuk itu PENGGUGAT mensomir TURUT TERGUGAT I untuk menunjukkan keaslian dan syahnya demi hukum dari Surat Keputusan Menteri Agraria No. SK/894/Ka tanggal 9 Nopember 1960;
h. Bahwa Perbuatan melawan hukum TERGUGAT I,TERGUGAT II, TERGUGAT III, TERGUGAT IV, TERGUGAT V, TERGUGAT VI, TURUT TERGUGAT I, TURUT TERGUGAT II,TURUT TERGUGAT III,TURUT TERGUGAT IV, TURUT TERGUGAT V yang telah mengambil paksa/menguasai/menggunakan tanah perkebunan karet seluas 235 milik PENGGUGAT tanpa adanya dasar hukum yang jelas;
Vide Yurisprudensi Mahkamah Agung RI No. 981K/Sip/1972 tanggal 31 Oktober 1974 yang menyatakan :
“…Berdasarkan Yurisprudensi, perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh pejabat Negara tunduk pada yurisdiksi Pengadilan Negeri…”
i. Bahwa atas pengambilan paksa tanah perkebunan karet A quo mendatangkan kerugian bagi hak PENGGUGAT sehingga sudah tepat dan benar PENGGUGAT mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum ini dihadapan Pengadilan Negeri Pelaihari;
Vide Pendapat/ doktrin Ahli Hukum Dr. Munir Fuady,SH.,MH.,LL.M., dalam bukunya yang berjudul “Perbuatan Melawan Hukum (Pendekatan Kotemporer)”, Bandung, PT. Citra Aditya Bakti, 2002, halaman 10, menyatakan :
“Sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 1365 KUHPerdata, maka suatu perbuatan melawan hukum haruslah mengandung unsur-unsur sebagai berikut :
- Adanya suatu perbuatan;
- Perbuatan tersebut melawan hukum;
- Adanya kesalahan dari para pihak;
- Adanya kerugian bagi korban;
- Adanya hubungan kausal antara perbuatan dengan kerugian;
Vide Putusan “standard Arrest” dalam perkara Cohen Contra Lindenbaum, tanggal 31 Januari 1919, yang dimaksud perbuatan melanggar hukum adalah terjadinya suatu prilaku yang memenuhi unsur salah satu dari keempat peristiwa sudah cukup untuk menyatakan adanya perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad), keempat peristiwa antara lain :
1. Bertentangan dengan subyektif orang lain;
2. Melanggar hak subyektif orang lain;
3. Melanggar kaidah tata susila;
4. Bertentangan dengan kepantasan ketelitian serta sikap hati-hati yang seharusnya dimilki seseorang dalam pergaulan dengan sesame warga masyarakat atau harta benda orang lain;
Vide Pasal 1365 KUH Perdata, yang menyatakan :
“…Tindakan perbuatan Melawan Hukum, yang membawa kerugian kepada seseorang lain mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, untuk mengganti kerugian tersebut..”
4. Bahwa PENGGUGAT menolak dengan tegas dalil eksepsi TURUT TERGUGAT I, yang intinya menyatakan: “…gugatan yang diajukan kabur (Obscuur Libel)…”
Bahwa PENGGUGAT sudah sangat jelas dalam mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum terhadap TURUT TERGUGAT I, dimana bertujuan untuk membuktikan adanya perbuatan melanggar hukum yang telah dilakukan secara melawan hukum dan mengandung unsur kesalahan/kelalaian sehingga menimbulkan kerugian terhadap PENGGUGAT sebagaimana diatur dalam Pasal 1365 KUH Perdata yang menyatakan :
“…Tindakan perbuatan Melawan Hukum, yang membawa kerugian kepada seseorang lain mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, untuk mengganti kerugian tersebut..”
Vide Pendapat/ doktrin Ahli Hukum Dr. Munir Fuady,SH.,MH.,LL.M., dalam bukunya yang berjudul “Perbuatan Melawan Hukum (Pendekatan Kotemporer)”, Bandung, PT. Citra Aditya Bakti, 2002, halaman 10, menyatakan :
“Sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 1365 KUHPerdata, maka suatu perbuatan melawan hukum haruslah mengandung unsur-unsur sebagai berikut :
- Adanya suatu perbuatan;
- Perbuatan tersebut melawan hukum;
- Adanya kesalahan dari para pihak;
- Adanya kerugian bagi korban;
- Adanya hubungan kausal antara perbuatan dengan kerugian;
Vide Yurisprudensi Mahkamah Agung RI No. 981K/Sip/1972 tanggal 31 Oktober 1974 yang menyatakan :
“…Berdasarkan Yurisprudensi, perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh pejabat Negara tunduk pada yurisdiksi Pengadilan Negeri…”
Vide Yurisprudensi Mahkamah Agung RI No. 1631K/Sip/1974 yang menyatakan :
“…Karena Penguasaan tanah dan bangunan seperti yang dimaksud dalam surat keputusan Menteri Pertanian dan Agraria tanggal 10 April 1964 No. S.K. 9/Ka/64 pada hakekatnya adalah pencabutan hak, yaitu dalam surat keputusan itu ditegaskan, bahwa wewenang penguasaan itu meliputi pula wewenang untuk mengosongkan tanah dan bangunan dari para pemakai atau penghuninya serta ongkos-ongkos bangunan yang perlu disingkirkan, maka keputusan Menteri Pertanian dan Agraria tersebut harus dengan segera diikuti dengan keputusan Presiden mengenai dikabulkan atau ditolaknya permintaan untuk melakukan pencabutan hak itu (pasal 6 ayat 2 Undang-Undang No, 20 tahun 1961) sedangkan keputusan Presiden yang dimaksud mengenai hal ini tidak pernah dikeluarkan sampai saat ini, yang mana adalah suatu keharusan/syarat mutlak…”
Bahwa untuk membuktikan adanya perbuatan melawan hukum yang telah dilakukan oleh TURUT TERGUGAT I, terhadap PENGGUGAT maka PENGGUGAT akan membuktikan adanya perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh TURUT TERGUGAT I, tersebut dalam acara sidang pembuktian atas perkara a quo ini;
Berdasarkan uraian-uraian tersebut diatas, PENGGUGAT mohon kepada Majelis Hakim yang memeriksa perkara a quo untuk menolak eksepsi TURUT TERGUGAT I tersebut;
II. DALAM POKOK PERKARA.
1. Bahwa hal-hal yang diuraikan pada bagian eksepsi diatas, mohon dianggap sebagai bagian yang tak terpisahkan dari pokok perkara ini;
2. Bahwa PENGGUGAT menolak dengan tegas dalil-dalil TURUT TERGUGAT I dalam jawabannya, kecuali yang diakui kebenarannya secara tegas oleh PENGGUGAT;
3. Bahwa tidak benar dalil TURUT TERGUGAT I dalam jawabannya pada hal. 4. angka 3, haruslah ditolak.
Yang benar adalah :
Bahwa tanah perkebunan karet A quo milik PENGGUGAT mempunyai alas hak yakni Sertifikat Hak Guna Usaha No. 2 tanggal 15 April 1964 atas nama NV. Perkebunan dan Pengangkutan ‘SAM HOO’, dimana sebelumnya telah pula dilakukan pengukuran sebagaimana Peta Gambar Tanah salinan dari Surat Ukur No. 15/1935 pada tanggal 15 April 1964;
Peraturan Pemerintah No. 10/1961 Jo Peraturan Pemerintah No. 24/1997 Tentang Pendaftaran Tanah pada Pasal 4 ayat 1 menyatakan :
“…untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 huruf a kepada pemegang hak yang bersangkutan diberikan sertifikat hak atas tanah…”
Bahwa TERGUGAT VI telah melakukan perbuatan melawan hukum dengan mengambil paksa hak PENGGUGAT atas tanah perkebunan karet a quo padahal TERGUGAT VI sangat paham dan mengetahui bahwa ada produk hukum yang lebih tinggi dan telah berlaku bagi seluruh rakyat Indonesia yaitu Undang-Undang No. 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria telah berlaku/diundangkan pada tanggal 24 September 1960 sehingga pencabutan hak atas tanah perkebunan karet milik PENGGUGAT tersebut sangat merugikan hak PENGGUGAT ;
Untuk itu PENGGUGAT mensomir TURUT TERGUGAT I untuk menunjukkan keaslian dan syahnya demi hukum dari Surat Keputusan Menteri Agraria No. SK/894/Ka tanggal 9 Nopember 1960;
Vide Surat Keterangan Badan Arsip Nasional Republik Indonesia tertanggal 3 September 1986 dan tanggal 12 September 1986 yang menyatakan :
“bahwa Surat Keputusan Menteri Agraria No. SK/894/Ka tanggal 9 Nopember 1960 tidak pernah ada terdaftar dalam Surat Keputusan - Surat Keputusan Menteri Agraria RI “;
Vide Surat BPN RI an. Kepala Biro Umum No. 450-150.13-Settama.5 , Tgl. 12 Pebruari 2009, perihal Permohonan Keterangan & FC. SK Menteri Agraria No. 894/Ka Tgl. 9 November 1960, ditujukan kepada Kuasa H. Siradjuddin Sarudji, yang menyatakan :
“… SK Menteri Agraria No.894/Ka belum ditemukan…”
Vide Surat Pernyataan Abdullah Abidin mantan Karyawan dibagian Umum dan Arsip Badan Pertanahan Nasional Propinsi Kalimantan Selatan tanggal 22 Juni 2007 yang menyatakan :
“…Selama bekerja sebagai karyawan Badan Pertanahan Nasional Propinsi Kalimantan Selatan tidak pernah melihat adanya Surat Keputusan Menteri Agraria No. 894/Ka tanggal 9 November 1960…”
Vide Surat Pernyataan Haji Djailani mantan Karyawan Badan Pertanahan Nasional Propinsi Kalimantan Selatan tanggal 6 Agustus 2007 yang menyatakan :
“…Selama bekerja sebagai karyawan Badan Pertanahan Nasional Propinsi Kalimantan Selatan tidak pernah melihat adanya Surat Keputusan Menteri Agraria No. 894/Ka tanggal 9 November 1960…”
Bahwa atas penerbitan Sertifikat Hak Guna Usaha No. 2 tanggal 15 April 1964 telah diperkuat dan diakui syah demi hukum oleh TERGUGAT IV dan TERGUGAT VI berdasarkan:
a. Surat Keterangan Departemen Dalam Negeri Kepala Direktorat Agraria Propinsi Kalimantan Selatan No. 01/P.T./1976 tanggal 9 Januari 1976 yang menerangkan :
“…sampai saat ini terdaftar atas nama PT. NV. SAM HOO dengan sertifikat Hak Guna Usaha No. 2 tanggal 15 April 1964, tanah ini bekas Hak Erfpacht Verponding No. 162…”
b. Surat Badan Pertanahan Nasional Propinsi Kalimantan Selatan No. 540/358/BPN-43 tanggal 13 Juni 2006 perihal Permohonan Surat Kepemilikan Tanah dan Riwayat Kepemilikan Tanah atas HGU No. 2/1964 yang isinya :
“…menguatkan Surat Keterangan Departemen Dalam Negeri Kepala Direktorat Agraria Propinsi Kalimantan Selatan No. 01/P.T./1976 tanggal 9 Januari 1976…”
c. Surat Badan Pertanahan Nasional Kantor Pertanahan Kabupaten Tanah Laut No. 540/60/KPT-08 tanggal 12 Pebruari 2007 yang isinya :
“…Berdasarkan Surat Kepala Kantor Wilayah BPN Propinsi Kalimantan Selatan No. 540/358/BPN-43 tanggal 13 Juni 2006 jo Surat Keterangan Departemen Dalam Negeri Kepala Direktorat Agraria Propinsi Kalimantan Selatan No. 01/P.T. /1976 tanggal 9 Januari 1976 diperoleh data bahwa sertifikat HGU No. 2/1964 masih tercatat atas nama PT.NV.Perkebunan dan Pengangkutan SAM HOO..”;
Bahwa PENGGUGAT kemudian telah membeli tanah perkebunan karet tersebut dari NV. Perkebunan dan Pengangkutan ‘SAM HOO’ dengan dasar Akta Jual Beli No. 2/1964 tanggal 9 Mei 1964 yang dibuat dihadapan Assisten Wedana / Camat Jorong selaku PPAT;
Pasal 19, PP No. 10/1961 Tentang Pendaftaran Tanah Jo Pasal 1 Peraturan Menteri Agraria No. 10 Tahun 1961 Tentang Penunjukkan Pejabat yang dimaksud dalam Pasal 19 PP No. 10/1961 tantang Pendaftaran Tanah serta Hak dan Kewajibannya Jo Surat Edaran Departemen Pertanian dan Agraria No. Unda 1/2/8 Penjelasan Pasal 5 Peraturan Menteri Agaria No. 10/1961 Tanggal 21 April 1962 yang menyatakan :
“…Jadi teranglah bahwa apabila untuk sesuatu kecamatan belum di tunjuk seorang pejabat khusus, maka Asisten Wedana “ambsthalve” menjadi “Pejabat Pembuat Akta Tanah”, artinya tanpa memerlukan surat keputusan pengangkatan dari Menteri Pertanian/Agararia…”
Bahwa tentang Akta Jual Beli a-quo ditegaskan/dibenarkan lagi oleh TURUT TERGUGAT II dengan memberikan Surat Keterangan Nomor 047/TL/JRG/VI/2005 tertanggal 10 Juni 2005 yang menyatakan :
“…benar sesuai arsip yang ada di kantor kecamatan Jorong telah terjadi Jual beli sebagai mana Akta Jual beli No. 2/1964 tanggal 9 Mei 1964 diketahui dan disyahkan oleh Camat Jorong atau Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)…”
Vide Berdasarkan pasal 1870 KUH Perdata yang menyatakan :
“ Suatu akta otentik memberikan diantara para pihak beserta ahliwarisnya-ahliwarisnya atau orang-orang yang mendapat hak daripada mereka, suatu bukti yang sempurna tentang apa yang dimuat didalamnya “
Vide Yurisprudensi Mahkamah Agung RI No. 992K/Sip/1979 tanggal 14 April 1980 yang menyatakan :
“…Semenjak Akta Jual Beli ditanda tangani di depan Pejabat Pembantu Akta Tanah hak milik atas tanah yang dijual beralih kepada pembeli…”
4. Bahwa tidak benar dalil TURUT TERGUGAT I dalam jawabannya pada hal. 5. angka 4, pada hal. 6. angka 6 dan pada hal 6 angka 7, haruslah ditolak.
Yang benar adalah :
Bahwa PENGGUGAT pengambilan paksa atas tanah perkebunan karet a quo oleh TERGUGAT I,TERGUGAT II,TERGUGAT III,TERGUGAT IV, TERGUGAT V,TERGUGAT VI,TURUT TERGUGAT I,TURUT TERGUGAT II,TURUT TERGUGAT III,TURUT TERGUGAT IV,TURUT TERGUGAT V, telah mendatangkan kerugian bagi PENGGUGAT karena telah diambil dengan paksa dan sewenang-wenang hak PENGGUGAT atas tanah perkebunan karet a quo;
Vide Pendapat/ doktrin Ahli Hukum Dr. Munir Fuady,SH.,MH.,LL.M., dalam bukunya yang berjudul “Perbuatan Melawan Hukum (Pendekatan Kotemporer)”, Bandung, PT. Citra Aditya Bakti, 2002, halaman 10, menyatakan :
“Sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 1365 KUHPerdata, maka suatu perbuatan melawan hukum haruslah mengandung unsur-unsur sebagai berikut :
- Adanya suatu perbuatan;
- Perbuatan tersebut melawan hukum;
- Adanya kesalahan dari para pihak;
- Adanya kerugian bagi korban;
- Adanya hubungan kausal antara perbuatan dengan kerugian;
Vide Putusan “standard Arrest” dalam perkara Cohen Contra Lindenbaum, tanggal 31 Januari 1919, yang dimaksud perbuatan melanggar hukum adalah terjadinya suatu prilaku yang memenuhi unsur salah satu dari keempat peristiwa sudah cukup untuk menyatakan adanya perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad), keempat peristiwa antara lain :
1. Bertentangan dengan subyektif orang lain;
2. Melanggar hak subyektif orang lain;
3. Melanggar kaidah tata susila;
4. Bertentangan dengan kepantasan ketelitian serta sikap hati-hati yang seharusnya dimilki seseorang dalam pergaulan dengan sesame warga masyarakat atau harta benda orang lain;
Vide Pasal 1365 KUH Perdata, yang menyatakan sebagai berikut :
“…Tindakan perbuatan Melawan Hukum, yang membawa kerugian kepada seseorang lain mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, untuk mengganti kerugian tersebut..”
5. Bahwa tidak benar dalil TURUT TERGUGAT I dalam jawabannya pada hal. 5. angka 5 haruslah ditolak.
Yang benar adalah :
Bahwa TURUT TERGUGAT I terlalu sempit dan dangkal untuk mengartikan isi Nota Dinas Direktorat Pembangunan Propinsi Kalimantan Selatan yang ditujukan kepada Direktorat Pemerintahan Propinsi Kalimantan Selatan, Perihal Tanah Jilatan tertanggal 27 Pebruari 1976 Jo. Surat Keterangan Gubernur Propinsi Kalimantan Selatan No. 520/2073/Binproda, tanggal 4 Juni 1986 Jo. Surat Gubernur Propinsi Kalimantan Selatan Perihal Surat Keterangan No. 520/2073/Binproda, yang ditujukan kepada Menteri Transmigrasi , No. 520/2493/Binproda, tanggal 1 Juli 1987 Jo. Surat Dewan Pimpinan Daerah Propinsi Kalimantan Selatan DPD-KS/III/9/2008, tanggal 6 Maret 2008, ditujukan kepada Menteri Transmigrasi RI dan Kepala BPN RI, perihal Permasalahan tanah dan perkebunan Jilatan kabupaten Tanah Laut , adalah surat yang dibuat dan diberikan kepada PENGGUGAT atas dasar penelitian dan pertimbangan hukum yang jelas;
Maka : Berdasarkan alasan-alasan tersebut diatas PENGGUGAT mohon kepada Ketua/Majelis Hakim yang menerima, memeriksa dan mengadili perkara ini berkenan menjatuhkan putusan sebagai berikut :
- Persistit (tetap pada gugatan semula)