Wanita adalah simbol cinta & perjuangan :Cinta itu memakai "akal" atau "hati"....oh untukmu dan keluargamu yang teraniaya di bulan Muharram ini..!!!!!
Team banjarkuumaibungasnya.blogspot.com- Berbicara tentang cinta, tentu tidak bisa terlepas dari "akal dan hati", ketika kita membaca tentang sejarah Ibadah Qurban ( hari raya haji ) tentu kita semua pasti berdecak kagum akan pengorbanan Nabi Ibrahim as yang bersedia menunaikan "penyembelihan" atas permintaan Allah dengan mengorbankan anak beliau yang paling beliau cintai,..... karena apa? tentu karena kecintaan beliau kepada Allah . Dan kalau berbicara "cinta" dengan hanya mengandalkan "akal" tentu Nabi Ibrahim tidak akan menunaikannya. Karena apa ?? Karena akal / logika yang mana yang mampu " menerima perintah " untuk menyembelih anak yang paling dicintainya, tetapi ...ketika berbicara cinta haruslah dengan menggunakan "hati" karena sang pecinta akan mengenal hakikat cinta tidak hanya mengandalkan akal, tapi memahami konsep cinta hanyalah dapat tersentuh dengan menggunakan perasaan yang bernama "hati".
Tragedi dan Heroisme Karbala Juga Menggaung di Britania Raya
Ayatollah Mohsen Araki, pendiri Islamic Center Islam Inggris mengkonfirmaskan digelarnya peringatan mengenang peristiwa Karbala di negara itu. Bahkan peringatan duka cucu Rasulullah Saw, Imam Husein as digelar dilebih dari 100 pusat keislaman di Inggris.
Ayatollah Araki mengatakan, "Setiap bulan Muharram tiba, digelar peringatan mengenang peristiwa Karbala di berbagai wilayah di Britania Raya, termasuk di Inggris, Wales, Scotlandia dan Irlandia. Demikian Fars News melaporkan, Senin (28/11).
Ayatollah Araki yang juga menjabat sebagai Kepala Lembaga Pemikir Islam Qom, dalam wawancaranya dengan Fars News menandaskan, "Kurang lebih tujuh tahun saya berkunjung ke Inggris untuk memenuhi undangan sejumlah yayasan Syiah dan lembaga-lembaga Islam di negara itu untuk memimpin acara-acara khusus bulan Muharram dengan bahasa Persia, Arab dan Inggris."
Seraya menyinggung aktivitas keagamaan di berbagai pusat keislaman di Inggris, Ayatollah Araki menambahkan, "Di bulan Muharram, lebih 100 lembaga Syiah di berbagai kota di Inggris menggelar peringatan mengenang peristiwa Karbala. Bahkan, pusat-pusat keagamaan itu melaksanakan ritual Asyura dengan sempurna."
"Terdapat berbagai etnis di Inggris, masing-masing etnis memiliku cara tersendiri dalam mengenang peristiwa Karbala. Sejumlah pusat keislaman seperti Pusat Islam Inggris, Lembaga Dunia Islam dan Lembaga Ayatollah Khui di London merupakan tempat berlangsungnya acara- acara bulan Muharram bagi warga Iran yang tinggal di kota tersebut. Sementara itu, di kota-kota Inggris lainnya terdapat pula pusat-pusat keislaman. Manchester, Birmingham, Oxford, Newcastle dan Leeds termasuk wilayah yang aktif menggelar peringatan Asyura pada bulan Muharram," tuturnya.
Ayatollah Araki juga menyinggung tentang sikap pemerintah Inggris dalam beberapa waktu terakhir yang membatasi ruang bagi peringatan Asyura.
"Pemerintah London terkenal dengan klaim-klaimnya soal kebebasan, tapi anehnya, pemerintah Inggris menghalangi masuknya para mubalig ke negara itu. Dua hingga tiga tahun terakhir ini, pemerintah Inggris tidak bersedia memberikan visa kepada para khatib dan pelantun syair-syair epik Asyura, sehingga pusat-pusat Islam di Inggris terpaksa menggunakan ulama setempat untuk memimpin acara-acara mereka. Tidak jarang pemerintah London memberikan visa namun terlambat, sehingga tidak dapat digunakan," tuturnya.
Saat ditanya apakah peringatan Asyura di Inggris hanya dilaksanakan di dalam gedung saja, Ayatollah Araki mengatakan, "Tepat di hari Asyura para pecinta Imam Husein as turun ke jalan-jalan dan menggelar parade di kota London yang dimulai dari Hyde Park hingga Lembaga Dunia Islam dan yayasan Ayatollah Golpaygani. Setiap tahun, semua lembaga dan perkumpulan bergabung dalam parade itu. Bahkan, terkadang panjang iring-iringan tersebut mencapai lima kilometer." (IRIB Indonesia/RA/MZ)
Kamis sore tanggal 3 Sya'ban 4 Hq perut Sayidah Fathimah as merasa sakit luar biasa. Semua keluarga mengkhawatirkan kondisinya. Imam Ali dan Rasulullah Saw adalah orang yang paling cemas waktu itu. Sayidah Fathimah tengah menanti kelahiran putranya. Suami dan ayahnya mendoakannya agar dapat menanggung rasa sakit.
Akhirnya, setelah penantian panjang anak kedua Sayidah Fathimah dan Imam Ali as terlahir ke dunia. Seorang anak laki-laki yang tampan dan beraroma wangi.
Nabi diberi kabar gembira akan kelahiran penuh berkah ini. Mendengar kabar itu, wajah Nabi berseri-seri dan gembira. Beliau langsung sujud mengucapkan syukur kepada Allah atas nikmat ini. Bangkit dari sujudnya, Nabi Saw meminta Asma', agar membawa bayi yang baru lahir kepadanya. Setelah dibawakan kepadanya, Nabi langsung memeluknya dan bayi itu tersenyum kepada beliau. Beberapa waktu Nabi menatapnya kemudian membacakan azan di telinga kanan dan iqamah di telinga kirinya.
Saat itu Malaikat Jibril menghampiri Nabi Muhammad Saw dan berkata, "Wahai Ahmad! Para Malaikat di langit mengucapkan selamat kepadamu. Allah memerintahkan agar memberi nama bayi yang baru lahir ini dengan Husein. Perintah yang sama diberikan kepadamu ketika memberi nama Hasan kepada kakaknya. (IRIB Indonesia/Saleh Lapadi)
Rahbar: Revolusi Islam Muliakan Rakyat Iran
Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran atau Rahbar, Ayatullah al-Udzma Sayid Ali Khamenei menilai resistensi rakyat Iran dalam menghadapi kubu arogan dan imperialis dunia sebagai berkah dari revolusi Islam.
Rahbar mengatakan, "Rakyat dan para pejabat Iran berhasil mengalahkan para arogan dan imperialis dunia. Hal itu merupakan anugerah dari revolusi Islam Iran." Pernyataan Rahbar tersebut disampaikan dalam pertemuan dengan para penglima dan pejabat Pasukan Angkatan Laut Iran pada Senin hari ini (28/11) ketika menghadiri acara HUT Angkatan Laut Iran.
Seraya menyinggung sejarah imperalisme, khususnya Inggris yang merendahkan dan menghina rakyat serta menghapus warisan masa lalu guna menguasai kekayaan rakyat, Rahbar menegaskan, "Pada masa pemerintahan Qajar dan Pahlevi, para pejabat negara ini lemah dan hina, karena mereka tunduk kepada ambisi para agresor. Oleh sebab itu, mereka tidak mampu melangkah guna menjaga kepentingan-kepentingan rakyat Iran."
"Rakyat Iran harus memahami kemuliaan yang telah dihadiahkan oleh revolusi Islam Iran," tambahnya.
Di akhri pidatonya, Ayatullah Khamenei menilai bahwa menjamin keamanan di perairan selatan Iran sebagai hal yang sangat penting. "Jika kini ancaman datang, maka Pasukan Angkatan Laut Republik Islam Iran akan menghadapinya dengan kekuatan penuh," tegasnya.
Rahbar juga berpesan kepada Pasukan Angkatan Laut Iran dan Pasdaran supaya menjalankan tugasnya dengan teliti dan penuh kehati-hatian, serta menghimbau mereka untuk mengokohkan jiwa mereka dengan meningkatkan berbagai keterampilan dan keilmuan, serta tekad baja.(IRIB Indonesia/RA/PH)
Ziarah Asyura Bersama Suara Maddah Iran, Ahangaran
Ziarah Kepada Imam Husein as pada hari Asyura
بسم الله الرحمن الرحيم
أللهم صل على محمد وآل محد
اَلسَّلامُ عَلَيْكَ يا اَبا عَبْدِاللهِ، اَلسَّلامُ عَلَيْكَ يَا بْنَ رَسُولِ اللهِ اَلسَّلامُ عَلَيْكَ يَا بْنَ اَميرِ الْمُؤْمِنينَ وَابْنَ سَيِّدِ الْوَصِيّينَ، اَلسَّلامُ عَلَيْكَ يَا بْنَ فاطِمَةَ سَيِّدَةِ نِساءِ الْعالَمينَ، اَلسَّلامُ عَلَيْكَ يا ثارَ اللهِ وَابْنَ ثارِهِ وَالْوِتْرَ الْمَوْتُورَ، اَلسَّلامُ عَلَيْكَ وَعَلَى الاَْرْواحِ الَّتي حَلَّتْ بِفِنائِكَ عَلَيْكُمْ مِنّي جَميعاً سَلامُ اللهِ اَبَداً ما بَقيتُ وَبَقِىَ اللَّيْلُ وَالنَّهارُ.
Assalâmu ‘alayka yâ Abâ ‘Abdillâh
Assalâmu ‘alayka yabna Rasûlillâh
Assalâmu ‘alayka yabna amîril mu'minîn
Assalâmu ‘alayka yabna Fâthimah Sayyidati nisâil ‘âlamîn
Assalâmu ‘alayka yâ Tsârallâh wabna tsârih wal-witral mawtûr
Assalâmu ‘alayka wa ‘alal arwâhil latî hallat bifinâik, ‘alaykum minnî jamî'an salâmullâhi Abadan mâ baqîtu wa baqiyal laylu wan-nahâr.
Salam atasmu duhai Aba Abdillah
Salam atasmu duhai Putera Rasulullah
Salam atasmu duhai Putera Amirul mukminin, putera Penghulu para washi.
Salam atasmu duhai Putera Fatimah penghulu wanita sedunia.
Salam atasmu ya Tsarallah wabna Tsarih wal-Mitral Mawtur.
Salam atasmu dan semua Arwah yang bergabung di halaman kediamanmu.
Sepanjang hidupku, siang dan malam, aku akan mendoakanmu semua semoga Allah melimpahkan kedaimaian-Nya kepadamu semua.
يا اَبا عَبْدِاللهِ لَقَدْ عَظُمَتِ الرَّزِيَّةُ وَجَلَّتْ وَعَظُمَتِ الْمُصيبَةُ بِكَ عَلَيْنا وَعَلى جَميعِ اَهْلِ الاِْسْلامِ وَجَلَّتْ وَعَظُمَتْ مُصيبَتُكَ فِي السَّماواتِ عَلى جَميعِ اَهْلِ السَّماواتِ، فَلَعَنَ اللهُ اُمَّةً اَسَّسَتْ اَساسَ الظُّلْمِ وَالْجَوْرِ عَلَيْكُمْ اَهْلَ الْبَيْتِ، وَلَعَنَ اللهُ اُمَّةً دَفَعَتْكُمْ عَنْ مَقامِكُمْ وَاَزالَتْكُمْ عَنْ مَراتِبِكُمُ الَّتي رَتَّبَكُمُ اللهُ فيها، وَلَعَنَ اللهُ اُمَّةً قَتَلَتْكُمْ وَلَعَنَ اللهُ الْمُمَهِّدينَ لَهُمْ بِالَّتمْكينِ مِنْ قِتالِكُمْ، بَرِئْتُ اِلَى اللهِ وَاِلَيْكُمْ مِنْهُمْ وَمِنْ اَشْياعِهِمْ وَاَتْباعِهِمْ وَاَوْلِيائِهِم.
Yâ Abâ ‘Abdillâh laqad ‘azhumatir raziyyah wa jallat wa ‘azhumatil mushîbatu bika, wa ‘alâ jamî'i ahlil islâm, wa jallat wa ‘azhumat mushîbatuka fis samâwâti wa ‘alâ jamî'i ahlis samâwâti, fala'anallâhu ummatan assasat asâsazh zhulmi wal-jawr ‘alaukum Ahlal bayt. Wa la'anallâhu ummatan dafa'atkum ‘an maqâmikum wa azâlat ‘an marâtibikum allatî rattaballâhu fîhâ. Wa la'anallâhu ummatan qatalatkum, wa la'anallâhul mumahhidîna lahum bittamkîni min qitâlikum. Bari'tu ilallâhi wa ilaykum minhum, wa min asy-yâ'ihim wa atbâ'ihim wa awliyâihim.
Duhai Aba Abdillah, sungguh besar musibah yang menimpamu bagi kami dan seluruh kaum muslimin. Sungguh besar musibah yang menimpamu bagi langit dan seluruh penghuninya. Semoga Allah melaknat ummat yang menzalimimu dan menyakitimu duhai keluarga suci Nabi. Semoga Allah melaknat ummat yang menghalangi mu dari kedudukan yang telah Allah tetapkan bagimu. Semoga Allah melaknat ummat yang membunuhmu. Semoga Allah melaknat ummat yang membiarkan mereka memerangimu.
Kunyatakan kepada Allah dan kepadamu bahwa aku berlepas diri dari mereka, dari semua pengikut mereka, dan dari semua pendukung mereka.
يا اَبا عَبْدِاللهِ اِنّي سِلْمٌ لِمَنْ سالَمَكُمْ وَحَرْبٌ لِمَنْ حارَبَكُمْ اِلى يَوْمِ الْقِيامَةِ، وَلَعَنَ اللهُ آلَ زِياد وَآلَ مَرْوانَ، وَلَعَنَ اللهُ بَني اُمَيَّةَ قاطِبَةً، وَلَعَنَ اللهُ ابْنَ مَرْجانَةَ، وَلَعَنَ اللهُ عُمَرَ بْنَ سَعْد، وَلَعَنَ اللهُ شِمْراً، وَلَعَنَ اللهُ اُمَّةً اَسْرَجَتْ وَاَلْجَمَتْ وَتَنَقَّبَتْ لِقِتالِكَ.
Yâ Abâ ‘Abdillâh innî silmun liman sâlamakum, wa harbun liman hârabakum ilâ yawmil qiyâmah. Wa la'anallâhu âla Ziyâdin wa âla Marwân. Wa la'anallâhu Banî Umayyata qâtibah. Wa la'anallâhubna Marjânah. Wa la'anallâhu ‘Umarabna Sa'din. Wa la'anallâhu Syimran. Wa la'anallâhu ummatan asrajat wa aljamat wa tanaqqabat liqitâlika.
Duhai Aba Abdillah, sungguh kunyatakan damai kepada siapa saja yang berdamai denganmu, dan kunyatakan perang kepada siapa saja yang memerangimu sampai hari kiamat. Semoga Allah melaknat keluarga Ziyad dan keluarga Marwan. Semoga Allah melaknat Bani Umayyah yang bersikap kejam kepadamu. Semoga Allah melaknat putera Marjanah. Semoga Allah melaknat Umar bin Sa'd. Semoga Allah melaknat Syimran. Semoga Allah melaknat ummat yang bergabung untuk memerangimu.
بِاَبي اَنْتَ وَاُمّي لَقَدْ عَظُمَ مُصابي بِكَ فَاَسْأَلُ اللهَ الَّذي اََكْرَمَ مَقامَكَ وَاَكْرَمَني اَنْ يَرْزُقَني طَلَبَ ثارِكَ مَعَ اِمام مَنْصُور مِنْ اَهْلِ بَيْتِ مُحَمَّد صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ، اَللّـهُمَّ اجْعَلْني عِنْدَكَ وَجيهاً بِالْحُسَيْنِ عَلَيْهِ السَّلامُ فِي الدُّنْيا وَالاْخِرَةِ.
Bi abî anta wa ummî laqad ‘azhuma mushâbî bika. Fa-as-alullâhal ladzî akrama maqâmaka wa akramanî ay yarzuqanî thalaba tsârika ma'a imâmin manshûrin min ahli bayti Muhammadin shallallâhu ‘alayhi wa âlihi. Allâhummaj'alnî ‘indaka wajîhan bil-Husayn ‘alayhis salâm fid-dun-ya wal-âkhirah.
Demi ayahku dan ibuku, sungguh besar bagiku musibah yang telah menimpamu. Aku memohon kepada Allah yang telah memuliakan kedudukanmu dan memuliakanku karenamu. Semoga Allah mengkaruniakan kepadaku kesempatan untuk membelamu bersama Imam Shahibuz zaman dari Keluarga Muhammad saw. Ya Allah, jadikan aku orang yang mulia di sisi-Mu bersama Al-Husein (a.s) di dunia dan di akhirat.
يا اَبا عَبْدِاللهِ اِنّي اَتَقَرَّبُ اِلى اللهِ وَ اِلى رَسُولِهِ وَاِلى اَميرِ الْمُؤْمِنينَ وَاِلى فاطِمَةَ وَاِلَى الْحَسَنِ وَاِلَيْكَ بِمُوالاتِكَ وَبِالْبَراءَةِ مِمَّنْ اَسَسَّ اَساسَ ذلِكَ وَبَنى عَلَيْهِ بُنْيانَهُ وَجَرى فِي ظُلْمِهِ وَجَوْرِهِ عَلَيْكُمْ وَعلى اَشْياعِكُمْ، بَرِئْتُ اِلَى اللهِ وَاِلَيْكُمْ مِنْهُمْ وَاَتَقَرَّبُ اِلَى اللهِ ثُمَّ اِلَيْكُمْ بِمُوالاتِكُمْ وَمُوالاةِ وَلِيِّكُمْ وَبِالْبَراءَةِ مِنْ اَعْدائِكُمْ وَالنّاصِبينَ لَكُمُ الْحَرْبَ وَبِالْبَراءَةِ مِنْ اَشْياعِهِمْ وَاَتْباعِهِمْ.
Yâ Abâ ‘Abdillâh innî ataqarrabu ilallâhi wa ilâ Rasûlihi wa ilâ Amîril mu'minîna wa ilâ Fâthimah, wa ilal Hasani wa ilayka bimuwâlâtika wa bil-barâati mimman assasa asâsa dzâlika. Wa banâ ‘alayhi bun-yânahu wa jarâ fî zhulmihi wa jawrih ‘alaykum wa ‘alâ asyyâ'ikum. Bari'tu ilallâhi wa ilaykum minhum wa ataqarrabu ilallâhi, tsumma ilaykum bi-muwâlâtikum wa muwâlâti waliyyikum. Wa bil-barâati min a'dâikum wan-nâshibîna lakumul harbu, wa bilbarâati min asyyâ'ihim wa atbâ'ihim.
Duhai Aba Abdillah, aku mendekatkan diri kepada Allah, kepada Rasul-Nya, kepada Amirul mukminin, kepada Fatimah, kepada Al-Hasan, dan kepadamu dengan wilayahmu. Aku berlepas diri dari orang yang menzalimimu dan menzalimi para pengikutmu. Kunyatakan kepada Allah dan kepadamu bahwa aku berlepas diri dari mereka. Aku mendekatkan diri kepada Allah dan kepadamu dengan kecintaan kepadamu dan kepada orang yang kau cintai. Aku berlepas diri dari musuh-musuhmu, dari semua yang menentangmu dan memerangimu, dan semua pengikut dan pendukung musuh-musuhmu.
اِنّي سِلْمٌ لِمَنْ سالَمَكُمْ وَحَرْبٌ لِمَنْ حارَبَكُمْ وَوَلِىٌّ لِمَنْ والاكُمْ وَعَدُوٌّ لِمَنْ عاداكُمْ
Innî silmun liman sâlamakum, wa harbun liman hârabakum, wa waliyyun liman wâlâkum, wa ‘aduwwun liman ‘âdâkum.
Sungguh kunyatakan damai kepada siapa saja yang berdamai denganmu, kunyatakan perang kepada siapa saja yang memerangimu; menolong orang yang menolongmu, dan memusuhi orang yang memusuhimu.
فَاَسْأَلُ اللهَ الَّذي أكْرَمَني بِمَعْرِفَتِكُمْ وَمَعْرِفَةِ اَوْلِيائِكُمْ وَرَزَقَنِى الْبَراءَةَ مِنْ اَعْدائِكُمْ اَنْ يَجْعَلَني مَعَكُمْ فِي الدُّنْيا وَالاْخِرَةِ وَاَنْ يُثَبِّتَ لي عِنْدَكُمْ قَدَمَ صِدْق فِي الدُّنْيا وَالاْخِرَةِ وَاَسْأَلُهُ اَنْ يُبَلِّغَنِى الْمَقامَ الَْمحْمُودَ لَكُمْ عِنْدَ اللهِ وَاَنْ يَرْزُقَني طَلَبَ ثاري مَعَ اِمام هُدىً ظاهِر ناطِق بِالْحَقِّ مِنْكُمْ وَاَسْألُ اللهَ بِحَقِّكُمْ وَبِالشَّأنِ الَّذي لَكُمْ عِنْدَهُ اَنْ يُعْطِيَني بِمُصابي بِكُمْ اَفْضَلَ ما يُعْطي مُصاباً بِمُصيبَتِهِ مُصيبَةً ما اَعْظَمَها وَاَعْظَمَ رَزِيَّتَها فِي الاِْسْلامِ وَفِي جَميعِ السَّماواتِ وَالاْرْضِ.
Fa-as-alullâhal ladzî akramanî bima'rifatikum wa ma'rifati awliyâikum, wa razaqanil barâata min a'dâikum ay yaj'alanî ma'akum fid-dun-yâ wal-âkhirah. Wa ay yutsabbitalî ‘indakum qadama shidqin fid-dun-yâ wal-âkhirah. Wa as-aluhu ay yuballighanil maqâmal mahmûda lakum ‘indallâhi, wa ay yarzuqanî thalaba tsârî ma'a imâmin hudâ zhâhirin nâthiqin bil-haqqi minkum. Wa as-alullâha bihaqqikum wa bits-tsa'nil ladzî lakum ‘indahu ay yu'thiyanî bimushâbî bikum afdhala mâ yu'thî mushâban bimushîbatihi mushîbatan mâ a'zhamahâ wa a'zhama raziyyatahâ fil islâmi wa fî jamî'is samâwâti wal-ardhi.
Aku memohon kepada Allah yang telah memuliakanku dengan mengenalmu dan mengenal para kekasihmu. Aku memohon kepada Allah yang telah menganugrahkan kepadaku keterlepasan diri dari musuh-musuhmu. Semoga Allah menjadikan aku orang yang senantiasa bersamamu di dunia dan di akhirat. Semoga Allah menetapkan aku di jalan yang benar di dunia dan di akhirat. Aku bermohon semoga Allah menyampaikan aku pada kedudukan yang mulia di sisi Allah, mengkaruniakan kehormatan kepadaku untuk membelamu bersama Imam Shahizuz zaman dari keturunanmu, Imam yang senantiasa berada dalam kebenaran,. Dengan hakmu dan kedudukanmu di sisi-Nya dan dengan merasakan musibah yang menimpamu dan ujian yang paling besar yang pernah terjadi di bumi dan di langit dan sepanjang sejarah Islam, aku memohon kepada Allah semoga Allah menganugrahkan kepadaku karunia yang paling agung
اَللّهُمَّ اجْعَلْني فِي مَقامي هذا مِمَّنْ تَنالُهُ مِنْكَ صَلَواتٌ وَرَحْمَةٌ وَمَغْفِرَةٌ
Allâhummaj'anî fî maqâ hâdâ mimman tanâluhu minka shalawâtun wa rahmatun wa maghfirah.
Ya Allah, dengan ziarah ini jadikan aku orang yang memperoleh kesejahteraan, rahmat dan pengampunan dari-Mu.
اَللّهُمَّ اجْعَلْ مَحْياىَ مَحْيا مُحَمَّد وَآلِ مُحَمَّد وَمَماتي مَماتَ مُحَمَّد وَآلِ مُحَمَّد.
Allâhummaj'al mahyâya mahyâ Muhammadin wa âli Muhammad, wa mamâtî mamâta Muhammadin wa âli Muhammad.
Ya Allah, jadikan hidupku seperti kehidupan Muhammad dan keluarga Muhammad, dan matiku seperti wafatnya Muhammad dan keluarga Muhammad.
اَللّهُمَّ اِنَّ هذا يَوْمٌ تَبَرَّكَتْ بِهِ بَنُو اُمَيَّةَ وَابْنُ آكِلَةِ الاَْكبادِ اللَّعينُ ابْنُ اللَّعينِ عَلى لِسانِكَ وَلِسانِ نَبِيِّكَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ فِي كُلِّ مَوْطِن وَمَوْقِف وَقَفَ فيهِ نَبِيُّكَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ، اَللّهُمَّ الْعَنْ اَبا سُفْيانَ وَمُعاوِيَةَ وَيَزيدَ ابْنَ مُعاوِيَةَ عَلَيْهِمْ مِنْكَ اللَّعْنَةُ اَبَدَ الاْبِدينَ.
Allâhumma inna hâdzâ yawmun tabarrakat bihi banû Ummayata wabnu âkilatil akbâdil la'în ibnul la'în ‘alâ lisânika wa lisâni nabiyyika shallallâhu ‘alayhi wa âlihi fi kulli mawthinin wa mawqifin waqafa fîhi nabiyyika shallallâhu ‘alayhi wa âlihi. Allâhummal'an Abâ Sufyân wa Mu'âwiyah wa Yazîdabna Mu'âwiyyah ‘alayhim minkal la'natu abadal abidîn.
Ya Allah, hari ini adalah hari yang dianggap penuh berkah oleh Bani Umayyah, putera pemakan jantung yang terlaknat putera yang terlaknat. Mereka menganggap hari ini hari penuh berkah dengan memalsukan firman-Mu dan sabda Nabi-Mu saw. Ya Allah, laknatlah Abu Sufyan dan Mu`awiyah dengan laknat yang abadi dari-Mu.
وَهذا يَوْمٌ فَرِحَتْ بِهِ آلُ زِياد وَآلُ مَرْوانَ بِقَتْلِهِمُ الْحُسَيْنَ صَلَواتُ اللهِ عَلَيْهِ، اَللّهُمَّ فَضاعِفْ عَلَيْهِمُ اللَّعْنَ مِنْكَ وَالْعَذابَ الاَْليمَ.
Wa hâdzâ yawmun farihat bihi âlu Ziyâdin wa âlu Marwân biqatlihimul Husayn shalâwâtullâhi ‘alayhi. Allâhumma fadhâ'if ‘alahimul la'na minka wal-‘adzâbal alîm.
Hari ini adalah hari berpesta pora keluarga Ziyad dan keluarga Marwan karena telah berhasil membunuh Al-Husein (as). Ya Allah, lipat-gandakan kepada mereka laknat dari-Mu dan azab yang pedih.
اَللّهُمَّ اِنّي اَتَقَرَّبُ اِلَيْكَ فِي هذَا الْيَوْمِ وَفِي مَوْقِفي هذا وَاَيّامِ حَياتي بِالْبَراءَةِ مِنْهُمْ وَاللَّعْنَةِ عَلَيْهِمْ وَبِالْمُوالاةِ لِنَبِيِّكَ وَآلِ نَبِيِّكَ عَلَيْهِ وَعَلَيْهِمُ اَلسَّلامُ.
Allâhumma innî ataqarrabu ilayka fî hâdzâl yawm wa fî mawqifî hâdzâ wa ayyâmi hayâtî bilbarâati minhum, wal-la'nati ‘alayhim wa bil-muwâlâti linabiyyika wa âli nabiyyika ‘alayhi wa ‘alayhimus salâm
Ya Allah, aku mendekatkan diri kepada-Mu pada hari ini dan pada hari-hari sepanjang hidupku, dengan berlepas diri dari mereka dan melaknat mereka, dengan mencintai Nabi-Mu dan keluarga Nabi-Mu saw.
اَللّهُمَّ الْعَنْ اَوَّلَ ظالِم ظَلَمَ حَقَّ مُحَمَّد وَآلِ مُحَمَّد وَآخِرَ تابِع لَهُ عَلى ذلِكَ، اَللّهُمَّ الْعَنِ الْعِصابَةَ الَّتي جاهَدَتِ الْحُسَيْنَ (عليه السلام) وَشايَعَتْ وَبايَعَتْ وَتابَعَتْ عَلى قَتْلِهِ، اَللّهُمَّ الْعَنْهُمْ جَميعاً.
Allâhummal'an awwala zhâlimin zhalama haqqa Muhammadin wa âli Muhammad, wa âkhira tâbi'in lahû ‘alâ dzâlik. Allâhummal'anil ‘ishâbatal latî jâhadatil Husayn (‘alayhis salâm) wa syâya'at wa bâya'at wa tâba'at ‘alâ qatlih. Allâhummal'anhum jamî'â.
Ya Allah, laknatlah orang yang pertama kali mezalimi hak Muhammad dan keluarga Muhammad, laknat juga orang yang mengikutinya. Ya Allah, laknatlah mereka yang memerangi Al-Husein dan para pengikutnya dan mereka yang berbaiat kepada Yazid untuk membunuh Al-Husein (as). Ya Allah, laknatlah mereka semua.
اَلسَّلامُ عَلَيْكَ يا اَبا عَبْدِاللهِ وَعَلَى الاَْرْواحِ الَّتي حَلَّتْ بِفِنائِكَ عَلَيْكَ مِنّي سَلامُ اللهِ اَبَداً ما بَقيتُ وَبَقِيَ اللَّيْلُ وَالنَّهارُ وَلا جَعَلَهُ اللهُ آخِرَ الْعَهْدِ مِنّي لِزِيارَتِكُمْ.
Assalâmu ‘alayka yâ Abâ ‘Abdillâh wa ‘alal arwâhil latî hallat bifinâika ‘alayka minnî salâmullâhi Abadan mâ baqîtu wa baqiyal laylu wan-nahâr, wa lâ ja'alahullâhu âkhiral a'hdi minnî liziyâtikum.
Salam atasmu wahai Aba Abdillah dan semua Arwah yang bergabung di halaman kediamanmu. Kupanjatkan doa sepanjang hidupku, siang dan malam, semoga Allah senantiasa melimpahkan kedamaian-Nya kepadamu. Semoga Allah tidak menjadikan ziarahku ini sebagai ziarah yang terakhir kepadamu.
اَلسَّلامُ عَلَى الْحُسَيْنِ وَعَلى عَلِيِّ بْنِ الْحُسَيْنِ وَعَلى اَوْلادِ الْحُسَيْنِ وَعَلى اَصْحابِ الْحُسَيْنِ.
Assalâmu ‘alal Husayn wa ‘alâ Aliyyibnil Husayn wa ‘alâ awlâdil Husayn wa ‘alâ ashhâbil Husayn.
Salam pada Al-Husein, salam pada Ali bin Al-Husein, salam pada semua putera Al-Husein, salam pada semua sahabat Al-Husein.
اَللّهُمَّ خُصَّ اَنْتَ اَوَّلَ ظالِم بِاللَّعْنِ مِنّي وَابْدَأْ بِهِ اَوَّلاً ثُمَّ (الْعَنِ) الثّانيَ وَالثّالِثَ وَالرّابِعَ اَللّهُمَّ الْعَنْ يَزيدَ خامِساً وَالْعَنْ عُبَيْدَ اللهِ بْنَ زِياد وَابْنَ مَرْجانَةَ وَعُمَرَ بْنَ سَعْد وَشِمْراً وَآلَ اَبي سُفْيانَ وَآلَ زِياد وَآلَ مَرْوانَ اِلى يَوْمِ الْقِيامَةِ.
Allâhumma khushsh Anta awwala zhâlimin billa'ni minnî, wabda' bihi awwalan tsummal'anits tsânî wats-tsâlitsa war-râbi'a. Allâhummal'an Yazîda khâmisan, wal'an ‘Ubaydallâhibna Ziyâdin wabna Marjânah wa ‘Umarabna Sa'din wa Syimran wa âla Abi Sufyân wa âla Marwân ilâ yawmil qiyâmah.
Ya Allah, khususkan laknat dariku kepada orang zalim yang pertama. Mulailah laknat itu kepada orang yang pertama, kepada yang kedua, kepada yang ketiga, dan kepada yang keempat. Ya Allah, laknatlah Yazid sebagai yang kelima. Laknat juga Ubaidillah bin Ziyad, putera Marjanah, Umar bin Sa`d, Syimran, keluarga Abu Sofyan, keluarga Ziyad, dan keluarga Marwan sampai hari kiamat.
Kemudian sujud sambil membaca:
اَللّهُمَّ لَكَ الْحَمْدُ حَمْدَ الشّاكِرينَ لَكَ عَلى مُصابِهِمْ اَلْحَمْدُ للهِ عَلى عَظيمِ رَزِيَّتي اَللّـهُمَّ ارْزُقْني شَفاعَةَ الْحُسَيْنِ يَوْمَ الْوُرُودِ وَثَبِّتْ لي قَدَمَ صِدْق عِنْدَكَ مَعَ الْحُسَيْنِ وَاَصْحابِ الْحُسَيْنِ اَلَّذينَ بَذَلُوا مُهَجَهُمْ دُونَ الْحُسَيْنِ عَلَيْهِ السَّلامُ.
Allâhumma lakal hamdu hamdasy syâkirîna laka ‘alâ mushâbihim. Alhamdu lillâhi ‘alâ azhîmi raziyyatî. Allâhummarzuqnî syafâ'atal Husayn yawmal wurûd, wa tsabbitlî qadama shidqin ‘indaka ma'al Husayn wa ashhâbil Husayn allâdzî badzalû muhajuhum dûnal Husayn ‘alayhis salâm.
Segala puji bagi Allah pujian orang-orang yang bersyukur kepada-Mu ketika mereka mendapat musibah. Segala puji bagi Allahyang telah memberi ujian yang besar kepadaku. Ya Allah, karuniakan kepadaku syafaat Al-Husein pada hari kiamat. Kokoh pijakanku pada kebenaran di sisi-Mu bersama Al-Husein dan sahabat-sahabat Al-Husein yang telah mencurahkan kesungguhannya dalam membela Al-Husein (as).
(Mafatihul Jinan, bab 3, Pasal 7, halaman 456)
(IRIB Indonesia/Shalatdoa.blogspot)
Kamus Karbala: Aba Abdillah, Kuniyah Imam Husein as
Oleh: Saleh Lapadi dan Emi Nur Hayati
Imam Husein as memiliki banyak julukan seperti Sayid al-Syuhada (penghulu para syahid), Sayid Syabaab Ahli al-Jannah (penghulu pemuda surga),Mazhluum (dizalimi),Maqtuul (terbunuh),Atsyaan (haus) dan masih banyak lagi lainnya. Tapi di balik julukan seperti itu, di Arab ada julukan lain yang disebut Kuniyah, dimana penggunaan kata Abu dan Ibn untuk laki-laki dan Ummu dan Bint untuk perempuan. Salah satu kuniyah Imam Husein as adalah Aba Abdillah (terkadang disebut Abi Abdillah atau Abu Abdillah). Julukan dengan kuniyah pada intinya digunakan ketika seseorang tidak ingin menyebut nama orang yang diajak berbicara. Penggunaan kuniyah dalam bahasa Arab lebih menekankan pada budaya menghormati orang yang diajak berbicara.
Itulah mengapa Imam Ridha as dalam hadisnya mengatakan, "Apabila engkau berbicara dengan seseorang sementara ia berada di hadapanmu, maka gunakanlah (nama) julukannya. Sementara, jika engkau berbicara dengan seseorang yang tidak ada di hadapanmu, maka sebutlah ia dengan nama (asli)nya."
Banyak hadis mengisyaratkan bahwa kuniyah Abu Abdillah-nya Imam Husein as disandarkan kepadanya sejak masih kanak-kanak. Asma binti Umais meriwayatkan bahwa ketika Imam Husein as dilahirkan, Nabi Saw mengambilnya dari pangkuannya dan berkata kepadanya, "Wahai Abu Abdillah! Engkau begitu berharga bagiku."
Usai berkata demikian, beliau mulai menangis. Asma meriwayatkan, "Aku berkata, "Wahai Nabi, mengapa Anda menangis seperti ini pada hari penuh harapan?"
Nabi Saw menjawab, "Aku menangis karena putraku ini, yang akan dibunuh oleh sekelompok pemberontak dari Bani Umayah." (Biharul Anwar, juz.43, Bab 11, Uyunul Akhbar ar-Ridha dan Manaqib Ibnu Syahr Asyub)
Dalam buku Kamil al-Ziayarat Imam Shadiq as berkata, "Kepada Imam Husein as, Imam Ali as berkata, "Wahai Aba Abdillah! Sejak dahulu engkau adalah teladan manusia."
Imam Husein as bertanya, "Aku sebagai tebusanmu, bagaimana dengan keadaanku?"
Imam Ali as berkata, "Engkau mengetahui apa yang tidak mereka ketahui dan seorang alim dengan segera akan memanfaatkan ilmunya. Wahai anakku, dengar dan lihat apa yang akan terjadi denganmu. Demi Allah, Zat yang jiwaku berada di tangan-Nya. Bani Umayyah akan mengucurkan darahmu, tapi mereka tidak dapat menyimpangkanmu dari agamamu dan melupakanmu akan Tuhanmu."
Imam Husein as berkata, "Demi Allah, Zat yang jiwaku berada di tangan-Nya. Cukup buatku mengakui apa yang diturunkan Allah Swt, membenarkan ucapan Nabi Allah dan tidak mendustakan perkataan ayahku."
Dalam riwayat lain Ibnu Abbas berkata, "Ketika itu aku bersama Imam Ali as dalam perang Shiffin dan tengah melewati daerah Nainawa. Beliau lalu berkata kepadaku, "Wahai Ibnu Abbas, apakah engkau tahu tempat apa ini?"
Aku menjawab, "Tidak, aku tidak tahu."
Imam Ali as kemudian berkata, "Bila engkau mengenal tempat ini seperti aku, maka sudah pasti engkau akan menangis seperti aku saat melewati tempat ini."
Setelah itu beliau mulai menangis sehingga air matanya membasahi janggutnya dan turun hingga ke dadanya. Kami akhirnya menangis seperti Imam Ali as. Begitu hebatnya tangisan Imam Ali as, sehingga beliau turun dari tunggangannya dan pingsan setelah itu tidak lama beliau kembali siuman.
Mencermati hadis-hadis yang menjelaskan kuniyah Aba Abdillah telah disandang Imam Husein as sejak kecil dan diberikan untuk pertama kalinya oleh Rasululla Saw, maka muncul pertanyaan, apa hikmah dan rahasia di balik julukan Imam Husein as sebagai "ayah hamba Allah"?
Ada beberapa jawaban mengenai julukan Aba Abdillah untuk Imam Husein as.
Pertama, sebagaimana diketahui Abdullah dalam bahasa Arab berarti hamba Allah. Perbedaan nama Abdullah, Abdurrahman, Abdurrahim dan lain-lain bila dibandingkan dengan Abdullah kembali pada nama Allah. Karena Allah adalah nama sempurna dan mutlak bagi Tuhan Pencipta alam semesta yang mengandung seluruh nama-nama yang lain. Dengan demikian, kuniyah Abdullah atau hamba Allah diberikan kepada seseorang yang menjadi manifestasi sempurna seluruh nama-nama Allah. Bahkan derajat paling tinggi bagi manusia adalah maqam Abdullah (hamba Allah). Seseorang disebut hamba Allah dengan melihat puncak keikhlasan dalam menyembah Allah Swt.
Itulah mengapa salah satu nama yang diberikan Allah Swt kepada Nabi Muhammad Saw dalam al-Quran adalah Abdullah. Dalam surat al-Jin ayat 19 Allah Swt berfirman, "Dan bahwasanya tatkala hamba Allah (Muhammad) berdiri menyembah-Nya (mengerjakan ibadat), hampir saja jin-jin itu desak mendesak mengerumuninya."
Dalam ayat ke-30 surat Maryam, Allah Swt menyebut Nabi Isa as dengan sebutanAbdullah. Allah berfirman, "Berkata Isa: "Sesungguhnya aku ini hamba Allah, Dia memberiku Al Kitab (Injil) dan Dia menjadikan aku seorang nabi."
Imam Husein as disebut Aba Abdillah (ayah hamba Allah) karena kesempurnaan yang dimilikinya. Kesempurnaan inilah yang membuat Allah menjadikan beliau sebagai satu dari manusia pilihan Allah yang terjaga dari dosa dan kesalahan. Kesempurnaan itu pula yang ditunjukkan beliau dalam peristiwa Karbala. Saat tinggal seorang diripun, beliau tidak pernah lupa mengingatkan mereka yang ingin membunuhnya akan jalan kesempurnaan, jalan tauhid.
Kedua, Imam Husein as layak diberi julukan ayah seluruh hamba Allah di muka bumi. Karena tanpa kebangkitan yang dilakukannya di Karbala dan pengorbanan yang dilakukannya bersama para sahabatnya, maka tidak akan ada lagi tanda-tanda tauhid dan penyembahan kepada Allah di muka bumi. Bila Imam Husein as tidak bangkit menentang Dinasti Umayyah yang despotik dan Yazid bin Muawiyah yang mewakili front kekufuran, maka tidak ada lagi orang yang akan menyembah Allah dan mengesakan-Nya.
Imam Husein as melihat bila ia tidak bangkit melawan rencana Bani Umayyah menyimpangkan Islam, maka fondasi Islam akan tercerabut dan yang tinggal hanya Islam lahiriah. Kebangkitan beliau yang ditunjukkan dalam aksi heroik di Karbala membuat Islam yang disebarkan kakeknya, Nabi Muhammad Saw dapat bertahan dan bahkan semakin menyebar luas. Itulah mengapa dikatakan bahwa Nabi Muhammad Saw yang membawa Islam untuk umat manusia, tapi Imam Husein as yang membuatnya tetap kekal hingga Hari Kiamat. Kekalnya Islam hingga hari itu berutang pada pengorbanan Imam Husein as. Maka julukan beliau sebagai Aba Abdillah bukan mengada-ada, tapi kembali pada hakikat perjuangan beliau dalam melawan konspirasi yang ingin menyimpangkan Islam sehingga yang tinggal hanya lahiriahnya.
Ketiga, Nabi Muhammad Saw dalam sebuah hadisnya menyebut "Husein Minni wa Ana min Husein" yang artinya Husein berasal dariku dan aku dari Husein. Hadis terkenal ini jelas memiliki multi tafsir. Salah satu tafsirnya kembali pada penyebutan Rasulullah Saw sebagai Abdullah dalam al-Quran. Karena Nabi mendapat gelar tertinggi di hadapan Allah sebagai hamba Allah, maka Imam Husein as juga mendapat gelar yang sama. Bedanya, Imam Husein as disebut ayah hamba Allah, karena dalam hadis-hadis yang lain disebutkan bahwa jalan termudah untuk mengenal Allah dan menjadi hamba Allah adalah jalan Imam Husein as.
Kebangkitan Imam Husein as di Karbala telah menjadi teladan sepanjang masa mengenai perjuangan membela Islam, sekalipun dengan mengorbankan diri sendiri, keluarga dan sahabat. Sisi emosional yang tersimpan dalam peristiwa Karbala dapat dengan mudah membakar rasa cinta manusia akan kebenaran. Kemazluman dan ketertindasan Imam Husein as dalam peristiwa Karbala mampu melumerkan kebekuan hati setiap manusia.
Kekhususan peristiwa Karbala ini yang membuat beliau diberi kuniyah Aba Abdillah atau ayah hamba Allah. (IRIB Indonesia)
Jejak-Jejak Pahlawan Karbala, Hurr bin Yazid Al-Riyahi
Kebebasan berada pada saat manusia menghormati dan memuliakan dirinya serta tidak menyerahkan dirinya kehinaan dan kenistaan jiwanya dalam tawanan dunia. Dalam kerumitan kehidupan terkadang muncul satu peristiwa yang membuat manusia rela menjadi hina dan nista demi meraih tujuan-tujuan dunia. Namun ada manusia bebas yang tidak akan pernah membiarkan dirinya terhina dengan tebusan apapun. Satu dari contoh manusia semacam ini adalah Imam Husein as. Dalam salah satu ucapannya Imam Husein as berkata, "Kematian dengan kemuliaan lebih mulia daripada kehidupan penuh kehinaan." (Bihar al-Anwar, jilid 44, hal 196)
Kebangkitan Asyura merupakan manifestasi kebebasan Imam Husein as dan para sahabatnya. Dalam Islam kebebasan merupakan nilai. Kebebasan dan berkehendak berkelindan erat dengan wujud manusia. Masalah ini menjadi sarana paling baik bagi pertumbuhan dan kesempurnaan sehingga mencapai derajat spiritual yang tinggi. Imam Ali as dalam wasiatnya kepada anaknya mengatakan, "Wahai anakku, Setiap apa yang engkau berikan dan jual dapat diberi harga, tapi ada satu yang tidak dapati dinilai dengan materi. Bila engkau menjual jiwamu, maka tidak akan dapat dihargai dengan seluruh dunia."
Dalam al-Quran, kebebasan berarti terbebasnya penghambaan manusia dari selain Allah. Banyak ayat yang menjelaskan masalah ini. Allah Swt dalam surat az-Zumar ayat 2 berfirman, "Sesunguhnya Kami menurunkan kepadamu Kitab (Al Quran) dengan (membawa) kebenaran. Maka sembahlah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya." Dalam budaya Islam penghambaan kepada selain Allah dan melakukan maksiat merupakan perbudakan itu sendiri.
Syarat pertama melalui jalan kebenaran adalah melepaskan dari diri dan melepaskan segala kecenderungan duniawi. Siapa saja yang tertawan keinginan duniawi, maka ia tidak akan dapat mencapai tujuan mulia. Senantiasa ada ketakutan akan kehilangan harta yang dimilikinya. Hal ini membuatnya tidak dapat mengambil keputusan besar. Sementara ciri khas orang yang bebas adalah tidak tertawan oleh kecenderungan hawa nafsunya. Betapa banyak ketamakan dan keinginan yang menggilas manusia. Begitu juga betapa banyak orang yang tidak tertawan kecenderungan hawa nafsu yang membawanya ke puncak kesempurnaan. Hal ini dapat disaksikan pada para pahlawan Karbala.
Imam Husein as menuntut orang-orang yang menyertainya melepaskan dirinya dari simpul-simpul kecenderungan duniawi. Bila itu dapat dilakukan maka mereka mampu menciptakan peristiwa heroik dalam membela nilai-nilai ilahi yang akan terus dikenang oleh sejarah. Satu dari pahlawan Karbala yang menjunjung tinggi nilai-nilai kebebasan adalah Hurr bin Yazid al-Riyahi. Hurr saat bergabung dengan pasukan Umar bin Saad memiliki posisi yang cukup tinggi. Namun tiba-tiba semua itu ditinggalkannya dan dengan bebas ia bergabung dengan Imam Husein as.
Hurr bin Yazid al-Riyahi melewati gurun pasir dalam rangka melakukan tugas yang dibebankan kepadanya. Pada dasarnya Hurr tidak satu hati untuk melakukan tugas ini. Hurr tahu benar siapa Yazid bin Muawiyah. Ia seorang fasik, namun tidak ada pilihan baginya, selain membaiatnya demi melindungi jiwa ayah dan keluarganya. Ubaidillah bin Ziyad, Gubernur Kufah menyerahkan ribuan pasukan menjadi anak buahnya. Pelimpahan ini sangat mengganggu batin Hurr. Karena ia bersama pasukannya ditugaskan mencegah perjalanan karavan Imam Husein as dan menggiring mereka ke Dar al-Imarah, istana gubernur Kufah.
Pasukan yang bersama Hurr seluruhnya menunggang kuda. Oleh karenanya, dengan cepat mereka mencapai karavan Imam Husein as. Ketika berhadap-hadapan dengan kafilah Imam Husein as, Hurr sejenak tertegun dan kembali keraguan membakar dirinya. Saat itu Imam Husein as melihat bahwa pasukan Hurr kehausan setelah melewati jarak yang jauh tanpa henti, beliau berkata kepada para sahabatnya, "Berikan air kepada mereka dan kuda-kudanya." Pada waktu Imam melihat satu dari pasukan Hurr tidak dapat minum sendiri, saking lemasnya, beliau sendiri bangkit dan memberinya dan kudanya minum langsung dari tangan penuh berkahnya. Setelah itu beliau memerintahkan sahabatnya untuk mendinginkan tengkuk kuda-kuda itu.
Waktu shalat telah tiba. Hurr bersama pasukannya ikut shalat berjamaah yang dipimpin oleh Imam Husein as. Usai melakukan shalat, Imam Husein as bangkit dan memberikan ceramah singkat dan berkata, "Wahai umat Islam, takutlah kalian kepada Allah. Bila kalian tidak mengetahui kebenaran kami dan pandangan kalian berbeda dengan apa yang kalian tuliskan dalam surat-surat yang dikirimkan kepada kami, maka saya memilih kembali." Hurr mengatakan, "Surat seperti apa yang engkau bicarakan?" Seorang dari sahabat Imam Husein menunjukkan satu bungkusan penuh surat dari warga Kufah. Hurr berkata, "Saya tidak tahu menahu soal surat-surat ini. Saya ditugaskan untuk membawa kalian menghadap Ubaidillah di Kufah."
Imam Husein as mulai memahami bahwa pembicaraannya dengan Hurr dan pasukannya tidak menghasilkan apa-apa, beliau lalu memerintahkan anggota karavannya untuk melanjutkan perjalanan. Namun pasukan Hurr menutup ruang gerak Imam. Sikap pasukan Hurr membuat kafilah Imam Husein tidak dapat melanjutkan perjalanannya ke Kufah dan akhirnya mereka terpaksa memilih arah lain dan sampai ke Karbala.
Hari kesepuluh bulan Muharram yang dikenal dengan Asyura, sekitar 30 ribu tentara mengepung Imam Husein as dan 72 sahabatnya. Menyaksikan keadaan itu, Hurr bin Yazid al-Riyahi merasa yakin Bani Umayyah serius membunuh Imam Husein bin Ali as. Seketika ia berbicara pada dirinya, "Ya ilahi, kini aku berdiri menghadap anak Fathimah, sebagian dari tubuh Rasulullah Saw. Ilahi, aku telah menutupi jalan bagi anak Nabi-Mu." Dialog batinnya ini semakin membuatnya ragu untuk tetap berada di pasukan Umar bin Saad.
Hurr melemparkan pandangannya ke dua arah; kesesatan dan kebahagiaan. Kembali ia berdialog dengan batinnya, "Ya Allah, Jangan sampai pintu-pintu dunia yang Engkau bukakan kepadaku menjadi sebab tertutupnya pintu-pintu surga. Aku telah hidup lebih dari setengah abad. Seberapa lama lagi aku ingin hidup? Seandainya mereka memberikan istana Syam kepadaku, tapi pada akhirnya kematian bakal menghampiriku. Pada waktu itu apa yang harus aku lakukan?"
Hurr terus berdialog dengan dirinya sendiri, "Ketika tanganku berlumuran darah anak Nabi, bukankah hanya laknat yang sampai kepadaku?Alangkah baiknya ketika aku menutupi jalannya, aku katakan kepadanya bahwa aku tidak punya niat berperang dengannya. Ya Allah, ia dengan sikap ksatria memberi minum aku dan pasukanku. Aku telah menutup jalannya dan anak-anaknya. Ya Allah, aku telah membuat takut anak-anak Imam Husein as. Saya yang bersalah telah menyeret mereka ke lembah ini. Sungguh celaka diriku."
Hurr bin Yazid al-Riyahi mengetahui benar kemazluman Imam Husein as. Ia juga mendengar panggilan Imam Husein as yang meminta siapa saja yang siap menolongnya. Pada waktu itu, Hurr memutuskan untuk memenuhi panggilan Imam Husein as. Kepada pasukan Yazid ia beralasan bahwa kudanya kehausan. Untuk itu perlahan-lahan ia mulai meninggalkan pasukan Yazid dan mulai mendekati Imam Husein as dan rombongan.
Ketika Hurr sampai ke tenda Imam Husein as, ia berkata, "Wahai Husein! Saya adalah orang yang menyakiti hati Zainab as dan membawamu ke lembah ini. Aku telah membuatmu menjadi tamu yang kehausan, terblokade dan ditemani 33 ribu pasukan dengan pedang terhunus." Imam Husein as berkata kepadanya, "Hurr, mengapa engkau tidak turun dari kudamu? Hurr menjawab, "Aku tidak akan turun sampai anak-anakmu memaafkanku, sehingga Zainab memaafkan dosaku dan tangan cintamu menuntun tanganku. Imam berkata, "Hurr, turunlah, kami akan menjamu engkau."
Pada saat itu Hurr berkata dengan nada putus asa, "Apakah Allah menerima taubatku?" Imam Husein menjawab, "Ya, Allah menerima taubatmu dan memaafkan dosamu." Hurr masih terus berkata, "Aku adalah orang pertama yang menutup jalanmu. Aku tidak akan turun dari kudaku sampai engkau memberiku izin menjadi orang pertama yang syahid dalam jalan dan cita-citamu. Dengan perbuatan ini, semoga aku bisa berada satu tempat dengan Nabi Muhammad Saw."
Dengan sigap dan segera, Hurr menggerakkan kudanya menuju medan pertempuran. Pada awalnya, Hurr menasihati pasukan musuh. Namun anak panah berseliweran di sekitarnya meminta nyawanya. Ia kemudian berteriak, "Aku adalah Hurr. Aku adalah penjaga pria terbaik kota Mekah. Aku berperang, mengayunkan pedang dan tidak kenal takut."
Keberanian Hurr membuat takut pasukan musuh. Tapi banyaknya anak panah yang menancap di tubuh kudanya, membuat kudanya tidak dapat bangkit lagi. Hurr akhirnya turun dari kudanya dan melesat ke tengah-tengah pasukan Yazid. Hal itu dilakukannya hingga sebuah panah menembus dadanya. Hurr terjatuh ke atas tanah. Ia masih memaksakan dirinya untuk berteriak, "Wahai anak Nabi, lihatlah aku!" Hurr tidak sabar membawa dirinya menghadap Imam Husein as.
Waktu sejenak berlalu. Hurr merasakan panasnya tangan Imam Husein as yang diletakkan di atas dahinya. Kepadanya Imam Husein as berkata, "Tenanglah. Biarkan tanganku membalut dahimu. Bukankah engkau sendiri yang mengatakan agar di akhir hidupmu, aku berada di sampingmu? Bukalah matamu dan saksikan bahwa engkau bebas. Engkau menjadi manusia bebas di dunia dan di akhirat." Imam kemudian membalut dahi Hurr. Saat itu Hurr berkata, "Apakah engkau memaafkanku? Apakah Allah memaafkan dosaku yang lalu? Wahai tuanku, tersenyumlah untukku agar aku mendapat ketenangan dan menuju Allah dengan tenang. Sambil membersihkan darah dan tanah yang menutupi wajah Hurr, Imam Husein berkata, "Betapa indahnya seorang pria yang bebas mendengar seruan pertolongan Husein dan mengorbankan dirinya. Ya Allah, terimalah ia di surga-Mu." (IRIB Indonesia/SL/NA)
Muharram Universitas Besar Kemanusiaan
|
Menurut Kantor Berita ABNA, Ayatullah Al Uzhma Shafi Gulpaghani dalam pertemuannya dengan sejumlah ruhaniawan dan beberapa pejabat militer Republik Islam Iran menyatakan, "Hari ini kita mencapai kemajuan dalam bidang pertahanan nasional yang sangat berbeda dengan pencapaian beberapa dekade sebelumnya. Kemajuan dan keberhasilan ini tentu saja berkat karunia dan anugerah dari Allah SWT yang diberikanNya melalui perjuangan keras berbagai pihak."
Selanjutnya beliau berkata, "Militer sudah sepatutnya bukan sekedar tentara biasa yang tugasnya hanya menjaga kedaulatan dan keamanan negeri. Namun mereka harus mematrikan diri bahwa pada hakekatnya mereka adalah tentara Imam Zaman afs. Tugas mereka jauh lebih luas, mereka harus selalu siap sedia untuk menjaga tegaknya wilayah, hukum Islam dan kedaulatan Negara Islam dan mampu membuat para musuh senantiasa dalam keadaan khawatir dan takut."
Ulama marja taklid ini kemudian lebih lanjut berkata, "Jika sekiranya ruhiyah keimanan kepada Allah SWT tidak dimiliki oleh pasukan militer kita, kita tidak akan pernah mencapai kemerdekaan dan kebebasan. Ruh keimananlah yang menjadi penyebab rakyat Iran bersama militer bersatu untuk mengusir pengaruh asing dinegeri ini. Yang dengan keimanan itu pula mereka mendukung tegaknya syariat di negeri ini, menjaga dan menjalankannya sampai akhirnya mencapai kemenangan revolusi Islam. Dan segenap keberhasilan dan kesuksesan tersebut harus senantiasa kita jaga dan pelihara, dan untuk menjaganya tetap dibutuhkan keimanan pula."
"Kecintaan rakyat terhadap Islam dan kebencian mereka terhadap kezaliman menjadi faktor penting penyebab keberhasilan revolusi Islam di negeri ini. Dan kemenangan revolusi Islam tersebut tidak dapat dipungkiri menjadi pemicu kebangkitan Islam di Negara-negara lain. Kita bisa melihat pengaruh revolusi Islam Iran sampai hari ini. Dimana beberapa Negara mayoritas berpenduduk muslim bangkit menggulingkan tirani-tirani yang zalim." Tegas beliau.
Ayatullah Shafi Gulpaghani dalam bagian lain ceramahnya menyatakan, "Kehadiran ruhaniawan di tengah-tengah militer adalah sesuatu yang penting. Yang dengan kehadiran mereka diharapkan mampu memberikan pencerahan dan bimbingan mengenai aqidah Islam di tengah-tengah saudara-saudara kita yang bertugas sebagai tentara sehingga mereka dalam melakukan pekerjaannya berbasis Ilahi dan memiliki kemerdekaan dalam berpikir serta kekuatan iman yang tangguh."
Ayatullah Shafi Gulpaghani selanjutnya menekankan, "Kehadiran ruhaniawan dalam memberikan bimbingan spritual kepada pejabat dan anggota militer adalah penyebab semakin kuatnya militer dan penghalang datangnya faktor kelemahan. Ketika ruhaniawan hadir dalam memberikan bimbingannya, akan banyak kelemahan yang dengan kehadirannya tersebut menjadi hilang dan kekuatan menjadi bertambah. Karena kehadiran ruhaniawan memberikan keberkahan dan kenangan manis di tengah-tengah masyarakat. Kehadiran ruhaniawan di tengah-tengah militer menjadi penyebab semakin kuatnya semangat beragama dan semakin gigihnya semangat untuk menjaga kedaulatan Republik Islam Iran. Karenanya ruhaniawanpun harus mengetahui kedudukan dan peran mereka yang begitu penting di negeri ini. Mereka harus mampu menjalankan perannya dengan baik dan memanfaatkan kesempatan yang ada dengan sebaik-baiknya. Mereka harus mampu menunjukkan akhlak yang baik dan tindak tanduk yang terpuji agar masyarakat mampu mengambil pelajaran dari apapun yang mereka lakukan."
"Kewajiban yang berada di pundak-pundak ruhaniawan sangatlah berat. Mereka harus tahu kondisi dan situasi dimana mereka sedang berdakwah. Berdakwah ditengah-tengah masyarakat umum jelas berbeda dengan memberikan bimbingan kepada anggota militer. Ruhaniawan tidak boleh berdakwah seenaknya tanpa memperhatikan kondisi mereka yang didakwahi. Rasulullah saww adalah teladan terbaik dalam hal berdakwah dan membimbing masyarakat. Beliau menempatkan keindahan akhlak dalam dakwahnya sehingga siapapun menjadi tertarik dan terpikat dengan apa yang disampaikannya." Jelas ulama marja taklid tersebut.
Beliau kemudian merujuk kepada surah Ali Imran ayat 159 dan berkata, "Keberhasilan Nabi saww dalam dakwahnya adalah karena keindahan perilaku dan akhlaknya. Yang dengan itu Nabi saww mampu membangun kekuatan besar yang sampai akhirnya mampu mendirikan sebuah daulah dan kaum muslimin mampu berpegang teguh dengan nilai-nilai agama. Nabi saww dalam menghadapi orang-orang yang tidak beradab dan memusuhi dakwahnya sangat bersabar bahkan membalas keburukan mereka dengan kebaikan. Jika sekiranya Nabi berlaku kasar dan keras niscaya banyak orang yang akan menjauhi dakwahnya."
Guru besar Hauzah Ilmiyah Qom tersebut dalam pembicaraannya dengan ruhaniawan yang ditugaskan untuk membimbing di kalangan militer menyatakan, "Kalian para ruhaniawan yang mulia, telah ditugaskan untuk mendampingi saudara-saudara kalian dari kalangan militer. Manfaatkan kesempatan tersebut dengan sebaik-baiknya. Berinteraksi dan berhubungan baiklah dengan mereka sebab mereka sama halnya dengan kalian, sama-sama sebagai pencinta Ahlul Bait. Jalinlah persaudaraan yang erat dengan mereka."
Ayatullah Shafi Gulpaghani lebih lanjut menasehatkan, "Bimbinglah mereka dengan penuh keseriusan dan kesungguhan. Sebab mereka adalah orang-orang yang begitu penting perannya dalam Islam. Mereka senantiasa harus siaga menghadapi musuh dan menjaga kedaulatan Negara Islam. Berhubungan baiklah dengan mereka sehingga mereka mampu memahami secara maksimal apa yang kalian sampaikan. Kalian adalah wakil dari para ruhaniawan yang ada untuk secara khusus membimbing dan mendampingi mereka untuk mengenali ajaran agama mereka dengan lebih baik."
Berkaitan dengan bulan Muharram yang sebentar lagi datang, Ayatullah Shafi Gulpaghani menyatakan belasungkawanya. "Semua keberkahan dan keberhasilan yang kita capai adalah berkat keberkahan bulan Muharram, karenanya Muharram tidak boleh dilewatkan begitu saja." Jelasnya.
Beliau menilai bulan Muharram adalah sebaik-baiknya kesempatan untuk lebih memperkenalkan mazhab Ahlul Bait. Beliau berkata, "Bulan Muharram memiliki nilai strategis yang begitu penting bagi umat Syiah. Tidak bisa dipungkiri peran bulan Muharram yang begitu besar terhadap perkembangan dan kemajuan Syiah. Dari dulu sampai sekarang banyak keberkahan yang diperoleh masyarakat dengan masuknya bulan Muharram. Karenanya kehadiran bulan Muharram harus kita manfaatkan sebaik-baiknya." Beliau lebih lanjut mengibaratkan Muharram seperti universitas besar yang banyak mengajarkan nilai-nilai kemanusiaan kepada umat manusia. Beliau berkata, "Kelas-kelas universitas ini dari mulai memasuki bulan Muharram sampai akhir bulan terus berlanjut. Dan orang-orang yang terdidik oleh universitas tersebut memiliki kekuatan lebih untuk menghadapi serangan-serangan syaitan di bulan-bulan berikutnya."
Ayatullah Shafi Gulpaghani menambahkan, "Alhamdulillah, cahaya Asyura terus berpijar, yang semenjak dahulu sampai saat ini para musuh terus berupaya sebisa mungkin untuk memadamkannya. Cahaya Asyura adalah juga cahaya Allah yang tidak akan pernah padam dan tidak akan ada yang akan mampu memadamkannya."
Dipenghujung ceramahnya, Ayatullah Shafi Gulpaghani mengingatkan, "Hari ini kewajiban kita adalah menjaga syiar Asyura sampai kedatangan imam Zaman yang kita nanti-nantikan."(abna.ir/26/11/2011)
Memaknai Kembali Khotbah Historis Sayyidah Zainab di Hadapan Yazid
Oleh: Emi Nur Hayati Ma'sum Sa'id
Sejak awal penciptaannya, wanita merupakan bagian dari kehidupan seorang pria. Nabi Adam as tidak diciptakan sendirian, tapi di sampingnya ada seorang wanita bernama Hawa. Wanita memiliki peran penting dalam setiap kehidupan pria. Mulai dari Hawa yang menjadi pendamping Nabi Adam as sampai Sarah istri Nabi Ibrahim, Maryam ibunya Nabi Isa dan Barkhanah Ibu Nabi Musa, Sayyidah Khadijah istri Nabi Muhammad saw, Sayyidah Fathimah istri Imam Ali as sampai Sayyidah Zainab yang mendampingi saudaranya Imam Husein as dalam kebangkitan Asyura.
Peran Sayyidah Zainab as
Peran wanita dalam gerakan Tauhid dan Islam sama sekali tidak bisa dipungkiri. Puncaknya adalah gerakan dan kebangkitan Asyura yang dipimpin oleh Imam Husein as. Dalam kebangkitan Asyura Imam Husein as membawa semua keluarganya baik laki-laki maupun perempuan, besar dan kecil. Dalam kebangkitan Asyura peran perempuan di sini tidak kalah pentingnya dengan peran laki-laki. Ada beberapa perempuan yang karena keberanian, keimanan dan pengorbanannya mereka berhasil mencatat namanya dalam sejarah mulia kebangkitan Asyura dan yang terpenting adalah keberadaan saudara perempuan Imam Husein as yang bernama Zainab as.
Sayyidah Zainab as dalam kebangkitan Asyura selain sebagai jembatan penyambung dan pengemban risalah pasca syahadah Imam Husein as, beliau juga bertanggung jawab sebagai pemimpin para tawanan, perawat Imam Zainul Abidin as yang sedang sakit dan penjaga anak-anak dan para wanita.
Bila Sayyidah Khadijah as wanita pertama kali yang beriman kepada Rasulullah Saw. Ia juga berkorban selama sepuluh tahun dari awal kenabian sampai tahun kesepuluh hijriyah. Dengan setia mendampingi suaminya dalam menyebarkan ajaran Islam dengan segala beban dan kesulitan. Dalam peristiwa Karbala, Sayyidah Zainab as cucu beliau juga mendampingi saudaranya Imam Husein as menegakkan dan meluruskan ajaran kakeknya Rasulullah Saw. Ajaran yang sedang diselewengkan oleh manusia-manusia durjana seperti Muawiyah bin Abi Sufyan dan anaknya Yazid bin Muawiyah.
Bila wanita harus ditawan dan dikelilingkan di tengah-tengah kota karena untuk menegakkan agama Allah, wanita mana yang lebih layak untuk memainkan peran ini, kalau bukan pewaris Khadijah as. Perempuan yang selama ini setia mendampingi Rasulullah Saw dalam segala kesulitan dan tantangan demi menegakkan agama Allah. Pasca syahadah Imam Husein as, Sayyidah Zainab mengambil alih tanggung jawab risalah kakaknya yang telah syahid.
Beliau benar-benar menggunakan kesempatan yang ada mulai dari berkhotbah di pasar Kufah sampai di istana Ibnu Ziyad dan di Syam di hadapan Yazid bin Muawiyah. Dengan khotbahnya yang lantang bak ayahnya Imam Ali as yang sedang berkhotbah, Sayyidah Zainab as membuka setiap hati yang buta dan membongkar kejahatan dan kezaliman pemerintahan Bani Umayyah. Bila ajaran murni Rasulullah Saw sampai kini menyebar luas di tengah-tengah umat manusia itu karena jasa, keberanian dan kesabaran Sayyidah Zainab as dalam melanjutkan risalah kakeknya.
Di Majlis Ibnu Ziyad
Ibnu Ziyad berusaha menghina Ahlul Bait as dengan melemparkan sebuah pertanyaan, "Siapa wanita yang terkucil ini?" tidak ada yang menjawab dan ia mengulangi lagi pertanyaannya, kemudian salah satu pembantu Sayyidah Zainab menjawab, "Ini adalah Zainab putri Fathimah putri Rasulullah Saw." Ibnu Ziyad melanjutkan, "Aku bersyukur kepada Allah karena telah mempermalukan kalian, membunuh dan mengungkap kebohongan kalian."
Penghinaan ini dijawab dengan tegas oleh Sayyidah Zainab as, "Segala puji bagi Allah yang telah memuliakan kami dengan wujud nabinya Muhammad Saw dan mensucikan kami dengan sesuci-sucinya. Kalau kamu bilang kami dipermalukan, sesungguhnya yang dipermalukan adalah orang yang fasik. Kalau kamu bilang kami berbohong, sesungguhnya pelaku kezalimanlah yang berbohong, bukan kami dan segala puji bagi Allah."
Di Majlis Yazid bin Muawiyah
Kedengkian dan kekufuran Yazid bin Muawiyah terungkap ketika para tawanan Ahlul Bait berdiri di depannya dan dengan kecongkakannya Yazid mengutak-atik gigi Imam Husein as dengan kayu yang ada di tangannya seraya berkata, "Oh seandainya nenek moyangku yang terbunuh di perang Badar dalam kondisi musyrik sekarang ada di sini menyaksikan kondisi keluarga Muhammad. Mereka akan terlihat gembira dan mengatakan kepadaku, terima kasih Yazid! Bani Hasyim telah bermain kekuasaan, tidak ada kabar gaib dan juga tidak ada wahyu yang turun. Aku bukan tergolong Khunduf (nenek moyang bani Umayyah ) bila aku tidak membalas dendam perilaku Muhammad dari anak-anaknya."
Di sini Yazid tidak saja membunuh Imam Husein as tapi juga berperang melawan Allah dan Rasulullah. Ia menganggap dirinya sebagai amirul mukminindan berposisi sebagai pengganti Rasulullah Saw tapi pada saat yang sama membalas dendam pekerjaan-pekerjaan Rasulullah yang membunuh para musyrikin di Badar. Ia mengagung-agungkan nenek moyangnya yang musyrik dan memusuhi Rasulullah Saw. Yazid mengutak-atik bibir Imam Husein as yang senantiasa diciumi oleh Rasulullah Saw. Mendengar kekufuran ini Sayyidah Zainab as tidak tinggal diam. Beliau segera mempermalukan dan membongkar kedok Bani Umayyah yang telah menyelewengkan Islamdengan pidato historisnya.
Sayyidah Zainab berkata:
"Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam. Shalawat Allah atas Rasul-Nya dan semua keluarganya. Benar Allah berfirman demikian, "Lantas kesudahan orang–orang yang melakukan bermacam-macam kejahatan adalah sikap kufur dan memperolok-olok ayat-ayat Allah." (Surat ar-Rum: 10).
Hai Yazid! Kau pikir dengan menutup jalan darat dan udara untuk kami dan dengan mengelilingkan kami ke sana kemari bak tawanan, di hadapan Allah kami terhina dan kau terhormat? Kau pikir kemenanganmu atas kami karena kedudukanmu di hadapan Allah? Lantas kau bangga dan sombong memandang sekitarmu? Karena kau lihat dunia berpihak kepadamu, urusan berjalan sesuai dengan kehendakmu dan dengan mudah kau menguasai kami? Tunggu dulu pelan-pelan! Lupakah kau akan firman Allah yang berbunyi, "Dan jangan sekali-kali orang kafir menyangka bahwa tangguh yang Kami berikan kepada mereka lebih baik bagi mereka. Sesungguhnya Kami beri tangguh kepada mereka supaya bertambah-tambah dosa mereka. Dan bagi mereka azab yang menghinakan." (Surat Ali Imran: 178)
Kemudian Sayyidah Zainab mengingatkan Yazid dan orang sekelilingnya akan status mereka sebagai orang-orang yang dibebaskan oleh Rasulullah Saw dalam peristiwa Fathu Mekah (penaklukan kota Mekah).
"Hai anak orang-orang yang dibebaskan! Adilkah peraturan ini, di mana kau letakkan perempuan-perempuan dan pembantu-pembantumu di balik tabir sementara putri-putri Rasulullah kau bawa kesana kemari bak tawanan?Kau buka kerudung dan wajah mereka dan musuh-musuh membawanya dari kota satu ke kota lain sehingga orang-orang asing dan hina memandang wajah-wajah mereka? Sementara tidak ada bagi mereka laki-laki yang menjadi pimpinannya dan tidak punya pelindung yang melindungi mereka.
Bagaimana bisa diharapkan kasih sayang dari seorang (Hindun) yang telah mengunyah hati orang-orang suci kemudian memuntahkannya dan dagingnya tumbuh dari darah-darah syuhada? Bagaimana bisa berhenti permusuhan orang yang pandangannya kepada kami Ahlul Bait senantiasa penuh dengan permusuhan dan kedengkian? Kemudian tanpa ada rasa dosa dan dengan congkak mengatakan, "Seandainya nenek moyangku hadir di sini dan saking gembiranya pasti berteriak, "Yazid, terima kasih!"
Kini kau berkatasambil mengutak-atik gigi Aba Abdillah, penghulu para pemuda ahli surga. Bagaimana mungkin kau tidak akan mengatakan hal itu? Dengan menumpahkan darah putra-putra Rasulullah Saw dan bintang-bintang keluarga Abdul Muthalib, kau telah melukai hati-hati dan membakar akarkeutamaan dan takwa. Sekarang kau panggil nenek moyangmu dan kau pikir kau sedang memanggil mereka dan minta pujian dari mereka sementara kau lupa bahwa kau secepatnya akan menyusul mereka. Pada saat itu kau akan berharap, "Seandainya kau lumpuh dan bisu, tidak mengatakan apa yang telah kau katakan dan tidak berbuat apa yang telah kau perbuat."
Ya Allah tuntutlah hak kami dari mereka dan balaslah kejahatan orang-orang yang menzalimi kami! Turunkan kemarahan-Mu kepada orang-orang yang menumpahkan darah kami dan membunuh para sahabat kami!
Kemudian Sayyidah Zainab berkata kepada Yazid, "Hai Yazid, Demi Allah! dengan kejahatanmu ini kau telah menguliti kulitmu sendiri dan mencabik-cabik dagingmu sendiri. Dengan segera kau akan menghadap Rasulullah Saw dengan menanggung dosa. Dosa menumpahkan darah dan menodai kehormatan keluarganya. Pada hari itu Allah akan mengumpulkan Rasulullah Saw dengan keluarganya dan menuntut hak-hak mereka dari musuh-musuhnya."
"Jangan kau mengira bahwa orang-orang yang terbunuh di jalan Allah itu mati, bahkan mereka itu hidup di sisi Tuhannya dengan mendapat rizki." (Surat Ali Imran: 169).
Dan cukup bagimu, Allah Swt sebagai hakim, Rasulullah Saw sebagai penuntut dan Malaikat Jibril sebagai pendukung. Ketahuilah bahwa mereka yang menyiapkan sarana kejahatan ini dan menaikkan kamu di atas pundak kaum muslimin, akan segera menerima balasannya. Seburuk-buruk balasan bagi orang-orang zalim. Mereka akan segera tahu siapa yang lebih buruk dan pasukan mana yang lebih lemah."
Yazid dalam pandangan Sayyidah Zainab adalah manusia yang sangat rendah dan hina sehingga tidak layak menjadi orang yang diajak bicara oleh beliau. Tapi beliau terpaksa berbicara dengan Yazid seraya mengatakan:
"Bila musibah menyeretku ke sini dan terpaksa harus bicara denganmu, ketahuilah posisimu di mataku sangat rendah dan terhina. Sehingga sulit bagiku untuk menegur dan mengritikmu. Tapi aku harus bagaimana? Mata-mata kami menangis dan dada-dada kami terbakar.
Oh...sungguh aneh kejadian ini dan benar-benar aneh! Tentara Allah terbunuh di tangan tentara setan yang dibebaskan. Tangan-tangan kalian berlumuran darah kami. Daging-daging kami keluar dari mulut-mulut kalian. Badan-badan yang suci diserahkan kepada serigala-serigala dan binatang buas sahara.
Bila hari ini dengan membunuh dan menawan kami kau merasa beruntung, di Hari Perhitungan dengan mahal kau akan segera membayarnya. Kau tidak akan menemukan sesuatu kecuali apa yang kau perbuat. "Sekali-kali Tuhanmu tidak akan menganiaya hamba-hamba-Nya." (Surat Fussilat: 46). Hanya kepada Allah kami mengeluh dan hanya kepada-Nya kami bersandar.
Hai Yazid, lakukan konspirasimu terhadap kami dan lakukan usahamu semaksimal mungkin! Demi Allah! Kau tidak akan bisa menghapus nama kami dan tidak bisa membunuh wahyu kami. Kau tidak akan bisa mencapai ketinggian kami. Kau tidak akan bisa mencuci perbuatan yang memalukan ini. Ketahuilah sesungguhnya pendapat dan pemikiranmu itu goyah dan masa-masamu pendek dan kelompokmu berceceran.
Pada hari itu seorang penyeru Allah berteriak, "Ingatlah sesungguhnya kutukan dan laknat Allah ditimpakan kepada orang-orang yang zalim." (Surat Hud:18)"
Diakhir khotbahnya Sayyidah Zainab berdoa:
"Maka segala puji bagi Allah yang menetapkan awal kehidupan kami dengan kebahagiaan dan ampunan. Menetapkan akhir kehidupan kami dengan syahadah dan rahmat. Kami memohon kepada Allah untuk menyempurnakan pahala kebaikannya atas syuhada kami. Sesungguhnya Dia Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Cukup bagi kami Allah, dan Dia adalah sebaik-baik wakil." (Balaghat an-Nisa, Ibnu Thifur, Maktab Bashirati)
Begitu besar tantangan dan musibah yang harus dihadapi Sayyidah Zainab. Dengan keimanan dan keyakinannya kepada Allah beliau tidak gentar menghadapi manusia-manusia hina dan durjana seperti Yazid bin Muawiyah dan lain-lainnya.
Bahkan ketika Sayyidah Zainab as ditanya Yazid, "Apa yang kau lihat di Karbala?"
Beliau menjawab dengan tegas, "Tidak ada yang kulihat kecuali keindahan".
Jawaban ini menunjukkan bahwa dengan segala kesulitan dan kesusahan, di depan musuh Sayyidah Zainab mengajarkan masalah keteguhan dan kesabaranbagi umat Islam. (IRIB Indonesia)