Harmonisnya Islam Syi'ah dan Islam Sunni Banjarmasin lewat Seminar bertajuk Ukhuwwah/Persaudaraan bikin Zionis Takfiri Wahabi Salafi "Ngaku Islam" tambah Marah...eng..ing..eng...!!!!! Selamat Natal bagi yang merayakannya (Pasti Zionis Takfiri Wahabi Tambah Marah)...eng ing eng...
Team Buletin MPR-Banjarmasin- Hari ini Rabu tanggal 24 Desember 2014 atau bertepatan dengan 2 Rabiul Awwal 1435 H diadakan Seminar Ulama "Merajut Ukhuwwwah & Toleransi Umat Beragama" dengan Topik : Peringatan Asyura dalam Perspektif Syi'ah dan Muhammadiyah (Tinjauan Normatif, Historis dan Sosiologis), yang mana dalam Banner didalam Ruang Seminar terpampang tulisan sebagai Narasumber adalah Dr.H.Muhsin Labib (Ketua DPP Ahlulbait Indonesia), namun yang hadir adalah salahsatu Tokoh Ulama Muda Islam Syi'ah asal Pekalongan Jawa Tengah yaitu Sayyid / Habib Thoha Al-Musawwa lulusan kota pelajar Qum Negara Republik Islam Iran dan Prof.Dr.Ahmad Khairuddin,M.Ag Ketua DPD Muhammadiyah Provinsi Kalimantan Selatan.
Sebenarnya dari Jam 8 pagi Team Buletin MPR sudah berada dilokasi Acara Seminar yang dikatakan akan digelar di Gedung Serba Guna / Aula / Auditorium Masjid Raya Sabilal Mukhtadin Banjarmasin, namun ternyata Acara Seminar di gelar di Ruang Kantor MUI Kalimantan Selatan yang terletak diseberang Gedung Serba Guna / Aula / Auditorium Masjid Raya Sabilal Mukhtadin Banjarmasin sekitar pukul 11 Wita siang.
Dan sebagai info tambahan, sebelum Seminar digelar, paginya ada warga Banua Banjar yang melangsungkan Akad Nikah di dalam Ruang Induk Mesjid Raya Sabilal Mukhtadin Banjarmasin, bahkan dari pantauan team Buletin MPR, Ulama Muda Islam Wahabi Salafi yaitu Khairullah,LC ikut menghadiri acara Akad Nikah tersebut.
Sungguh disayangkan, ulama-ulama Wahabi Salafi yang menjadi Pengasuh Tetap Mesjid Imam Syafe'i (Pengikut Imam Syafe'i Indonesia MENYUKAI Acara Tahlil, Haulan dan Maulidan, tetapi Pengasuh Mesjid ini dengan menamakan Masjidnya Imam Syafe'i mencoba menipu masyarakat dengan MEMBENCI acara Haul, Tahlilan dan Maulidan...ckckckck...kenapa Mesjidnya tidak ganti nama aja jadi Mesjid Wahabi Salafi..????) yang beralamat di jalan Komplek AMD km 7 Banjarmasin seperti Khairullah,LC dan Ahmad Zainuddin, LC yang sering mengkafirkan Islam Syi'ah TIDAK HADIR dalam seminar ini. (Biasa..^_^... ulama-ulama salafi wahabi biasanya Hadir & Menghakimi hanya ketika Ulama-ulama Islam Syi'ah atau Ulama-ulama Islam Sunni Tidak diHadirkan / Penghakimam Sepihak tanpa klarifikasi, contoh masih ingatkan Penghakiman terhadap Islam Syi'ah di Mesjid Hasan Majedi jalan Kayutangi Banjarmasin yang notabene Mesjid yang dimiliki orang-orang Muhammadiyah..Ironis...)
Namun dalam Seminar hari ini sungguh mengagetkan, pemaparan Islam Sunni dari Muhammadiyah yang di wakili oleh Prof.Dr.Ahmad Khairuddin,M.Ag Ketua DPD Muhammadiyah Provinsi Kalimantan Selatan berkesan Pembelaan terhadap Islam Sunni dan membawa Persaudaraan terhadap Islam Syi'ah, sungguh memukau audience yang hadir, sampai-sampai beliau mengatakan hanya Negara Republik Islam Iran yang Islam Syi'ah lah yang berani menentang Hegemoni Barat dan mewakili Islam dalam capaian Tekhnologi Nuklir untuk Damai, apalagi dengan penerapan Sistem Wilayatul Faqih negara Iran, dimana Ulama disana adalah Penentu Politik dan Permasalahan Agama.
Selain itu Al-Habib Abdillah Ba'bud yang merupakan satu perwakilan Komunitas Islam Syi'ah di Banjarmasin memaparkan secara gamblang tentang Penentangan-penentangan yang dilakukan oleh orang-orang dekat dari Orang yang di Pilih Allah SWT. Seperti Nabi Adam yang mempunyai Anak Habil & Qabil, yang satu mengikuti Nabi sedangkan satunya mengikuti Iblis, Nabi Nuh setelah sekian lama berdakwah dan ummat yang banyak, hanya mendapatkan 1 (Satu) kapal Bahtera Keselamatan, Nabi Ya'qub yang mempunyai anak-anak yang mengincar kematian saudaranya Nabi Yusuf as. Hingga setelah wafatnya Nabi Muhammad, orang-orang yang mengaku Islam pun tega Mencincang dan Membunuh salah satu Penghulu Pemuda Surga dan salah satu cucu kesayangan Nabi Muhammad Saww..yaitu Sayidina Husain...oh sungguh tragis.
Yang jelas, pemaparan dari Ulama Muda Kharismatik Islam Syi'ah 12 Imam / Mazhab Jakfari Al-Habib Thoha Al-Musawwa yang berkesan Persaudaraan Islam Syi'ah dan Islam Sunni lebih diutamakan, sebenarnya memancing banyak pertanyaan dari Peserta Seminar yang hadir, namun apa daya, mengingat terbatasnya waktu dan juga adanya kegiatan lanjutan dari Ketua MUI Kalimantan Selatan Haji Makkie dan staff setelah sholat Zuhur ditempat lain, maka Moderator pun akhirnya menutup acara menjelang Sholat Zuhur. Namun sebelum ditutup salah seorang peserta seminar yang merupakan perwakilan Anggota DPRD Kalimantan Selatan pun berujar untuk mengingatkan Panitia Seminar, agar lebih panjang membikin program Acara Seminar dan agar lebih lebih lengkap menghadirkan Nara Sumber, baik dari NU, Muhammadiyah, Syi'ah, Sunni, bahkan Salafi Wahabi, serta berharap Acara seminar semacam ini terus diprogramkan atau dijadwalkan.
Ustadz Ahmad Zainuddin, Lc
- Ketua Umum Masjid Imam Syafi’i Banjarmasin Kalsel
- Dai Islamic Center Damman, Saudi Arabia (2005-2013)
- Alumnus S1 Universitas Islam Madinah, Fak Hadits
Ustadz Ahmad Zainuddin Lc, pengasuh Mesjid "Takfiri Wahabi Salafi" Imam Syafe'i Banjarmasin
dan Pembicara Ustadz Zezen Zainal Mursalin, Lc
serta Ustadz Khairullah,Lc :
Buku Mengenal & Mewaspadai Penyimpangan Syi'ah di Indonesia "DITANTANG" Buku Putih Mazhab Syiah sebagai Pembanding..!!!!!
Buku Kecil,"Mengapa Saya Keluar dari Syiah" di JAWAB TUNTAS dengan Buku Tebal, "Demi Allah Junjunglah Kebenaran", Hayo BERANI BACA tidak...!!!!!
INI BUKAN menyebar KEBENCIAN...Tapi KRITIKAN...kalau memang sesama ummat ISLAM kenapa saling TAKUT bahkan berteman dengan MUSUH ISLAM....!!!!!!!!!
Seminar ini dihadiri juga para Intel dari Polresta Banjarmasin, LDII, Hizbutahrir dan Warga dari kalangan Akademisi dan Non Akademisi.
Sesi Foto bersama dan sedikit wawancara bersama Moderator acara Seminar pun dilaksanakan setelah usainya acara tersebut. Oleh-olehnya dari Kegiatan MUI Kalimantan Selatan adalah uang saku senilai Rp.50.000,- , Nasi Kotak dan Kalender dari MUI Kalimantan Selatan.
Liputan dari Media Cetak, Radio dan Elektronik seperti TV pun hampir tidak ada, padahal Gaung Ukhuwwah / Persaudaraan Islam Sunni & Islam Syi'ah seperti ini mestinya disiarkan kesemua lapisan masyarakat agar tercerahkan dan tidak mudah diadu domba oleh para ulama-ulama karbitan yang hanya ingin Islam terpecah-belah.
Kesan Pertama Sungguh Menggoda, akankah Islam Sunni dan Islam Syi'ah Kalimantan Selatan akan terus berukhuwwah / bersaudara ditengah Propaganda dan Adu domba Zionis Takfiri Wahabi Salafi yang menginginkan Islam Syi'ah dan Islam Sunni "Bentrok"..?????!!!! Semoga persaudaraan ini terus berlanjut, sehingga tidak mudah terprovokasi satu sama lain.....amin ya rabbal 'allamin. (24/12/2014/ffm/ra/ynk/r/bjm)
Dua Ustaz Memaknai Asyura
Masih teringat beberapa hari menjelang Asyura tahun lalu, ada dua momen kontradiktif yang saya alami di masjid kampus dalam waktu hampir berdekatan. Ketika khotbah Jumat, seorang ustaz yang namanya saya lupa, menyampaikan ceramah mengenai pentingnya taqrib Sunni-Syiah.
Sejenak hampir saya tidak percaya dengan apa yang saya dengar. Mungkin kuping ini menipu atau saya dalam kondisi setengah sadar setelah menggarap laporan penelitian lapangan, “Masak iya khatib ini berani menyampaikan materi soal pentingnya taqrib di lingkungan yang didominasi kalangan ‘keras,’” pikir saya sembari menelisik lebih dekat siapakah sang khatib luar biasa itu. Dia sampaikan materinya dengan intonasi tegas namun lembut, argumentatif, mengajak hadirin agar tidak terkecoh oleh ulah segelintir kalangan yang hendak mempertajam skisma Sunni-Syiah di Tanah Air.
Disampaikan pula bahwa kesamaan Tuhan, kitab, dan rasul terakhir, sudahlah cukup untuk meyakinkan bahwa dua mazhab sepuh ini lebih banyak persamaan ketimbang perbedaannya. Lalu pada khotbah kedua sang khatib berpesan bahwa jika Syiah memperingati Asyura dengan kedukaan atas syahidnya Imam Husein sedangkan di sisi lain kaum Sunni berpuasa sebagai wujud syukur, hal demikian tidaklah perlu diperdebatkan mengingat kesucian hari kesepuluh di bulan Muharam tersebut dapat dimaknai secara beragam. Duhai, indah nian jika semua mubalig seperti beliau menyeru pada persatuan umat. Namun setelahnya, saya tak pernah lagi melihat beliau mengisi khotbah di masjid kampus.
Beberapa hari setelahnya ketika kalender Hijriyah jatuh pada 10 Muharam, sebuah peristiwa yang 180 derajat berbeda dari hari Jumat sebelumnya terjadi di masjid yang sama. Selepas shalat Ashar saya memutuskan mengobrol sejenak dengan beberapa adik angkatan. Di dalam, tengah berlangsung kajian mengenai keutamaan hari Asyura yang dihelat oleh lembaga dakwah kampus menghadirkan seorang ustaz. Terlihat sekitar 10 jemaah laki-laki dan perempuan, saya tertarik mendengarkannya dari luar sembari berbincang.
Mulanya tidak ada keanehan ketika sang ustaz menyampaikan keutamaan Asyura, namun tiba-tiba di tengah ceramahnya ia berkata, “Asyura itu hanya milik kaum Sunni saja. Tidak berhak jika kaum Syiah ikut mengklaim merayakan Asyura dengan meratap, melakukan ritual-ritual sesat, mengedepankan kesedihan untuk Husein.” Hadirin pun hanya manggut-manggut seolah mengamini ustaz tersebut. Baiklah, sesi ceramah ini sudah tidak sehat lagi, pikir saya sambil berpamitan untuk segera pulang.
Beberapa Pelajaran
Apa pelajaran yang bisa ditarik dari dua peristiwa di atas? Asyura sebagai sebuah hari bersejarah merupakan ujian bagi alim ulama di masa sekarang untuk bersikap arif mendewasakan umat dalam melihat perbedaan.
Mari kita lihat pada contoh ustaz pertama. Beliau tidak menyalahkan tradisi berpuasa sunnah pada hari tersebut, namun juga tidak menafikan fakta historis bahwa pada 10 Muharam 61 Hijriyah silam telah terjadi tragedi pilu pembantaian keturunan suci Rasulullah di sahara Karbala. Ini adalah langkah yang baik untuk mengenalkan kepada publik –yang saya yakin- sebagian besar masih belum pernah mendengar momen duka bagi seluruh penghuni langit dan bumi yakni kisah heroik syahidnya 72 manusia pilihan di hari Asyura.
Barangkali ustaz penganjur taqrib ini hendak mengamalkan amanat Bung Karno kepada bangsa Indonesia untuk tidak melupakan sejarah. Lebih dari itu, ustaz merangkap khatib ini secara implisit seperti hendak berpesan bahwa tidak perlu untuk menjadi seorang Syiah untuk dapat memahami makna Asyura dan Karbala. Asyura bersifat universal. Momen duka, cinta, dan epos kepahlawanan yang menyelimutinya tidak dibatasi oleh mazhab.
Tidak jadi soal jika berpuasa, tetapi setidaknya ingatlah pula lewat saudara-saudara Syiah bahwa Asyura menyimpan sejarah berdarah kebangkitan Imam Husein, kira-kira demikian yang mampu saya interpretasikan dari khotbah Jumat itu.
Bagaimana dengan contoh ustaz kedua? Bukan bermaksud menyinggung, namun setidaknya dari beliau kita dapat mengambil i’tibar bahwa tidaklah bijak jika Asyura sebagai hari yang memiliki nilai sejarah dalam tradisi keIslaman diklaim sepihak milik mazhab tertentu sedangkan mazhab lain tidak boleh memaknai dan menghidupkannya.
Ini sama saja ibarat melarang dua kelompok yang sama-sama berkewarganegaraan Indonesia merayakan 17 Agustus sebagai hari kemerdekaan hanya karena alasan etnisitas yang berbeda, sebagai contohnya.
Lebih lanjut, mengkhawatirkan jika kemudian tidak ada pendewasaan pada pemikiran jemaah (yang semuanya adalah mahasiswa) untuk memahami sejarah Asyura dari perspektif lain akibat doktrin sang ustaz. Seolah ada upaya mengubur ingatan kolektif kaum muslimin tentang megatragedi yang hampir-hampir memusnahkan mata rantai emas keturunan Rasulullah.
Jika hanya hal baik-baik saja yang ditonjolkan, bahkan diimbuhi dengan klaim “versi sejarah paling valid dan paling berhak” untuk memperingati 10 Muharam, bagaimanakah umat ini di masa sekarang hingga yang akan datang mampu mengenal hari saat darah, cinta, dan ketaatan Imam Husein beserta pengikutnya mengalahkan pedang para penindas? (Fikri/Yudhi/http://ahlulbaitindonesia.org/berita/6097/dua-ustaz-memaknai-asyura/)
Simsalabim! Telah Lahir Pemersatu Umat Islam
Para agen distributor kebencian sektarian bak sopir angkot yang ngebut mengejar setoran, melakukan apa saja yang mungkin untuk menyukseskan mimpi meminjam tangan umat Islam di Indonesia untuk membasmi Syiah. Beragam modus dan aneka cara ditempuh, mulai dari manipulasi foto, video, orasi hate speech dengan kedok seminar dan bedah buku, menguasai mesin pencari Google, hingga mengubah konten wikipedia terkait Syiah.
Umat pun dibodohi dengan menebar jargon sesat melalui pameran buku “itu-itu juga” yang ditempeli beragam nama penerbit, sampai “bertaqiyah” menggunakan atribut NKRI.
Gerombolan intoleran ini bahkan rela mempermalukan diri mengadakan acara dan menggagas forum atau perkumpulan dengan nama heboh tapi abal-abal seperti Aliansi Nasional Anti Syiah, yang ironisnya ternyata gagal secara memilukan dan menggelikan.
Yang paling gres adalah terobosan spektakuler seorang dai intoleran yang tiba-tiba mengatasnamakan umat Islam dengan kreasi nama baru “Koalisi Umat Islam” untuk merambah dunia politik.
Melihat kekisruhan internal di beberapa parpol berbasis umat Islam, gerombolan dai penganjur pensesatan dan pengkafiran Syiah ini ingin memasuki dunia politik praktis dengan “gratis.”
Caranya mudah, cukup dengan mengklaim forum pengajian beberapa makhluk pengkafir sebagai inisiator dari apa yang disebutnya sebagai representasi desakan umat Islam arus bawah: mencari capres dan cawapres Islam.
Eksploitasi simbol agama dan pencatutan nama umat Islam adalah modus paling purba dalam hal merebut dan mempertahankan kekuasaan sebagaimana diwartakan sejarah. Sementara di masa kini, pola semacam itu potensial menjadi tiket gratis menguasai parpol-parpol Islam yang sedang kisruh, gagap dan bingung menentukan pilihan.
Kondisi labil beberapa parpol itulah yang tampaknya hendak dimanfaatkan seorang dai muda yang dikenal hiperaktif mengkampanyekan pensesatan Syiah, untuk menjajal terjun ke rimba politik.
Selang tiga hari setelah melontarkan ide “Koalisi Umat Islam” di bilangan Cikini, Jakarta, sang penggagas pun bergabung dalam parade para tokoh intoleran yang memberikan semacam legitimasi genosida Syiah dengan nama “Deklarasi Aliansi Nasional Anti Syiah” di Bandung. Padahal saat menjawab pertanyaan salah satu wartawan dalam konferensi persnya di Cikini, apakah Syiah termasuk bagian yang suaranya bakal diakomodir dalam Koalisi Umat Islam, dia memberikan jawaban “taqiyah” bahwa koalisi bentukannya siap mengakomodasi kelompok minoritas Islam manapun, termasuk Syiah.
Rupanya dia mulai lihai dengan “languange game.” Meski terlihat rada tertekan, dijajalnya beratraksi dengan dua kata “koalisi” dan “aliansi.” Yang pertama menyimpan kehendak kekuasaan politik, dan yang kedua menyimpan hasrat hegemoni teologis.
Orang yang tidak punya kiprah nyata dalam politik baik secara akademis maupun empiris ini benar-benar terlihat ngotot berharap media mainstream menyematkan atribut “tokoh nasional” kepadanya. Terbukti, dia sendiri kelepasan menyebut dirinya “tokoh nasional” yang membawa aspirasi umat Islam di beragam pelosok untuk memimpin partai-partai Islam atau yang berbasis umat Islam. Dengan pokrolnya, dia terlihat under estimate terhadap kecerdasan para pemimpin parpol Islam seraya mengaku bahwa gagasan ini telah digodok oleh beberapa agamawan non NU alias bukan Sunni aseli -yang tentu tidak menyebut satupun kyai terkemuka NU yang memiliki ikatan historis dengan PPP dan PKB.
Dia berharap masyarakat tak bisa membedakan antara kyai dan ulama Sunni asli yang toleran dengan ‘agamawan’ yang dikenal luas karena mengharamkam hormat bendera.
Tapi semoga saja para pemimpin parpol Islam peka dan mampu mengendus modus penetrasi politik aktor-aktor intoleransi yang begitu berani mencatut nama universal umat Islam demi hasrat dominasi teologis dan sektarianismenya sendiri, agar atribut “pemersatu umat” benar-benar dapat dikenali, mana yang abal-abal dan mana yang sejati. [ML/Yudhi/http://ahlulbaitindonesia.org/berita/3223/simsalabim-telah-lahir-pemersatu-umat-islam/]
Sampai Kapan Indonesia Tersandera Kelompok Intoleran?
Meningkatnya kasus pelanggaran hak atas kebebasan beragama dan berkeyakinan dari 39 berkas kasus pengaduan yang diterima oleh Komnas HAM pada tahun 2013 dan naik menjadi 67 berkas kasus pada tahun 2014, sangat memprihatinkan Komnas HAM.
Hal tersebut disampaikan oleh Jayadi Damanik, Koordinator Desk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan, Komnas HAM dalam konferensi pers terkait laporan Komnas HAM atas pelanggaran kebebasan beragama dan berkeyakinan, Selasa (23/12) di kantor Komnas HAM, Jakarta Pusat.
Jayadi menjelaskan kasus-kasus yang terjadi pada 2014 terdiri dari 30 berkas kasus tindakan penyegelan, perusakan atau penghalangan pendirian rumah ibadah, 22 berkas kasus lainnya terkait dengan tindakan diskriminasi, pengancaman, dan kekerasan terhadap pemeluk agama dan keyakinan tertentu. Sementara berkas kasus penghalangan terhadap ritual pelaksanaan ibadah terdapat 15 berkas kasus yang dilaporkan.
Sementara itu, M. Imdadun Rahmat, Komisioner Komnas HAM menyatakan dengan penegakan hukum seharusnya sudah cukup. Maka tidak ada imunitas, tidak ada pembebasan-pembebasan orang yang seharusnya ditangkap dan diadili.
Imdad berkeyakinan, jika penegakan hukum dilakukan dengan benar maka intoleransi dan tindakan kekerasan di Indonesia tidak akan terus berlanjut. Oleh karena itu, dia menegaskan bahwa yang sangat penting bagi Komnas HAM adalah penegakan hukum.
“Jadi stop kekebalan hukum pada pelaku intoleransi, apalagi memberikan posisi istimewa kepada kelompok-kelompok intoleran yang suka melakukan tekanan massa dan politik,” tegasnya.
Komisioner Komnas HAM ini menyesalkan adanya sekelompok elit politik yang justru menjadikan kelompok-kelompok intoleran itu sebagai kawan bersekutu, sehingga kelompok intoleran memiliki nilai politik yang semakin tinggi. Akibatnya, mereka pun semakin sewenang-wenang untuk menekan dan membajak pemerintah-pemerintah daerah untuk memenuhi agenda-agenda intoleransi mereka.
“Jadi saat ini tidak boleh lagi ada pemerintah daerah yang tunduk dan patuh kepada kelompok-kelompok intoleran,” imbuhnya..
Komnas HAM juga menyampaikan harapannya bahwa tahun 2015 akan menjadi tahun penyelesaian atas berbagai kasus pelanggaran hak kebebasan beragama dan berkeyakinan yang sampai sekarang tidak terselesaikan.
Dengan kegigihan Komnas HAM untuk mendorong pemerintah menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM atas kebebasan beragama dan berkeyakinan selama ini, akankah Indonesia benar-benar dapat terbebas dari sandera para intoleran pada tahun 2015 mendatang?(Lutfi/Yudhi/http://ahlulbaitindonesia.org/berita/6705/sampai-kapan-indonesia-tersandera-kelompok-intoleran/)
Hal tersebut disampaikan oleh Jayadi Damanik, Koordinator Desk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan, Komnas HAM dalam konferensi pers terkait laporan Komnas HAM atas pelanggaran kebebasan beragama dan berkeyakinan, Selasa (23/12) di kantor Komnas HAM, Jakarta Pusat.
Jayadi menjelaskan kasus-kasus yang terjadi pada 2014 terdiri dari 30 berkas kasus tindakan penyegelan, perusakan atau penghalangan pendirian rumah ibadah, 22 berkas kasus lainnya terkait dengan tindakan diskriminasi, pengancaman, dan kekerasan terhadap pemeluk agama dan keyakinan tertentu. Sementara berkas kasus penghalangan terhadap ritual pelaksanaan ibadah terdapat 15 berkas kasus yang dilaporkan.
Sementara itu, M. Imdadun Rahmat, Komisioner Komnas HAM menyatakan dengan penegakan hukum seharusnya sudah cukup. Maka tidak ada imunitas, tidak ada pembebasan-pembebasan orang yang seharusnya ditangkap dan diadili.
Imdad berkeyakinan, jika penegakan hukum dilakukan dengan benar maka intoleransi dan tindakan kekerasan di Indonesia tidak akan terus berlanjut. Oleh karena itu, dia menegaskan bahwa yang sangat penting bagi Komnas HAM adalah penegakan hukum.
“Jadi stop kekebalan hukum pada pelaku intoleransi, apalagi memberikan posisi istimewa kepada kelompok-kelompok intoleran yang suka melakukan tekanan massa dan politik,” tegasnya.
Komisioner Komnas HAM ini menyesalkan adanya sekelompok elit politik yang justru menjadikan kelompok-kelompok intoleran itu sebagai kawan bersekutu, sehingga kelompok intoleran memiliki nilai politik yang semakin tinggi. Akibatnya, mereka pun semakin sewenang-wenang untuk menekan dan membajak pemerintah-pemerintah daerah untuk memenuhi agenda-agenda intoleransi mereka.
“Jadi saat ini tidak boleh lagi ada pemerintah daerah yang tunduk dan patuh kepada kelompok-kelompok intoleran,” imbuhnya..
Komnas HAM juga menyampaikan harapannya bahwa tahun 2015 akan menjadi tahun penyelesaian atas berbagai kasus pelanggaran hak kebebasan beragama dan berkeyakinan yang sampai sekarang tidak terselesaikan.
Dengan kegigihan Komnas HAM untuk mendorong pemerintah menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM atas kebebasan beragama dan berkeyakinan selama ini, akankah Indonesia benar-benar dapat terbebas dari sandera para intoleran pada tahun 2015 mendatang?(Lutfi/Yudhi/http://ahlulbaitindonesia.org/berita/6705/sampai-kapan-indonesia-tersandera-kelompok-intoleran/)
Bedah Buku ‘Syiah Menurut Syiah’ Di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Bedah buku ‘Syiah Menurut Syiah‘ yang diselengarakan di UIN syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 27 November 2014 dihadiri lebih dari 250 peserta baik dari mahasiswa maupun dari kalangan umum. Dalam bedah buku ini diterangkan sejumlah isu yang sering ditimpahkan pada Muslim Syiah. Salah satu isu yang dijawab dalam beda buku ini adalah isu tentang Taqiyah dalam syiah. Acara ini diisi pemaparan oleh Dr. Muhsin Labib, MA, selaku perwakilan dari tim penyusun buku dan Dr. Faris Pari selaku dosen Filsafat di Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. (Lutfi/http://ahlulbaitindonesia.org/berita/6388/bedah-buku-syiah-menurut-syiah-di-uin-syarif-hidayatullah-jakarta/)Bedah Buku Syiah Menurut Syiah Di UIN Jakarta
Untuk kesekian kalinya, buku Syiah Menurut Syiah (SMS) dibedah. Kali ini (27/11) tim penulis buku Syiah Menurut Syiah dari Ormas Islam Ahlulbait Indonesia (ABI) bekerjasama dengan pihak UIN Syarif Hidayatullah (Fakultas Ushuluddin) Jakarta. Acara tersebut berlangsung di Aula Student Center UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Sebelumnya, ABI juga sempat bekerjasama dengan pihak lain dalam bedah buku SMS (Bedah Buku SMS di P3M).
Secara umum, Dr. Muhsin Labib, MA selaku narasumber mewakili tim penulis ABI membagi sistematika penulisan buku tersebut ke dalam dua garis besar yaitu konsep dan realita. Secara khusus, ingin memahamkan kepada pembaca bahwa apa yang setiap orang pahami adalah sebuah persepsi, tidak absolut, relatif dan tidak mutlak benar. Sehingga, apa yang dilihat secara realita bukanlah sebuah tolak ukur untuk memahami sebuah kebenaran.
Sebagai contoh, ketika ada seorang mengaku Syiah dan mengkafirkan sahabat Nabi, tidak dapat disimpulkan bahwa ajaran Syiah mengkafirkan sahabat Nabi. Karena hal itu adalah perilaku individu yang tidak mewakili sebuah konsep ajaran.
“Perilaku individu tidak dapat dijadikan tolok ukur ajaran agama,” tutur Muhsin Labib.
Terlebih, ulama Syiah telah memfatwakan haram menghina simbol-simbol yang diagungkan oleh Muslim Sunni. Ketika masih ada yang mengkafirkan sahabat Nabi yang diagungkan oleh Muslim Sunni, secara otomatis telah keluar dari mainstream Syiah sebagai konsep ajaran yang dipahami. Sebagaimana halnya ketika Saddam Husein membantai jutaan Muslim Syiah, tak satupun Muslim Syiah menganggap Saddam adalah representasi Sunni dalam melakukan pembantaian umat Islam.
Lebih lanjut menurutnya, tidak ada Sunni membunuh Syiah, dan tidak ada Syiah membunuh Sunni. “Kalau ada yang membunuh Sunni, dia bukan Syiah. Kalau ada yang membunuh Syiah, dia bukan Sunni,” tegasnya.
Terkait isu banyaknya cabang Syiah, seorang peserta bedah buku menanyakan soal judul buku Syiah Menurut Syiah. “Syiah yang mana?” tanya peserta. Muhsin Labib menjelaskan bahwa secara umum yang diterima sebagai konsep ajaran Islam adalah Syiah Imamiyah Istna Asyariah dan buku tersebut menjelaskan Syiah secara umum.
Narasumber lain adalah Dr. Faris Pari, dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Menurutnya, perbedaan yang sering dipahami adalah perbedaan dalam ranah praktis. Bukan filosofis teoritis. Hal itu selaras dengan yang dimaksud Muhsin Labib tentang konsep dan realita. Orang banyak menilai sesuatu dalam ranah realita, bukan konsep.
“Karena kalau melihat yang beda akan menimbulkan pertanyaan-pertanyaan, problem, pelenyapan bahkan berujung pada pembunuhan,” tutur Faris Pari. Hal itu dapat dilihat misalnya dalam kasus Muslim Syiah Sampang Madura.
Terkait konsep Taqiyah (tidak menampakkan kebenaran) dalam ajaran Syiah diakuinya bahwa hal itu berada dalam ranah praktis dan berkutat dalam problem sosial budaya, bukan pada ranah konsep agama. Sebagai contoh, ketika orang Syiah berbaur, shalat berjamaah dengan Muslim Sunni, tangannya sedekap (tidak lurus), dengan pertimbangan tertentu demi menjaga keharmonisan hubungan sosial.
Acara yang berlangsung mulai pukul 09.00 hingga 11.00 WIB itu dihadiri lebih dari 200 peserta; mahasiswa maupun umum.
Mufin, salah satu peserta dari Fakultas Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta saat ditanya apa yang diketahuinya tentang Syiah, dia mengaku tidak tahu-menahu.
“Awalnya yang saya tahu, Syiah itu mut’ah dan syahadatnya berbeda,” tutur Mufin. “Jadi, ini usaha bagus untuk memperkenalkan diri,” pujinya. (Malik/Yudhi/http://ahlulbaitindonesia.org/berita/6274/bedah-buku-syiah-menurut-syiah-di-uin-jakarta/)
Tanggapan KH Alawi untuk KH Kholil Nafis
LiputanIslam.com — Pernyataan KH Kholil Nafis yang menyebut sejumlah aliran radikal akan menghabisi NU pada 2030 ditanggapi tegas oleh ulama muda NU, KH Alawi Nurul Alam Al-Bantani. Menurutnya, acara itu tidak mengatasnamakan NU secara umum, sehingga tidak bisa dijadikan rujukan.
[Catatan redaktur: judul dan paragraf pertama artikel ini telah diedit pada 23/12, sesuai konfirmasi ulang LI dengan KH Alawi, selengkapnya baca rubrik wawancara]
Seperti dilaporkan situs muslimmedianews.com yang mengaku mengutip dari antarajatim.com, dalam seminar bertajuk Menyikapi Konflik Sunni-Syiah dalam Bingkai NKRI” diadakan Aswaja Center PWNU Jatim di Surabaya, Kamis (18/12), Ketua Komisi Dakwah MUI Pusat Dr KH Kholil Nafis Lc MA mengingatkan bahwa aliran Wahabi, Syiah, dan aliran radikal lainnya bisa menghancurkan NU sebagai aliran moderat pada 2030.
“Mereka punya uang dan menargetkan NU akan habis pada 2030, karena kelompok Syiah saat ini sudah memiliki 61 organisasi di Jawa dan 23 organisasi di luar Jawa,” kata Kholil.
Menurut Kyai Alawi, yang merupakan anggota Tim Aswaja Center Lembaga Takmir Masjid (LTM) Pengurus Besar Nahdlatul Ulama ini, memang ada pihak-pihak di dalam tubuh NU, yang menjalin koalisi dengan Salafi Wahabi, dengan mengatasnamakan NU. Sementara di lain pihak, NU sendiri sangat konsisten untuk menahan laju ideologi Salafi Wahabi yang kian marak di tanah air.
Menurut Kyai Alawi, yang merupakan anggota Tim Aswaja Center Lembaga Takmir Masjid (LTM) Pengurus Besar Nahdlatul Ulama ini, memang ada pihak-pihak di dalam tubuh NU, yang menjalin koalisi dengan Salafi Wahabi, dengan mengatasnamakan NU. Sementara di lain pihak, NU sendiri sangat konsisten untuk menahan laju ideologi Salafi Wahabi yang kian marak di tanah air.
Dalam berbagai kesempatan, Kyai Alawi menyampaikan bahwa kerukunan Sunni dan Syiah akan menguatkan Islam dan sebaliknya, perpecahan di antara kedua madzhab Islam ini akan semakin melemahkan Islam. Menurutnya, perpecahan itu memang sengaja didesain agar umat Islam selalu ribut di antara sesamanya dan melupakan urusan yang lebih penting, yaitu memegang pos-pos penting di pemerintahan. (baca: Nahdliyin Jangan Mau Diperalat Takfiri)
Dalam berbagai kesempatan, Kyai Alawi menyampaikan bahwa kerukunan Sunni dan Syiah akan menguatkan Islam dan sebaliknya, perpecahan di antara kedua madzhab Islam ini akan semakin melemahkan Islam. Menurutnya, perpecahan itu memang sengaja didesain agar umat Islam selalu ribut di antara sesamanya dan melupakan urusan yang lebih penting, yaitu memegang pos-pos penting di pemerintahan. (Baca: Persatuan Sunni Syiah Dalam Risalah Amman)
Dan dalam buku terbarunya, Kyai Alawi ‘menggandeng’ para ulama dan tokoh Syiah untuk bersatu melawan pemahaman Salafi Wahabi, yang telah terbukti melahirkan para penjahat kemanusiaan yang mengklaim perbuatannya tersebut sebagai perwujudan nilai-nilai Islam. Dalam beberapa waktu terakhir, dunia telah menyaksikan kebiadaban yang dilakukan oleh teroris seperti ISIS, Al-Nusra, Boko Haram, Taliban, dll, yang memporak-porandakan Timur Tengah dan Afrika. Ironisnya, semua teroris tersebut menyatakan tengah memperjuangkan Islam. (Baca: Kyai NU dan Ulam Syiah Memutilasi Salafi Wahabi)
“Yang urgent hari ini adalah, membentengi diri dari ideologi radikal yang diusung oleh kelompok Salafi Wahabi, yang mudah menyesatkan, mengkafirkan, atau yang paling mengerikan, saat pemikiran radikal ini bermanifestasi sebagai kelompok-kelompok teroris transnasional yang kini tengah beroperasi di Timur Tengah,” demikian tulis Kyai Alawi.
Kyai Alawi juga menuturkan betapa dekatnya kultur antara NU dan Syiah. Berbagai macam amalan yang sering dilakukan oleh warga NU, ternyata juga dilakukan oleh muslim Syiah. Misalnya; tawassul, tabbaruk, tahlilan. Jika Syiah mencintai Ahlul Bait, maka begitu pula halnya dengan NU, yang termaktub dalam syair, tarian, hikayat, cerita kepahlawanan keluarga Nabi Saw, peringatan Asyura, hingga rebo wekasan.
“Membina persatuan antara sesama ummat Islam dalam bingkai NKRI yang ber-Bhineka Tunggal Ika lebih bermanfaat daripada terus menerus saling mempertentangkan isu Sunni-Syiah,” tambah dia.
Lebih lanjut, Kyai Alawi menyatakan bahwa pihak yang sering mengadu domba dan menghembuskan fitnah Sunni-Syiah itu berbeda dan harus saling bermusuhan, sesungguhnya menghendaki perpecahan dalam tubuh Islam, sehingga memudahkan mereka untuk menggapai tujuannya. Seperti diketahui, maraknya sentimen Sunni-Syiah sendiri tidak terlepas dari gejolak yang terjadi di Timur Tengah. (Baca: Ummat Islam Dipecah Belah, Alamnya Dikeruk)
“Menurut penelitian, 50 tahun lagi minyak di Arab Saudi itu habis. Tahun 1954 Arab Saudi pernah dibantu Inggris untuk menginvasi Suriah. Namun tidak berhasil. Sekarang mereka mencoba lagi, dengan menggunakan boneka-bonekanya. Yang mendanai persenjataan oposisi di Suriah kan Arab Saudi? Dan Negara-negara Barat berada dibalik itu. Sebab kita tahu, AS dan negara-negara Barat tidak memiliki kekayaan bumi yang memadai. Krisis minyak di Arab Saudi yang diperkirakan 50 tahun lagi, jelas sangat mengkhawatirkan mereka. Makanya mereka mencari lahan baru lagi. Nah, inilah salah satu tujuan dibentuknya ISIS itu. Tapi banyak yang tidak sadar,” papar dia.
“Untuk mengambil sumber daya alam itu, maka cara yang paling mudah dan klasik adalah dengan mengadu domba negara-negara tersebut,” jelas Kyai Alawi.
Untuk itu, menurut Kyai Alawi, ummat Islam harus bersatu dan menghentikan kejahatan ini dengan segala cara. Ia juga berharap, agar ummat Islam menyadari bahwa sesungguhnya musuh-musuh Islam tidak pernah berhenti untuk menghancurkan dan melemahkan kaum muslimin.
“Solusinya selain mengerahkan serdadu untuk menghentikan mereka, kita juga harus bertempur dalam dunia pemikiran, dengan menghadang syubhat-syubhat mereka. Yang bisa menulis, menulislah. Untuk memberikan penyadaran dan pencerahan pada masyarakat luas akan kondisi yang sebenarnya. Dan ulama-ulama harus menyadari tanggungjawabnya dalam menyadarkan ummat,” ujar dia, memberi saran. (ba/http://liputanislam.com/tabayun/tanggapan-kyai-alawi-untuk-kholil-nafis/)
Kritik untuk Fimadani.com
LiputanIslam.com — Fimadani.com, dalam laporannya menyebutkan bahwa Han Monis, pria yang melakukan penyanderaan terhadap Lindt Chocolate Cafe di Australia pada Senin, 15 Desember 2014 adalah seorang ulama Syiah asal Iran.
“Teroris Sydney adalah Ulama Syiah Asal Iran,” demikian judul artikel yang dirilis fimadani.com.
Namun isi artikel tersebut ternyata tidak relevan dengan judul, karena fimadani menyebutkan, bahwa Moris hanya tampil (berpakaian) layaknya ulama Syiah di media.
“Dalam berbagai situs, Man Haron Monis, tampil sebagai seorang ulama Syiah yang mengenakan turbah berwarna putih yang mengindikasikan bahwa ia adalah seorang ulama bukan dari kalangan Ahlul Bait,” sebut fimadani.com.
Perhatikan dua foto berikut:
Di foto bagian atas, Monis berpenampilan layaknya ulama Syiah. Sedangkan di foto bawah, ia tampil seperti seorang ulama Sunni. Karena itulah, bbc.com, 16 Desember 2014 menggambarkan Monis sebagai seorang pria yang kerap tampil layaknya ulama, namun di Australia, ia ditolak baik oleh komunitas Muslim Sunni, maupun Muslim Syiah, sebagaimana yang dituturkan oleh Keysar Trad, pendiri Islamic Friendship Association of Australia. (Baca: Pelaku Penyanderaan Sydney Disebut “Berbahaya” dan “Tidak Stabil”)
Hal senada juga disampaikan oleh Ismail Amin, Mahasiswa Al-Mustafa International University, Qom, Iran. Kepada Liputan Islam, Ismail menyatakan bahwa Monis bukanlah seorang ulama.
“Selama di Australia, Monis berpakaian ala ulama Syiah sementara dia tidak pernah mengeyam pendidikan di hauzah Iran,” jelas Ismail, 17 Desember 2014 melalui pesan singkat.
Ismail menambahkan, bahwa Monis adalah salah satu orang yang anti-revolusi Islam Iran. Artinya, ia menolak sistem Waliyatul Faqih yang diterapkan di Iran.
“Orang ini adalah seorang penjahat dan buronan yang kabur dari kejaran polisi. Beberapa saat lamanya dia tinggal di Malaysia kemudian meminta suaka ke Australia. Pemerintah Australia menerima permintaan suakanya dan membela orang ini setiap kali berbicara melawan Iran,” tambah Ismail.
Ismail menilai, kasus penyanderaan yang dilakukan oleh Monis, dijadikan sebagai senjata oleh media-media Barat untuk mendeskrditkan Iran, karena sejauh ini, tambah dia, hanya Iran satu-satunya yang masih tetap lantang melawan hegemoni negara adidaya, seperti Amerika Serikat.
“Pemerintah Iran sendiri telah mengutuk aksi keras Monis,” tutup Ismail.
Seperti yang diberitakan sebelumnya, Pemerintah Republik Islam Iran secara resmi mengutuk aksi penyanderaan di Lindt Chocolate Cafe, Martin Place di CBD (Central Business District).
“Mengandalkan metode tidak manusiawi seperti ini serta menebar ketakutan dan kepanikan atas nama Islam tidak dapat dibenarkan dalam kondisi bagaimanapun,” ungkap juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran, Marziyeh Afkham, sebagaimana dilansir presstv.com. (Baca: Iran Resmi Kutuk Aksi Penyanderaan Atas Nama Islam di Sidney)
Kecaman juga datang Australian National Imam’s Council (ANIC), organisasi yang memayungi kaum Muslimin di Australia. ANIC menyatakan bahwa kejahatan yang dilakukan oleh Monis, sama sekali tidak mewakili Islam. (Baca: #Illridewithyou: Perlawanan Terhadap Rasisme dan Kefanatikan)
Bahkan selama dua hari, tagar #Illridewithyou menjadi trending topic di Twitter, yang merupakan wujud solidaritas warga Australia kepada kaum Muslimin. Penduduk Australia menyadari, bahwa aksi teror yang dilakukan Monis sama sekali tidak terkait dengan agama Islam.
Rachel Jacobs, seorang dosen di Australia Catholic University menuturkan kepada Brisbane Times, bahwa #Illridewithyou merupakan sebuah perlawanan terhadap rasisme dan kefanatikan. #Illridewithyou adalah kekuatan toleransi dan kasih sayang. #Illridewithyou adalah perjanjian untuk memperlakukan semua orang—siapapun dia, dengan penuh rasa hormat. #Illridewithyou adalah pengingat bagi warga Australia, bahwa tidak sepatutnya sebuah komunitas atau kelompok harus bertanggung jawab atas kesalahan yang dilakukan oleh satu orang. #Illridewithyou adalah pesan bagi para bigot, bahwa mereka tidak diinginkan berada di Australia.
Ketika masyarakat Australia sendiri begitu toleran dan dewasa dalam menyikapi isu terorisme yang kerap dikaitkan dengan agama, lalu, apa tujuan fimadani.com membuat judul menyesatkan yang rentan menggiring opini publik kepada pemahaman keliru? (ba/http://liputanislam.com/tabayun/kritik-untuk-fimadani-com/)
KH Al Bantani: Nahdliyin Jangan Mau Diperalat Takfiri
LiputanIslam.com–Pada Kamis 18 Desember 2014, Aswaja Center PWNU Jatim yang bekerja sama dengan MUI mengadakan seminar bertajuk “Menyikapi Konflik Sunni-Syiah dalam Bingkai NKRI” di Surabaya. Hadir dalam seminar ini, Ketua Komisi Dakwah MUI Pusat Dr KH Kholil Nafis Lc MA, Prof Dr Mohammad Baharun SH MA (Ketua Komisi Hukum MUI Pusat), Habib Ahmad Zein al-Kaf (Ketua Al-Bayyinat Jatim), dan Prof Dr Musta’in Masyhud (Unair). Dalam acara itu, KH Kholil diberitakan oleh website muslimmedianews (yang mengaku mengutip dari antarajatim.com), mengeluarkan pernyataan, “Aliran Wahabi, Syiah, dan aliran radikal lainnya bisa menghancurkan NU sebagai aliran moderat pada 2030.”
Pernyataan yang berpotensi memecah-belah umat muslim Indonesia ini mendapatkan tanggapan tegas dari ulama muda NU yang aktif menyuarakan persatuan umat demi keutuhan NKRI, KH Alawi Nurul Alam Al-Bantani. Menurut beliau, acara itu tidak mengatasnamakan NU secara umum, sehingga tidak bisa dijadikan rujukan.
Untuk mengetahui lebih jauh bagaimana sebenarnya posisi NU dalam masalah Sunni-Syiah, LI mewawancarai KH Al Bantani. Berikut kutipan pembicaraan kami.
LI: Pak Kyai, mengapa terlihat ada perbedaan pendapat di antara ulama NU?
KH Al Bantani : Pendapat yang disampaikan oleh salah seorang ulama NU tidak bisa dengan serta merta dianggap sebagai pendapat lembaga NU. Karena secara kultural NU sendiri mengakomodasi berbagai macam perbedaan pendapat tersebut. Para Kyai NU memperoleh ilmunya dengan cara bermacam-macam, mereka berguru kepada orang yang berbeda-beda, kitab-kitab yang dibacanya pun berbeda. Karena itu, di dalam internal NU sendiri ada kaidah fi kulli ra’sin ra’yun.
Maka dari itu, tidak ada keharusan bagi warga Nahdliyin untuk mengikuti pendapat yang disampaikan kyai tertentu. Jika ada perbedaan pendapat secara internal di antara kyai NU, secara kultural biasanya akan ada upaya untuk mengkomunikasikan atau mendiskusikannya. Apalagi jika perbedaan tersebut berpotensi menimbulkan friksi atau perpecahan.
Pada prinsipnya NU tidak menghendaki lembaga ini dikotak-kotakkan oleh kalangan internal. NU harus tetap berpegang teguh kepada khittah nahdliyyah-nya.
LI: Jadi, sebenarnya pandangan NU terhadap Syiah?
KH Al Bantani : Pertama, jelas Syiah itu jelas berbeda dari NU. Tapi, menyikapi perbedaan tersebut ada dua pandangan yang mengemuka. Yang pertama adalah yang menangkap adanya perilaku menyimpang sebagian orang Syiah dan menggeneralisir perilaku tersebut sebagai hakikat dari Syiah. Perilaku yang dimaksud, antara lain menyinggung atau menjelek-jelekkan simbol-simbol yang dimuliakan kalangan NU. Adapun pandangan yang kedua adalah, yang memandang bahwa perilaku sekelompok/sebagian Syiah tersebut bukanlah hakikat Syiah. Pandangan kedua ini melihat bahwa dalam Syiah pun ada dua kelompok, yaitu Syiah terpimpin dan Syiah tidak terpimpin. Syiah yang terpimpin itu adalah mereka yang setia dan menjalankan fatwa dari para marji’ (ulama tinggi Syiah). Sementara yang tidak terpimpin adalah orang yang mengaku sebagai tokoh syiah dan merasa berhak mengeluarkan pendapat, meskipun beda dari fatwa marji’.
Nah, kalangan NU yang kelompok kedua ini memandang bahwa seandainya ada fenomena atau perilaku yang mengganggu atau menyakiti hati dari orang-orang yang mengaku Syiah, itu pasti berasal dari orang-orang yang tidak terpimpin. Karena faktanya para marji’ Syiah itu melarang /mengharamkan perilaku-perilaku yang menyakiti hati orang Sunni.
LI: Lebih banyak mana, Nahdhiyyin yang berpihak pada pandangan pertama, atau pandangan kedua?
KH Al Bantani : Saya tidak punya data, yang bisa saya sampaikan adalah pengalaman saya selama ini, ketika bertemu dengan orang-orang NU seluruh Indonesia. Ketika saya tanyakan pendapat mereka tentang Syiah, selama ini tidak saya dapati laporan terkait upaya buruk dari kalangan Syiah, seperti menguasai masjid NU, melakukan konfrontasi, dan lain-lain. Dari sini, disimpulkan bahwa mereka baik-baik saja terhadap umat Syiah.
LI: Kalau secara lembaga, apa sikap NU ketika menyikapi perbedaan pendapat dengan kelompok lain?
KH Al Bantani : Melihat dari khittah-nya, NU secara kelemnbagaan adalah lembaga yang sangat toleran. Mengkafirkan kelompok lain adalah hal yang sangat tabu bagi orang-orang NU.
LI: NU di Jawa Barat yang ada yang ikut dalam Deklarasi ANAS (Aliansi Nasional Anti Syiah)
KH Al Bantani : Secara umum, sebenarnya berkat peran para ulama NU-lah ANAS gagal mencapai targetnya, karena hingga kini belum sampai keluar fatwa pengkafiran Syiah. Memang betul ada sebagian yang ikut-ikutan ANAS, tapi mestinya Nahdliyin harus cerdas, jangan sampai mereka mau dijadikan alat oleh ANAS dalam rangka mewujudkan target-target ANAS itu. ANAS sendiri sebenarnya adalah gerakan yang tidak memberikan pncerahan dan melakukan pelanggaran ilmiah. Mereka melakukan cara-cara memelintir sejarah. Secara ilmiah kan sebuah kesimpulan hukum hanya bisa diambil kalau menyertakan seluruh pihak yang terlibat. ANAS tidak pernah mau mengajak orang-orang Syiah untuk duduk bersama dalam sebuah forum dan memberi kesempatan kepada orang Syiah untuk membela diri. Secara ilmiah, itu adalah kesimpulan hukum yang batal.
Karena itu, ANAS sama sekali bukan gerakan yang layak didukung dan diikuti. Orang-orang NU harus cerdas menyikapi ini. (fa/http://liputanislam.com/wawancara/kh-al-bantani-nahdliyin-jangan-mau-diperalat-takfiri/)
— http://liputanislam.com/tabayun/jurnalis-mesir-menjawab-fitnah-media-intoleran-atas-iran/
Baca wawancara sebelumnya dengan KH Al Bantani:Umat Islam Dipecah Belah, Sumber Daya Alamnya Dikeruk
Konsep Kenabian Sunni, Syiah Dan Ahmadiyah
Khazanah pemikiran Islam diwarnai dengan berbagai interpretasi terhadap penafsiran Al-Quran yang pada akhirnya memunculkan berbagai mazhab atau aliran dalam Islam. Termasuk di dalamnya perspektif tentang Nabi yang pada tiap aliran dalam Islam itu berbeda antara satu aliran dengan aliran yang lainnya.Lalu seperti apakah perspektif kenabian dalam Sunni, Syiah dan Ahmadiyah?
Dalam seminar yang digelar oleh Fakultas Aqidah Filsafat Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dengan tema “KONSEP KENABIAN LINTAS ALIRAN: Implementasi Islam Rahmatan lil Alamin dalam Perbedaan,” pada Rabu (17/9) di gedung Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, narasumber dari tiga aliran Islam di Indonesia yaitu, Sunni, Syiah dan Ahmadiyah menjelaskan konsep kenabian yang mereka anut saat ini.
Perspektif Kenabian Ahmadiyah
Bagi Ahmadiyah, pintu kenabian setelah Nabi Besar Muhammad Saw masih terbuka, sehingga memungkinkan peluang bagi adanya nabi setelah Nabi Muhammad Saw. Tapi nabi yang muncul setelah Nabi Muhammad Saw kenabiaannya disebut dengan Kenabian Ummati, karena sebelumnya telah menjadi umat nabi Muhammad Saw terlebih dahulu. Hal tersebut disampaikan oleh perwakilan Ahmadiyah, Prof. Abdul Rozzaq.
Rozzaq mendasari pemahamannya tersebut dari Surah An Nisa, ayat 69 yang menurutnya dalam ayat tersebut diartikan barang siapa yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya, maka mereka itulah orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, ada yang termasuk Nabi, ada yang termasuk Siddiq, ada yang termasuk Syahid dan ada yang termasuk Shaleh.
Nah, Nabi yang disebutkan dalam ayat tersebut, menurut Rozzaq adalah Nabi setelah Nabi Muhammad Saw, yang disebut dengan Nabi Ummati itu. Sebab menurut Rozzaq jika tidak ada Nabi setelah Nabi Muhammad, maka pengikut Nabi pun tidak ada yang Siddiq, tidak ada yang Syahid dan tidak ada yang Shaleh.
“Oleh karena itu jamaah Ahmadiyah mempunyai keyakinan bahwa sesudah Rasulullah Saw itu pintu kenabian masih terus terbuka,” terang Rozzaq.
Rozzaq menegaskan bahwa Nabi setelah Rasulullah yang dimaksud adalah Nabi itu hanya menghidupkan Islam kembali dan menegakkan syariat Islam kembali tanpa sedikitpun menambah, mengurangi ataupun mengganti. Tapi betul-betul sebagai Nabi pelayan Umat.
Terkait dengan hadis La Nabiyya Ba’da yang berarti tidak ada nabi lagi sesudah Nabi Muhammad Saw menurut Rozzaq, hadis tersebut ditujukan pada nabi baru yang membawa Syariat baru dan mengubah apa yang telah disampaikan oleh Nabi Muhammad Saw. Hal ini menurut Rozzaq telah ditafsirkan oleh banyak mufasir pada jaman dulu seperti Imam As-Sya’roni.
Perspektif Kenabian Sunni
Dr. Edwin Syarif, MA, perwakilan dari Sunni yang merupakan seorang akademisi menerangkan bahwa di dalam Sunni, pintu kenabian setelah Nabi Muhammad Saw sudah tertutup. Nabi Muhammad Saw adalah Nabi yang terakhir dan tidak ada lagi Nabi setelahnya. Nabi jenis apapun tidak ada dan tertutup setelah Nabi Muhammad Saw.
“Hal itu karena Nabi Muhammad adalah Khatamun Nabiyyin,” terang Edwin.
Namun Edwin menjelaskan bahwa tidak tertutup kemungkinan bila ada seseorang memiliki kemampuan atau mampu mencapai tingkat kenabian. Seperti halnya yang disampaikan oleh al-Ghazali, bahwa seseorang bisa mencapai ilmu Laduni. Yaitu kemampuan untuk berhubungan dengan hal-hal yang trasenden dan metafisik.
“Saya tidak akan mengatakan itu nabi, itu sulit,” terang Edwin.
Perspektif Kenabian Syiah
Dr. Muhsin Labib yang mewakili Muslim Syiah menjelaskan bahwa konsep kenabian di dalam Syiah itu bukan berfokus pada sosok nabinya tapi lebih pada menyelesaikan konsep kenabiannya terlebih dahulu. Dengan ini akan menunjukkan perbedaan epistemologis dalam memahami kenabian dengan Sunni ataupun dengan Ahmadiyah.
Konsep Kenabian menurut Muhsin adalah pemaknaan teologis dari konsep mediasi antara Tuhan dengan manusia. Di dalam persoalan filsafat selalu muncul pertanyaan, bagaimana Tuhan yang tidak terbatas bisa berhubungan dengan manusia yang terbatas? Sejak awal para filosof berusaha untuk mejawab pertanyaan tersebut yang akhirnya memunculkan berbagai macam teori filsafat seperti teori Emanasi, Iluminasi dan Trasenden Teosofi.
Dengan munculnya teori-teori tersebut menunjukkan bahwa konsep Nubuwwah atau tentang kenabian perlu diselesaikan terlebih dahulu. Setelah konsep tentang Nabi selesai, barulah kemudian bisa mengidentifikasi figur atau sosok Nabinya. Dengan kata lain dalam Syiah harus dijelaskan terlebih dahulu tentang “apa” kemudian berlanjut pada penjelasan “siapa.”
“Sebab tidak mungkin kita menjelaskan tentang ‘siapa-nya’ tanpa tahu lebih dulu tentang ‘apa-nya.’” terang Muhsin.
Setiap aliran dalam Islam memiliki persepsi masing-masing tentang konsep kenabiannya, namun hal ini hendaknya dipandang sebagai khazanah pemikiran Islam yang memberi warna bagi Islam itu sendiri dan bukan untuk saling memberikan label sesat dan saling bunuh.
Dengan upaya saling menghomati tiap persepsi tentang kenabian itulah, maka Islam rahmatan lil ‘alamin akan dapat dicapai. (Lutfi/Yudhi/http://ahlulbaitindonesia.org/berita/5195/konsep-kenabian-sunni-syiah-dan-ahmadiyah/)
SELAMAT NATAL MENURUT AL-QUR`AN
ISLAMTOLERAN.COM- Ketika hari natal datang biasanya banyak komentar atau pernyataan dari beberapa ustad atau pemuka agama islam yang mengatakan bahwa mengucapkan salam natal kepada pemeluk agama nasrani hukumnya haram bahkan ada yang mengatakan orang muslim yang mengucapkan salam natal telah murtad atau pindah agama.pernyataan mereka ini tentunya sangat meresahkan dan merusak kerukunan antar umat beragama yang telah terbina dengan baik di indonesia ini
Lalu bagaimana pendapat alquran sendiri tentang Hukum boleh tidaknya ucapan salam natal yang di ucapkan umat islam kepada umat kristiani ketika Hari Natal tiba?
Dalam kita suci alquran disebutkan "
“Apabila kamu diberi penghormatan dengan sesuatu penghormatan, Maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik dari padanya, atau balaslah penghormatan itu (dengan yang serupa). Sesungguhnya Allah memperhitungankan segala sesuatu.”(QS. An Nisaa : 86)
Ayat ini jelas jelas menyuruh seorang muslim untuk membalas penghormatan pemeluk agama lain dengan yang lebih baik dari padanya, atau balaslah penghormatan itu (dengan yang serupa).
Sebagaimana yang kita tahu semuanya bahwa umat kristiani sudah sering mengucapkan selamat idul fitri atau selamat idul adha dan selamat puasa romadhon kepada umat muslim, maka sudah selayaknyalah kita sebagai umat islam untuk membalas penghormatan pemeluk agama lain ( umat nasrani indonseia) dengan yang lebih baik dari padanya, atau balaslah penghormatan itu (dengan yang serupa)...
Fatwa MUI dan penyataan ulama lainnya yang mengharamkan seorang muslim mengucapkan selamat natal kepada umat nasrani sangat bertolak belakang dengan keterangan ayat alquran di atas,,
Maka sebagai muslim yang berpegang teguh kepada alquran dan al-hadits kita wajib menjalankan apa yang telah diterangkan dalam kitab suci kita alquran dan menolak fatwa MUI sudah menjadi keharusan.
Tidak semua ulama di indonesia berpendapat mengucapkan salam natal itu haram. Kelompok yang mengharamkan salam natal bagi umat muslim ini mereka adalah kelompok minoritas
Di antara ulama yang membolehkan pengucapan salam natal ini adalah ulama tafsir terkemuka beliau adalah Prof.DR.M.Quraish Shihab.MA
"Saya menduga keras persoalan tentang boleh tidaknya muslim mengucapkan natal kepada umat kristiani hanya di indonesia saja .selama saya di mesir saya kenal sekali dan sering baca di koran Ulama Ulama Al-Azhar berkunjung kepada pimpinan umat kristiani dan mengucapkan "SELAMAT NATAL" Ujar Prof.DR.M.Quraish Shihab.MA
Para Muslim radikal berpendapat bahwa mengucapkan selamat natal kepada umat nasrani hukumnya haram karena identik dengan ikut menyetujui Yesus sebagai tuhan sedangkan muslim berkeyakinan Yesus itu nabi bukan Tuhan.
Padahal tujuan kita memberi ucapan selamat natal untuk saudara kita umat nasrani adalah ucapan selamat karena kegembiraannya .
Contoh misalnya kita mengucapkan "selamat makan" "selamat weekend" dan ucapan selamat lainnya yang intinya kita mengucapkan karena ada saudara kita yang sedang gembira atau bahagia bukan ingin menyetujui bahwa Yesus itu tuhan....
Di dalam ayat alquran manusia sering disindir dengan sebuah sindiran " afala ta`qiluun (mengapa kamu tidak berfikir?)
Kenapa kita ikut bahagia karena ada saudara kita yang lagi senang kok di haramkan ? logikanya ulama yang berkumpul di sebuah wadah bernama MUI (majelis ulama indonesia) yang mengharamkan mengucapkan selamat natal buat umat nasarani ini dimana? afala ta`qiluun? (tidakkah kamu berfikir) ?
Atas nama umat muslim kami mengucapkan selamat natal buat saudara saudara kami umat kristiani yang merayakan natal.
Wish you all my christian family,''MERRY CHRISTMAS''JESUS LOVE US FOREVER.
sumber : http://www.islamtoleran.com/selamat-natal-menurut-al-quran/
http://buletinmajelispecintarasul.blogspot.com/2014/12/harmonisnya-islam-syiah-dan-islam-sunni.html