Fatwa Syekh Universitas Al-Azhar, Muhammad Tanthawi
Tanya: Apakah dibolehkan untuk menganggap sebuah mazhab Islam, yang tidak termasuk mazhab Ahlussunah (Suni), sebagai salah satu mazhab yang berafiliasi ke Islam murni? Atau, dengan kata lain, apakah diperbolehkan untuk menganggap seseorang sebagai seorang muslim di luar empat mazhab Ahlussunah yang terkenal yang mengikuti salah satu mazhab Islam seperti Zahiri, Ja’fari, Zaidi, atau Ibadiah?
Jawab: Islam murni telah disampaikan oleh Nabi Islam saw. kepada kita sebagaimana telah dinyatakan dalam ucapan-ucapan beliau dalam Kutub As-Sittah (enam kita koleksi hadis yang dianggap sahih oleh Ahlussunah) yang mengutip hadis Jibril: Nabi saw. berkata, “Barang siapa yang beriman kepada tiada tuhan selain Allah Azza wa Jalla, Muhammad saw. sebagai utusan suci-Nya, mendirikan salat, menunaikan zakat, berpuasa di bulan Ramadan, dan melaksanakan ibadah haji ketika ia mampu, maka ia adalah seorang Muslim.”
Demikian juga telah dinukil oleh Abdullah bin Umar ra. yang berkata bahwa Nabi saw. menyatakan bahwa Islam didirikan atas lima dasar: kesaksian bahwa tiada tuhan selain Allah, Muhammad saw. adalah rasul-Nya, mendirikan salat, membayar zakat, menunaikan ibadah haji, berpuasa di bulan Ramadan.” Dengan demikian, setiap manusia (baik ia lelaki maupun perempuan) yang memberi kesaksian bahwa tiada tuhan selain Allah, Muhammad adalah rasul (utusan Allah), dan ia mengakui lima dasar tersebut serta melakukan kelima-limanya dan jika ada perbedaan pada cabang-cabang bukan di ushul, maka kita hanya bisa mengatakan bahwa para pengikut mazhab-mazhab Islam ini sebagai muslim.
Syariah suci Islam memerintahkan para pemeluknya untuk berfatwa berdasarkan apa yang tampak dari orang-orang tersebut karena hanya Allah Yang Mahakuasa yang mengetahui akal pikiran umat manusia.
Telah disebutkan dalam hadis mulia Nabi Muhammad saw., “Aku telah diperintahkan untuk mengadili manusia secara zahir tetapi hanya Allah Azza wa Jalla yang mengetahui pikiran seseorang.”
Penting untung disebutkan bahwa perbedaan-perbedaan tersebut yang ada di antara mazhab-mazhab Islam sekarang diajarkan di Fakultas Syariah Universitas Al-Azhar. Perbedaan-perbedaan ini diterangkan secara rinci karena kita tahu bahwa perbedaan-perbedaan tersebut adalah masalah yang absah adanya mengingat perbedaan-perbedaan tersebut terdapat pada topik-topik cabang, bukan pada ushul.
Tanya: Apakah pengertian takfir?
Jawab: Takfir artinya seseorang menyifati orang lain sifat kafir yang tidak diperbolehkan kecuali jika orang yang dikafirkan tersebut menolak kebolehan menyembah Allah dengan niat baik. Juga ia menolak keimanan pada malaikat, kitab-kitab suci, para nabi, dan hari kiamat.
Allah Swt. berfirman, Rasul telah beriman kepada Alquran yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya, demikian pula orang-orang yang beriman. Semuanya beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya dan rasul-rasul-Nya. (Mereka mengatakan): “Kami tidak membeda-bedakan antara seseorang pun (dengan yang lain) dari rasul rasul-Nya…” (QS. Al-Baqarah: 285)
Juga firman-Nya: “Sesungguhnya orang-orang yang kafir kepada Allah dan rasul-rasul-Nya, dan bermaksud memperbedakan antara (keimanan kepada) Allah dan rasul-rasul-Nya, dengan mengatakan: ‘Kami beriman kepada yang sebahagian dan kami kafir terhadap sebahagian (yang lain)’, serta bermaksud (dengan perkataan itu) mengambil jalan (tengah) di antara yang demikian (iman atau kafir), merekalah orang-orang yang kafir sebenar-benarnya. Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir itu siksaan yang menghinakan.” (QS. An-Nisa: 150- 151)
Karena Allah Swt. memerintahkan: Tidak boleh ada pengafiran kepada orang-orang yang saleh juga para pengikut salah satu mazhab Islam, yang seluruh mazhab tersebut memiliki kesepakatan dalam kebolehan dalam niat baik atas ketaatan kepada Allah, keimanan pada para malaikat dan kitab-kitab suci, para nabi, dan hari akhirat juga kepada orang-orang yang beriman pada penerimaan pelaksanaan kewajiban-kewajiban yang Allah telah perintahkan kepada kita meliputi salat, zakat, puasa, dan haji (bagi mereka yang mampu) juga pada penerimaan kebaikan-kebaikan etis seperti ketulusan, amanah, kesucian, dan amar makruf nahi mungkar.
Nabi saw. secara keras memperingatkan orang-orang yang mengafirkan kaum muslim berdasarkan pada apa yang telah dikutip oleh Ibnu Umar, Ibnu Masud, dan Abu Dzar dalam kitab-kitab sahih.
Fatwa Mufti Agung Suriah, Almarhum Syekh Ahmad Kuftaro
Tanya: Apakah mazhab-mazhab seperti Zaidi, Ja’fari, dan Ibadiah adalah mazhab-mazhab Islam?
Jawab: Membatasi fikih Islam hanya kepada Alquran suci dan sunah adalah kelalaian terhadap agama Islam dan ini telah menjadikan agama yang benar ini suatu agama yang berpandangan picik yang terbatas pada target kecil yang tidak mampu merespon berbagai keinginan manusia dan persoalan-persoalan kehidupan.
Sudut pandang mazhab-mazhab ini dalam cabang-cabang fikih berbeda. Meskipun demikian, mazhab-mazhab fikih ini berjalan di atas prinsip-prinsip Islam dan begitu juga di dalam prinsip-prinsip yang dapat diperdebatkan, perbedaan-perbedaan yang ada di antara para fukaha menyangkut cabang-cabang dari mazhab Islam adalah untuk memudahkan orang-orang dan menghilangkan berbagai kesulitan mereka.
Karena itu, dengan mempertimbangkan fakta-fakta ini, mengikuti (bertaklid) kepada salah satu mazhab-mazhab diizinkan sekalipun itu mengharuskan ia mengarah ke eklektisisme karena Mazhab Maliki dan sekelompok Mazhab Hanafi secara tepat mempunyai fatwanya. Dengan demikian, beramal yang didasarkan pada mazhab-mazhab Islam yang termudah atau bertaklid pada perintah-perintah termudah ketika itu mengharuskannya dan layak diizinkan, karena agama Tuhan adalah mudah, bukan agama yang sulit.
Misalnya, Allah SWT berfirman: “Maka barang siapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Mâidah: 3)
Karena itu, Mazhab Zaidi digolongkan sebagai salah satu mazhab Islam termulia terutama sekali ketika buku yang ditulis oleh Imam Yahya bin Murtadha berjudul Al-Bahr Azh-Zhakhar Al-Jamâ, suatu ensiklopedi fikih di dalamnya tidak ada perbedaan apa pun dengan fikih dari Ahlussunah kecuali mereka mempunyai perbedaan-perbedaan parsial di dalam isu-isu seperti ketidaksahan mengusap kepala atau kaki dengan ujung jari-ujung jari yang basah ketika berwudhu juga pemboikotan atas pembantaian oleh non-Muslim.
Syiah Imamiah adalah mazhab Islam yang paling dekat kepada mazhab Imam Syafii. Perbedaan fikihnya dengan fikih Ahlussunah hanya terkait pada tujuh belas permasalahan.
Demikian juga mazhab Ibadiah adalah mazhab yang paling dekat kepada mazhab Ahluljemaah (Sunni) menyangkut pendapat tersebut karena perintah-perintah fikih dari para pengikutnya diturunkan berdasarkan Alquran, sunah, ijmak, dan kias (qiyâs).
Karena alasan–alasan di atas, perbedaan-perbedaan yang ada di antara para fukaha seharusnya tidak boleh dianggap sebagai tidak lazim karena agama itu dinilai sebagai realitas yang satu dan unik. Lagi pula, sumber dan asal-muasal agama semata-mata Wahyu Ilahi.
Tidak pernah terdengar bahwa perbedaan-perbedaan yang ada di antara mazhab-mazhab fikih telah memicu pertikaian atau konflik bersenjata di antara para pengikut mazhab. Semua itu karena perbedaan-perbedaan yang ada di antara mazhab-mazhab Islam berkenaan dengan fikih ilmiah dan ijtihad bersifat parsial, dan menurut Nabi Islam saw., “Karena keputusan ijtihadnya, fakih menerima pahalanya. Jika ijtihadnya sesuai, dua pahala untuknya. Jika tidak sesuai, tetap ada satu pahala untuknya.”
Dengan demikian, tidaklah tepat menisbatkan sesuatu apa pun kepada mazhab-mazhab Islam kecuali jika di dalam kerangka ini. Mazhab-mazhab yang disebutkan adalah mazhab-mazhab Islam dan fikih mereka terhormat juga didukung.
Fatwa Rektor Universitas Al-Azhar, Syekh Al-Akbar Mahmud Syaltut
Kantor Pusat Universitas al-Azhar
Dengan nama Allah Maha Pengasih Maha Penyayang
Teks Fatwa yang dikeluarkan Yang Mulia Syaikh Al-Akbar Mahmud Syaltut, Rektor Universitas Al-Azhar tentang Kebolehan Mengikuti Mazhab Syiah Imamiah
Tanya:
Yang Mulia, sebagian orang percaya bahwa penting bagi seorang Muslim untuk mengikuti salah satu dari empat mazhab yang terkenal agar ibadah dan muamalahnya benar secara syar’i, sementara Syiah Imamiah bukan salah satu dari empat mazhab tersebut, begitu juga Syiah Zaidiah. Apakah Yang Mulia setuju dengan pendapat ini dan melarang mengikuti mazhab Syiah Imamiah Itsna Asyariyah misalnya?
Jawab:
1. Islam tidak menuntut seorang Muslim untuk mengikuti salah satu mazhab tertentu. Sebaliknya, kami katakan: setiap Muslim punya hak mengikuti salah satu mazhab yang telah diriwayatkan secara sahih dan fatwa-fatwanya telah dibukukan. Setiap orang yang mengikuti mazhab-mazhab tersebut bisa berpindah ke mazhab lain, dan bukan sebuah tindakan kriminal baginya untuk melakukan demikian.
2. Mazhab Ja’fari, yang juga dikenal sebagai Syiah Imamiyah Itsna Asyariyah (Syiah Dua Belas Imam) adalah mazhab yang secara agama benar untuk diikuti dalam ibadah sebagaimana mazhab Suni lainnya.
Kaum Muslim mestinya mengetahui hal ini, dan seyogianya menghindarkan diri dari prasangka buruk terhadap mazhab tertentu mana pun, karena agama Allah dan syariahnya tidak pernah dibatasi pada mazhab tertentu. Para mujtahid mereka diterima oleh Allah Yang Mahakuasa, dan dibolehkan bagi yang bukan-mujtahid untuk mengikuti mereka dan menyepakati ajaran mereka baik dalam hal ibadah maupun transaksi (muamalah).
Tertanda,
Mahmud Syaltut
Fatwa di atas dikeluarkan pada 6 Juli 1959 dari Rektor Universitas al-Azhar dan selanjutnya dipublikasikan di berbagai penerbitan di Timur Tengah yang mencakup, tetapi tidak terbatas hanya pada:
1. Surat kabar Ash-Sha’ab (Mesir), terbitan 7 Juli 1959.
2. Surat kabar Al-Kifah (Lebanon), terbitan 8 Juli 1959.
Bagian di atas juga dapat ditemukan dalam buku Inquiries About Islam oleh Muhammad Jawad Chirri, Direktur Pusat Islam Amerika (Islamic Center of America), 1986, Detroit, Michigan.
Fatwa Mufti Agung Mesir, Nasr Farid Wasil, Mengenai “Iqtida” (Mengikuti) Para Pengikut Mazhab Islam lain dari Ahlulbait as.
Tanya: Bagaimanakah pendapat Anda mengenai orang yang bertaklid kepada Imam Ahlulbait as.?
Jawab:
Dengan Nama Allah Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang
Sudah maklum bahwa setiap Muslim yang beriman kepada Allah Swt., bersyahadat atas monoteisme (tauhid), mengakui misi Nabi Muhammad saw., tidak menyangkal perintah-perintah agama dan orang yang dengan sepenuhnya sadar akan rukun-rukun Islam dan salat dengan tata cara yang benar, maka niscaya juga tepat baginya sebagai imam salat jamaah bagi yang lain dan juga mengikuti imamah orang lain ketika melakukan salat sehari-hari meskipun ada perbedaan-perbedaan (paham) keagamaan di antara imam dan makmumnya. Prinsip ini pun berlaku bagi Syiah Ahlulbait as.
Kita bersama mereka (Syiah Ahlulbait) menyangkut Allah, Rasulullah saw., Ahlulbait as, juga para sahabat Nabi Muhammad saw.
Tidak ada perbedaan di antara kita dan mereka menyangkut prinsip-prinsip dan dasar-dasar syariah Islam juga kewajiban-kewajiban desisif agama.
Ketika Allah Swt. memberikan rahmat-Nya kepada kami sehingga bisa hadir di Republik Islam Iran di kota-kota seperti Tehran dan Qom. Ketika kami menjadi imam salat berjemaah mereka bermakmum kepada kami, begitu juga ketika mereka menjadi imam kami bermakmum kepada mereka.
Karena itu, kami memohon kepada Allah Swt. untuk melahirkan persatuan di antara umat Islam, menghapus setiap permusuhan, kesulitan, perbedaan di antara mereka dan mengangkat kesulitan-kesulian yang ada di antara mereka sekaitan dengan fikih dan kewajiban-kewajiban agama yang sekunder.
Fatwa Syekh Ali Jum’ah (Gomaa)
Ada sebuah kelompok di luar sana yang bekerja keras untuk mempertegang hubungan antara Syiah dan Suni, untuk memecah persatuan muslim, yang dengan melakukan hal itu mereka dapat meraih tujuan mereka sendiri. Karena alasan ini, dengan dikeluarkannya fatwa saya, saya menyatakan kebolehan untuk beribadah menurut fikih Syiah.
Kita harus akui bahwa Syiah, di negara ini, cukup maju. Karena alasan ini, kita dapat bekerja sama dengan mereka karena selama ini Syiah dan Suni memiliki satu kiblat, tidak ada perbedaan di antara mereka. Sejak awal sejarah kita, Syiah selalu menjadi bagian tak terpisahkan dalam umat Islam.
Para pengikut mazhab Syiah sangat maju, tapi ada segelintir individu yang dengan tujuan menciptakan perbedaan, membuat kitab-kitab mereka (Syiah) menjadi usang, dan demikian mengeluarkan beberapa topik yang dapat menimbulkan sikap emosi dan perpecahan.
Beberapa organisasi politik, yang didukung dan dilindungi oleh Wahabi, berusaha mengumpulkan seluruh kekuatan mereka untuk menghambat hubungan antara mazhab Syiah dan Suni. [ejajufri]
Fatwa Ayatullah Al-Uzma Ali Khamenei
Tanya: Mengingat berbagai alasan kuat untuk mengharuskan persatuan di antara umat muslim, apa pendapat Yang Mulia mengenai pengikut berbagai mazhab Islam—seperti mazhab yang empat Ahlussunah, Zaidiah, Zahiri, Ibadhi, dan lainnya yang meyakini prinsip-prinsip agama yang jelas—dalam umat Islam? Apakah diperbolehkan menganggap kafir kepada mazhab yang disebutkan di atas atau tidak? Selain itu, apa saja batasan takfir [pengkafiran] di masa dan era kini?
Jawab: Semua mazhab Islam adalah tergolong umat Islam dan memiliki akses atas seluruh keuntungan yang diberikan oleh Islam. Selain itu, perpecahan di antara kelompok umat muslim, tidak hanya bertentangan dengan ajaran Alquran yang mulia dan sunah Nabi saw., tapi juga mengakibatkan lemahnya umat muslim dan beralihnya urusan mereka pada musuh-musuh Islam. Oleh karena itu, pembagian semacam itu tidak diboleh untuk alasan apapun. [ejajufri]
Fatwa Ayatullah Sayid Husain Fadhlullah
Islam, dengan semua kebutuhan teologi yang ditemukan dalam Alquran Alkarim, dapat disimpulkan dalam syahadatain [dua kalimat syahadat]. Setiap individu yang menerima syahadatain adalah muslim. Dia berhak atas semua hak yang dilekatkan pada semua muslim, dan dia diwajibkan untuk melaksanakan seluruh kewajiban [sebagai seorang] muslim. Selain itu, penolakan terhadap aspek-aspek penting agama tidak membuat seseorang menjadi keluar dari agama kecuali jika individu tersebut mengetahui konsekuensi dari penolakannya adalah menolak Nabi saw. Allah Swt.—yang karena topik yang jelas adalah kasus yang sering muncul.
Namun, perbedaan pendapat dalam masalah-masalah teori yang banyak ulama miliki—yang mungkin disebabkan perbedaan pendapat dalam hal keandalan periwayat, atau makna sebuah hadis, atau beberapa hal lain yang menyebabkan perselisihan yang menjadi basis perbedaan—tidak menyebabkan keluarnya seseorang dari agama.
Dalam pandangan ini, kami memiliki pendapat bahwa seluruh muslim dan pengikut mazhab tergolong dalam umat Islam. Karena itu, tidaklah diperbolehkan untuk menyatakan kafir pada mereka dengan alasan apapun. Selain itu, segala perbedaan di antara mereka yang diselesaikan dengan bijak melalui diskusi intelektual dan logis dan melalui bimbingan Alquran yang suci.
“…Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah dan Rasul…” (QS. 4: 59) [ejajufri]
Fatwa Ayatullah Ali As-Sistani
Tanya: Apakah orang yang melafalkan dua kalimat syahadat, melaksanakan salatnya dengan menghadap ke arah kiblat (Mekkah) dan ia adalah pengikut salah satu dari delapan mazhab Islam yang terdiri dari Hanafiah, Syafiiah, Malikiah, Hanbaliah, Ja’fariah, Zaidiah, Ibadiah dan Zahiriah, dianggap sebagai seorang Muslim? Apakah darah, kehormatan, dan hartanya mendapat perlindungan?
Jawab: Siapa pun yang mengucapkan dua kalimat syahadat atas nama Allah Yang Mahakuasa, tidak melakukan suatu perbuatan yang berlawanan dengannya dan siapapun yang bukan musuh Ahlulbait adalah seorang Muslim.
0 comments to "Fatwa Persatuan"