Rahbar atau Pemimpin Tertinggi Revolusi Islam Iran, Ayatullah Al-Udzma Sayyid Ali Khamenei, menyinggung pernyataan terbaru Presiden Amerika Serikat, Barack Obama soal ancaman penggunaan senjata nuklir terhadap Iran, dan menilainya mencoreng dan merugikan Amerika Serikat sendiri. Selain bertentangan dengan jargon pendukung Hak Asasi Manusia, klaim tersebut membuktikan bahwa pemerintah Amerika tidak tahu malu dan tidak dapat dipercaya.
Pernyataan itu dikemukakan (11/4) Rahbar dalam pertemuan dengan Ketua Staf Gabungan Angkatan Bersenjata Iran, para panglima militer dan Pasukan Garda Revolusi (Pasdaran), serta para pejabat tinggi militer dan polisi.
Menyinggung peran militer sebagai pagar dan benteng sebuah bangsa dan negara serta pentingnya pengokohan dan kewaspadaan benteng tersebut, Rahbar menegaskan, pengokohan sesungguhnya sebuah negara dan bangsa adalah tawakal kepada Allah, kewaspadaan, kepercayaan diri, percaya pada kemampuan pertahanan, serta pengokohan kekuatan perlawanan.
Menyinggung situasi dunia saat ini serta kekuasaan kekerasan, kezaliman, kejahilan, dan hawa nafsu, Rahbar menandaskan bahwa di dunia seperti ini, pentingnya pengokohan dan kekuatan Angkatan Bersenjata, kewaspadaan, serta langkah-langkah terencana dan berani, meningkat berkali lipat.
Terkait politik zalim dan agresif sejumlah kekuatan adidaya dan para pemimpinnya dengan cara melontarkan slogan-slogan bohong, Rahbar mengatakan, "Dewasa ini orang yang paling konfrontatif bersumbar perdamaian dan orang-orang yang tidak menghargai hak manusia itulah yang mengumbar slogan Hak Asasi Manusia.
"Sejumlah negara dan para pemimpinnya, menggunakan serangan dan cara-cara terkeji termasuk membentuk kelompok-kelompok teroris dan mendukung para teroris, untuk menyukseskan politik mereka. Namun di hadapan masyarakat dunia, mereka tampil dengan wajah tenang dan cinta sesama serta berbicara dengan menggunakan kata-kata meyakinkan."
Menurut beliau, "Di dunia yang berlandaskan pada kebohongan, tipu daya, kezaliman, dan kekuatan berkedok ini, sejumlah negara adidaya telah kehilangan kontrol karena sombong dan kepercayaan pada pilar-pilar kekuatan rapuh."
"Buktinya adalah pernyataan terbaru Presiden Amerika Serikat yang secara implisit mengancam akan menggunakan senjata nuklir terhadap Iran," tambah Rahbar
"Pernyataan seperti ini sangat mengherankan, dan dunia tidak boleh menolerir pernyataan tersebut. Karena di abad 21 yang merupakan abad klaim dukungan terhadap Hak Asasi Manusia dan perang melawan terorisme ini, presiden sebuah negara mengancam melakukan serangan nuklir."
Pernyataan seperti itu dinilai Rahbar merugikan Amerika Serikat karena berarti Amerika Serikat adalah pemerintah bengis dan tidak dapat dipercaya.
Lebih lanjut Rahbar menjelaskan, "Dalam beberapa tahun terakhir, Amerika Serikat banyak berupaya keras mengesankan Republik Islam Iran tidak dapat dipercaya dalam masalah nuklir. Namun kini terbukti justru Amerika Serikat yang tidak dapat dipercaya karena mengancam akan menggunakan senjata nuklirnya terhadap sebuah negara.
Rahbar menyatakan bahwa pengokohan sebuah negara berlandaskan pada keimanan, kekuatan, kemampuan bertahad, tekad baja, dan tidak terjebak oleh kata-kata tipuan.
"Setelah 30 tahun, bangsa Iran sekarang lebih kokoh dan kuat di segala bidang dan telah menunjukkan kemampuannya dalam menghadapi segala permusuhan," tegas Rahbar.(irib)Yaghi juga mengecam kebijakan dualisme nuklir Barat dan Amerika Serikat (AS) terhadap berbagai negara. Ia mengatakan, dalih utama penentangan AS terhadap program nuklir damai Iran adalah sikap Tehran yang menolak arogansi dan haus kekuasaan Barat di kawasan.(irib)
Iran Bertekad Perangi Sekulerisme di Kampus
Menteri Sains, Riset, dan Teknologi Iran, Kamran Daneshjou menyatakan, "Saya mendapat tugas dari pemerintah Republik Islam Iran. Karena itu saya tidak akan mengijinkan terjadinya penentangan terhadap negara di lingkungan universitas". Dia menambahkan bahwa pihaknya tidak akan membiarkan masuknya dosen yang tidak memiliki kepedulian terhadap agama.
Sebagaimana diberitakan kantor berita Mehr, Kamran Daneshjou dalam safari daerahnya ke Bandar Abbas, selatan Iran, di hadapan para mahasiswa Universitas Hormozgan menyinggung isu aktifitas politik, budaya, dan sosial di lingkungan universitas seraya menyatakan, "Aktifitas semacam itu harus berada dalam koridor sistem negara dan sesuai dengan undang-undang dan peraturan negara".
"Aktifitas politik di lingkungan kampus yang bertujuan untuk menumbangkan pemerintah tidak bisa dianggap lagi sebagai aktifitas politik. Meski demikian kita tetap menerima dengan baik kritik terhadap pemerintah. Bahkan pemerintah semestinya harus menyambut kritikan tersebut sebagai peluang", lanjut Kamran.
Di bagian lain sambutannya, Menteri Sains, Riset, dan Teknologi Iran ini menegaskan tidak akan membiarkan sekulerisme dan penentangan terhadap sistem negara Republik Islam Iran menyebar di lingkungan kampus. Dijelaskannya, "Jika pimpinan universitas membiarkan penyebaran isu tersebut, kami akan menghadapinya".
0 comments to "Iran takut atau AS takut??"