Home , , , , , , , , , � Wawancara Exclusive antara wartawan Swara Iman dan ketua PBNU Prof.Dr.Said Agil Siraj

Wawancara Exclusive antara wartawan Swara Iman dan ketua PBNU Prof.Dr.Said Agil Siraj




Pesan untuk para da’i dan mubhaligh

Wawancara Exclusive antara wartawan Swara Iman dan ketua PBNU Prof.Dr.Said Agil Siraj, Edisi Swara Iman Maret-2008 hal 9-15

“Dalam kekerasan dan penyimpangan tidak ada agama”

Proses dakwah dan tabligh keIslaman di Tanah Air kita ternyata sudah berusia tua, berabad-abad lamanya. Sayang, proses ini ada kalanya diwarnai kekerasan dan paksaan yang merugikan dan mencoreng nama baik banyak pihak, khususnya Islam itu sendiri. Kerja dakwah dan tabligh jadinya cenderung kontraproduktif: dimana tujuannya yang mulia dikalahkan caranya yang salah kaprah dan membuahkan hasil bertolak belakang yang memprihatinkan.

Menurut Prof.Dr.Agil Siraj(AS), kerja dakwah/tabligh yang berbasis nilai-nilai keIslaman, sudah tentu jauh dari paksaan dan kekerasan-kecuali dimaksudkan untuk membela diri . Demikianlah salah satu petikan pendapat doktor bidang tasawuf jebolan Universitas Negeri Islam Jakarta itu saat diwawancarai IMAN(I) disela-sela kesibukannya sehari-hari sebagai ketua PBNU dan dosen di almamaternya. Berikut hasil wawancara selengkapnya dengan Kyai yang mengaku belum pernah melihat uang dalam jumlah banyak ini dirumahnya yang asri, dibilangan Jakarta Selatan.

(I): Menurut pak Kyai, apa dan bagaimana sebenarnya dakwah itu?

(AS): Islam itu agama dakwah: Agama yang ditawarkan Rasulullah SAW lewat Al-Quran, yang mengedepankan dakwah atau mengajak manusia memasuki dan merambah jalan yang benar , seraya menawarkan jaminan hidup bahagia didunia dan di akherat. Ini sebagaimana ditegaskan al-Quran : Ud’u ila sabili Rabika bilhikmati walmau’idhatil hasanah wajaddil billati hiya ahsan. (QS.an Nahl:125) Ajaklah, tawarkanlah,sampaikanlah pada umat, jalan Tuhanmu, jalan yang sesuai fitrah, sesuai naluri manusia. Jalan yang menjanjikan keselamatan , kebahagiaan , ketenangan hidup dunia –akhirat , sekaligus keseimbangan dari bebagai tuntutan.

Metode dakwah yang dipilih harus dipenuhi hikmat, kebijakan , dan sampaikan dengan tutur kata santun, yang bias menyihir atau memukau para pendengar; sementara untuk level intelektual, dakwah harus disampaikan lewat adu argumentasi, baik dalam seminar maupun dialog yang objektif dan ilmiah . Islam sama sekali tidak membenarkan paksaan, ancaman dan segala bentuk kekerasan dalam proses penyampaian ajarannya.

(I):Bidang kerja dakwah apa saja?

(AS): Dakwah harus disampaikan dimana saja, kapan saja, oleh semua umat Islam yang merasa terpanggil untuk menebarkan atau memperluas Islam . Al-Muslimun junudun mujannadah. Sebenarnya umat Islam dijadikan pasukan atau militer-Nya. Dalam arti umat manusia harus membela dan mempertahankan nilai-nilai Allah; namun yang dimaksud militer disini bukan bermakna pelaku kekerasan . Lebih tegas lagi al-Quran mengatakan: Laa ikraha fiddin qod tabayyana rusdyu minal ghai’. Darinya ada dua hal yang selalu berhadapan,”ikroh” dan “fiddin”, yang kemasukkan huruf “la”, yang menafikan segala jenis kekerasan dalam agama. Mahfumnya bisa dibalik, “La dina fi ikrah”, yaitu sama sekali tidak ada nilai agama dalam kekerasan. “Ikrah” atau paksaan hanya melahirkan penyimpangan. Tapi jika sesuai “ad-din” atau agama , maka akan melahirkan “ar-rusydu” atau kebenaran yang sesuai denga aturan Tuhan. Penyimpangan, jika dibiarkan , akan kian meluas atau membesar , sehingga puncaknya bakal melahirkan kekuasaan “thaghut”, walaupun atas nama Agama. Namun,jika agama melahirkan “ar-rusydu” atau kebenaran yang dapat dikembangkan dan disempurnakan, maka pasti akan melahirkan nilai-nilai Allah atau nilai-nilai Iman.

Walaupun dalam mempertahankan hak, kita terpaksa menggunakan kekerasan atau peperangan fisik , toh semua itu ada etika dan aturannya. Sebagai contoh , Shalahuddin al-Ayyubi pernah menghukum seorang pasukan Islam yang membunuh seorang Kristen Arab yang tidak ikut perang; oleh Shalahuddin al-Ayyubi , serdadu Islam itu juga dibunuh. Jadi, sekali lagi saya tegaskan, sebenarnya tidak ada Agama yang menolerir kekerasan. Agama justru berupaya membangun keharmonisan yang bermanfaat untuk kehidupan bersama, yang dalam Islam platform nya adalah “tamaddun”.

Di Mekah, saat Rasulullah SAW menyampaikan ajaran Tauhid selama 13 tahun, hanya ada Tauhid dan Syirik. Karena masyarakat Mekah Jahiliyah tidak mengenal Kitab Samawi, Agama, wahyu dan Iman. Lalu Rasulullah berhijrah ke Yastrib-Dinamakan “Yastrib” karena yang membangun kota ini bernama Syah Yastrib bin Lauth in Amlik bin Syam bin Nuh- dan menjumpai masyarakat yang rata-rata sudah beragama. Sehingga setelah kedatangan Rasulullah SAW terdapat Umat Islam Pendatang (Muhajirin), Umat Islam Pribumi (Aus dan Khazraj), serta tiga suku Non Muslim yaitu Bani Khuraizhah, Bani Qainuqa, dan Bani Nadhir.

Rassulullah SAW segera meneken kesepakatan yang dikenal dengan “Piagam Madinah”- sebagaimana yang saya baca dalam Sirah Nabawiyyah karya Abdul Malik bin Hisyam,juz 2 hal.116-yang berbunyi “Penduduk Yastrib, baik Muslim Pendatang, Muslim Pribumi dan Non Muslim , asalkan memiliki komitmen yang sama , cita-cita yang sama, kewajiban dan hak yang sama, maka disebut unat yang sama.”

Disini, Rasulullah SAW sama sekali tidak menghilangkan sekat-sekat atau etnis dalam Agama; system inilah yang disebut “tamaddun”. Masyarakat yang menerima system ini disebut “mutamaddin”, sementara kotanya disebut Madinah(ditambahkan al-Munawwarah:, yang artinya “mendapat pencerahan Rasulullah SAW”). Kesepakatan itu lalu diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari.

Rasulullah SAW sendiri banyak memberi contoh untuk itu . Salah satunya, suatu ketika Rasulullah SAW sedang duduk-duduk bersama sahabatnya. Tak lama kemudian , iring-iringan jenazah lewat didepan beliau. Lalu Rasulullah SAW berdiri dan memberi hormat. Para sahabat smpai heran dan berkat,”Itu Cuma jenazah orang Yahudi.” Rasulullah SAW menjawab,”Saya tahu, tapi saya menghormati orang yang akan kembali pada Tuhannya.”

Suatu ketika seorang Muslim membunuh seorang Yahudi. Mendengar itu Rasulullah SAW marah besar seraya mengatakan , “Man qatala zhimmiyan fa’ala khasmuh (barangsiapa membunuh seorang kafir yang berada dibawah perlindungan muslimin pada dasarnya sedang menciptakan permusuhan).”

Contoh lain seorang wanita pencuri tertangkap. Usamah mengusulkan agar dia jangan dibunuh karena berasal dari keluarga terpandang. Lalu Rasulullah SAAW berkata,”Demi Allah, wahai Usamah, jika putriku, Fatimah,mencuri, maka aku sendiri yang akan memotong tnagannya.” Inilah sikap orang-orang dan pemimpin yang “mutamaddin”, yang tidak pandang bulu, pakah orang itu teman tau bukan,Yahudi atau bukan, anak atau bukan; kalau slah katakana salah, kalau benar wajib dibela.

Ini sebagaimana ditegaskan al-Qur-an: Wakadzalika ja’alnakum ummatan wasathan litakunu syuhada-a ‘alannas wayakunarrasulu ‘alaikum syahida.(QS.Al-Baqarah:143). Visi Islam adalah umat yang modern, sementara misinya adalah berusaha menjadi pionir atau contoh bagi peradaban manusia;tentunya, contoh atau pionir paling ideal adalah Rasulullah SAW.

(I):Kembali pada konteks Indonesia ;bagaimana potret dakwah itu sendiri?

(AS): Pertama-tama kita harus kembali pada sejarah . Dulu pernah ada da’I yang menggunakan kekerasan, yaitu Syekh Akhmad Subakir. Dengan pasukan santrinya , dia menghancurkan padepokan Agama Hindu. Namun, akibat serangan balasan yang didukung pasukan kolonial, Syeikh Akhmad Subakir dan pasukannya akhirnya meninggal dunia, bahkan kemudian dilecehkan masyarakat Jawa. Begitu juga dengan Tankinhan dari Cina,Syekh Jumadil Kubra, Ibrahim as-Samarkhandi, Syeikh Utsman al-Hamdani dan Syeikh Marzuki yang menggunakan kekerasan dalam berdakwah.

Dari sejarah dan pengalaman ini, Para Wali Songo , dengan segala kekurangan dan kesempurnannya, mengubah metode dakwah beraroma kekekrasan dengan metode “hikmah wal mau’idhatil hasanah, wal mujadalah”. Mereka mengIslamkan masyarakat Jawa dan sekitarnya , bahkan menghilangkan dan menghapus imperium Majapahit, Pajajaran dan Sriwijaya.

Ini menunjukkan keberhasilan Wali Songo yang menwarkan Islam tanpa harus menggunakan kekerasan sama sekali. Para Wali Songo juga memodifikasi atau memoles kultur Jawa denga polesan Islam, seraya mengkader generasi baru yang akan menjadi ulama-ulama di Jawa dan sekitarnya melalui pesantren-pesantren yang dibangunnya.

(I):Ada sementara anggapan kalau itu adalah sejenis sinkretisme….

(AS):Dulu, ketika mulai keluar dari jazirah Arab menuju Persia dan Romawi, para Sahabat banyak menemukan bangunan-bangunan yang belum mereka kenal sebelumnya, yang umumnya digunakan sebagai alat dan tempat persembahan serta ibadah oleh orang-orang yang memiliki kepercayaan seperti Kristen dan lainnya. Bangunan-bangunan dan tempat-tempat itu diubah para sahabat menjadi monument atau menara, kubah, dan masjid-masjid yang dapat dimanfaatkan kaum muslim. Umat Islam juga terbuka dalam menerima filsafat Yunani dan Fiqih Hamurabi.

(I):Jadi karakter Islam memang terbuka?

(AS): Ya terbuka, kecuali “Lailahaillallah Muhammadarrasulullah”. Islam terbuka terhadap yang bersifat “washail” atau infrastruktur. Bahkan seiring perkembangan nya, keterbukaan Islam terhadap infrastuktur itu berubah menjadi kekuatan Islam. Jika kila lihat sampai sekarang, masih ditemukan disetiap daerah Muslim, budaya, seni, dan kultur tradisional orang-orang terdahulu; padahal bisa saja Islam membumihanguskan atau menghilangkan budaya, seni, dan kultur tersebut.

(I):Bagaimana dengan Wahabisme?

(AS):Wahabi sebenarnya berasal dari ajaran Muhammad bin Abdul Wahab. Dia mengaku mempraktikkan konsep Ibnu Taimiyah. Muhammad bin Abdul Wahab bekerjasama dengan gubernur Najaf bernama Muhammad bin Su’ud, yang memisahkan diri dari Khalifah Turki dengan dukungan Muhammad bin Abdul Wahab. Jadi keduanya saling mendukung karena sama-sama punya kepentingan. Pada awalnya gerakan mereka tidak berbuah kemenangan. Namun akhirnya, mereka meraih kemenangan. Mereka melakukan ekspansi dan menguasai seluruh jazirah Ara, dan membuat banyak kebijakan yang mencoreng dan menggoncang umat Islam..

Diantarnya, sikap frontalnya membongkar kuburan-kuburan, rumah Nabi SAW dijadikan WC, rumah Abu Thalib dijadikan kandang keledai, kuburan Sayyidah Khadijah dijadikann tempat sampah, kuburan-kuburan diratakan dengan tanah. Bahkan mereka juga bermaksud membongkar kuburan Nabi Muhammad SAW, namun gagal karena desakan berbagai pihak dari kaum muslimin. Meski pembongkaran tidak jadi dilaksanakan , namun sangat disayangkan , kelambu makam Rasulullah SAW yang setiap tahun selalu diganti (berbarengan dengan kelambu Ka’bah), sejak Wahabi berkuasa tidak pernah diganti dan makamnya tak pernah dibersihkan, juga tidak diberi lampu dan minyak wangi. Ini artinya, mereka samasekali tak menghormati makam Rasulullah SAW, dengan alasan bahwa memelihara kuburan hanya mendatangkan kemusyrikan.

(I):Di Indonesia, banyak lembaga keIslaman, yang proses dakwahnya masing-masing bisa saja saling berbenturan; bagaimana menurut Kyai….

(AS):Kita harus kembali dan berpegang kepada metode yang pernah diterapkan para Wali Songo yang sukses meng Islamkan Nusantara ini. Karena menurut saya, metode itu masih sangat relevan, transformative,, dan bukan sekedar doktrin. Metode itu adalah “Tadris,Ta’dib,Ta’lim,Wattarbiyah. Inilah metode yag paling utama.Adapun dakwah paling efektif adalah dakwahnya pesantren. Karena pengkaderannya yang paling efektif hanya mungkin dilakukan didalam pesantren-dengan segala kekurangan yang juga dimilikinya. Jangan harap seorang ulama besar jebolan tsanawiyah,aliyah atau IAIN memiliki semangat Jihad;karena menurut saya, yang punya semangat jihad pasti berbasis atau berlatar belakang pesantren.

(I):Jadi,akar tradisional juga tergolong menentukan bagi proses dakwah?

(AS): Bukan hanya dakwah, namun juga dalam upaya memelihara dan memahami Islam. Dalam hal ini, kita tidak bisa menghilangkan khazanah klasik atau tradisional dengan dalih apapun. Malah kita harus taklid;tentunya bukan taklid buta, tapi yang kritis, dinamis dan produktif.

(I):Syaratnya, kita juga harus memahami kedalaman khazanah tersebut…..

(AS):Tentu, karena pada prinsipnya,dalam urusan syariat, kita harus bertaklid pada salah satu mazhab, karena semuanya sudah punya metode dan aturan. Karena , ketika ditanyakan tentangnya, kita tidak dapat hanya menjawab “mengikuti Rasulullah”. Kalau boleh saya contohkan, Negara Eropa yang paling tertinggal adalah Spanyol. Saat Isabella menguasai Spanyol, dia membunuh, mengKristenkan, atau mengusir seluruh orang Islam; dia ingin menghapus semua yang berbau Islam atau Arab.

Nah, lantaran ingin memotong atau menghapus jejak sejarah bangsa Spanyol selama 800 tahun itu, Negara tersebut sampai sejarang tidak maju-maju. Karena itu, yang terpenting adalah , marilah kita gali khazanah tekstual karya Syafi’I,al-Ghazali,Nawawi, dan lainnya untuk dikontekstualisasi dan diaktualisasikan. Semua orang yang berilmu dan berkualitas pada umumnya menggunakan khazanah-khazanah tekstual mereka. Sebab, mustahil dizaman sekarang, orang berijtihad sendiri; mereka akan bertaklid dan kembali pada khazanah yang diikutinya.

(I):Sekaitan dengan dakwah yang dimaknai sebagai ajang merekrut dan menggelembungkan jumlah pengikut suatu kelompok, bukan memberi pecerahan Islam;bagaimana menurut Pak Kyai?

(AS): Seharusnya kita tidak terpaku dan terjebak memperbanyak jumlah. Seharusnya yang pertama kita lakukan, meningkatkan kualitas jumlah yang ada., Kedua , bekali diri dengan ilmu pengetahuan dan wawasan. Karena upaya meningkatkan kualitas tidak cukup dengan ilmu saja,melainkan dibutuhkan pengalaman dari sejuumlah eksperimen.

Makanya anak-anak lulusan pesantren sekarang banyak juga yang cerdas dan pinter-pinter.. Banyak dari mereka yang mendapat beasiswa keperguruan tinggi negeri. Ini lantaran mereka mencintai dan mengamalkan ilmu itu sendiri; bukan Cuma ingin mengikuti ujian semata. Ketiga, disiplin, artinya sekalipun tidak dapat menguasai pelbagai ilmu, kita harus mencoba mendisiplinkan diri dalam bidang ilmu yang kita kuasai. Dan keempat, tarbiyah, atau menindak lanjuti dan meneruskan apa yang telah dimulai Allah SWT. Allah itu Pencipta sementara kita Pemelihara.

(I):Sekaitan perang yang tadi disinggung; bagaimana terhadap Non Muslim dalam konteks sekarang?

(AS):Ada dua cara pandang dalam menyikapi Non Muslim; dari kacamata Agama dan Politik. Menurut saya , sudut pandang kedualah yang benar. Kalau boleh saya contohkan, Amerika menyerang Iraq bukan lantaran iman Kristennya, melainkan kepentingannya terhadap minyak,bisnis dan politik di Irak. Begitu juga dengan Negara-negara Eropa lainnya.

Nah, kalau kita menjalin hubungan dengan mereka dalam bidang politik,ekonomi,atau bisnis,dan selama mereka bermu-ammalah atau mu-asyarah dengan kita sebatas semua itu ,dan jelas-jelas tidak mengusir kita,maka kita juga harus bersikap baik dan menghormati mereka. Yang tidak dibolehkan adalah berkerjasama dengan pihak-pihak yang jelas-jelas memerangi agama dan mengusir kita.

Dasar al-qurannya adalah:”La yanha kumullahu anilladzina lam yuqatilukum fiddin walam yukhrijukum min diyarikum antabarrahum wa tufsidu ilaih, innallaha la yuhibbul mufsidin (yang tidak diperbolehkan bergaul dengan mereka [non muslim] adalah yang jelas-jelas memerangi agamamu, terang-terangan mengusir kamu,maka kamu janganlah berbaik atau berteman dengan mereka).

Contohnya,apa yang ditunjukkan Arab Saudi yang memberikan segala fasilitas kepada Amerika Serikat,seperti membangun pangkalan militer,radar,dan infrastrukturnya,yang jelas-jelas ditujukan untuk menyerang Irak.Tentunya hal ini sangat tidak diperbolehkan dalam Islam.

Sementara,kalau kita bergaul dengan tetangga yang beragama Kristen,maka saling tolong-menolong sangat diperbolehkan dan justru dianjurkan.Jadi masalah kemanusiaan harus lebih dikedepankan,karena agama untuk kepentingan manusia bukan untuk membesarkan dan memperkaya Allah SWT.Toh Allah tidak membutuhkan semua itu.Hanya saja, cara memahaminya harus tetap ikut aturan,prinsip,dan pakem yang ada.

(I):Pak Kyai bilang,dakwah dapat dilakukan dengan memanfaatkan unsur-unsur kultural.Sekarang segala itu juga ada,tapi tidak dengan metode Wali Songo,tapi metode Kapitalisme lewat layar kaca,seperti da’i-da’I karbitan,misalnya.

(AS):Selama itu ada manfaatnya,sah-sah saja.Dalam arti,itu dapat mewarnai atau memodifikasi ruh Islam dalam hal seni.Masalah kapitalis atau bisnis,itu soal lain.Saya sendiri akan menerima jika ada tawaran untuk dakwah di televisi,ketoprak,atau apa saja dengan menerjemahkan sekian ribu kosa kata bahasa arab kedalam bahasa Indonesia,Melayu, Jawa,atau lainnya.

(I):Tapi sebagian kalangan,termasuk ulama mengkhawatirkan terjadinya pendangkalan dalam upaya dakwah dilayar kaca...

(AS):Seperti yang sudah saya katakan,yang bilhikmah ada sendiri audiensnya,yang walmau’idhah juga ada sendiri,begitu juga yang jaddilhum. Jadi masing-masing punya khalayak pendengarnya,jangan dicampur aduk.

(I): Menurut Pak Kyai,apa saja syarat dan kelengkapan yang semestinya dimiliki seorang da’I dalam konteks sekarang?

(AS):Minimal seorang da’I memahami Islam,setidaknya yang berkenaan dengan hal-hal yang bersifat standar. Mudahnya,kalau boleh saya gambarkan,paling tidak seorang da’isudah menguasai bidang fikih dan membaca Fathul Qarib,sementara dalam bidang hadis,pernah membaca Bulughul Maram,dan tafsir Tafsir Jalalain.Bukan baru lulus dari pesantren tiba-tiba menjadi da’i,atau keluar dari penjara sudah disebut da’i.

(I):Dakwah biasanya dipahami sebagai wicara atau ceramah.Bagaimana mengaitkan hal itu dengan problematika sosial atau keterlibatan praktis dalam masyarakat?

(AS):Jika dakwahnya serius dan memukau banyak pendengar,maka akan ada perubahan secara sosial pada diri pendengarnya.Saya sendiri pernah membuktikan hal itu.Suatu ketika,saya berceramah disuatu tempat selama satu jam.Setelah berceramah,beberapa pendengar menemui saya untuk menanyakan kembali beberapa hal yang saya kemukakan,dan kami pun mendiskusiksnnya lebih jauh.Inikan salah satu bukti;jika kita serius menyampaikan ceramah,niscaya perubahan sosial dan keterlibatan dalam masyarakat akan tercipta.

(I):Antara dakwah bil-hal dengan dakwah bil-lisan,mana yang lebih utama bagi muslim di Indonesia dewasa ini?

(AS):Kedua-duanya diutamakan.Makanya dalam Islam,ada khutbah jumat,mau’idhah. Namun tidak hanya sebatas itu.Bil-halnya terjadi saat kita menyeru pada kebaikan.Maka dari itu,kita harus betul-betul mencontoh kebaikan yang dipraktikkan Rasulullah saw,para wali dan ulama.Bahkan bukan hanya memberi contoh:kalau bisa,kita juga berusaha merangkul dan memberi solusi terhadap sesama.

(I):Kita tahu bahwa bangsa Indonesia ini,80 persennya Muslim,tetapi juga terkenal sebagai Negara paling korup,masyarakatnya paling miskin,pendidikannya compang-camping:bagaimana nih Pak Kyai?

(AS)Jangan sekali-sekali mengaitkan masalah penyimpangan dengan agama.Karena pada penyimpangan,sama sekali tidak terdapat nilai agama.Yang ada hanyalah ghai’dan thaghut.Jadi,bukan karena Islamnya,melainkan manusianya.Demikian pula dengan Negara-negara Eropa yang disiplin,tertib,bersih; semuanya bukan dikarenakan Kristennya,melainkan karena manusianya.

(I):Sayyid Jamaluddin al-Afgani pernah berujar,”Mereka (Barat)maju karena tidak sungguh-sungguh Kristen,sementara kaum muslim mengalami kemunduran karena tidak sungguh-sungguh Islam.”Nah bagaimana menurut Pak Kyai?

(AS):Ya,saya setuju dengan itu.Karena yang dimaksud beliau adalah manusianya,bukan agamanya.Penyimpangan yang terjadi bukan hanya di Indonesia,tapi juga di Irak,Afghanistan,Pakistan,Palestina,dan Somalia.Jadi kita belum”ar-rusydu”.Maka,yang paling penting sekarang ini adalah,mari kita perjuangkan umat Islam yang”rasydah”;tidak perlu system politik Khulafaurrasyidin,karena yang terpenting umatnya yang “rasyidah”.

(I);Pesan untuk para da’I dan Mubhalig...

(AS):Marilah kita sampaikan dan tawarkan ajaran Islam ketengah khalayak dengan spirit atau semangat iman,semangat rahmatan lil’alamin, semangat Rasulullah SAW sebagai Nabiyurrahman; Nabi yang membawa rahmat yang harus selalu kita kedepankan kapan dan dimanapun.

Wawancara Exclusive antara wartawan Swara Iman dan ketua PBNU Prof.Dr.Said Agil Siraj, Edisi Swara Iman Maret-2008 hal 9-15

Diketik ulang oleh team banjarkuumaibungasnya.blogspot.com(ilustrasi foto from google/KNY18/42010

0 comments to "Wawancara Exclusive antara wartawan Swara Iman dan ketua PBNU Prof.Dr.Said Agil Siraj"

Leave a comment