Kronologi Meninggalnya Gesang
Berikut adalah kronologi kesehatan dan meninggalnya Gesang di tahun 2010:
18 Januari 2010 – Gesang menjalani operasi prostat di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Surakarta, Senin pagi.
22 Januari 2010– Gesang dipulangkan ke rumah.
23 Januari 2010 - Gesang Martohartono kembali dilarikan ke RS PKU Muhammadiyah Surakarta pada Sabtu. “Ternyata sampai rumah kondisinya drop lantaran tidak mau makan,” kata Yani, keponakan Gesang.
25 Januari 2010 – Kondisi Gesang Martohartono semakin membaik.
12 Mei 2010 - Maestro keroncong Gesang Martohartono dilarikan oleh keluarganya ke Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Surakarta.
17 Mei 2010 - Gesang terpaksa dirawat intensif di ICU Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Surakarta.
20 Mei 2010 – Pukul 12.05 WIB, kondisi Gesang Martohartono semakin membaik dan bisa lancar berkomunikasi dengan keluarga. Bahkan Gesang beberapa kali menyenandungkan lagu-lagu yang menjadi karyanya. Namun kondisi Gesang akhirnya menurun.
20 Mei 2010 – Pukul 18.10 Gesang akhirnya tutup usia akibat infeksi pernapasan.
Berdasarkan penuturan salah satu kerabat, Hasanuddin Santosa, jenazah maestro keroncong Gesang Martohartono akan dimakamkan di pemakaman umum Pracimaloyo, Makamhaji, Sukoharjo, Jumat besok. Di pemakaman tersebut juga terdapat makam orang tua Gesang beserta beberapa saudaranya.
Sebelum dimakamkan, jenazah akan disemayamkan terlebih dahulu di Pendhapi Gedhe Balai Kota Surakarta.
Tembang Kehidupan Gesang
Siapa yang tak kenal nama Gesang Martohartono atau yang lebih ngetop dengan panggilan Gesang? Namanya melegenda sebagai maestro keroncong. Bengawan Solo, lagu yang digubahnya semasa muda telah melarang ke seantero jagat. Bertahan hingga puluhan tahun, dinyanyikan dari generasi ke generasi, dengan berbagai aliran, mulai jaz hingga reggae dengan berbagai versi dan bahasa. Seperti liriknya, lagu itu mengalir sampai jauh, menembus batas-batas negara dan budaya.
etapi, semua itu tak pernah mengubah Gesang, lelaki yang dilahirkan Oktober 92 tahun silam. Ia masih seperti Sutadi, nama yang diberikan orangtuanya saat masih kanak-kanak, hidup dalam kesederhanaan di Kampung Singosaren, Kemlayan, Solo, Jawa Tengah.
Seperti ketika SP menemuinya, Kamis (13/8) petang. Gesang duduk sendiri di teritis depan warung kelontong keponakannya. Memakai topi pet, tubuhnya hanya dibalut kaus merah dan sarung putih. Kakinya dibalut stoking pendek warna cokelat. "Saya ini sudah mantan, pensiunan, sudah tidak berbuat apa- apa. Ya hanya begini, tidak punya kegiatan, tidak ada lagi yang saya pikir," katanya pelan.
Gesang mengaku punya pengharapan terhadap anak-anak muda yang menurutnya harus lebih maju. Kemajuan. Kata itu berulang kali diucapkan Gesang. Kemajuan pula yang membuat Gesang masih terus bersemangat untuk mengikuti berbagai undangan meski menyadari fisiknya tak lagi kokoh. Setiap bulan, ia masih bersedia mengikuti pertemuan rutin Hamkri, organisasi musik keroncong, padahal Gesang hanya anggota biasa. "Saya hanya nungguin, saya bukan orang pintar, hanya punya umur yang banyak," ujarnya.
Kesederhaan Gesang dan lagu Bengawan Solo yang begitu terkenal mendorong sekelompok orang berinisiatif menggelar gerakan Tembang Gesang yang berarti tembang kehidupan. Setiap insan diberi kesempatan oleh Tuhan untuk menulis "lirik" kehidupannya masing-masing.
Gerakan moral ini bertujuan melahirkan mutiara-mutiara bangsa, yakni para pemilik tembang kehidupan guna mewujudkan damai sejahtera bagi Indonesia.
Gerakan Tembang Gesang akan dikemas dalam bentuk penyelenggaraan nominasi "Mutiara Bangsa" pada 1 Oktober 2009 dan pembuatan album lagu Bengawan Solo atas dukungan sejumlah penyanyi dari era 60-an hingga kini. Hasil penjualan album dan penggalangan dana akan digunakan untuk membangun Musem Keroncong dan membiayai kehidupan Gesang.
Gesang mengaku setuju dan mendukung acara itu . "Daripada tidak sama sekali, lebih baik berbuat sesuatu meski itu hanya satu atau dua langkah, daripada mandek, apalagi mundur," katanya.
Ia pernah dimintai untuk membuat lagu berkenaan dengan aksi moral tersebut. Namun, ia mengaku tak sanggup dan mengusulkan agar tugas itu diberikan kepada Iwan Fals. "Yang lebih muda, lebih progresif. Kalau saya sudah tidak bisa," katanya.
Sudah 34 tahun Gesang tak mencipta lagu lagi. Lagu terakhir yang dibuatnya adalah Caping Gunung pada 1975. Lagu bersyair Jawa ini populer dengan cengkok langgam yang dinyanyikan Waldjinah. Versi lain menyebut, pada 1988 Gesang masih mencipta lagu. "Saya ini bukan orang pinter, bukan pemusik. Lagu saya sedikit," katanya.
Di rumah peninggalan orangtuanya, Martodihardjo-Sumirah, kini Gesang menghabiskan waktunya. Meski tanpa anak, Gesang merasa tak pernah kesepian. Dia pernah menikahi seorang gadis bernama Waliyah pada tahun 1941. Gesang juga tak pernah merasa perlu mengeluh, sekalipun hobinya memelihara burung perkutut sudah tak bisa dijalani sejak sepuluh tahun terakhir. "Sudah tidak kuat untuk naik turunkan sangkar," ujarnya.
Gesang hidup dalam kesahajaan. Mungkin inilah yang membuatnya dikaruniai umur panjang meski semasa kecil ia sering sakit-sakitan. [IMR/A-15]
0 comments to "Gesang..sang Bengawan Banjar....(maksudnya Solo)"