Pasal 88 UUD Republik Islam Iran mengatur tentang hak interpelasi anggota parlemen untuk bertanya kepada presiden maupun menteri-menteri kabinet. Bagi presiden berkewajiban untuk menjawab pertanyaan sedikitnya seperempat anggota parlemen, sementara para menteri harus menjawab setiap anggota parlemen dalam sidang terbuka.
Sekalipun hak interpelasi ini belum pernah diterapkan selama 31 tahun umur Revolusi Islam Iran terhadap presiden, namun sebaliknya para menteri yang senantiasa menjadi target kritik dan pertanyaan para anggota parlemen.
Dalam sejarah parlemen Iran, anggota parlemen tampaknya begitu menyambut hak interpelasi ini dan betul-betul memanfaatkannya. Terlebih lagi pertanyaan dan teguran kepada badan eksekutif jumlahnya semakin besar di tahun-tahun terakhir. Hak interpelasi ini tidak termasuk para penasihat dan wakil presiden. Anggota parlemen menyampaikan tegurannya di bidang ini kepada presiden lewat salah seorang menterinya. Di sini, presiden harus menjawab teguran soal kegagalan tim olah raga dalam turnamen-turnamen.
Sekalipun UUD Iran menyebut sistem Republik Islam Iran bertumpu pada lembaga legislatif, eksekutif dan yudikatif, namun ada hubungan timbal balik yang kuat antara legislatif dan eksekutif yang menyangkut kinerja masing-masing.
Pengambilan sumpah presiden di parlemen, mosi percaya kepada para menteri kabinet dan ratifikasi draf dan pengawasan atas kinerja finansial pemerintah menjadikan nasib pemerintah berada di tangan parlemen. Di sisi lain, setiap anggota parlemen di daerah pemilihannya harus melakukan interaksi luas dengan pemerintah agar memiliki rapor yang bagus terkait pembangunan yang seimbang di kawasannya.
Mungkin dengan alasan inilah Imam Khomeini ra dalam surat wasiat-ilahinya mengatakan, “... pemerintah dan parlemen harus merasa satu dan saling melindungi seperi barang yang dicintai.”
Ayatullah al-Udzma Sayid Ali Khamenei yang juga pernah menjabat sebagai wakil rakyat dan presiden berkali-kali mengajak pemerintah dan parlemen untuk bekerjasama lebih akrab dan hal inilah yang dibutuhkan negara. Beliau menegaskan, “Kerjasama ini harus terealisasikan. Tidak benar bila setiap lembaga ini mengatakan kami telah melaksanakan kewajiban dan masing-masing ingin terlihat lebih berhasil ketimbang yang lain.”
Namun pernyataan paling penting, apa motif di balik hak interpelasi yang berisikan pertanyaan dan teguran anggota parlemen terhadap lembaga eksekutif? Mencermati proses politik dan kubu yang memerintah dengan pelbagai periode parlemen membuktikan bahwa mayoritas pernyataan dan teguran ini ternyata lebih politis ketimbang konstruktif.
Pertanyaan dan teguran sekelompok anggota parlemen dengan kecondongan politik tertentu dan kemudian direaksi dengan penolakan pemerintah waktu itu dapat menjadi bukti asumsi di atas.
Sebagai contoh, parlemen periode ketujuh (di masa kepemimpinan Gholam-ali Haddad Adil) di mana kubu Reformasi menjadi minoritas, mereka menggunakan strategi yang cukup menarik dan kinerja ini dilanjutkan hingga parlemen periode kedelapan (diketuai Ali Larijani) saat ini. Mayoritas fraksi kubu reformasi (minoritas) di setiap sidang terbuka pasti memberikan teguran tertulis terkait isu aktual kepada presiden dan para menterinya. Sesuai dengan tata tertib parlemen, dewan pimpinan berkewajiban membacakan nama-nama anggota yang memberikan teguran, ketua parlemen terpaksa membacakan 30 nama anggota parlemen hanya untuk beberapa teguran yang diulang berkali-kali oleh setiap anggota.
Namun patut diketahui, cara yang dipakai oleh kubu minoritas parlemen periode ketujuh ini dapat ditertibkan oleh dewan pimpinan waktu itu.
Masalah lainnya terkait pertanyaan para anggota parlemen kepada para menteri sebelum ini. Di sini seorang menteri yang ditanya terpaksa menjawab sejumlah pertanyaan di sidang terbuka, bahkan yang terkait dengan daerah pemilihan mereka. Tentu saja ini telah mengambil banyak waktu dari parlemen dan menteri yang bersangkutan.
Fenomena ini menjadikan munculnya antrian pertanyaan para anggota parlemen yang bila diurutkan maka banyak dari pertanyaan-pertanyaan itu yang tidak sampai terbacakan hingga akhir periode parlemen. Solusi atas hal ini telah dilakukan seperti membuat dua kategori pertanyaan; nasional dan lokal di parlemen periode kedelapan saat ini. Dengan demikian, hanya pertanyaan yang bersifat nasional yang akan disampaikan di sidang terbuka parlemen, sementara soal lokal akan dikaji urgensinya terlebih dahulu.
Dengan penjelasan ini, setiap menteri untuk menjawab setiap pertanyaan anggota parlemen pertama kalinya harus hadir di komisi terkait dan berusaha keras menjelaskan kepada anggota parlemen. Bila anggota parlemen tidak puas, kembali penjelasan itu harus disampaikannya di sidang terbuka bagi seluruh anggota parlemen. Bila di sidang terbuka anggota parlemen belum puas, parlemen akan melakukan voting terkait penjelasan menteri itu.
Yang menarik, sekalipun parlemen periode ketujuh yang dua tahun mengiringi pemerintahan Konservatif, ternyata angka pertanyaan dan teguran tidak juga menurun dan kondisi ini juga terus berlanjut pada parlemen periode kedelapan saat ini yang mayoritas dipegang oleh kubu Konservatif.
Parlemen Periode Kedelapan Paling banyak Menegur Presiden?
Data lainnya menunjukkan bahwa parlemen periode kedelapan dalam dua tahun aktifitasnya telah melayangkan 932 teguran kepada Presiden Ahmadinejad. Yakni, baru setengah dari umur parlemen periode kedelapan, tapi hampir dua kali lipat dari parlemen periode keenam mereka menegur presiden!
Tapi tidak hanya itu, parlemen periode kedelapan bahkan mengalahkan data parlemen periode sebelumnya. Karena parlemen ketujuh setiap tahunnya hampir 330 teguran yang dikirimkan kepada presiden, sementara parlemen periode kedelapan setiap tahunnya hampir 550 surat teguran yang dikirimkan kepada presiden.
Pertanyaan kepada Menteri Selama Satu Dekade Terakhir
Parlemen periode keenam melayangkan 1.265 surat pertanyaan kepada para menteri Khatami. Angka ini meningkat menjadi 1.916 di parlemen periode ketujuh. Artinya, angka peningkatan jumlah pertanyaan lebih dari 50 persen.
Ini belum seberapa. Karena baru dua tahun dari masa kerja parlemen periode kedelapan, ternyata pernyataan yang diajukan kepada para menteri Ahmadinejad telah mencapai 1.748! Artinya, hanya dalam dua tahun peningkatan jumlah pertanyaan telah mencapai lebih dari 50 persen, lebih dari seluruh parlemen periode keenam saat dikuasai kubu Reformasi.
Mengapa Parlemen Periode Kedelapan?
Dengan mengkaji apa yang menjadi fokus pernyataan, akan muncul berbagai kejutan yang mencengangkan. Departemen Perminyakan mendapat 25 pertanyaan yang 15 pertanyaan di antaranya disampaikan di tahun pertama parlemen periode kedelapan. Departemen Luar Negeri kebagian 18 pertanyaan dan Departemen Pertanian mendapat 16 pertanyaan. Ketiga departemen ini lebih mendapat perhatian ketimbang departemen-departemen yang lain.
Departemen Transprotasi 217 pertanyaan, Departemen Dalam Negeri 201 dan Departemen Energi 177 pertanyaan. Sementara Departemen Kehakiman, Intelijen dan Koperasi yang paling sedikit mendapat pertanyaan.
Menariknya lagi, Nader Ghazi Pour, wakil Ourumiyeh mencatat rekor sebagai penanya terbanyak dengan jumlah 106 pertanyaan. Eghbal Mohammadi, wakil Marivan berada di urutan kedua dengan 64 pertanyaan dan Fakhruddin Heidari wakil Saghar dan Baneh dengan 56 pertanyaan berada di urutan ketiga.
Pembatalan Pertanyaan Oleh Anggota Parlemen
Jumlah anggota parlemen yang menolak pertanyaannya ditindaklanjuti merupakan data lain yang patut dicermati. Karena hal ini dapat membantu menimbang pentingnya pertanyaan yang diajukan.
Data statistik menunjukkan bahwa di tahun pertama masa kerja parlemen periode kedelapan ada 114 pertanyaan yang diajukan kepada para menteri dan 9 dari pertanyaan itu kemudian dibatalkan oleh para anggota parlemen. Namun setahun kemudian dari 45 pertanyaan ada 11 yang dibatalkan oleh mereka.
Sejak awal masa kerja parlemen periode kedelapan hingga kini, ada 187 pertanyaan yang disampaikan kepada para menteri dan 33 di antaranya dibatalkan sendiri oleh para anggota parlemen. Artinya, 1,6 dari keseluruhan jumlah pertanyaannya ditarik kembali oleh anggota parlemen. Bahkan hari ke-51 dari masa kerja tahun ketiga parlemen periode kedelapan, dari 25 pertanyaan ada 18 yang dinyatakan ditarik kembali!
Kemana Arah Parlemen Periode Kedelapan?
Dari keseluruhan data yang disebutkan, hanya dalam dua tahun masa kerja parlemen periode kedelapan, ada sekitar 1748 pertanyaan yang disimpulkan dalam 187 masalah. Fenomena pengajuan pertanyaan beramai-ramai oleh anggota parlemen lebih bersifat politis agar pertanyaan ini diliput dan dipublikasikan secara luas oleh media.
Sebagai contoh, pada tanggal 12 Mei 2009, 14 anggota parlemen menyampaikan pernyataan yang sama kepada Menteri Kesejahteraan dan Tunjangan Sosial. Keempat belas orang ini juga ditambah empat anggota parlemen lainnya sepekan setelahnya menyampaikan pertanyaan lain kepada Menteri Luar Negeri. Ke-18 anggota parlemen ini beberapa waktu lalu setelah itu menanyakan Menteri Kebudayaan dan Bimbingan Islam waktu itu tentang pencabutan izin sebuah koran, tapi beberapa waktu kemudian sebagian dari mereka menyatakan menarik pertanyaan yang diajukan. Para anggota parlemen yang tetap bersikeras ini ternyata tidak mengentahui bahwa dengan pergantian pemerintah, menteri yang bersangkutan tidak berkewajiban menjawab pertanyaan terkait masalah yang tidak menjadi tanggung jawabnya dahulu.
Siapa yang Rugi?
Mohammad Hassan Torabi Fard, Wakil Ketua Parlemen Republik Islam mengakui semakin meningkatnya angka pertanyaan dan teguran kepada presiden dan para menterinya. Namun kebanyakan dari hak interpelasi ini telah diselesaikan dalam perundingan antara anggota parlemen yang bertanya dengan para menteri di komisi-komisi khusus yang berkaitan dengan masalah ini.
Hassan Torabi baru-baru ini dalam wawancaranya dengan kantor berita IRNA mengatakan, “Dalam banyak kasus, kedua pihak dalam lobi-lobi yang dilakukan dengan dewan pemimpin berhasil mencapai kesepakatan dan akhirnya anggota penanya menarik kembali pertanyaannya.”
Namun pertanyaannya, ketika banyak dari soal-soal ini ditarik kembali, siapa yang rugi dengan waktu dan energi yang tersita di dua lembaga tinggi negara ini akibat pertanyaan dan teguran ini?
Para pejabat negara dihadapkan dengan banyaknya pekerjaan yang harus diselesaikan, sementara para anggota parlemen rata-rata selama sepekan mengadakan sidang terbuka selama dua jam dengan biaya yang tidak sedikit. Anggota parlemen Mostafa Zulghadr mengritik hal ini dan menyebutkan bahwa biaya yang dikeluarkan oleh negara untuk setiap menit penyelenggaraan sidang terbuka adalah 2 juta toman atau 20 juta rupiah.
Zulghadr mengatakan, “Sebagian anggota parlemen setelah mengajukan pertanyaan kepada para menteri ternyata menyatakan tidak puas dalam lobi-lobi yang dilakukan guna membahas masalah tersebut, namun ketika pertanyaannya dibahas di sidang terbuka, ia malah meminta agar parlemen tidak mengambil voting dalam masalah ini.”
Ini semua biaya yang harus ditanggung oleh negara, selain waktu yang terbuang percuma terkait masalah ini.
Itulah mengapa Rahbar Ayatullah al-Udzma Sayid Ali Khamenei di awal masa kerja parlemen periode kedelapan mengatakan, “Sebagian kewenangan dan kewajiban parlemen dan pemerintah sudah ditetapkan dalam undang-undang itu ternyata tidak jelas dan harus segera dibenahi.”
Namun terlepas dari masalah undang-undang yang disebutkan Rahbar, masih ada satu PR yang tertinggal. Ternyata kelompok “asal bukan Ahmadinejad” masih belum puas dan terus saja berusaha mengganggu jalannya pemerintahan. Kelompok ini sudah tidak lagi dibatasi oleh sekat Reformasi atau Konservatif, tapi telah melebur setelah melihat banyak kepentingan mereka tidak banyak diakomodasi oleh Presiden Ahmadinejad.
Kubu Reformasi sudah jelas. Lalu mengapa Konservatif?(Ap/SL/MZ/25/7/2010)
Sekalipun hak interpelasi ini belum pernah diterapkan selama 31 tahun umur Revolusi Islam Iran terhadap presiden, namun sebaliknya para menteri yang senantiasa menjadi target kritik dan pertanyaan para anggota parlemen.
Permasalahannya dalam UUD tidak ditetapkan batasan bagi para anggota parlemen untuk mengajukan pertanyaan dan memberikan teguran kepada para anggota kebinet. Itulah mengapa anggota parlemen dengan gampang mengajukan pertanyaan dan teguran, tidak peduli itu masalah nasional atau masalah parsial.
Dalam sejarah parlemen Iran, anggota parlemen tampaknya begitu menyambut hak interpelasi ini dan betul-betul memanfaatkannya. Terlebih lagi pertanyaan dan teguran kepada badan eksekutif jumlahnya semakin besar di tahun-tahun terakhir. Hak interpelasi ini tidak termasuk para penasihat dan wakil presiden. Anggota parlemen menyampaikan tegurannya di bidang ini kepada presiden lewat salah seorang menterinya. Di sini, presiden harus menjawab teguran soal kegagalan tim olah raga dalam turnamen-turnamen.
Hubungan Timbal Balik Pemerintah dan Parlemen
Sekalipun UUD Iran menyebut sistem Republik Islam Iran bertumpu pada lembaga legislatif, eksekutif dan yudikatif, namun ada hubungan timbal balik yang kuat antara legislatif dan eksekutif yang menyangkut kinerja masing-masing.
Pengambilan sumpah presiden di parlemen, mosi percaya kepada para menteri kabinet dan ratifikasi draf dan pengawasan atas kinerja finansial pemerintah menjadikan nasib pemerintah berada di tangan parlemen. Di sisi lain, setiap anggota parlemen di daerah pemilihannya harus melakukan interaksi luas dengan pemerintah agar memiliki rapor yang bagus terkait pembangunan yang seimbang di kawasannya.
Mungkin dengan alasan inilah Imam Khomeini ra dalam surat wasiat-ilahinya mengatakan, “... pemerintah dan parlemen harus merasa satu dan saling melindungi seperi barang yang dicintai.”
Ayatullah al-Udzma Sayid Ali Khamenei yang juga pernah menjabat sebagai wakil rakyat dan presiden berkali-kali mengajak pemerintah dan parlemen untuk bekerjasama lebih akrab dan hal inilah yang dibutuhkan negara. Beliau menegaskan, “Kerjasama ini harus terealisasikan. Tidak benar bila setiap lembaga ini mengatakan kami telah melaksanakan kewajiban dan masing-masing ingin terlihat lebih berhasil ketimbang yang lain.”
Hak Interpelasi
Kemungkinan besar satu dari alasan para penyusun UUD soal hak bertanya dan menegur anggota parlemen kembali pada kapasitas mereka sebagai pilihan rakyat dari pelbagai penjuru negeri. Dengan kapasitas ini mereka diharapkan mampu menutupi kekurangan dalam urusan pelaksanaan, terutama di daerah-daerah yang jauh dari pusat. Kewajiban berat yang dipikul lembaga eksekutif dapat diringankan dengan cara pandang yang lebih luas terhadap masalah yang dihadapi.Namun pernyataan paling penting, apa motif di balik hak interpelasi yang berisikan pertanyaan dan teguran anggota parlemen terhadap lembaga eksekutif? Mencermati proses politik dan kubu yang memerintah dengan pelbagai periode parlemen membuktikan bahwa mayoritas pernyataan dan teguran ini ternyata lebih politis ketimbang konstruktif.
Pertanyaan dan teguran sekelompok anggota parlemen dengan kecondongan politik tertentu dan kemudian direaksi dengan penolakan pemerintah waktu itu dapat menjadi bukti asumsi di atas.
Sebagai contoh, parlemen periode ketujuh (di masa kepemimpinan Gholam-ali Haddad Adil) di mana kubu Reformasi menjadi minoritas, mereka menggunakan strategi yang cukup menarik dan kinerja ini dilanjutkan hingga parlemen periode kedelapan (diketuai Ali Larijani) saat ini. Mayoritas fraksi kubu reformasi (minoritas) di setiap sidang terbuka pasti memberikan teguran tertulis terkait isu aktual kepada presiden dan para menterinya. Sesuai dengan tata tertib parlemen, dewan pimpinan berkewajiban membacakan nama-nama anggota yang memberikan teguran, ketua parlemen terpaksa membacakan 30 nama anggota parlemen hanya untuk beberapa teguran yang diulang berkali-kali oleh setiap anggota.
Namun patut diketahui, cara yang dipakai oleh kubu minoritas parlemen periode ketujuh ini dapat ditertibkan oleh dewan pimpinan waktu itu.
Masalah lainnya terkait pertanyaan para anggota parlemen kepada para menteri sebelum ini. Di sini seorang menteri yang ditanya terpaksa menjawab sejumlah pertanyaan di sidang terbuka, bahkan yang terkait dengan daerah pemilihan mereka. Tentu saja ini telah mengambil banyak waktu dari parlemen dan menteri yang bersangkutan.
Fenomena ini menjadikan munculnya antrian pertanyaan para anggota parlemen yang bila diurutkan maka banyak dari pertanyaan-pertanyaan itu yang tidak sampai terbacakan hingga akhir periode parlemen. Solusi atas hal ini telah dilakukan seperti membuat dua kategori pertanyaan; nasional dan lokal di parlemen periode kedelapan saat ini. Dengan demikian, hanya pertanyaan yang bersifat nasional yang akan disampaikan di sidang terbuka parlemen, sementara soal lokal akan dikaji urgensinya terlebih dahulu.
Proses Tindak Lanjut Pertanyaan Anggota Parlemen
Berdasarkan tata tertib parlemen, setelah mendapatkan pertanyaan kepada para menteri, pertanyaan-pertanyaan ini akan dikirimkan kepada komisi-komisi terkait di parlemen. Mereka diberi waktu 10 hari untuk membahas pertanyaan ini dalam sebuah pertemuan bersama yang dihadiri menteri terkait dan anggota parlemen yang mengajukan pertanyaan. Bila anggota parlemen ada yang tidak puas dengan penjelasan menteri, pernyataan tadi akan dikirim untuk dibahas di sidang terbuka.Dengan penjelasan ini, setiap menteri untuk menjawab setiap pertanyaan anggota parlemen pertama kalinya harus hadir di komisi terkait dan berusaha keras menjelaskan kepada anggota parlemen. Bila anggota parlemen tidak puas, kembali penjelasan itu harus disampaikannya di sidang terbuka bagi seluruh anggota parlemen. Bila di sidang terbuka anggota parlemen belum puas, parlemen akan melakukan voting terkait penjelasan menteri itu.
Fakta Bertambahnya Interpelasi Parlemen
Mencermati data statistik terkait pernyataan anggota parlemen kepada menteri kabinet dapat dipahami bahwa angkanya terus menanjak. Data-data ini menunjukkan bahwa anggota parlemen dari kubu Reformasi di parlemen periode keenam (saat itu dipimpin Mehdi Karoubi) selama empat tahun sempat mengajukan 1.265 pertanyaan kepada menteri-menteri di pemerintahan kubu Reformasi (di masa pemerintahan Sayid Mohammad Khatami). Sementara hanya dua tahun dari aktifitas parlemen periode kedelapan, angkanya menanjak menjadi 1.748. Sementara di parlemen periode ketujuh jumlah keseluruhan pertanyaan selama empat tahun mencapai 1.916 pertanyaan kepada menteri-menteri dua pemerintah; Sayid Mohammad Khatami dan Mahmoud Ahmadinejad.Teguran Kepada Presiden di Tiga Periode Parlemen
Tercatatnya 543 teguran kepada presiden di parlemen periode keenam. Ini membuktikan betapa kuat kubu Reformasi menguasai mayoritas parlemen waktu itu. Setiap tahunnya sekitar 135 teguran tertulis yang diserahkan kepada Presiden Khatami. Namun angka tersebut meningkat dua kali lipat di parlemen periode ketujuh dan presiden menerima 300 surat teguran. Karena parlemen periode ketujuh selama empat tahun aktifitasnya melayangkan 1.171 surat teguran kepada presiden waktu itu (dua tahun pertama Khatami dan dua tahun kedua Ahmadinejad).Yang menarik, sekalipun parlemen periode ketujuh yang dua tahun mengiringi pemerintahan Konservatif, ternyata angka pertanyaan dan teguran tidak juga menurun dan kondisi ini juga terus berlanjut pada parlemen periode kedelapan saat ini yang mayoritas dipegang oleh kubu Konservatif.
Parlemen Periode Kedelapan Paling banyak Menegur Presiden?
Data lainnya menunjukkan bahwa parlemen periode kedelapan dalam dua tahun aktifitasnya telah melayangkan 932 teguran kepada Presiden Ahmadinejad. Yakni, baru setengah dari umur parlemen periode kedelapan, tapi hampir dua kali lipat dari parlemen periode keenam mereka menegur presiden!
Tapi tidak hanya itu, parlemen periode kedelapan bahkan mengalahkan data parlemen periode sebelumnya. Karena parlemen ketujuh setiap tahunnya hampir 330 teguran yang dikirimkan kepada presiden, sementara parlemen periode kedelapan setiap tahunnya hampir 550 surat teguran yang dikirimkan kepada presiden.
Pertanyaan kepada Menteri Selama Satu Dekade Terakhir
Parlemen periode keenam melayangkan 1.265 surat pertanyaan kepada para menteri Khatami. Angka ini meningkat menjadi 1.916 di parlemen periode ketujuh. Artinya, angka peningkatan jumlah pertanyaan lebih dari 50 persen.
Ini belum seberapa. Karena baru dua tahun dari masa kerja parlemen periode kedelapan, ternyata pernyataan yang diajukan kepada para menteri Ahmadinejad telah mencapai 1.748! Artinya, hanya dalam dua tahun peningkatan jumlah pertanyaan telah mencapai lebih dari 50 persen, lebih dari seluruh parlemen periode keenam saat dikuasai kubu Reformasi.
Mengapa Parlemen Periode Kedelapan?
Dengan mengkaji apa yang menjadi fokus pernyataan, akan muncul berbagai kejutan yang mencengangkan. Departemen Perminyakan mendapat 25 pertanyaan yang 15 pertanyaan di antaranya disampaikan di tahun pertama parlemen periode kedelapan. Departemen Luar Negeri kebagian 18 pertanyaan dan Departemen Pertanian mendapat 16 pertanyaan. Ketiga departemen ini lebih mendapat perhatian ketimbang departemen-departemen yang lain.
Departemen Transprotasi 217 pertanyaan, Departemen Dalam Negeri 201 dan Departemen Energi 177 pertanyaan. Sementara Departemen Kehakiman, Intelijen dan Koperasi yang paling sedikit mendapat pertanyaan.
Menariknya lagi, Nader Ghazi Pour, wakil Ourumiyeh mencatat rekor sebagai penanya terbanyak dengan jumlah 106 pertanyaan. Eghbal Mohammadi, wakil Marivan berada di urutan kedua dengan 64 pertanyaan dan Fakhruddin Heidari wakil Saghar dan Baneh dengan 56 pertanyaan berada di urutan ketiga.
Pembatalan Pertanyaan Oleh Anggota Parlemen
Jumlah anggota parlemen yang menolak pertanyaannya ditindaklanjuti merupakan data lain yang patut dicermati. Karena hal ini dapat membantu menimbang pentingnya pertanyaan yang diajukan.
Data statistik menunjukkan bahwa di tahun pertama masa kerja parlemen periode kedelapan ada 114 pertanyaan yang diajukan kepada para menteri dan 9 dari pertanyaan itu kemudian dibatalkan oleh para anggota parlemen. Namun setahun kemudian dari 45 pertanyaan ada 11 yang dibatalkan oleh mereka.
Sejak awal masa kerja parlemen periode kedelapan hingga kini, ada 187 pertanyaan yang disampaikan kepada para menteri dan 33 di antaranya dibatalkan sendiri oleh para anggota parlemen. Artinya, 1,6 dari keseluruhan jumlah pertanyaannya ditarik kembali oleh anggota parlemen. Bahkan hari ke-51 dari masa kerja tahun ketiga parlemen periode kedelapan, dari 25 pertanyaan ada 18 yang dinyatakan ditarik kembali!
Kemana Arah Parlemen Periode Kedelapan?
Dari keseluruhan data yang disebutkan, hanya dalam dua tahun masa kerja parlemen periode kedelapan, ada sekitar 1748 pertanyaan yang disimpulkan dalam 187 masalah. Fenomena pengajuan pertanyaan beramai-ramai oleh anggota parlemen lebih bersifat politis agar pertanyaan ini diliput dan dipublikasikan secara luas oleh media.
Sebagai contoh, pada tanggal 12 Mei 2009, 14 anggota parlemen menyampaikan pernyataan yang sama kepada Menteri Kesejahteraan dan Tunjangan Sosial. Keempat belas orang ini juga ditambah empat anggota parlemen lainnya sepekan setelahnya menyampaikan pertanyaan lain kepada Menteri Luar Negeri. Ke-18 anggota parlemen ini beberapa waktu lalu setelah itu menanyakan Menteri Kebudayaan dan Bimbingan Islam waktu itu tentang pencabutan izin sebuah koran, tapi beberapa waktu kemudian sebagian dari mereka menyatakan menarik pertanyaan yang diajukan. Para anggota parlemen yang tetap bersikeras ini ternyata tidak mengentahui bahwa dengan pergantian pemerintah, menteri yang bersangkutan tidak berkewajiban menjawab pertanyaan terkait masalah yang tidak menjadi tanggung jawabnya dahulu.
Siapa yang Rugi?
Mohammad Hassan Torabi Fard, Wakil Ketua Parlemen Republik Islam mengakui semakin meningkatnya angka pertanyaan dan teguran kepada presiden dan para menterinya. Namun kebanyakan dari hak interpelasi ini telah diselesaikan dalam perundingan antara anggota parlemen yang bertanya dengan para menteri di komisi-komisi khusus yang berkaitan dengan masalah ini.
Hassan Torabi baru-baru ini dalam wawancaranya dengan kantor berita IRNA mengatakan, “Dalam banyak kasus, kedua pihak dalam lobi-lobi yang dilakukan dengan dewan pemimpin berhasil mencapai kesepakatan dan akhirnya anggota penanya menarik kembali pertanyaannya.”
Namun pertanyaannya, ketika banyak dari soal-soal ini ditarik kembali, siapa yang rugi dengan waktu dan energi yang tersita di dua lembaga tinggi negara ini akibat pertanyaan dan teguran ini?
Para pejabat negara dihadapkan dengan banyaknya pekerjaan yang harus diselesaikan, sementara para anggota parlemen rata-rata selama sepekan mengadakan sidang terbuka selama dua jam dengan biaya yang tidak sedikit. Anggota parlemen Mostafa Zulghadr mengritik hal ini dan menyebutkan bahwa biaya yang dikeluarkan oleh negara untuk setiap menit penyelenggaraan sidang terbuka adalah 2 juta toman atau 20 juta rupiah.
Zulghadr mengatakan, “Sebagian anggota parlemen setelah mengajukan pertanyaan kepada para menteri ternyata menyatakan tidak puas dalam lobi-lobi yang dilakukan guna membahas masalah tersebut, namun ketika pertanyaannya dibahas di sidang terbuka, ia malah meminta agar parlemen tidak mengambil voting dalam masalah ini.”
Ini semua biaya yang harus ditanggung oleh negara, selain waktu yang terbuang percuma terkait masalah ini.
Itulah mengapa Rahbar Ayatullah al-Udzma Sayid Ali Khamenei di awal masa kerja parlemen periode kedelapan mengatakan, “Sebagian kewenangan dan kewajiban parlemen dan pemerintah sudah ditetapkan dalam undang-undang itu ternyata tidak jelas dan harus segera dibenahi.”
Namun terlepas dari masalah undang-undang yang disebutkan Rahbar, masih ada satu PR yang tertinggal. Ternyata kelompok “asal bukan Ahmadinejad” masih belum puas dan terus saja berusaha mengganggu jalannya pemerintahan. Kelompok ini sudah tidak lagi dibatasi oleh sekat Reformasi atau Konservatif, tapi telah melebur setelah melihat banyak kepentingan mereka tidak banyak diakomodasi oleh Presiden Ahmadinejad.
Kubu Reformasi sudah jelas. Lalu mengapa Konservatif?(Ap/SL/MZ/25/7/2010)
0 comments to "Hak Interpelasi di Republik Islam Iran"