Mengunjungi Makkah dengan Wajah Baru
Musim haji tahun ini, monorail yang menghubungkan Arafah ke Mina, sudah dioperasikan. Tapi, tak semua jamaah bisa terangkut. Mengapa? Berikut lanjutan laporan ANAS SADARUWAN dari Makkah.
Dari kejauhan saya melihat jam raksasa itu memang cantik. Kalau malam berwarna hijau dan jarum jamnya putih. Hal itu karena sekitar 21.000 lampu berwarna hijau dan putih menyala, terutama ketika waktu salat tiba. Kalau siang warnanya menjadi putih, sedangkan jarum jamnya menjadi hitam. Cahayanya terlihat hingga 18 mil atau 25 kilometer. Setiap sisi jam itu ditutupi dengan 98 juta lembar kaca mozaik yang terbuat dari karbon fiber yang sangat kuat yang biasa digunakan pesawat ruang angkasa. Beberapa bagian dilapisi emas. Keempat sisi jam itu akan disorot oleh dua juta lampu LED (light-emitting diode). Jam akan berjalan berdasarkan standar waktu Arabia, tiga jam mendahului GMT.
Dengan berdirinya jam raksasa di Tanah Suci itu, tampaknya, pemerintah Saudi berambisi memindahkan pusat waktu dunia ke Makkah. Sebelumnya, selama 125 tahun, pusat waktu dunia adalah GMT (Greenwich Mean Time), yang terletak di sebuah titik di atas bukit di London. Jam raksasa di Makkah ini diperkirakan bisa menjadi pedoman waktu bagi seluruh umat Islam di dunia. Keinginan pemerintah Saudi memindahkan pusat waktu dunia ke Makkah mendapatkan reaksi positif dunia Islam. Bahkan, dukungan itu muncul juga di jejaring Facebook.
Dengan demikian, Royal Mecca Clock Tower bakal menjadi menara tertinggi kedua di dunia (600 meter) setelah Burj Al Khalifa di Dubai (828 meter). Dan, menjadi menara jam tertinggi sekaligus terbesar di dunia. Big Ben yang bertengger di Menara St Stephen London yang selama ini dianggap tertinggi (96 meter), garis tengah jamnya hanya 23 kaki (7 meter). Sedangkan menara jam Makkah, bergaris tengah 151 kaki atau 46 meter, yang juga mengalahkan jam di Mall Cevahir Istanbul, Turki yang berdiameter 36 meter. "Saya bangga, kalau tahun depan-untuk umrah atau haji- bisa menempatkan jamaah kita di hotel yang punya jam terbesar di dunia ini. Tapi, berapa ya tarifnya?" kata Amiruddin.
Karena hotel ini diklaim sebagai hotel berbintang tujuh, tentu tarifnya lebih mahal. "Yang penting jamaah yang mempunyai keinginan. Kita kan hanya melaksanakan pesanan," tambah Amiruddin, mukimin asal Madura ini, lantas tertawa.
Sementara itu, rencana jamaah haji diangkut dengan monorail dari Arafah ke Muzdalifah kemudian ke Mina, tampaknya, tahun ini bisa dibuktikan. Saya meluncur ke Arafah untuk melihat dari dekat proyek yang memakan biaya SR 6,5 miliar itu.
Di Arafah terdapat tiga stasiun. Setiap stasiun besarnya hampir sama dengan Stasiun Gambir, tapi lobinya lebih luas. Stasiunnya berada di atas. Tentu, nanti dilengkapi tangga dan eskalator.
Saat saya ke sana, suasana di bawah stasiun masih hiruk pikuk. Banyak alat bangunan yang masih bertengger. Begitu juga di stasiun lain. Masih tampak gundukan tanah dan pasir serta alat-alat kerja. Para pekerjanya yang berasal dari Tiongkok, Mesir, Bangladesh, dan Pakistan berseliweran untuk menyelesaikan berbagai sarana seperti tangga dan lain lain.
Saya lantas naik ke stasiun. Saya sempat ragu apakah saya bisa naik, karena stasiun ini belum rampung secara keseluruhan. Namun, ternyata tidak ada yang menegur. Di atas banyak pekerja dari Tiongkok membenahi kabel-kabel lampu, mengecat, dan pekerjaan finishing lainnya.
Dalam bayangan saya, relnya hanya tunggal seperti yang dimuat dalam gambar contoh selama ini. Ternyata, relnya ganda, seperti yang ada di Indonesia. Keretanya digerakkan oleh tenaga listrik seperti KRL Jabotabek. Tidak lama kemudian, dari jauh tampak lampu menyorot. Ternyata, ada kereta yang meluncur dari arah stasiun pertama di Arafah menuju Stasiun Mina. Wah, saya harus memotret. Kereta ini berwarna hijau muda. Ada dua garis vertikal warna hijau tua di kanan kiri moncong kereta. Ternyata moncongnya tidak seperti kereta monorail yang sudah ada.
Menurut pekerja dari Pakistan dan Bangladesh, setiap hari kereta diuji coba dari Stasiun Arafah ke Mina. Musim haji ini pasti dioperasikan. Namun, tidak penuh, hanya 35 persen dan penggunanya sebatas jamaah Saudi dan Timur Tengah, yang berjumlah 150.000 hingga 200.000 jamaah. Kereta ini akan bergerak secara shuttle (bolak-balik).
Kalau wukuf tahun ini jatuh pada Senin 9 Zulhijah atau 15 November, berarti dua minggu lagi harus dioperasikan. Melihat para pekerja Tiongkok yang ngebut mengerjakan finishing di stasiun, tampaknya, mereka memburu target tanggal pengoperasian itu.
Dari atas stasiun saya melihat permukiman sementara berbentuk kontainer untuk menampung pekerja dari Tiongkok yang konon berjumlah ribuan orang. Pada musim haji tahun ini ratusan pekerja Tiongkok pulang ke tanah airnya. Saya melihat mereka naik pesawat Garuda. Ini berarti mereka ke Jakarta dulu baru ke Beijing. Kebanyakan tidak bisa berbahasa Inggris, tapi wajah-wajah mereka tampak cerah. Pekerja dari Tiongkok itu masih akan menetap di Saudi sampai proyek perkeretaapian tersebut selesai. Konon di antara mereka ada yang telah masuk Islam.
Di Arafah ada tiga stasiun. Jamaah harus berjalan kaki 300 meter untuk mencapai stasiun. Begitu juga di Muzdalifah ada tiga stasiun. Stasiun terakhir di Mina akan berlokasi di lantai empat jamarat. Nanti memang ada rencana menyambung kereta ini dengan stasiun KA di Makkah yang akan menghubungkan kota suci Makkah dan Madinah. Kereta yang menghabiskan biaya miliaran real ini mungkin hanya digunakan pada musim haji, yakni sekitar 3 sampai 5 hari.
Namun, di luar musim haji, bisa saja jamaah umrah yang setiap tahun meningkat jumlahnya akan menggunakannya untuk city tour, terutama yang belum melihat Arafah maupun Mina.
Dengan demikian, jamaah Indonesia harus bersabar dulu. Sebab, kereta ini baru beroperasi penuh pada musim haji 2011. Proyek kereta ini tidak akan mengganggu kemah-kemah jamaah karena dibangun sejajar dengan jalan dan ditopang dengan jembatan layang yang tingginya 6-10 meter.
Kalau kereta sudah beroperasi penuh, sembilan jalan yang menghubungkan Arafah dan Mina itu akan berubah total. Selama ini jarak 8,5 km itu ditempuh ribuan bus dengan tiga juta jamaah haji dari seluruh dunia dalam waktu empat hingga lima jam. Kemacetan fatal yang terjadi di jalur itu tentu segera teratasi. Namun, pada awal pengoperasian kereta akan muncul problem peralihan sistem yang membuat jamaah haji gagap.(*/c2/agm/http://www.radarbanjarmasin.co.id/index.php/berita/detail/59/6797)
0 comments to "Makkah dengan Wajah Baru"