Para politisi Irak mengatakan, undangan Raja Arab Saudi Abdullah bin Abdull Aziz untuk menggelar pertemuan terkait krisis politik dan pembentukan pemerintahan baru Irak di Riyadh datang terlambat.
Raja Saudi kemarin (Sabtu,30/10/2010) mendesak para pemimpin politik Irak untuk bertemu di Riyadh setelah Idul Adha untuk mengakhiri krisis berkepanjangan politik di negara itu soal pembentukan pemerintahan baru. Pertemuan itu akan digelar di bawah pengawasan Liga Arab. Demikian dilaporkan Press TV hari ini (Ahad,31/10).
"Kami nyatakan kesiapan penuh kami untuk membantu Anda dan mendukung resolusi apapun yang Anda capai nanti guna memulihkan keamanan dan perdamaian di bumi Mesopotamia," kata Raja Saudi dalam sebuah pernyataannya.
Para politisi Irak menyatakan keraguannya tentang ketulusan dan niat baik Riyadh untuk membantu Baghdad. Selama ini, Saudi dituduh mendanai kelompok ekstrim dan militan untuk melancarkan operasi teror di Irak.
Anggota parlemen Irak dari kubu al-Iraqiya, Alia Nussayef mengatakan, "Inisiatif ini datang terlambat, sekarang negosiasi sedang dilakukan di Baghdad." Ditambahkannya, kekuatan di Timur Tengah seharusnya sudah sejak dulu memainkan perannya untuk mendukung Irak.
"Inisiatif Saudi tidak positif dan negara itu tidak bisa memainkan perannya karena belum bisa bersikap netral dalam beberapa tahun terakhir. Riyadh selalu memiliki pandangan negatif terhadap Perdana Menteri Nouri al-Maliki dan Koalisi Negara Hukum," kata Sami al-Askari, seorang anggota Parlemen Nasional Irak.
"Jika undangan ini datang dari negara lain seperti Yordania, Suriah atau bahkan Turki, maka itu akan punya peluang yang lebih baik dan bisa diterima dengan baik," tambahnya.
Anggota parlemen dari kubu Kurdi, Mahmoud Othman mengatakan, rakyat Irak harus berupaya sendiri keluar dari masalah ini.
"Kami berharap krisis tersebut dapat diselesaikan sebelum hari Raya Idul Adha, dan jika kita tidak menemukan solusi sekarang atau kemudian, maka kami akan mempertimbangkan usulan Saudi itu," tambahnya. (IRIB/RM/MF/31/10/2010)Aliansi Nasional dan Koalisi Kurdistan menolak usulan raja Arab Saudi, Abdullah bin Abdul Aziz untuk menggelar sidang fraksi politik Irak di Riyadh.
Kantor berita Fars (31/10) melaporkan, kedua partai besar Irak itu menilai usulan Raja Abdullah itu akan memperumit kondisi politik Irak.
Usulan tersebut dikemukakan kemarin (30/10) oleh Raja Arab Saudi dalam rangka penyelesaian krisis pembentukan pemerintahan Irak. Menurut rencana, sidang tersebut akan diawasi oleh Arab Saudi dan Liga Arab.
Namun Aliansi Nasional dan Koalisi Kurdistan Irak menyatakan bahwa pemerintahan baru Irak akan terbentuk dengan mengaktifkan usulan wilayah otonomi Kurdistan dan akan dirumuskan dalam beberapa sidang parlemen serta berlandaskan UUD negara.
Mahmoud Utsman, seorang pemimpin independen dari Koalisi Kurdistan dalam hal ini mengatakan, "Waktu untuk menawarkan usulan tersebut keliru dan hanya akan memperumit kondisi."
Menurutnya, usulan Saudi itu bertentangan dengan usulan yang dikemukakan Masoud Barazani, pemimpin wilayah Kurdistan untuk menggelar perundingan di Arbil.
"Liga Arab mendukung usulan Barazani, adapun usulan Arab Saudi akan cenderung memotivasi fraksi al-Iraqiya melawan usulan Barazani," tegasnya.
Di lain pihak, Hasan as-Sanid, seorang pemimpin Aliansi Nasional mereaksi usulan Raja Arab Saudi itu dan mengatakan, "Usulan tersebut akan mempersulit medan politik Irak dan juga mengulur pembentukan pemerintahan baru." (IRIB/MZ/SL/31/10/2010)
Perdana Menteri Irak, Nouri al-Maliki mengkritik intervensi Amerika Serikat (AS) terkait Gerakan Sadr. Ia menyebut hal ini sebagai masalah internal Irak yang tidak seharusnya dicampuri pihak luar.
Partisipasi Gerakan Sadr dalam pemerintahan mendatang berarti keberhasilan besar bagi proses politik Irak karena jika kelompok ini tidak dilibatkan dalam kabinet baru malah akan berdampak negatif, ujar Maliki seperti dilaporkan Fars News mengutip Koran as-Sabah al-Jadid.
Terkait berita yang tersebar soal pembagian jatah kursi menteri di kabinet barunya, Maliki mengatakan, posisi menteri pertahanan dan dalam negeri diberikan kepada kelompok independen dan Gerakan Sadr atau kubu politik yang bukan independen tidak akan dilibatkan di departemen ini.
Maliki menambahkan, Kelompok Sadr yang memiliki 40 kursi di parlemen akan mendapat jatah sesuai dengan kelayakan pilihannya dan Aliansi Negara Hukum membuka kesempatan bagi kelompok ini setelah adanya komitmen terkait proses politik nasional.
Perdana Menteri Irak menjelaskan, AS dan sejumlah negara di kawasan terkait partisipasi Kelompok Sadr di proses politik Irak bersikap konservatif, namun ini adalah masalah internal Irak dan tidak ada yang berhak camput tangan. (IRIB/Fars/MF/SL/31/10/2010)
0 comments to "Surat Raja Saudi ditolak..!!!!!"