Al-Houthi: Demo Terus Digelar Hingga Abdullah Saleh Terjungkal
Juru bicara milisi al-Houthi, Mohammed Abdul Salam menilai positif pengunduran diri sejumlah anggota partai berkuasa Yaman sebagai bentuk perealisasian sejumlah tuntutan rakyat. Ia menekankan bahwa aksi demo rakyat akan terus berlanjut hingga tumbangnya pemimpin despotik Ali Abdullah Saleh.
"Provinsi di utara Yaman hingga kini masih dilanda gelombang protes anti-Saleh dan sejumlah persiapan telah dilakukan untuk menggelar aksi demo dalam beberapa hari mendatang. Di kawasan ini akan digelar pawai akbar tak terbatas menentang kepemimpinan Saleh," ungkap Abdul Salam dalam wawancaranya dengan televisi al-Alam Ahad (27/2) dan dinukil Fars News.Abdul Salam juga meminta kubu politik mendukung rakyat karena warga sangat menderita akibat kekuasaan despotik Abdullah Saleh, korupsi pejabat dan pengangguran. Ditambahkannya, sejumlah anggota dan wakil kubu berkuasa mengundurkan diri dari posisi mereka. Tindakan tersebut membawa pesan positif.
"Kita menghadapi masa depan cerah dengan pemindahan kekuasaan secara damai. Hal ini sangat menguntungkan rakyat Yaman," ungkap Abdul Salam. Ia menandaskan, kami berharap pengunduran diri seperti ini akan terus berlanjut. Selain para pejabat kubu berkuasa, para komandan militer serta pejabat lainnya juga mengikuti langkah ini.Jubir al-Houthi ini menambahkan, kini bangsa Yaman rela menanggalkan perbedaan mazhab, politik dan etnis. Mereka turun ke jalan-jalan dengan satu tujuan menggulingkan pemerintah despotik yang berkuasa saat ini. Ini sebuah gerakan luas dan positif serta ditimbulkan oleh kebangkitan para pemuda dan elit politik, ungkap Abdul Salam.
Seraya menekankan bahwa seluruh faksi politik akan mendukung perubahan kekuasaan di Yaman, Abdul Salam mengatakan, milisi al-Houthi akan menggelar aksi demo besar-besaran yang melibatkan ratusan ribu warga. Aksi demo ini akan terus berlanjut hingga Abdullah Saleh terjungkal. Menurutnya, aksi pawai akbar ini akan digelar di Provinsi al-Jouf, Amran dan Saada. Di Provinsi Saada akan digelar aksi mogok hingga tergulingnya Abdullah Saleh.
Ditegaskannya, pemerintahan Abdullah Saleh adalah rezim penjahat karena Sanaa memberi peluang kepada Arab Saudi dan Amerika Serikat (AS) untuk membantai warga Yaman dengan seenaknya. Terkait, intervensi asing di Yaman, Abdul Salam menandaskan, AS menghendaki Abdullah Saleh tetap langgeng di kekuasaannya. Baru-baru ini dubes AS menekan kubu oposisi untuk berdialog dengan pemerintah.
"Saat ini kubu oposisi dihadapkan pada dua pilihan dan mungkin saja mereka akan melepas dukungannya terhadap perjuangan rakyat," tandas Abdul Salam. (IRIB/Fars/MF/AR/28/2/2011)
Demonstran Blokir Gerbang Parlemen Bahrain, Sidang Darurat Batal
Ratusan demonstran dan penentang pemerintah Bahrain hari ini (Senin, 28/2) memblokir jalan-jalan menuju parlemen. Akhirnya para anggota parlemen membatalkan pelaksanaan sidang hari ini.
Associated Press melaporkan, ini hanya sebagian dari rencana para demonstran untuk memblokir dan berkonsentrasi di kawasan kunci di Manama, ibukota Bahrain. Rencana itu bertujuan meningkatkan tekanan terhadap pemerintahan monarki Bahrain untuk mengabulkan tuntutan rakyat yang telah berdemo selama dua pekan.
Sebelumnya, Majelis Tinggi yang dianggotai oleh 40 pejabat yang langsung ditunjuk oleh raja, berencana menggelar sidang darurat hari in. Namun sidang itu terpaksa dibatalkan karena aksi para demonstran.
Raja Bahrain, Syeikh Hamd bin Isa al-Khalifa menekankan perundingan dengan kelompok-kelompok oposisi, namun hingga kini usulan itu ditolak oposisi. Disebutkan bahwa sebelum tuntutan kelompok oposisi terpenuhi maka demosntrasi akan terus berlanjut. (IRIB/MZ/RM/28/2/2011)
Enam Tewas, Rakyat Oman Tetap Berdemo
Para demonstran anti-pemerintah Oman terus menggelar protes massif di saat jumlah korban tewas telah mencapai enam orang sejak aksi unjuk rasa yang digelar kemarin (27 /2). Menuntut taraf hidup yang lebih baik dan reformasi politik, para pengunjuk rasa melanjutkan demo hari ini (Senin, 28/2) dan memblokir sejumlah jalan di Sohar, kota industri terbesar di Oman. AFP melaporkan, ini merupakan hari ketiga demonstrasi di Oman. Sehari sebelumnya, aparat keamanan menembaki ratusan demonstran di kota Sohar, menewaskan enam orang dan melukai sejumlah lainnya. Menurut klaim seorang pejabat keamanan Oman, penembakan itu dilakukan sebagai reaksi dari upaya demonstran untuk menyerang sebuah markas polisi. Kota terbesar kedua Oman, Salalah, juga dilanda protes warga. Para demonstran meluapkan kemarahan mereka atas maraknya korupsi oleh pemerintah dan buruknya ekonomi miskin di negara kecil bersistem monarki ini. Sultan Oman Qaboos, Raja Oman, kemarin, mencopot enam menteri kabinetnya dan meningkatkan tunjangan bagi mahasiswa, dalam upayanya mencegah protes warga. Sementara warga tetap tidak puas dengan kebijakan Sultan. Mereka memblokir lalu-lintas kendaraan dan lalu-lalang warga di sebuah mall di Sohar dengan meneriakkan slogan, "Kami menuntut para menteri korup turun." "Kami ingin pekerjaan!", "Kami ingin demokrasi!" Demonstrasi di Oman itu menyusul tren protes pro-demokrasi di Yordania, Bahrain, dan Arab Saudi. (IRIB/MZ/RM/28/2/2011) |
Presiden sementara Tunisia, Fouad Mebazaa menunjuk Beji Caid Essebsi sebagai perdana menteri baru setelah Mohamed Ghannouchi Ahad (27/2) mengundurkan diri. Essebsi kini mendapat mandat dari Mebazaa untuk membentuk kabinet baru di Tunisia.
Beji Caid Essebsi sempat menjabat menteri luar negeri di era kepemimpinan Presiden Habib Bourguiba sebelum dikudeta oleh Zine El Abidine Ben Ali pada tahun 1987. Demikian dilaporkan IRNA mengutip televisi Al Jazeera.
Caid Essebsi, kelahiran 26 November 1926 dan jebolan universitas Perancis dengan jurusan hukum. Ia pernah menjadi pengacara dan kemudian menerjunkan diri di kancah politik Tunisia. Sejak tahun 1963-1991, Caid Essebsi menjabat berbagai posisi penting di Tunisia termasuk anggota dan ketua parlemen.
Mohamed Ghannouchi, sisa-sisa peninggalan Ben Ali kemarin dalam sebuah konferensi pers menyatakan mundur dari jabatan perdana menteri setelah mendapat tekanan hebat dari rakyat. Rakyat revolusioner Tunisia tetap menuntut pembersihan pemerintahan transisi dari oknum-oknum mantan diktator Ben Ali.
Sembari mengisyaratkan berbagai kendala yang dihadapi pemerintahan transisi Tunisia, Ghannouchi kemarin berkata,"Saya memutuskan untuk mengundurkan diri dari jabatan Perdana Menteri." Ditambahkannya, pengunduran diri ini bukan lari dari tanggung jawab. Langkah ini demi kepentingan Tunisia, kini saya merasa lega dan beban berat pun sirna. Saya tidak akan bertindak jika hal tersebut akan meminta korban.
Ghannouchi mengklaim bahwa dirinya bersedia menerima jabatan perdana menteri pasca tergulingnya Ben Ali karena berusaha untuk mencegah timbulnya banjir darah di Tunisia. (IRIB/IRNA/MF/28/2/2011)Paul Broun, wakil Partai Republik dari negara bagian Georgia saat menyampaikan pidato tidak bersedia menjawab pertanyaan warga soal siapa yang bakal menembak Presiden Barack Obama. Akibat sikapnya tersebut, Paul terpaksa menyampaikan rasa penyesalannya dan meminta maaf karena tidak peduli terhadap pertanyaan tersebut.
Wakil kubu Republik yang menjadi musuh utama Obama ini dalam statemennya menekankan bahwa hari Selasa lalu saat dirinya menyampaikan pidato umum, salah satu peserta dengan suara keras bertanya "Siapa yang bakal menembak Obama ? Ia mengungkapkan dirinya tidak bersedia menjawab pertanyaan tersebut karena takut masalah ini akan menjadi besar maka dirinya memilih bungkam.
Dalam statemennya, Broun menyatakan penyesalannya yang mendalam. "Dari lubuk hati yang paling dalam saya mengecam setiap statemen anti presiden atau aksi kekerasan terhadapnya," tandas Broun.
Sementara itu, para pengamat menilai pernyataan Broun ini akibat pidato provokatifnya sendiri. Para saksi mata dalam forum ketika Broun berpidato mengatakan bawah wakil Republik dari Georgia bukan hanya diam menyaksikan pertanyaan yang melecehkan presiden. (IRIB/IRNA/MF/AR/27/2/2011)Jaksa penuntut umum Mesir telah membekukan aset presiden terguling Hosni Mubarak dan melarang dia dan keluarganya bepergian ke luar negeri selama proses penyelidikan kasus tuduhan penipuan dan korupsi berlangsung.
Menurut keterangan juru bicara jaksa penuntut umum Mesir, perintah pembekuan rekening dan aset Mubarak, istrinya Suzanne, dua anaknya Ala dan Gamal, dan istri mereka dikeluarkan kemarin (Senin, 28/2).
Sebuah pengadilan pidana di Kairo juga telah menetapkan 5 Maret sebagai tanggal untuk memulai persidangan atas dakwaan kasus dugaan korupsi terhadap Mubarak dan keluarganya.
Sebelumnya, 21 Februari lalu, Jaksa Penuntut Umum Mesir Abdel Magid Mahmud meminta pembekuan aset luar negeri mantan presiden Mesir itu dan keluarganya.
Seorang pejabat pengadilan mengatakan, kejaksaan telah menerima beberapa laporan mengenai kekayaan Mubarak di luar negeri yang perlu diselidiki.
Sejumlah laporan media menyatakan bahwa keluarga Mubarak memiliki rekening rahasia di bank-bank Mesir termasuk deposito senilai 147 juta usd milik istrinya Suzanne dan 100 juta usd milik anak-anaknya.
Aparat hukum Mesir juga telah membekukan aset para mantan menteri di era pemerintahan Mubarak dan para politisi utama Partai Nasional Demokrat. Beberapa di antaranya bahkan telah dipenjara atas tuduhan korupsi.(irib/1/3/2011)
Sejumlah sumber resmi di Tel Aviv menyebutkan bahwa revolusi rakyat Mesir ternyata juga memberikan dampak berpengaruh terhadap aktifitas perekonomian dan perdagangan Israel. Sebagaimana dilansir situs televisi Al-Alam, harian ekonomi The Marker terbitan Tel Aviv mengutip laporan koran Haaretz, memperkirakan bahwa rezim zionis Israel bakal menghadapi tragedi besar ekonomi menyusul tumbangnya Hosni Mubarak.
Para pakar transportasi laut menegaskan bahwa gangguan yang terjadi dalam kegiatan pelabuhan di Mesir akan berdampak langsung terhadap aktifitas perekonomian Israel.
Bandar Iskandariah, Port Saeed, dan Dumyat merupakan sejumlah pelabuhan penting Mesir yang menjalin hubungan perdagangan dengan rezim zionis. Menyinggung lambannya aktifitas pelayaran di Terusan Suez, Kepala dinas pelayaran rezim zionis Israel mengungkapkan, "Pelabuhan-pelabuhan Mesir memiliki andil yang sangat besar terhadap aktifitas perdagangan dengan negara-negara Eropa".
Berdasarkan data-data yang ada, 20 persen perdagangan via laut rezim zionis dilakukan melalui Terusan Suez. Setiap minggunya, distribusi barang yang dilakukan lewat terusan tersebut memiliki total nilai sekitar 200 juta dolar. Tentu saja jika arus perdagangan di Terusan Suez terus terganggu niscaya situasi perekonomian Israel bakal makin parah.
Lebih lanjut harian ekonomi Israel itu menulis, "Salah satu dampak ekonomi terpenting dari tumbangnya Mubarak adalah merosotnya nilai tukar Shekel (mata uang Israel) dan menurunnya tingkat kepercayaan publik terhadap perekonomian Israel".
Sementara itu, Ron Ben-Yishai analis terkemuka isu-isu stretegis rezim zionis dalam artikelnya di situs harian Yediot Ahronot mengkhawatirkan tuntutan kubu revolusioner Mesir. Dalam artikelnya itu, Ben-Yishai menandaskan, "Rakyat Mesir tidak hanya berhenti meminta pengubahan terhadap kesepakatan-kesepakatan terdahulu soal larangan masuknya tentara ke wilayah Sinai tetapi mereka juga akan menuntut pengkajian ulang atas penjualan gas mesir ke Israel".(irib/1/3/2011)
Agen CIA: Iran Imperium Baru di Teluk Persia
Robert Baer, mantan petinggi Dinas Intelijen AS (CIA) mengatakan, transformasi terbaru di kawasan Timur Tengah dan Afrika Utara mengokohkan posisi Republik Islam Iran."Jika kita menengok realitas yang terjadi di Irak, Lebanon dan Bahrain maka kita dapat menyaksikan bertambahnya kekuatan Iran," demikian kata Baer seperti dilaporkan IRNA.
Di salah satu bukunya, Baer mengkaji perubahan Iran menjadi salah satu kekuatan besar di kawasan. Menjawab pertanyaan apakah transformasi regional terbaru mengubah pendapatnya, Baer menandaskan, saat ini Iran telah mengirim dua armara lautnya melintasi Terusan Suez dan ditempatkan di Laut Mediterania. Hal ini malah menguatkan pendapat saya soal kekuatan Iran.
Menyikapi runtuhnya rezim-rezim Arab yang bergantung pada Amerika dan dampaknya bagi kebijakan luar negeri serta keamanan AS, Baer mengatakan, runtuhnya rezim yang mengandalkan uang untuk menyelesaikan krisis internal harus sudah dipahami sejak dulu oleh Barat bahwa mereka telah kehilangan sekutu lamanya. Ambruknya rezim-rezim ini berperan dalam perubahan struktur kekuatan di kawasan.
Baer pernah menjabat sebagai pengamat dan salah satu direktur CIA antara tahun 1876-1977. Terkait profesinya ini, Baer juga sempat menulis sejumlah buku. Selama bekerja untuk CIA, ia pernah ditugaskan di Irak utara, Maroko, Lebanon, Sudan, Perancis dan India.
Agen CIA ini keluar dari dinas intelijen AS tahun 1997 dengan dalih tidak mampu meyakinkan pemerintahan Clinton untuk mendukung aksi demo rakyat Irak menentang diktator Saddam Hussein. Ia juga menguasai sejumlah bahasa seperti Arab, Persia, Perancis dan Jerman.
Dalam bukunya, Baer menulis, Iran saat ini tengah berubah menjadi imperium di kawasan Teluk Persia dan kekuasaan besar Tehran ini harus diterima sebagai realita. Ditambahkannya, Amerika tidak memiliki pilihan kecuali harus bersedia berdamai dengan Iran dan berdialog dengan negara ini. Tak hanya itu, Washington juga harus membatalkan sanksi sepihaknya terhadap Tehran. (IRIB/IRNA/MF/AR/27/2/2011) Seiring meningkatnya gelombang protes rakyat Timur Tengah dan Afrika Utara yang berhasil menggulingkan rezim-rezim diktator semacam Ben Ali di Tunisia dan Mubarak di Mesir, kini domino perlawanan itu menjepit rezim Zionis di jalan buntu. Israel kelabakan menyikapi situasi dan kondisi yang tidak kondusif di kawasan. Betapa tidak, Tel Aviv kehilangan mitra dekatnya Mubarak yang begitu berjasa mendekatkan rezim Zionis dengan negara-negara Arab. Di tengah kekalutan ini, Israel meningkatkan brutalitas terhadap bangsa Palestina untuk memaksa mereka menerima eksistensi rezim ilegal itu. Bahkan Israel mengancam akan kembali menyerang Jalur Gaza. Menyikapi serangan brutal dan acaman Tel Aviv itu, gerakan perlawanan Islam Palestina (Hamas) menegaskan akan membalasnya. Ismail Ridhwan, pejabat tinggi Hamas menilai rezim ilegal tidak akan mampu memulai penyerangan baru secara besar-besaran ke Jalur Gaza, karena Israel saat ini berada dalam kondisi kritis. Tumbangnya satu persatu rezim boneka AS dan Israel di Dunia Arab dan naiknya pemerintahan demokratis di kawasan membuat posisi Israel kiat terjepit. Saat ini, rezim Zionis yang tidak memiliki tempat di mata opini publik Timur Tengah dan posisinya pun semakin terancam. Sementara itu, gerakan muqawama rakyat Palestina semakin kuat dari sebelumnya. Sejatinya, rezim Zionis berada dalam kondisi krisis. Di tubuh internal rezim Zionis sendiri terjadi perebutan kekuasaan yang semakin memanas. Di luar, Israel tidak mendapat dukungan dari publik dunia, terutama publik kawasan. Dalam kondisi seperti ini, kelompok-kelompok Palestina menilai kemungkinan serangan baru rezim Zionis secara besar-besaran terhadap Gaza semakin lemah. Mereka menilai ancaman Israel hanya sebentuk perang urat syaraf untuk menciptakan katakutan di kawasan. Kini rezim Zionis melanjutkan brutalitasnya atas Palestina. Bahkan serangan brutal ini menjadi rutinitas bagi Tel Aviv. Namun bangsa Palestina tidak membiarkannya begitu saja. Bangsa Palestina bersama muqawama membalas serangan brutal Israel melebihi sebelumnya. Serangan rezim Zionis yang semakin brutal justru akan mempercepat tumbangnya rezim ilegal itu.(IRIB/PH/RM/28/2/2011) |
Menteri Luar Negeri Republik Islam Iran Ali Akbar Salehi bertolak ke Jenewa, Swiss untuk menghadiri sidang Dewan Hak Asasi Manusia PBB dan konferensi perlucutan senjata. Dalam pertemuan itu, Salehi akan menjelaskan pandangan Iran terkait berbagai isu termasuk kondisi hak asasi manusia dan perlucutan senjata.
Konferensi ini digelar di tengah keberadaan 27 ribu senjata nuklir di dunia, yang sebagian besarnya dimiliki oleh Amerika Serikat dan sisanya dikuasai oleh negara-negara lain. Masalah ini merupakan ancaman serius bagi keamanan dan perdamaian dunia. Namun keamanan nuklir bukan berarti mencegah aktivitas nuklir damai dan hak-hak negara lain untuk memanfaatkan energi nuklir bagi kepentingan sipil.
Amerika dan segelintir kekuatan dunia dalam kerangka hubungan yang tidak adil dan ambisi hegemoni, memposisikan dirinya sebagai pihak penentu nasib bangsa-bangsa lain dan menjadikan Dewan Keamanan PBB sebagai alat untuk mensahkan resolusi-resolusi politis demi kepentingan-kepentingan ilegalnya. Kebijakan itupun diambil atas dasar kebohongan dan klaim-klaim tak berdasar.
Soal isu HAM juga ada kekhawatiran serupa, sebab Amerika dan beberapa negara Eropa mengklaim dirinya sebagai pembela hak asasi manusia. Padahal mereka memanfaatkan PBB dan Universal Periodic Review (UPR), suatu mekanisme HAM untuk mengkaji perkembangan HAM seluruh negara anggota PBB, sebagai alat politik untuk memajukan tujuan-tujuan imperialisnya.
Opini publik dunia mengetahui dengan baik peran Amerika dalam memproduksi dan memperluas penyebaran senjata nuklir. Dunia juga menjadi saksi bahwa Amerika sebagai satu-satunya negara yang menggunakan bom atom. Saat ini, sebagian besar arsenal nuklir rezim Zionis Israel diperoleh melalui bantuan Amerika.
Selain itu, Washington juga punya kerjasama luas nuklir dengan negara-negara yang menolak menandatangani traktat larangan dan penyebaran senjata atom. Padahal menurut aturan Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA) dan Traktat Non Proliferasi Nuklir (NPT), negara-negara pemilik teknologi nuklir harus membantu program nuklir negara-negara anggota NPT, sebaliknya melarang kerjasama nuklir dengan negara-negara non-anggota.
Berdasarkan sejumlah laporan, Amerika menyimpan sekitar 10 ribu hulu ledak nuklir dan tercatat sebagai pelanggar utama kesepakatan-kesepakatan internasional. Negara adidaya ini memanfaatkan Dewan Keamanan PBB dan IAEA sebagai alat untuk menekan negara-negara lain dan berdasarkan klaim-klaim palsu, menuding Iran bermaksud membuat bom atom.
Jelas bahwa klaim Amerika dan beberapa sekutunya terhadap Iran, merupakan bagian dari tujuan politik dan propaganda Barat untuk menyimpangkan opini publik dari ancaman yang sebenarnya, yaitu keberadaan senjata nuklir negara-negara tersebut. (IRIB/RM/NA/28/2/2011)Presiden Iran Mahmoud Ahmadinejad mengatakan para diktator di Timur Tengah dan Afrika Utara menggunakan senjata buatan AS untuk membantai warga sipil di negara mereka. Sebagaimana dikutip kantor berita Fars, Ahmadinejad kemarin (Senin, 28/2) menyatakan, "Kini, diktator-diktator di kawasan menggunakan senjata yang mereka beli dari Amerika Serikat dan sekutunya untuk membunuh rakyatnya sendiri".
Presiden Iran itu menambahkan, "Kini, pihak-pihak yang menciptakan kediktatoran di dunia, bukannya bertanggung jawab atas kesalahan mereka selama ini, tapi justru mengklaim sebagai pendukung demokrasi dan rakyat".
Presiden Ahmadinejad menegaskan pernyataan tersebut menyikapi aksi brutal penguasa Libya Muammar Gaddafi, yang memerintah negara selama hampir 42 tahun dan memerintahkan pasukannya untuk menembak para demonstran pro-demokrasi yang menuntut penggulingan rezim diktator Gaddafi.
Lebih lanjut Ahmadinejad menyatakan, "Para diktator, yang membantai rakyatnya sekarang ini, bahkan tidak mampu memproduksi perangkat sederhana karena itu mereka lantas menggunakan senjata-senjata yang dibeli dari Amerika Serikat dan sekutunya untuk membunuh rakyatnya sendiri".
Presiden Iran itu menekankan, "AS dan sekutunya harus bertanggung jawab atas kediktatoran yang mereka paksakan terhadap rakyat negara-negara tersebut selama 30 sampai 40 tahun terakhir".
Sabtu lalu (26/2), Juru Bicara Departemen Luar Negeri Republik Islam Iran Ramin Mehmanparast menegaskan dukungan Tehran terhadap gerakan rakyat Libya dan menyatakan kesiapan Republik Islam untuk mengirimkan bantuan kemanusiaan ke negara itu.
Dua ribu orang telah dilaporkan tewas akibat aksi kekerasan aparat keamanan Libya dalam memberangus gerakan rakyat menentang rezim diktator Gaddafi.(irib/1/3/2011)
0 comments to "Diktator Arab Bantai Rakyat dengan Senjata AS"