Kami menceriterakan kepadamu kisah yang paling baik (ahsanal qashash) dengan mewahyukan Alquran ini kepadamu, dan sesungguhnya kamu sebelumnya adalah termasuk orang-orang yang belum mengetahui. Ketika Yusuf berkata kepada ayahnya: “Wahai ayahku, sesungguhnya aku bermimpi melihat sebelas bintang, matahari dan bulan; kulihat semuanya sujud kepadaku.”
Itulah bagian awal dari surah Yusuf yang selalu diputar dalam setiap episode film besutan Farajollah Salahshoor. Well, satu huruf dalam ayat Quran bisa memiliki beragam makna, apalagi dengan satu ayatnya. Ayat di atas juga tentu memiliki beragam pemaknaan, misalnya bidang astronomi. Tapi, mendengarkan ayat di atas pada setiap awal episode film Yusuf membuat saya teringat dengan dua belas imam ahlulbait. Apa hubungannya?
Bagini… Nabi Yakub a.s. memiliki dua belas putra yang kelak menjadi pemimpin suku Bani Israil. Jumlah ini sama seperti para imam ahlulbait keturunan nabi, yang pernah diberitakan oleh beliau saw. sebagaimana yang diriwayatkan dalam sahih Muslim: “Islam akan senantiasa tegak dan mulia hingga berlalunya dua belas khalifah…” Mereka jugalah yang disabdakan oleh Rasul saw. bahwa ahlulbait adalah bintang-bintang di langit yang memberikan kesalamatan bagi penduduk bumi.
Siapa matahari dan bulan yang sujud? Kalau dalam sejarah kita tahu bahwa matahari adalah Nabi Yakub dan bulan adalah ibu pengasuh Nabi Yusuf a.s., maka di sini saya teringat dengan Nabi Muhammad saw. dan Fatimah az-Zahra. Bagaimana Yakub sebagai seorang ayah sujud kepada Yusuf sebagai seorang anak? Inilah sujud ketaatan atas perintah Allah kepada pribadi yang memiliki kesempurnaan dalam penyampaian risalah.
Sejak awal kelahirannya, Nabi Yusuf a.s. sudah memiliki keutamaan tersebut. Dalam kisah, Yakub a.s. terlihat seperti kesulitan dalam menyampaikan risalah, terlebih dalam melawan arogansi kuil berhala. Tapi kelahiran Yusuf, mampu membungkam semua itu; hujan turun pertanda akhir paceklik dan kuil berhala kemudian terbakar. Barulah kemudian Yakub a.s. berhasil menyampaikan risalahnya dengan mengislamkan seluruh penduduk Faddan Aram.
Hal lain yang patut diketahui dalam kaitannya dengan kedudukan spiritual adalah berpisahnya Yusuf a.s. dengan Yakub a.s. Nabi Yakub begitu sedih, menangis terus-menerus hingga matanya memutih dan buta. Bagi orang awam, seperti kebanyakan penduduk Kanaan, yang tidak mengerti akan mengatakan bahwa perilakunya berlebihan. Namun tangisan ini bukan sekedar tangisan ayah kehilangan anak dalam hal hubungan darah. Tapi tangisan kerinduan akan kekasih Allah. Nah, seharusnya kerinduan dan penantian kita kepada Imam Mahdi, sama seperti penantian Yakub kepada Yusuf a.s.
Di dalam hati seorang nabi hanya ada Allah, semua perilakunya karena Allah semata. Ketika Rasulullah saw. menyerukan kita untuk mencintai dan mengikuti ahlulbait dan mengabarkan bahwa Imam Mahdi yang akan memenuhi bumi dengan keadilan setelah sebelumnya dipenuhi kezaliman berasal dari keluarganya, itu bukan karena latar belakang hubungan darah. Tapi ia memang perintah dari Allah. Karena nabi adalah pribadi paling sensitif terhadap makhluk dan Khalik.
Kedudukan Nabi Yusuf yang lebih tinggi dari ayahnya semakin terlihat ketika beliau mampu melewati segala ujian dan menjadi penguasa Mesir. Tidak sekedar penguasa dalam arti politik kekuasaan wilayah tetapi juga menjadi pemimpin risalah dari Allah. Syariat sempurna yang dibawa Rasulullah saw. akan menyelimuti seluruh bagian bumi dengan kehadiran Imam Mahdi a.s. Pemerintahan Yusuf a.s. akan menjadi contoh kecil pemerintahan Imam Mahdi afs. yang dicita-citakan oleh seluruh nabi dan malaikat.
“Dan Kami hendak memberi karunia kepada orang-orang yang tertindas (mustadafin) di bumi itu dan hendak menjadikan mereka imam-imam dan menjadikan mereka orang-orang yang mewarisi (bumi).” (QS. 28: 5)
Kontroversi Visualisasi
Larangan visualisasi nabi melalui peran dalam sebuah film memang menuai kontroversi. Kultur Persia sepertinya memang tidak melihat adanya “tabu” dalam hal tersebut, terlihat dari berbagai film sejarah-keagamaan yang sudah cukup banyak diproduksi. Namun kultur suni sangat keras melarang. Tidak heran film buatan Iran mengenai para nabi dilarang diputar di stasiun televisi Timur Tengah. Saya pernah dengar kabar bahwa film Yusuf ash-Shiddiq ini rencananya akan diputar di salah satu stasiun televisi Indonesia. Tapi karena sampai sekarang tidak terwujud, saya maklum potensi kontroversi yang mungkin terjadi.
Melihat dua pandangan yang berbeda tersebut dan untuk mengurangi kontroversi, menurut saya, film tersebut disajikan dengan cara berbeda. Misalnya, dengan menambah efek cahaya pada wajah para pemeran sosok suci tersebut sehingga tidak nampak (rugi dong artisnya!). Film-film berlatarkan sejarah keagamaan yang tentunya mengandung nilai-nilai penting sangat sayang jika tidak bisa menjangkau seluruh lapisan masyarakat. Lagi pula, film Yusuf ash-Shiddiq ini merupakan hasil riset 8 tahun di perpustakaan al-Azhar Mesir, telaah 60 kitab tafsir, dan kunjungan ke Musée du Louvre yang menyimpan benda purbakala Mesir Kuno.
Akan lebih bijak jika fatwa larangan itu ditujukan kepada setiap film yang menceritakan kisah percintaan, kekerasan, fantasi atau fiksi-fiksi lain yang tak masuk akal (silakan Anda bandingkan sendiri film ini dengan sinetron Indonesia!). Salah satu yang saya suka dari sebuah film, termasuk buatan Iran, adalah kisahnya yang keseharian, sehingga sangat mudah dicerna dan diambil pelajarannya; misalnya Children of Heaven. Meski demikian, fatwa pelarangan tersebut cukup dipandang sebagai sebuah usaha. Karena di era internet seperti sekarang sangat mudah memperolehnya. Semakin dilarang, semakin penasaran, kan? Buat yang mau lihat-lihat silakan klik di sini.
Catatan: Terima kasih buat @ivahabsyech, janji sudah terpenuhi, kan?!
mainsource:http://ejajufri.wordpress.com/2011/03/28/nabi-yusuf-dan-imam-mahdi/
Ziarah Nabi Yusuf As di Thebes [1150 BC]
Thebes adalah kota kuno Mesir. Kota ini selama berabad merupakan ibu kota Mesir Kuno. Letak kota ini berada di tepi sungai Nil, kurang-lebih 725 Km bagian Selatan dari Kairo (ibu kota kiwari Mesir). Thebes adalah kota yang diidentifikasi dalam ALKITAB bahasa Ibrani sebagai NO (kota) atau No-Amon (Kota Tuhan). Thebes oleh orang-orang Yunani, disebut Diospolis (Kota Tuhan). Thebes (baca: Thebs) di samping di Mesir, juga terdapat di Yunani. Thebes Mesir lebih antik dan kuno ketimbang Thebes yang terdapat di Yunani (479 BC). Thebes menjadi istimewa dan mempesona setidaknya bagi saya karena konon menurut sejarawan dan penafsir al-Qur’an di ibu kota Mesir inilah Nabi Yusuf melewati hampir seluruh masa hidupnya. Semenjak menjadi budak hingga menjadi seorang gubernur yang dicintai tidak hanya oleh Akhenatun (1150 BC) Raja Mesir kala itu, tapi juga oleh seluruh rakyat Mesir, termasuk Zulaikha, kisah amor seorang aristokrat jelita yang tertawan keindahan Yusuf meski ia adalah seorang budak belian. Di Thebes, untuk beberapa tahun kemudian, Yusuf muda memproklamirkan risalahnya yang menyeru manusia untuk meninggalkan sesembahan tuhan-tuhan batu dan besi menuju kepada Tuhan yang Esa. Di kota Mesir Kuno inilah, pesona, keindahan tutur kata, keelokan tingkah laku, kesucian jiwa, ketepatan ta’bir dan takwil mimpi serta kebijakan Yusuf dalam menghadapi setiap persoalan sepelik apa pun menjadi buah-bibir setiap warga kota serta hikmah yang mengalir dari lisan Yusuf bak Nil yang memberi kehidupan bagi rakyat Mesir di sepanjang alirannya.
Di tempat inilah Jum’at kemarin saya dan keluarga melakukan “ziarah”. Anda jangan kaget dulu. Saya dan keluarga tidak berziarah ke kota kuno ini dengan mengendarai mesin waktu seperti yang sering ditayangkan di film-film. Juga tidak sedang melakukan ziarah ruhani dengan melintasi lorong ruang dan waktu dengan menjumpai ruh-ruh yang hidup pada masa 1150 BC (sebelum masehi). Namun saya berziarah ke tempat itu di pinggiran kota Teheran, tepatnya di lokasi syuting sinetron Nabi Yusuf As yang kini sedang ditayangkan setiap malam Sabtu oleh Channel 1, jam 22.15 di seluruh Iran. Dan kabarnya sinetron ini telah disiarkan selain bahasa Persia, juga disiarkan dalam berbahasa Arab dan Turki.
Berziarah ke Thebes ini merupakan sebuah perjalanan yang menarik. Meski berupa replika Thebes Mesir, tapi perjalanan ke Thebes Iran ini mengantarkan kita kepada sebuah cakrawala baru tentang sebuah karya seni, peradaban, dan sebuah kematangan. Menyitir Sa’adi, pujangga terkemuka Iran:
Bisyâr bâyad safar kard
Ta pukhte syawad Khâmi
Banyaklah melakukan perjalanan
Hingga engkau menjadi matang, wahai belia
Iya.. segala perjalanan yang saya atau Anda lakukan adalah sebuah upaya ekskursif untuk melihat dunia baru dan mencicipi hidangan atmosfer baru untuk menjadi lebih matang dan dewasa dari sebelumnya. Betapa tidak, misalnya, ziarah ke Thebes ini kita dapat melihat sebuah karya seni, peradaban dan kematangan hidup orang-orang Thebes di masa Nabi Yusuf dan apresiasi tinggi seniman-seniman Iran atas kisah yang digelari al-Qur’an sebagai kisah terbaik (ahsanul qishas) dalam format sinetron Nabi Yusuf.
“Thebes ala Iran” tempat pembuatan sinetron Nabi Yusuf ini dibuat di lokasi syuting film “Defâ-e Muqaddas (holy defence) yang banyak melahirkan film-film perang yang berkecamuk antara Iran dan Iraq. Sebelum memasuki “Thebes” kita akan melewati “medan perang” dengan tank-tank tempur bertebaran di mana-mana, barak-barak militer yang di depannya berjejer kendaraan-kendaaran tempur. Di mana pada waktu kami berkunjung ke tempat ini, terdapat beberapa krue film, aktor dan aktris sedang sibuk mengambil film untuk konsumsi festival film Fajr, dalam rangka memperingati hari kemerdekaan Iran yang jatuh pada tanggal 10 Februari mendatang.
Thebes ala Iran ini kini setelah dua tahun usainya proses pembuatan sinetron dijadikan sebagai museum oleh dinas pariwisata dan kebudayaan pemerintah setempat. Jadi kalau Anda kini mengenal dan bahkan pernah berkunjung ke Thebes yang ada di Mesir atau Yunani, kini Anda juga harus mengenal dan berkunjung ke Thebes di pinggiran kota Teheran. Sebagaimana Thebes yang asli di Mesir ada sungai Nilnya, ada patung Luxor atau Spinxnya, pahatan-pahatan kuno, dan patung Amenhotep III ayah Amenhotep IV, yang kemudian mengubah gelarnya menjadi Akhenatun setelah menjawab seruan Yusuf menyembah Tuhan yang Esa, kini Anda juga dapat melihatnya di pinggiran kota Teheran. Demikianlah apresiasi seni sineas Iran dalam menyuguhkan film-film religius dan bersejarah.
Hingga kini, para sineas Iran telah dan kini sedang membuat beragam film yang bercorak sejarah dan religius. Anda barangkali pernah mendengar bahkan telah menyaksikan film The Seven of Ephesus (Ashabul Kahf), atau Saint Mary (Maryam-e Muqaddas), atau membaca tentang pembuatan film Jesus Spirit of God dan The Kingdom of Solomon. Mengangkat kisah-kisah historis dan religius yang sarat dengan pesan-pesan samawi juga nasihat-nasihat bumi merupakan sebuah keahlian tersendiri para sineas Iran. Kisah-kisah al-Qur’an yang diangkat ke layar lebar atau dijadikan sinetron ini tentu bukan pekerjaan mudah, diperlukan selaksa nara-sumber baik berupa kitab-kitab klasik sejarah, tafsir, hadis, Sunni-Syiah, serta eksplorasi berani seorang sutradara. Dan yang lebih pelik lagi adalah ketika menukil sumber-sumber hadis yang sahih dan membedakannnya dari hadis-hadis Israiliyyat yang banyak bersileweran dalam kitab-kitab hadis, umumnya Ahlusunnah.
Dalam domain film-film kemanusiaan, sineas bangsa Persia ini acapkali menjadi langganan juara di beberapa festival film internasional yang berpengaruh di dunia. Tentu terkecuali Oscar yang memang lebih cenderung pada obyek perfilman komersil, sensual dan serba kolosal.
Sinetron Nabi Yusuf, atau Yusuf-e Payambar dalam Persianya, merupakan salah satu sinteron paling anyar yang dibuat oleh sineas ternama Iran, Farajullah Salahsyur. Sinetron ini dibuat selama 4 tahun dengan menelan biaya produksi kurang-lebih 7 Milyar Toman (sekitar 70 Milyar Rupiah). Sinetron besutan Farajullah Salahsyur merupakan hasil dari 8 tahun riset di perpustakaan al-Azhar Mesir dan kunjungan ke museum Musée du Louvre, Paris, lantaran di museum ini, benda-benda purbalaka perdaban kuno Mesir banyak tersimpan. Sinetron ini mengangkat kisah Nabi Yusuf, semenjak usia belia hingga diangkat menjadi nabi. Hasil riset 8 tahun dan telaah kurang-lebih 60 kitab tafsir kini berbentuk 45 episode dengan durasi tayang 60 menit. “Utamanya saya banyak merujuk kepada tafsir al-Mizan karya Allamah Thaba-thabai,” Aku Salahsyur.
Yang istimewa dari sinteron ini adalah pemerannya adalah seorang yang sama sekali “perawan” dalam dunia perfilman. Berbekal wajah ganteng dan tiadanya pengalaman dalam seni akting, dalam proses casting sang sutradara menjatuhkan pilihan kepada pemuda belia, Mustafa Zamani untuk melakoni peran Nabi Yusuf. “Keperawanan” Mustafa Zamani untuk memerankan tokoh suci Yusersif (dalam film ini, Yusuf oleh orang-orang Thebes dipanggil dengan nama ini) sangat penting karena ketika aktornya telah pernah bermain film dan sinetron dalam beragam peran, apakah itu protagonist atau antagonis dapat menimbulkan kesan dan citra yang kurang baik bagi Yusuf, “Tutur Salahsyur. Apatah lagi kalau aktor ini pernah bermain film komedian. Tentu bakalan lebih runyam lagi.
Oleh itu, untuk membekali Mustafa Zamani guna tidak canggung di depan kamera, sang sutradara memintanya untuk menempuh pelajaran intensif seni akting selama lima sampai enam bulan supaya ia dapat menyesuaikan diri dengan peran yang akan dimainkannya. Bahkan, Mustafa Zamani terikat kontrak untuk tidak bermain di film manapun hingga tayangan perdana oleh itu, ia dibayar secara percuma sebesar 500.000 Toman (kurang lebih 5 jutaan Rupiah) tiap bulan meski proses take film udah lama usai. Konon, setelah tayangan perdana dimulai, pelakon Yusuf ini sudah banyak menerima tawaran main film, tapi ia masih saja menolak alasannya ingin mempertahankan citranya sebagai tokoh Yusuf dalam film tersebut. Sikap ini tentu saja Anda tidak akan dapatkan di dunia perfilman nusantara yang serba “boleh” dengan peran apa saja asalkan tetap dapat dipakai.
Ihwal penggalan-penggalan cerita sinetron barangkali akan dialokasikan pada waktu yang lain, namun dari sisi pendekatan bagi Anda yang ingin memahami ayat-ayat Tuhan yang terabadikan dalam surah Yusuf, barangkali menyaksikan sinetron ini akan sangat membantu terwujudkannya keinginan itu. Mengikut Vernon A. Magnesen, dalam Quantum Teaching, yang menyatakan bahwa manusia belajar sebanyak 50 % dari apa yang didengar dan dilihat. Pelajaran audio-visual berupa sinteron yang mengangkat kisah Nabi Yusuf dapat kita ikuti dengan menyaksikan film ini. Sebagai seorang Muslim yang ingin melakukan tadabbur dan tafakkur atas surah Yusuf ini barangkali dengan menyaksikan film ini dapat memperoleh pelajaran sebanyak 50 % selebihnya pada taufik dari Tuhan untuk dapat memahami dan mengamalkan pesan-pesan yang tertimbun di dalamnya. Kabarnya, penerbit Al-Huda Jakarta pernah menerbitkan buku tafsir ukuran saku, Tafsir Surah Yusuf untuk Kawula Muda, yang dikarang oleh Mohsen Qiraati. Tentu dengan gaya bahasa Mohsen Qiraati yang lugas, sederhana tapi menukik akan mengantarkan Anda berziarah abadi secara ruhani dengan Nabi Yusuf melintasi ruang lorong dan waktu, menjambangi kota Thebes fantasi dalam penyingkapan (mukasyafah, disclosure) dan penyaksian (syuhud, witnessing) Anda. Tapi sepertinya Anda sementara ini harus bersabar sampai sinetron Nabi Yusuf ini diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, atau minimal bahasa Inggris sehingga Anda dapat segera memulai pelancongan ruhani ini. Kalaulah Anda telah melancong, jangan lupa sampaikan salam saya kepada Yusuf As. Terima kasih.
mainsource:http://isyraq.wordpress.com/2009/01/27/1175/
Resep Rahasia Sebelum Nonton Film
Perlahan-lahan kami menjadi sadar. Beberapa tahun yang lalu, saya berjalan menuju kantor setelah kebaktian Minggu pagi untuk mencari kantong sandwich di meja yang berisikan tiga brownies coklat. Sekelompok orang bijak yang tidak dikenal yang tahu kalau saya suka coklat menaruhnya di sana, bersama dengan secarik kertas yang bertuliskan sebuah cerita. Saya segera duduk dan mulai memakan brownie pertama sambil membaca cerita berikut.
Dua orang remaja memohon izin kepada ayahnya untuk pergi ke bioskop menyaksikan film yang semua temannya telah lihat. Setelah membaca ulasan film itu di internet, sang ayah menolak permintaan mereka.
“Ayah, kenapa enggak boleh?” mereka mengeluh. “Ini film di atas 13 tahun kok, dan usia kami jauh di atas 13 tahun!”
Ayahnya menjawab, “Karena film itu mengandung adegan telanjang dan menggambarkan ketidaksopanan sebagai perilaku yang dianggap normal dan wajar.”
“Tapi ayah, semua itu hanya bagian kecil dari film! Itu kata teman-teman kami yang sudah melihat. Film itu dua jam lamanya, dan adegan seperti itu cuma beberapa menit dari keseluruhan film! Film ini berdasarkan kisah nyata, tentang kemenangan kebaikan atas kejahatan, dan ada tema lain seperti keberanian dan pengorbanan. Ulasan film juga menyebutkan hal itu!”
“Jawaban ayah ‘tidak’, dan itu jawaban final. Kalian dipersilakan untuk tetap di rumah malam ini, ajak beberapa teman kalian, dan menyaksikan salah satu koleksi video bagus yang kita miliki. Tapi kalian tidak akan pergi dan nonton film itu. Akhir pembicaraan.”
Dua remaja itu berjalan sedih menuju ruang keluarga dan tiduran di sofa. Ketika mereka mengeluh, mereka terkejut mendengar suara ayah mereka yang sedang menyiapkan sesuatu di dapur. Mereka segera menyadari aroma lezat brownies yang dipanggang, dan salah seorang dari mereka berkata, “Ayah pasti merasa menyesal, dan sekarang ia berusaha untuk menebusnya dengan membuat brownies untuk kita. Mungkin kita bisa membujuknya dengan pujian ketika beliau keluar dan meminta izin kembali untuk pergi ke bioskop setelahnya.”
Waktu itu saya mulai memakan brownies kedua dari kantong sandwich dan berpikir apakah ada hubungannya antara brownies yang saya makan dengan membaca kisah brownies. Saya melanjutkan membaca.
Remaja itu tidak kecewa. Segera ayah mereka muncul dengan sepiring brownies hangat, yang ditawarkan kepada anak-anaknya. Mereka mengambil satu per satu.
Lalu ayah mereka berkata, “Sebelum kalian memakannya, ayah ingin mengatakan sesuatu: Ayah sangat menyayangi kalian berdua.”
Remaja itu saling tersenyum dan menatap. Ayah sudah melunak. “Itu sebabnya ayah membuat brownies ini dengan bahan-bahan terbaik sejak awal. Kebanyakan bahan-bahannya organik; tepung organik terbaik, telur terbaik, gula organik terbaik, vanila termahal, dan coklat.” Brownies itu nampak lezat dan para remaja itu mulai tidak sabar dengan ucapan panjang ayahnya.
“Tapi ayah ingin jujur kepada kalian. Ada satu bahan yang ayah tambahkan dan tidak biasanya ditemukan dalam brownies. Ayah mendapatkan bahan itu dari halaman belakang. Tapi kalian tidak perlu khawatir, karena ayah hanya menambahkannya sedikit untuk brownies kalian. Jumlahnya praktis tidak seberapa. Jadi lanjutkan makan dan ayah ingin tahu apa yang kalian pikirkan.”
“Ayah, maukah ayah beri tahu bahan rahasia itu sebelum kami lanjutkan makan?”
“Kenapa? Jumlah yang ayah tambahkan sangat sedikit. Hanya satu sendok penuh. Kalian bahkan tidak merasakannya.”
“Ayolah Ayah, katakan pada kami bahan apa itu.”
“Jangan khawatir! Bahannya organik, sama seperti yang lainnya.”
“Ayah?!”
“Baiklah kalau kalian memaksa. Bahan rahasia organik itu… kotoran anjing.”
Saya langsung berhenti mengunyah brownies kedua dan meludahkannya ke tempat sampah samping meja kantor saya. Saya melanjutkan membaca, dengan ketakutan di sisa paragraf.
Kedua remaja itu langsung menjatuhkan brownies mereka ke piring dan mulai memeriksa jari-jari mereka dengan takut.
“Ayah! Kenapa ayah lakukan itu? Ayah telah menyiksa kami dengan aroma brownies yang dimasak setengah jam lalu dan sekarang ayah memberi tahu dengan menambahkan kotoran anjing! Kami tidak mau makan brownies itu lagi!”
“Kenapa tidak? Jumlah kotoran anjing itu sangat sedikit dibandingkan dengan bahan lainnya. Tidak akan membahayakan kalian. Semua sudah tercampur dengan bahan lain. Kalian bahkan tidak merasakannya. Sama seperti brownies lainnya. Ayo, lanjutkan makan!”
“Tidak, Ayah, tidak akan!”
“Itulah alasan yang sama kenapa ayah tidak mengizinkan kalian pergi menyaksikan film itu. Kalian tidak tahan dengan sedikit kotoran anjing di brownies, tapi membiarkan sedikit ketidaksopanan di film itu? Kita berdoa agar Tuhan tidak memberi kita ujian, lalu kenapa kita yang berhati baik menghibur diri sendiri dengan sesuatu yang akan membekas dengan dosa dalam pikiran kita yang akan menggiring kita pada ujian setelah kita menyaksikan itu pertama kalinya?”
Saya membuang semua yang teringat pada brownies kedua, begitu juga brownies ketiga yang belum disentuh. Apa yang nampak lezat beberapa menit yang lalu menjadi menjijikkan. Hanya karena sedikit kesempatan, apa yang saya makan menjadi sedikit tercemar. (Tentu saja bukan yang itu… tapi saya tidak bisa meyakinkan diri sendiri).
Penerjemah: Ali Reza Aljufri © 2010 |
Catatan: Orang yang lebih tua harus tetap memantau orang yang lebih muda atas apa yang mereka saksikan di televisi atau film. Tentu kita semua tahu (atas apa yang saya perhatikan), hampir kebanyakan film Barat—khususnya Hollywood—menampilkan adegan seksual atau kekerasan, misalnya. Menariknya, film dengan adegan seperti itu tidak hanya dimainkan oleh manusia, tapi juga dalam bentuk animasi, yang sangat diminati oleh anak-remaja. “Children have never been very good at listening to their elders, but they have never failed to imitate them,” kata James Arthur Baldwin. mainsource:http://ejajufri.wordpress.com/2010/05/05/resep-rahasia-nonton-film/ |
bagus ingat Imam Mahdi ditandai dengan adanya tanda dilangit dan dibumi demi keselamatan seluruh umat manusia ,alie, binatang, tumbuhan ,robot dan semuanya yang ada diseluruh penjuru Dunia dan alam semesta.
Oleh henandri ekwantyo wibawa,se
mantap artikel ente