Prinsip Ekomomi Islam di Mata Imam Musa Kadzim as
Imam Kadzim as lahir pada tahun 128 H di Abwa, sekitar kota Madinah. Manusia mulia ini syahid 20 tahun pasca kesyahidan ayahndanya, Imam Shadiq as. Selama 35 tahun, beliau membimbing umat menuju cahaya kebenaran. Imam Kadzim hidup di era kezaliman rezim Dinasti Abbasiyah. Beliau menjalani masa sulit di dalam penjara penguasa lalim. Bahkan empat tahun akhir hayatnya, beliau jalani di jeruji besi.
Penguasa zalim ketika itu menyadari bahwa kekhilafahan yang mereka pegang saat itu adalah hak yang dijarah dari tangan Ahlul Bait. Seringkali mereka sendiri mengakui ketidaklayakannya memimpin umat Islam, namun keserakahan mengalahkan semuanya. Nafsu berkuasa menyebabkan mereka melakukan apa saja untuk melanggengkan posisi yang bukan haknya, termasuk memenjarakan orang-orang mulai seperti Imam Kadzim hingga beliau syahid. Spirit penentangan terhadap kezaliman dan penegakan hukum ilahi di masyarakat menyebabkan Imam Kadzim gugur syahid.
Di era pemerintahan Bani Abbasiyah, kezaliman dan ketidakadilan muncul dalam berbagai bentuk dari masalah sosial dan ekonomi hingga politik dan budaya. Ketika itu, harta baitul mal yang merupakan milik rakyat tidak dibagi secara adil. Harta baitul maal dihambur-hamburkan untuk mendanai pesta para pejabat kerajaan dan hadiah penguasa Bani Abbasiyah.
Kondisi ekonomi yang buruk dan sulitnya mata pencaharian rakyat jelata menyebabkan terjadinya ketimpangan sosial dan ekonomi yang begitu kentara. Salah satu dampaknya adalah kecenderungan masyarakat untuk menekuni pekerjaan buruk, bahkan yang diharamkan sekalipun. Di sisi lain, mereka yang tidak bisa mendapatkan mata pencaharian yang layak, akhirnya menjalani kehidupan tasawuf mengasingkan diri dari masyarakat.
Menghadapi kondisi demikian, Imam Kadzim melakukan berbagai pencerahan demi menegakkan prinsip-prinsip agama yang luntur di tengah masyarakat. Imam memberikan petunjuk dan arahan tidak hanya mengenai akhirat saja, bahkan beliau memberikan bimbingan di bidang ekonomi kepada masyarakat. Hal ini menunjukkan aspek holistik dan kesempurnaan Islam yang memperhatikan kebahagian dunia dan akhirat.
Kebanyakan bimbingan ekonomi yang diberikan Imam Kadzim dalam bentuk saran dan nasehat kepada orang yang membutuhkannya. Imam Kadzim juga membimbing orang yang keliru dalam berusaha dan memperbaiki letak kesalahannya. Pada acara kali ini kami mengajak anda untuk menyimak beberapa petuah Imam Musa Kadzim mengenai ekonomi.
Prinsip paling utama bimbingan ekonomi Imam Kadzim adalah berpegang pada keseimbangan dan keadilan, serta menjauhi dari segala ekstrimitas dan sikap berlebihan.
Imam Kadzim berkata,"Orang yang senantiasa memperhatikan keseimbangan dalam dirinya, maka akan selalu memperoleh karunia. Namun orang yang berlebihan akan kehilangan nikmat."(Tuhaf al-Uqul hal.301)
Batasan keseimbangan yang dimaksud Imam Kadzim adalah memanfaatkan karunia ilahi dengan kadar sesuai dan tidak berlebihan. Inilah kunci kesinambungan nikmat bagi manusia.
Imam Kadzim senantiasa menegaskan supaya memperhatikan halal dan haram. Beliau juga menentang orang yang meninggalkan dunia karena mementingkan akhirat.
Imam Kadzim berkata, "Bukan dariku, orang yang meninggalkan akhirat karena mementingkan dunia, dan sebaliknya orang yang meninggalkan dunia karena mementingkan akhirat." (Tuhaf al-Uqul hal.730)
Imam Kadzim sangat menentang sikap berlebihan dalam beragama. Beliau memprotes sikap orang yang mengharamkan sesuatu yang dihalalkan oleh Allah swt. Sebagaimana Imam mengkritik sikap hidup yang memuja kemiskinan, beliau juga mengecam sikap hidup bermewah-mewahan. Imam Kadzim juga aktif membantu masyarakat di bidang ekonomi, meski beliau sendiri dalam kedudukan sosial dan politik yang sulit akibat tekanan penguasa Abbasiyah yang lalim.
Meski berada dalam kesulitan, Imam Kadzim sebagaimana para nabi dan Imam pendahulunya, menanggung beban kehidupannya oleh dirinya sendiri. Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, Imam tidak pernah mengulurkan tangan memohon bantuan orang lain. Untuk mencukupi kehidupannya, Imam Kadzim menggarap lahan pertanian dan bercocok tanam. Hal ini menunjukkan pandangan Imam mengenai hubungan dunia dan akhirat.
Pandangan Imam Kadzim ini sekaligus membantah pemikiran yang memandang kerja dan produksi bertentangan dengan kesempurnaan spiritual. Imam Kadzim kepada salah seorang pengikutnya berkata,"Barang siapa yang mencari rezeki dengan cara halal untuk memenuhi kebutuhan diri dan keluarganya, maka ia seperti orang yang berjihad di jalan Allah." (Bihar al-Anwar jilid 103 hal 3.)
Selain dirinya bekerja sendiri, Imam juga mendukung para petani yang bekerja dan berproduksi. Salah satu bentuknya adalah bantuan kepada para petani yang mengalami kerugian akibat gagal panen dan orang-orang yang bangkrut.
Suatu hari Imam Kadzim membantu orang yang merugi akibat gagal panen. Tidak hanya memberikan biaya yang dikeluarkan akibat kerugian tersebut, lebih dari itu Imam juga memberikan keuntungan yang diperkirakan akan diperoleh orang itu dari hasil panennya yang gagal. Selain memberikan dukungan moril berupa doa, Imam juga memberi dukungan material dengan memberikan bantuan finansial kepada orang-orang yang terkena musibah.
Tampaknya, poin yang ditekankan Imam Kadzim di bidang ekonomi melebihi yang lainnya mengenai urgensi faktor baik dan legal di bidang produksi serta mata pencaharian. Imam Kadzim tidak membenarkan semua bentuk pembangunan ekonomi dan kemajuan di bidang produksi.
Namun beliau menegaskan bahwa poros aktivitas ekonomi adalah hukum syari. Imam Kadzim kepada salah seorang pengikutnya berkata,"Wahai Daud, harta haram tidak akan tumbuh dan berkembang, jikapun tumbuh tidak akan memberikan berkah. Jika pun disedekahkan, maka tidak akan berpahala. Jika tersisa darinya hanya menjadi sarana bagi manusia menuju neraka." (Wasail as-Syiah jilid 12 hal 53)
Imam Kadzim sangat memperhatikan masalah legalitas aktivitas ekonomi dalam pandangan syariah Islam kepada para pengikutnya. Beliau melarang pengikutnya menjalin kerjasama ekonomi dengan penguasa lalim. Suatu hari Imam Kadzim pernah melarang salah seorang sahabatnya, Safwan yang akan menyewakan unta untuk perjalanan penguasa zalim. Dalam hal ini, Imam secara jelas menegaskan perang melawan kemunkaran rezim lalim dan mencegah terjadinya penyimpangan aktivitas ekonomi.
Imam Kadzim berulangkali mengkritik keras sepak terjang pemerintahan lalim yang menggunakan baitul maal untuk kepentingan pribadi dan kelompoknya. Demikian pula, beliau melarang pengikutnya melakukan kecurangan dalam aktivitas ekonomi. Terkait hal ini, salah seorang pengikut Imam Kadzim, Hisyam bin Hakam menuturkan,"Suatu hari, saya sibuk menjual barang. Situasi ketika itu gelap. Imam melintas ketika saya sedang sibuk berdagang. Beliau mendekat dan berkata, wahai Hisyam, terangi barang daganganmu, jangan berdagang dengan cara menipu atau mengelabui orang lain. Karena hal itu termasuk yang diharamkan." (Furu Kafi jilid 5 hal.161)
Sejatinya, seluruh bimbingan ekonomi Imam Kadzim berujung pada sebuah konklusi bahwa dalam pandangan Islam, produksi, konsumsi dan bekerja bukan untuk memenuhi kebutuhan material sebanyak-banyaknya sebagaimana dalam doktrin kapitalisme. Tapi lebih dari itu, aktivitas ekonomi dalam ajaran Islam bertujuan untuk mencapai kebahagian dunia dan akhirat dengan memperhatikan seluruh ketentuan kemanusiaan, moralitas dan syariah. (IRIB/Selasa, 28 Juni 2011 09:05 /http://www.taghrib.ir/indonesia/)
0 comments to "Prinsip Ekonomi Islam : Jangan Memuja Kemiskinan & Hidup bermewah-mewahan...."