Nasib Tragis AS di Timur Tengah | | | |
| |
Sikap permusuhan Amerika Serikat terhadap Republik Islam Iran sepertinya tak kunjung padam. Kali ini melalui Menteri Luar Negerinya, Hillary Clinton, Washington berupaya mencari dukungan negara-negara Arab untuk menerapkan sanksi lebih berat terhadap Republik Islam Iran. Setelah mengunjungi Qatar, Clinton langsung bertolak ke Arab Saudi. Menurut keterangan sejumlah pengamat politik, Clinton mengemban dua misi utama selama berada di kawasan yaitu, menarik dukungan negara-negara Arab terkait program nuklir damai Iran dan menghidupkan perundingan damai dengan rezim Zionis Israel. Para pengamat politik menilai kunjungan Clinton ke kawasan sebagai kegagalan kembali diplomasi Gedung Putih. Dalam upayanya ini, Washington menghadapi kendala serius dari Rusia dan Cina yang menentang pemberlakukan sanksi baru terhadap Iran. Oleh karena itu, Clinton meminta pemerintah Arab Saudi untuk meyakinkan Cina bahwa mereka akan menghadapi kekurangan suplai minyak jika sanksi baru terhadap Iran diberlakukan. Namun Menteri Luar Negeri Arab Saudi, Saud al-Faisal menyatakan bahwa pejabat Cina tidak membutuhkan anjuran apapun dari Arab Saudi tentang apa yang harus mereka lakukan terhadap program nuklir Republik Islam Iran. Reaksi Arab Saudi terhadap usulan AS serupa dengan sikap yang ditunjukkan Qatar. Sebelumnya pemerintah Qatar juga menolak ajakan Clinton untuk menekan Tehran, karena menurut mereka keamanan dan stabilitas keamanan di kawasan tergantung dengan keamanan Iran. Rupanya kini negara di kawasan mulai menyadari peran penting Iran dalam menjaga stabilitas regional. Tak hanya itu, Di sisi lain, AS sebagai pemilik senjata nuklir dan timbunan hulu ledak nuklir yang mencapai sepuluh ribu merupakan ancaman sejati bagi keamanan dunia. Belum lagi sikap membabi-buta negara adidaya ini yang membela senjata inkonvensional Rezim Zionis Israel. Senjata pemusnah massal Israel juga menjadi ancaman serius keamanan di Timur Tengah. Propaganda besar-besaran Washington kali ini melalui Clinton untuk menyebarkan Iranphobia sepertinya bakal kandas. Negara-negara kawasan mulai sadar bahwa Iran bukan ancaman sebenarnya bagi mereka. Dualisme yang ditunjukkan Barat, khususnya AS dalam masalah nuklir Iran malah membuat negara ini kehilangan kesempatan untuk menjatuhkan Tehran. Malah sebaliknya posisi Iran di kawasan kian kuat. Fenomena lainnya yang tengah marak di Timur Tengah adalah persaingan kontrak reaktor nuklir. Kini negara-negara produsen minyak menyadari bahwa bahan bakar fosil mulai menipis. Oleh karena itu, mereka mulai melirik energi nuklir. Hal ini dijadikan kesempatan Barat untuk menggalang kerjasama dengan negara-negara kaya ini. AS, Perancis dan negara besar lainnya berlomba-lomba memenangkan tender pembangunan reaktor nuklir dan suplai bahan bakarnya. Di sisi lain, program nuklir damai Iran sepenuhnya berada di bawah pengawasan Badan Energi Atom Internasional (IAEA). Maka bisa dikatakan, posisi Iran saat ini sangat kuat dan AS bakal kesulitan untuk melanjutkan ambisinya terhadap Tehran. |
0 comments to "Nasib Tragis AS di Timur Tengah"