Kepentingan politik sebagian pihak ternyata membuat mereka menutup mata dari kepentingan bangsa dan negara. Prinsip kelayakan untuk memimpin bangsa dan mengelola negara tidak lagi digubris. Yang penting, bagaimana posisi dan kedudukan politik mereka aman dan kian kokoh. Sejak lama, masyarakat dan para tokoh yang punya kepedulian terhadap nasib bangsa dan negara sudah mewanti-wanti dan mengingatkan preseden buruk ini.
Tampilnya sejumlah artis, selebritis, penyanyi, bahkan foto model yang pose-posenya dengan gaya yang jauh dari etika dan budaya ketimuran dan menjijikkan terpampang dimana-mana, melenggang ke gedung parlemen dan pemerintahan. Ada yang jadi anggota DPR, DPRD, Bupati, Wakil Bupati, Walikota bahkan Gubernur atau Wakil Gubernur. Naif memang...
Tak ada yang menyoal jika mereka punya kemampuan dan mumpuni untuk menjadi pemimpin bangsa dan masyarakat. Tapi yang ada justeru hal mencurigakan berbau politik murni. Saat ini muncul nama selebriti yang dikenal dengan pose-posenya yang menantang. Bahkan kabarnya beredar pula rekaman video mesum yang dinisbatkan kepada salah satu selebritis yang sedang digadang oleh parpol. Sosok seperti ini dijagokan oleh sementara kalangan politik untuk bersaing memperebutkan jabatan kepala daerah.
Hal itulah yang memaksa Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi mengeluarkan wacana untuk memperketat syarat kandidat kepala daerah, pertama terkait pengalaman organisasi dan pemerintahan, kedua terkait dengan moralitas kandidat. Munculnya wacana tersebut dinilai sebagai bentuk respon dari praktek selebritasi politik oleh parpol.
Anggota Komisi II dari FPKS Agus Purnomo mengungkapkan hal itu kepada Media Indonesia di Jakarta, Sabtu (17/4). Dikatakannya, fenomena selebritasi politik di Indonesia sedang menuju puncaknya, dimana parpol juga tidak terlepas mengutamakan faktor popularitas sebagai kriteria utama para kandidatnya.
Ia mengungkapkan, selebritasi politik sebenarnya boleh-boleh saja sepanjang yang diorbitkan kader sendiri yang mempunyai kapabilitas yang tidak perlu diragukan. Namun yang terjadi sekarang, ungkap Agus, parpol mengambil jalan pintas yang instan, dengan mengambil para artis.
Fenomena tampilnya artis untuk maju di Pemilukada 2010 seakan diberikan jalan oleh Parpol. Tercatat kurang lebih 10 kandidat yang saat ini digadang-gadang maju. Bahkan, parpol berani memberi jalan kepada artis yang dikenal berani tampil vulgar, seperti Julia Perez, Ayu Azhari, dan Inul Daratista. Termasuk, untuk artis yang video perzinaannya terungkap ke publik.
Permasalahan di atas, lanjut Agus, jelas menunjukkan saat ini partai banyak mengabaikan kepentingan publik. Bahkan, ia menegaskan Parpol-parpol tersebut tidak menjalankan tugasnya dengan baik, karena tidak memberikan pendidikan politik ke masyarakat.
Namun ia mengatakan, jika Mendagri menginginkan hal itu terwujud, jangan hanya berwacana, tetapi harus segera dimasukkan dalam draf revisi RUU 32/2004. "Nanti kita bahas bersama-sama di DPR. Karena kalau soal moralitas, tolak ukurnya sulit dipetakan," ungkap Agus.
Sementara itu, Koordinator Komite Pemilih Indonesia Jeirry Sumampow mengungkapkan seharusnya penjaringan kapabilitas moral kandidat berada di tangan parpol. "Kalau standar moral ada di undang-undang, selain tolak ukurnya sulit, juga akan melanggar konstitusi. Kalau kandidat yang diajukan kurang bermoral, parpolnya sama saja," ungkap Jeirry.
Disamping untuk mengangkat popularitas parpolnya, Jeirry menduga motif parpol yang membuka jalan untuk para artis, tidak lebih dari mengincar uang. Menurutnya, ada markus-markus yang bergerak dan memberikan janji kepada para artis ini.Pro-kontra keberadaan UU No 1/1965 tentang Pencegahan Penodaan Agama(PPA) kemungkinan bakal menemui titik akhir. Republika melaporkan, Senin (19/4), majelis hakim Mahkamah Konstitusi (MK) direncanakan menerbitkan putusan untuk mempertahankan atau mencabut UU itu.
Dalam beberapa sidang, kubu pendukung keberadaan UU tersebut secara umum berpendapat regulasi tersebut terbukti efektif menjaga kerukunan antar umat beragama. Hal itu karena UU itu menjadi solusi untuk mengatasi tindakan penodaan ajaran agama oleh sebagian oknum masyarakat. Dengan demikian, UU PPA dinilai berperan penting dalam menjaga kemurnian agama. Hal itu juga dinilai sejalan dengan UUD 1945 yang menghormati hak keberagamaan masyarakat.
Pendapat berbeda disampaikan kubu penolak UU PPA. Mereka berpendapat produk hukum itu tidak bisa dipertahankan karena melanggar hak asasi manusia. Pelanggaran itu terjadi karena negara mencampuri agama yang menjadi hak privat individu.
Selain itu, negara tidak berhak melarang hak kebebasan individu untuk menafsirkan ajaran agama. Bila terjadi konflik antar umat beragama akibat penafsiran, mereka berpendapat biarkan itu diselesaikan antar masyarakat sendiri tanpa campur tangan pemerintah.
UU PPA awalnya merupakan Penetapan Presiden Republik Indonesia No 1/PNPS 1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan atau Penodaan Agama. Peraturan Presiden ini kemudian ditingkatkan statusnya menjadi UU.
Pasal 1 UU ini menyebutkan, setiap orang dilarang dengan sengaja menceritakan, menganjurkan atau mengusahakan dukungan umum, untuk melakukan penafsiran tentang sesuatu agama dianut di Indonesia atau melakukan kegiatan keagamaan menyerupai kegiatan keagamaan dari agama itu, penafsiran dan kegiatan Yang menyimpang dari pokok agama.
Pasal 2 ayat 1 menyebutkan, barang siapa melanggar ketentuan tersebut dalam pasal 1 diberi perintah dan peringatan keras untuk menghentikan perbuatannya itu di dalam suatu keputusan bersama menteri agama, jaksa agung dan menteri dalam negeri.
Ayat 2 menyebutkan, bila pelanggaran dalam ayat 1 dilakukan oleh 0rganisasi atau aliran kepercayaan, maka Presiden dapat membubarkan organisasi itu dan menyatakan organisasi atau aliran itu terlarang setelah mendapat pertimbangan dari menteri agama, jaksa agung dan menteri dalam negeri. Sedangkan, pasal 3 menyebutkan, bila setelah dilakukan, organisasi atau aliran kepercayaan masih terus melanggar, maka mereka dipidana penjara selama-lamanya lima tahun.Priok, kawasan pelabuhan di Jakarta Utara kembali bergejolak. Pertikaian kemarin disebut-sebut terparah di Tanjung Priok sejak tragedi tahun 1984 yang menewaskan Amir Biki. Sejarah mencatat peristiwa peristiwa kelam tahun 1984 sebagai salah satu pelanggaran HAM berat di zaman Orde Baru.
Kemarin, peristiwa serupa berulang di kawasan yang sama. Baku hantam terjadi antara pihak keamanan dan warga. Puluhan orang terluka dan sejumlah kendaraan polisi dibakar massa. Bahkan, menlan korban jiwa. Kerusuhan juga meluas sampai ke Rumah Sakit Koja.
Harian Kompas hari ini (Kamis,15/4) melaporkan, ribuan warga melempari aparat Satuan Polisi Pamong Praja dan polisi dengan apa saja. Sesekali mengejar petugas, kemudian merampas peralatan mereka. Aparat juga melawan. Mereka bergiliran melemparkan batu ke arah warga. Sesekali menembakkan meriam air atau gas air mata ke kerumunan warga. Kejar-kejaran tak terhindarkan
Insiden Bentrokan dipicu rencana Pemerintah Provinsi DKI menggusur sebagian lokasi makam Mbah Priuk yang dikeramatkan. Mbak Priok adalah nama lain dari Habib Hassan bin Muhamad al Hadad, penyiar Islam dari Sumatera yang pertama kali menamakan kawasan di utara Jakarta itu sebagai Tanjung Priok.
Warga, terutama mereka yang mengatasnamakan ahli waris tanah tersebut, berusaha mempertahankan makam Mbah Priok. Kompleks itu berada dalam lahan milik PT Pelindo II. Kuasa hukum ahli waris makam Mbah Priok, Zulhendrihasan, mengatakan, tanah ini awalnya makam Habib Hasan bin Muhammad Al Haddad. Saudagar Arab itu meninggal tahun 1756 karena kapalnya terkena badai di laut utara Jakarta.
Saat Habib Hasan dimakamkan, batu nisannya adalah dayung patah dan "periuk" nasi milik Habib Hasan. Di makam itu juga ditanam bunga tanjung. Zulhendrihasan meyakini hal inilah awal dari penyebutan nama Tanjung Priok.
Sebelum tahun 1997, lokasi itu merupakan Tempat Pemakaman Umum (TPU) Dobo yang diisi oleh 28.500 unit makam. Luas TPU dan kawasan sekitarnya mencapai 145,2 hektar dan berada di Jalan Dobo, Jakarta Utara. Para ahli waris Habib Hasan mengklaim tanah itu sebagai milik mereka berdasarkan hak Eigendom Verponding No 4341 dan No 1780.
Sementara, pihak PT Pelindo II mengklaim tanah itu berdasarkan sertifikat Hak Pengelolaan Nomor 1/Koja Utara, yang diterbitkan Kantor Pertanahan Jakarta Utara pada 21 Januari 1987. Dengan sertifikat itu, PT Pelindo II berniat memperluas terminal bongkar muat peti kemas sesuai dengan rencana induk pelabuhan.
Mendengar hal itu, pihak ahli waris melakukan protes dan memeriksa status kepemilikan tanah ke Kantor Pertanahan Jakarta Utara. Kantor Pertanahan Jakarta Utara mengeluarkan surat No 182/09.05/HTPT yang menyatakan bahwa status tertulis tanah di Jalan Dobo itu atas nama Gouvernement Van Nederlandch Indie dan telah diterbitkan sertifikat hak pengelolaan No 1/Koja Utara atas nama Perum Pelabuhan II.
Pada periode 1995-1997, sebanyak 28.500 kerangka dipindahkan ke TPU Budidarma, Semper, Jakarta Utara. Pada 21 Agustus 1997, kerangka Habib Hasan juga dipindah ke TPU Budidarma. Namun, pada September 1999, ahli waris kembali membangun makam Mbah Priok di lokasi lama serta sebuah pendopo tanpa izin Pelindo II dan tanpa izin mendirikan bangunan (IMB). Makam itu sering dikunjungi orang untuk berdoa dan berziarah.
Pada tahun 2001, Habib Muhammad bin Achmad sebagai ahli waris Habib Hasan mengajukan gugatan atas tanah tersebut ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara dengan nomor perkara 245/Pdt.G/2001/PN.Jkt.Ut melawan PT Pelindo II. Namun, PN Jakarta Utara menolak gugatan itu. Setelah itu, pihak ahli waris tidak mengajukan banding sehingga putusan pengadilan memiliki kekuatan hukum tetap dan hak atas tanah itu menjadi milik PT Pelindo II.
Pada 2010, PT Pelindo II meminta bantuan hukum dari Pemprov DKI untuk membongkar bangunan pendopo dan karena tidak memiliki IMB dan kawasan itu akan dijadikan perluasan terminal peti kemas. Makam akan diperluas dan dipercantik sehingga tetap dapat dikunjungi untuk ziarah warga.
Menyikapi kerusuhan di Priok kemarin, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam keterangan pers di depan Kantor Presiden, Rabu tengah malam, menyatakan prihatin dan menyayangkan terjadinya benturan fisik sehingga menimbulkan korban baik pada pihak Satpol PP, Polri, maupun warga masyarakat.
Presiden juga menyatakan berbelasungkawa atas tewasnya seorang personel Satpol PP yang dirawat di rumah sakit. Sementara itu, juru bicara Pemprov DKI Cucu Ahmad Kurnia menyebutkan, ada dua orang yang tewas, yakni M Tadjudin, Kebun Jeruk, Jakarta Barat, dan W Supono, warga Kelurahan Tugu, Koja.
Presiden dalam kesempatan itu juga meminta agar status lokasi terjadinya bentrokan itu tetap status quo, dan meminta agar pintu negosiasi dengan pihak-pihak terkait dibuka kembali. Presiden juga meminta kepada Gubernur DKI Fauzi Bowo untuk melakukan pendekatan.
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta akan kembali membuka dialog untuk menyelesaikan masalah ini. Pemprov tidak berniat untuk menggusur makam, tetapi bangunan pendopo yang tidak memiliki izin mendirikan bangunan. Makam Mbah Priok justru akan dipercantik. Pelindo juga sudah menyetujui pemberian uang kerohiman Rp 2,5 miliar bagi ahli waris dan tanah 5.000 meter persegi bagi kepentingan masjid.
Sejatinya, apa penyebab baku hantam antara aparat negara dan rakyatnya sendiri layaknya musuh di medan perang? Media Indonesia dalam editorialnya hari ini menyebut setidaknya empat pemicu utama.
Pertama, rendahnya komitmen aparat negara kepada rakyatnya. Tidak terlihat peningkatan yang signifikan pada komitmen negara dalam mencintai rakyatnya. Negara, bila terjadi konflik kepentingan dengan warga lebih cenderung memperlakukan rakyat sebagai musuh yang harus disingkirkan.
Kedua, komunikasi antara pejabat dan rakyat sangat buruk dalam menjalankan resolusi problem. Makam Mbah Priok itu, menurut keterangan Wakil Gubernur DKI Prijanto, tidak digusur tetapi hendak direnovasi sebagai tempat kramat. Tetapi niat baik itu tidak dipahami karena komunikasi yang buruk.
Ketiga, terjadi distrust yang parah terhadap peraturan, karena semakin hari semakin jelas aksi manipulatif yang dilakukan penegakan hukum di negeri ini. Mafia hukum yang terbongkar belakangan ini bisa menjelaskan betapa meluasnya manipulasi itu.
keempat, buruknya pendidikan sipil. Negara lalai mendidik warga agar berdisiplin. Kelalaian ini juga dilakukan lembaga-lembaga pendidikan dan partai politik. (PH/IRIB, Antara, media indonesia, kompas)
Bohong…Tak Ada Satpol PP Yang Hilang!
Kepala Satpol PP Kepulauan Seribu, Hotman Sibambela mengaku bahwa sekitar 850 anggotanya hilang. Tapi benarkah klaim itu? Kepala Satpol PP Jakarta Utara, Haryanto Bajuri, membantah pernyataan tersebut.Menurut Haryanto, yang benar adalah, pada waktu terjadinya bentrokan, seluruh anggota Satpol PP berjumlah sebanyak 1.800 orang. Tetapi, pada saat kerusuhan, para anggotanya tercerai berai. Sehingga, jumlah total yang masih berada dalam barisan sebanyak 975 orang. Sisanya, terpencar karena ingin menyelamatkan diri masing-masing dari amukan warga.
Lebih lanjut Haryanto mengatakan, setelah dicek keesokan harinya, para anggotanya yang tercerai-berai tersebut ternyata sudah kembali ke rumahnya masing-masing. "Kami sudah menyisir seluruh anggota kami ke rumahnya masing-masing dan mereka dalam keadaan selamat," ucapnya. Demikian dilaporkan Republika.
Ketua Komnas HAM, Ifhdal Kasim, terkait hal ini mengatakan, berdasarkan temuan dari Tim Pencari Fakta yang dibentuk oleh Komnas Ham, sampai saat ini Tim Pencari Fakta belum menemukan adanya fakta yang menyebutkan bahwa terdapat ratusan anggota Satpol PP yang hilang. Menurutnya, jika memang ada ratusan anggota Satpol PP yang hilang, maka pihaknya pasti telah menerima laporan. Pasalnya, Tim Pencari Fakta yang dibentuk oleh Komnas Ham tersebut sudah bekerja sejak kerusahan Koja terjadi.
Bantahan terhadap klaim Kepala Satpol PP Kepulauan Seribu juga disampaikan oleh Juru Bicara Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo, Cucu Ahmad Kurnia. Ia mengatakan, tidak mungkin ada sekitar 870 anggota Satpol PP yang hilang atau tak diketahui rimbanya. Seluruh personel yang dikerahkan telah kembali ke rumah masing-masing kecuali yang terluka dan tewas.
Dalam penertiban yang berujung kerusuhan itu, tiga orang anggota Satpol PP tewas dan telah dimakamkan. Sebagian anggota sempat diselamatkan melalui jalur laut dengan kapal.Dugaan akan banyaknya kelompok mafia pajak bukan sekadar isapan jempol. Bambang Heru Ismiarso, atasan Gayus Tambunan, akhirnya buka suara. Mantan direktur Keberatan dan Banding Ditjen Pajak itu menyebut, masih banyak mafia pajak selain Gayus.
"Itu tadi (kemarin, Red) disebutkan Pak Bambang di rapat panja, masih banyak Gayus lain yang berkeliaran di sana (Ditjen Pajak, Red)," ujar Ketua Panja Perpajakan Komisi XI DPR Melchias M. Mekeng setelah rapat tertutup di komisi XI kemarin (15/4).
Menurut Mekeng, mafia lain seperti Gayus sangat mungkin ada. "Apalagi, Gayus lebih sering bermain di luar (institusi Ditjen Pajak, Red). Dia bermain di Pengadilan Pajak," papar dia.
Sebelumnya, saat rapat terbuka, Bambang mengakui bahwa mekanisme pengawasan di direktorat keberatan dan banding memang lemah. Dalam kasus yang melibatkan Gayus, dia tidak memiliki sistem untuk mendeteksi apakah Gayus berkolusi atau berkongkalikong dengan wajib pajak (WP) perusahaan yang kasusnya diproses di Pengadilan Pajak. "Kalau (aksi mafia pajak, Red) itu dilakukan di Pengadilan Pajak, kami tidak bisa mendeteksi," terangnya.
Seperti diketahui, sejak awal hingga pertengahan 2007, Gayus bertugas di subdirektorat bidang keberatan pajak. Di tempat tersebut, Gayus menangani 17 kasus keberatan. Sebanyak 15 belas kasus di antaranya ditolak sehingga WP perusahaan harus membayar pajak sesuai dengan hitungan Ditjen Pajak. Jika tidak puas dengan putusan tersebut, WP mengajukan banding melalui Pengadilan Pajak.
Selanjutnya, sejak pertengahan 2007 Gayus pindah ke subdirektorat banding. Di tempat itu dia menangani 51 kasus. Hasilnya, untuk 41 kasus di antaranya, Ditjen Pajak kalah di Pengadilan Pajak. Saat mewakili Ditjen Pajak di Pengadilan Pajak itulah Gayus berkolusi dengan WP. Artinya, dia justru memberikan celah kepada WP agar bisa menang di Pengadilan Pajak.
Sebagai imbalan, Gayus mendapatkan uang sogokan dari perusahaan tersebut. Salah satu yang sudah terbukti adalah sogokan Rp 370 juta dari PT Megah Citra Jaya Garmindo, sebuah perusahaan yang kini beperkara di Pengadilan Pajak.
Bambang menjelaskan sejak 2007 mencium potensi pelanggaran anak buahnya saat beperkara di Pengadilan Pajak. Karena itu, saat itu dia mengajukan permohonan kepada Pengadilan Pajak agar diberi akses court sign kepada panitera yang mencatat proses di pengadilan banding.
"Tujuannya, kami bisa tahu bagaimana kinerja petugas kami. Misalnya, apa saja argumen dia dan wajib pajak di pengadilan. Dengan begitu, kami bisa tahu kenapa banding wajib pajak akhirnya dimenangkan. Sebab, kami khawatir, yang diomongkan oleh petugas kami tidak sesuai dengan yang seharusnya sehingga kami kalah. Tapi, sejak 2007 permintaan kami tidak pernah dikabulkan. Mereka bilang, nanti lah," paparnya.
Menurut Mekeng, mekanisme pengawasan internal di direktorat keberatan dan banding memang menjadi salah satu titik lemah yang harus segera dibenahi. Meski tidak bisa mengontrol yang dilakukan oleh Gayus di Pengadilan Pajak, jelas dia, mestinya Bambang sebagai atasan bisa melakukan mekanisme kontrol lain. "Intinya, sebagai atasan, dia harus ikut bertanggung jawab," ujarnya.
Anggota Komite Pengawas Perpajakan yang juga Irjen Kementerian Keuangan Hekinus Manao menambahkan, mekanisme checks and balances atas kinerja petugas pajak saat beperkara di Pengadilan Pajak menjadi salah satu fokus pembenahan. "Kami akan coba susun agar lemahnya pengawasan tersebut bisa ditutup," ucap dia.
Sementara itu, informasi yang dihimpun koran ini menyebutkan, sudah ada gelar perkara antara Polri dan Kejagung terkait kasus makelar kasus itu. Bahkan, seperti yang pernah disampaikan Jaksa Agung Hendarman Supandji, dugaan keterlibatan jaksa cukup kuat. Sebelumnya, Hendarman mengistilahkan keterlibatan itu dengan ''baunya ada''.
Hasil eksaminasi yang ditindaklanjuti oleh pemeriksaan fungsional jajaran pengawasan Kejagung juga telah menjatuhkan sanksi ke¬pada dua jaksa senior, Cirus Si¬naga dan Poltak Manulang. Yakni, pem¬b¬ebasan dari jabatan struktural. Cirus adalah ketua tim jaksa peneliti perkara Gayus yang kini menjabat asisten pidana khusus (Aspid¬sus) Kejati Jateng. Sedangkan Poltak saat penanganan perkara Gayus menjabat direktur pra penuntutan pidana umum dan kini dicopot da¬ri posisi kepala Kejati Maluku. ''Tapi, ini persoalan pem¬buktian. Jadi harus kuat,'' kata sumber Jawa Pos.
Terkait pembuktian adanya aliran dana yang masuk ke kantong jaksa dalam penanganan perkara Gayus, Kejagung terus menelusuri. Tidak hanya berkoordinasi dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Kejagung juga meminta laporan dari institusi pimpinan Yunus Husein itu.
''Kami minta segera jawaban secara tertulis dari PPATK tentang dugaan aliran itu,'' kata Kapuspenkum Kejagung Didiek Darmanto kemarin (15/4).
Periksa Hakim
Komisi Yudisial kemarin (15/4) memeriksa hakim di Pengadilan Negeri Tangerang Muhtadi Asnun. Ketua PN Tangerang itu diperiksa terkait vonis bebas murni (vrijspraak) kasus penggelapan pajak dengan terdakwa Gayus Halomoan Tambunan.
Pemeriksaan selama dua jam tersebut dilakukan tiga komisioner KY. Yakni, Ketua KY Busyro Mu¬qoddas, Wakil Ketua KY Soekotjo Soeprapto, serta Komisioner Bidang Pengawasan Kode Etik dan Keluhuran Martabat Hakim Zainal Arifin.
Zainal tidak menyebutkan jum¬lah pertanyaan yang diajukan ke¬pada Asnun. Namun, kesimpulan sementara KY, Asnun tidak mem¬beberkan semua fakta dan keterangan yang perlu diberikan. ''Se¬dikit-sedikit. Masih ada yang di¬tutup-tutupi,'' ujarnya.
Karena itu, KY akan memanggil dua hakim anggota yang me¬nyidangkan kasus tersebut untuk mengklarifikasi keterangan Asnun. Kesimpulan bersalah tidaknya tiga hakim tersebut masih harus menunggu selesainya seluruh pemeriksaan.
Majelis hakim PN Tangerang pada 15 Maret lalu menjatuhkan vonis bebas murni kepada Gayus. Mantan pegawai eselon IIIA Ditjen Pajak yang diketahui me¬miliki rekening hingga Rp 28 mi¬liar itu disebut-sebut mantan Kabareskrim Susno sebagai markus pajak.(Jawa Pos)Gayus Tambunan bukan hanya menyorot perhatian karena aksi penggelapan uang pajak berjumlah milyaran rupiah yang ia lakukan. Ia juga bukan saja dikenal karena pelariannya ke Singapuran. Gayus kini menjadi buah bibir hakim yang ia suap untuk memuluskan perkaranya menggunakan uang suap untuk biaya umroh ke rumah Allah.
Hakim Muhtadi Asnun yang mengakui telah menerima Rp 50 juta dari Gayus HP Tambunan mengatakan bahwa uang suap itu ia gunakan untuk menambah biaya umroh ke Tanah Suci. Demikian dijelaskan oleh Ketua Komisi Yudisial (KY) Busyro Muqoddas di Jakarta, Sabtu (17/4/2010), seperti dilaporkan oleh Kompas.
Penegasan senada disampaikan anggota KY Soekotjo Soeparto. Ditegaskan Soekotjo, uang diserahkan Gayus langsung ke rumah Muhtadi Asnun, diantar panitera Pengadilan Negeri (PN) Tangerang berinisial IK, sehari sebelum vonis bebas murni dibacakan pada 15 Maret 2010. Usai memvonis, Muhtadi yang juga Ketua Pengadilan Negeri (PN) Tangerang itu pergi umroh. Dalam pemeriksaan di KY, M Asnun mengaku menyesali semua perbuatannya.
Busyro menambahkan, KY tidak begitu saja percaya dengan omongan Muhtadi bahwa hanya dirinya yang menerima uang. "Hari Senin kami periksa dua hakim anggota lainnya," tegas Busyro. Kedua hakim anggota perkara ini adalah Haran Tarigan dan Bambang Widyatmoko.
Sementara itu, Mabes Polri menyatakan akan berkoordinasi dengan Komisi Yudisial untuk mendalami pengakuan Muhtadi Asnun, ketua majelis hakim perkara Gayus Halomoan Tambunan. Pasalnya, Muhtadi mengaku "hanya" terima Rp 50 juta dari perkara miliaran rupiah yang akhirnya ia putus bebas itu.
Kepala Divisi Humas Mabes Polri, Irjen Edward Aritonang, memastikan, pihaknya akan menindak semua yang terlibat dalam praktik mafia kasus terkait uang Rp 28 miliar di rekening Gayus.
Siapakah Muhtadi Asnun? Kompas menjelaskan bahwa Asnun mengawali karirnya sebagai hakim pada 1988 di Pengadilan Negeri Tahuna, Manado, Sulawesi Utara. Berselang tiga tahun, dia kemudian dimutasi ke PN Limboto, Gorontalo.
Pada tahun 2000, Asnun menginjakkan kakinya di Pulau Jawa. Dia bertugas di PN Banyuwangi, Jawa Timur hingga tahun 2003. Selanjutnya, Asnun masuk ibukota, DKI Jakarta dengan bertugas di PN Jakarta Timur.
Asnun mendapat promosi menjadi Wakil Ketua PN saat bertugas di PN Tuban, Jawa Timur pada 2003. Bertahan selama dua tahun, Asnun naik jabatan menjadi Ketua PN Tarakan, Kalimantan Timur.
Tahun 2007, Asnun turun jabatan dengan menjabat Wakil Ketua PN Samarinda, Kalimantan Timur. Namun posisi itu tidak berlangsung lama. Selang setahun, dia kembali menjabat sebagai Ketua PN di PN Tanjung Karang, Lampung.
Dari sana, dia pindah ke PN Tangerang dan resmi bertugas dan menjabat sebagai Ketua PN Tangerang, Banten pada 30 Juli 2009. Dan, bisa jadi, dari sinilah karirnya tamat.(irib indonesia,berbagai sumber)
0 comments to "Balada Negaraku....."