Home , � Manuver Nabi Besar V Dimulai

Manuver Nabi Besar V Dimulai

Sungai Nil; Arogansi Mesir Terhadap Negara-Negara Miskin

Kepemilikian 85 persen Mesir atas air sungai Nil yang menjadi urat nadinya membuat Kairo menentang keras permintaan pembagian air sungai Nil secara adil oleh 5 negara Afrika.

Sebagaimana dilaporkan Situs Middle East, baru-baru ini 5 negara Afrika meminta kepada Mesir untuk meninjau ulang masalah pembagian air sungai Nil dan berharap masalah ini dilihat lebih adil lagi.

Permintaan ini direaksi keras oleh Kairo dan menyebut masalah ini punya hubungan dengan keamanan nasional negaranya. Untuk itu, Kairo memutuskan menolak setiap bentuk rencana soal pembagian baru air sungai Nil dan menilainya sebagai hak historisnya.

Mohammed Allam, Menteri Sumber Daya Air Mesir kemarin (Rabu, 21/4) pasca pertemuan dengan para menteri Mesir menyatakan, Mesir menilai masalah air sungai Nil sebagai bagian dari keamanan nasionalnya dan tidak akan mengizinkan satu negara pun menjadi rintangan dalam masalah ini."

Pernyataan Menteri Sumber Daya Air Mesir ini secara implisit mengindikasikan adanya serangan militer bila ada negara yang coba-coba mencampuri masalah ini. Mohammed Allam bahkan menegaskan, "Bila negara-negara yang dilalui sungai Nil mengambil langkah sepihak mengurangi sumber air Mesir, maka Mesir akan mengambil tindakan guna melindungi kepentingan nasionalnya."

Sementara itu, negara-negara tetangga Mesir yang dilalui air sungai Nil dalam pertemuan dengan Mesir di Sharm al-Sheikh belum menemui kesepakatan soal pembagian air sungai Nil yang lebih adil.

Sumber-sumber terpercaya menyebutkan kegagalan mencapai kesepakatan itu diakibatkan penolakan Mesir dan Sudan terkait peninjauan ulang pembagian sumber daya air sungai Nil.

Ethiopia, Tanzania, Uganda, Kenya dan Kongo merupakan 5 negara yang memrotes nota kesepakatan sebelumnya di bidang pembagian air sungai Nil dan kini menuntut dilakukannya peninjauan ulang soal masalah ini.

Perlu diketahui, Mesir dan Sudan tahun 1959 dalam sebuah nota kesepakatan bilateral membagi sungai Nil dan berdasarkan kesepakatan tersebut Mesir memiliki bagian 85 persen dari air sungai Nil. Di sini, saham Sudan sendiri tidak berarti apa-apa dibanding Mesir.

Sungai Nil merupakan sungai terpanjang di dunia. Sungai ini terletak di Timur Laut Afrika dan menjadi urat nadi Mesir. Sungai ini melewati negara-negara seperti Uganda, Sudan dan Mesir yang bermuara ke Laut Mediterania.

Namun dengan memperhatikan sumber air sungai Nil dari Afrika tengah dan dari negara-negara seperti Ethiopia, Uganda dan Kenya, negara-negara ini mampu mengambil langkah-langkah untuk membatasi sumber air sungai Nil dan itu berarti pengurangan sumber daya air bagi Mesir.

Masalah ini telah membunyikan lonceng tanda bahaya dimulainya perang di benua Afrika.(IRIB/SL/22/4/2010)


Tak Kunjung Diterima, Iran Rencanakan Produsi Rudal Mirip S-300 Rusia







Rudal produksi domestik Iran mirip S-300 milik Rusia

Menteri Pertahanan Republik Islam Iran, Brigadir Jenderal Ahmad Vahidi menyatakan akan merencanaan produksi rudal defensif yang mirip dengan S-300 milik Rusia.

Rabu (21/4) Brigjen Vahidi menyatakan, "Kami tidak ingin memproduksi S-300, namun kami berencana memproduksi persenjataan yang mirip dengan S-300."

Ia juga menekankan bahwa Iran telah mengembangkan sebuah sistem pertahanan udara jarak menengah.

"Seluruh komponen sistem tersebut diproduksi di dalam negeri," tambahnya.

Vahidi menjelaskan bahwa sistem pertahanan itu memiliki tiga radar dan sebuah rudal produksi domestik yang memiliki tingkat kelincahan tinggi dan mampu mencapai target hingga lebih dari 40 kilometer."

Di hari yang sama, Duta Besar Iran untuk Rusia, Seyyed Mahmoud-Reza Sajjadi, menyatakan kepada kantor berita Mehr, "Para pejabat Rusia tetap komitmen pada kesepakatan mereka (S-300) dengan Iran." (IRIB/MZ/22/4/2010)

Friksi Pasca Pemilu Kian Mengaburkan Pembentukan Pemerintah Irak








Dari kiri; Ammar Hakim, Iyad Allawi, Nouri al-Maliki

Meski persetujuan Komisi Tinggi Pemilu Irak terhadap penghitungan ulang suara pemilu di Baghdad akan mengubah perolehan suara dan pembagian kursi di parlemen, namun friksi terkait calon perdana menteri semakin mengaburkan prospek proses pembentukan pemerintah baru di negara ini.

Jurubicara Koalisi Negara Hukum, Hajem al-Hasani dalam jumpa persnya menyatakan, hasil pemilu yang telah diumumkan sebelumnya akan mengalami perubahan cukup signifikan menyusul penghitungan suara ulang di Baghdad.

Komisi Tinggi Pemilu Irak Selasa (20/4) memulai penghitungan suara ulang secara manual di Baghdad dan karena itu, pengumuman hasil akhir penghitungan suara pemilu parlemen Irak tertunda tujuh hingga 10 hari.

Koalisi Negara Hukum pimpinan Perdana Menteri Irak Nouri al-Maliki, pada pemilu kedua pasca tumbangnya rezim Baath, untuk sementara merebut 89 kursi. Sejak diumumkannya hasil penghitungan suara, al-Maliki menolak hasil tersebut seraya mengajukan bukti-bukti adanya kecurangan dalam penghitungan suara yang menguntungkan kelompok tertentu (yang dimaksud adalah al-Iraqiya, pimpinan Iyad Allawi). Bukti-bukti tersebut diserahkan kepada Pengadilan Tingi Federal Irak

Sebelum penghitungan ulang di Baghdad, pengumuman hasil pemilu langsung disambut hangat Amerika Serikat. Komisi pemilu juga menolak tuntutan al-Maliki soal penghitungan ulang tersebut. Bahkan Duta Besar Amerika untuk Irak, Christoper Hill, ikut menentang penghitungan ulang suara pemilu parlemen.


Munculnya Ancaman Perang Saudara

Iyad Allawi pemimpin kubu al-Iraqiya, berdasarkan hasil penghitungan suara yang diumumkan oleh komisi pemilu memperoleh 91 kursi dan berhak membentuk pemerintahan baru. Allawi secara tegas menolak penghitungan ulang.

Sebelum pemilu digelar, Allawi melakukan kunjungan kontroversial ke Arab Saudi dan bertemu dengan Raja Abdullah bin Abdul Aziz. Menurut sebagian pejabat Irak, Allawi mendapat dukungan finansial dan media dari Arab Saudi dan sejumlah
negara Arab.

Mereaksi kabar begabungnya Aliansi Nasional Irak dan Negara Hukum demi mencapai suara mayoritas, Allawi memperingatkan bahwa tidak melibatkan al-Iraqiya dalam pemerintahan mendatang berarti perang etnis. Melalui ancaman tersebut, Allawi berupaya menggagalkan koalisi dua kubu rivalnya itu.

Mahmoud Utsman, anggota senior Aliansi Kurdistan mengomentari ancaman Allawi itu dan menilai ancaman-ancaman seperti itu merusak proses demokrasi di Irak. Dikatakannya, meski permintaan kubu Allawi untuk ikut serta dalam pemerintahan mendatang adalah permintaan sah, namun jika seandainya tidak terealisasi, mereka (kubu Allawi) tidak berhak mengumbar ancaman perang etnis.

"Ancaman kubu Allawi itu sama halnya dengan pemaksaan terhadap kelompok-kelompok politik di negara ini."

Menyinggung sikap kontradiktir antara Allawi dan al-Maliki, Utsman menegaskan, "Jika kondisi ini berlanjut atau dialog membentur jalan buntu, maka kompromi merupakan solusi terbaik untuk menyelesaikan friksi politik yang ada. Namun hal ini akan melemahkan kinerja pemerintahan mendatang."

"Lebih baik solusinya dirumuskan berdasarkan undang-undang dasar dan agar semua pihak menunggu pengumuman hasil akhir pemilu sebelum berunding, karena perbedaan dua kursi antara koalisi Negara Hukum dan al-Iraqiya akan berubah jika ternyata protes dari kubu al-Maliki diterima. Dengan demikian perimbangan politik yang ada saat ini juga akan berubah," tegas Utsman.

Friksi Lain

Meski penghitungan ulang suara di Baghdad yang dilakukan secara manual belum selesai, dan hasil akhirnya pun masih harus menunggu persetujuan dari Pengadilan Federal, namun muncul friksi lain antarkubu bersaing soal pihak yang berhak mengajukan kandidat perdana menteri.

Dalam hal ini, al-Iraqiya pimpinan Allawi berpendapat bahwa pihaknya berhak mengajukan kandidat perdana menteri, mengingat kubunya menang dalam pemilu. Padahal berdasarkan undang-undang dasar, fraksi terbanyak di parlemen yang berhak mencalonkan perdana menteri dan membentuk pemerintah, bukan kelompok yang menang dalam pemilu.

Di lain pihak, kubu Sadr yang memperoleh 40 kursi dari total 70 kursi dalam Aliansi Nasional Irak pimpinan Ammar Hakim, secara tegas menentang pencalonan diri al-Maliki untuk kedua kalinya. Kubu ini bahkan menentang pencalonan diri Allawi.

Kelompok Sadr menekankan pembentukan sebuah aliansi yang mencakup semua kelompok politik termasuk al-Iraqiya, Koalisi Negara Hukum, dan seluruh kelompok pemenang pemilu.

Adapun keengganan kelompok Sadr mendukung pencalonan diri al-Maliki atau Allawi, sejalan dengan pernyataan Sayyid Ammar Hakim, pemimpin Aliansi Nasional Irak, yang menilai kecil kemungkinan pemilihan kembali al-Maliki atau Allawi. Alasan inilah yang melandasi tertangguhkannya penggabungan dua koalisi besar yaitu Negara Hukum dan Aliansi Nasional Irak.

Boleh dikata, kondisi politik Irak saat ini sangat genting dan semua pihak saling berhati-hati mengambil langkah dan keputusan. Sedikit kekeliruan diperkirakan akan menimbulkan bencana besar bagi bangsa Irak. (IRIB/MZ/22/4/2010)

Manuver Nabi Besar V Dimulai

Manuver Nabi Besar V Pasukan Garda Revolusi Islam Iran (Pasdaran) dimulai hari ini (22/4) di perairan bebas Teluk Persia.

Pada tahap awal manuver ini, Pasdaran mengerahkan 313 unit perahu cepat pelontar roket dan rudal, identifikasi, dan penyergap. Ini hanya sebagian kecil dari kekuatan laut kawasan satu Pasdaran.

Pada tahap ini, perahu-perahu cepat Pasdaran yang mampu mengelak deteksi radar dan memiliki daya penghancur tinggi tersebut, menyerang musuh bayangan. Desain perahu-perahu tersebut memudahkan pelatihan personil militer dengan sangat cepat dan di segala lokasi.

Salah satu perahu andalan pasukan Pasdaran dalam manuver tahap pertama ini adalah perahu super-cepat "Ya Mahdi." Perahu tempur ini mampu mengejar target secara pintar dan dapat menyerang targetnya dari posisi yang tidak terjangkau radar musuh.

Perahu ini telah diproduksi secara massal oleh Pasdaran.(IRIB/MZ/22/4/2010)

0 comments to "Manuver Nabi Besar V Dimulai"

Leave a comment