Riwayat Teluk Persia (1)
Dalam beberapa tahun terakhir ini, sejumlah kalangan media berusaha memanipulasi kenyataan regional dengan cara memalsukan nama Teluk Persia. Langkah itu sengaja mereka lakukan untuk mencapai ambisi imperialismenya.
Tulisan kali ini akan mengulas secara berseri dan mendalam soal Riwayat Teluk Persia. Dalam artikel ini anda akan diajak untuk mengenal sejarah dan bukti-bukti kuat akan keaslian nama Teluk Persia. Selain itu kami akan beberkan pula beragam upaya sebagian pihak yang ingin memalsukan nama Teluk Persia serta latar belakang di balik upaya tersebut.
Sejak dulu, Teluk Persia terbilang sebagai salah satu kawasan dunia yang paling penting. Di masa lalu, Teluk Persia dikenal sebagai jalur utama perdagangan dunia dan jalur sutra laut. Dengan ditemukannya cadangan minyak yang begitu besar di negara-negara sekitar Teluk Persia dan laut Oman kian menambah nilai penting dan strategis kawasan tersebut. Bahkan pada tahun 1904 Halford Mackinder, pakar geografi dan teorisian terkenal Inggris di bidang ilmu geo-politik menyebut Teluk Persia sebagai heartland atau jantung dunia. Penamaan itu membuktikan betapa pentingnya posisi Teluk Persia sebagai urat nadi perdagangan dunia dan jalur strategis untuk mencapai salah satu kawasan terpenting dunia yaitu Timur Tengah. Sejatinya, penggunaan nama Teluk Persia, Teluk Fars atau Persian yang dicatat oleh sejarah sejak ribuan tahun lalu merupakan bukti lain akan adanya peradaban agung dalam sejarah peradaban dunia di sekitar wilayah tersebut.
Para pakar geologi meyakini bahwa sekitar 500 ribu tahun lalu, bentuk awal Teluk Persia terbentuk di pesisir daratan selatan Iran. Dengan berjalannya waktu, Teluk Persia pun menemukan bentuknya yang sekarang setelah melewati beragam perubahan struktur internal dan eksternal bumi. Usia nama Teluk Persia begitu tuanya sampai-sampai sejumlah kalangan menyebut wilayah tersebut sebagai tanah kelahiran peradaban manusia. Masyarakat purba di kawasan ini tergolong sebagai komunitas pertama yang menemukan metode pelayaran dan pembuatan kapal. Dengan penemuannya itu mereka menghubungkan barat dan timur. Di sepanjang sejarah, Teluk Persia selalu menjadi bagian tak terpisahkan wilayah Iran dan dikuasai oleh bangsa Iran. Dalam catatan sejarah, sejak dulu kawasan tersebut telah dikenal dengan sebutan Teluk Persia, Teluk Ajam, ataupun Laut Persia.
Sebagaimana yang telah disebutkan, Teluk Persia merupakan kawasan yang sangat tua. Begitu juga dengan nama kawasan tersebut. Nama Teluk Persia terbilang sebagai salah satu nama bersejarah yang sejak berabad-abad lalu telah digunakan dalam beragam dokumen, bukti kontrak, dan catatan sejarah bangsa-bangsa lainnya. Baik itu oleh bangsa Persia sendiri, bangsa Arab, Turki, India, maupun bangsa Eropa.
Di sebagian besar dokumen sejarah, buku-buku geografi maupun ensiklopedia besar dunia, menyebut kawasan perairan selatan Iran yang dimulai dari muara sungai Arvand hingga selat Hormuz dengan nama Teluk Persia. Hingga kini, para sejarawan, pakar geografi maupun para arkeolog dunia menyebut kawasan tersebut dengan sebutan Teluk Persia, Teluk Ajam atau juga laut Persia. Para sejarawan berpendapat, pada masa kekuasaan emperium Median, Teluk Persia dikenal dengan sebutan laut Erithrea atau laut Persia. Nama itu Erithrea diambil dari nama laksamana Iran, Erythros yang berhasil menguasai seluruh kawasan Teluk Persia. Di masa itu, nama laut Persia selalu disandingkan dengan nama besar Erythros, karena dia telah berjasa besar menjadikan pulau-pulau terlupakan di wilayah tersebut menjadi kawasan yang bisa dihuni.
Teluk Persia sebagai salah satu jalur perdagangan dan distribusi minyak terpenting di dunia memiliki ikatan erat dengan posisi Iran. Kendati telah banyak bukti sejarah yang mengokohkan nama sebenarnya kawasan perairan selatan Iran dengan nama Teluk Persia, namun dalam beberapa tahun belakangan terdapat sejumlah kalangan yang berusaha menghapus nama Teluk Persia dan menggantinya dengan nama lain. Tentu saja upaya amoral dan bertentangan dengan aturan internasional itu sejatinya merupakan penipuan terhadap opini masyarakat dunia.
Melihat kenyataan ini, sebenarnya dari manakah langkah tersebut bermula dan apa tujuan di balik upaya tersebut? Pertanyaan ini akan kita jawab dan bedah secara detail dalam rangkaian acara Riwayat Teluk Persia. Untuk mengkaji masalah ini, kita juga akan merujuk pada berbagai bukti dan dokumen sejarah dari beragam versi, baik dari sumber Iran, Eropa maupuan negara-negara Arab serta dari pelbagai dokumen PBB, hasil penelitian lembaga-lembaga riset terpandang internasional dan juga para penerbit atlas geografi dunia.
Salah satu metode untuk mengenal realitas di setiap bidang adalah dengan cara melakukan telaah dan penelitian mengenai latar belakang sejarah dari obyek penelitian lewat metode ilmiah yang bebas dari tendensi subyektif. Karena sebelum kita mengkaji lebih jauh beragam bukti tentang keaslian nama Teluk Persia, terlebih dahulu kamu mengajak Anda mempelajari kajian pengantar mengenai bagaimana terbentuknya nama daratan, laut, sungai, dan gunung. Beragam bukti dan dokumen yang kami paparkan untuk mengokohkan keaslian nama Teluk Persia dalam acara ini merupakan bukti-bukti valid yang telah dikumpulkan dari pelbagai sumber Iran maupun bukti-bukti terpercaya yang dihimpun oleh para ilmuan Barat.
Umumnya, penamaan suatu kawasan, laut, sungai, dan gunung yang dilakukan oleh para penulis geografi di masa lalu sering menggunakan nama-nama kawasan di sekitarnya dan pengaruh suatu budaya dan peradaban yang berpengaruh di sana. Begitu juga dengan nama marga, kabilah, atau suku di setiap wilayah biasanya selalu berkaitan erat dengan nama kawasan yang mereka tempati. Sebagian besar nama sungai dan laut diambil dari warna aliran sungai ataupun permukaan laut. Sebagian lagi diambil dari nama negara atau wilayah yang berada di dekat atau di sekitarnya. Contoh cara penamaan semacam itu bisa kita temui dalam nama lautan Hindia, Teluk Meksiko, Laut Cina Selatan, Laut Kaspia, dsb.
Atas dasar itulah, bangsa Romawi dan Yunani kuno untuk pertama kalinya menemui perairan selatan Iran dengan nama laut Persia. Karena seperti kita ketahui, di masa lalu Iran dikenal dengan sebutan Persia. Dalam penamaan semacam itu, terdapat banyak konsep dan artian yang menunjukkan pengaruh pelbagai faktor yang berperan penting dalam penamaan suatu kawasan. Tentu saja hal semacam itu merupakan salah satu perhatian utama para ahli geografi dan ilmuan di masa lalu. Dengan demikian, faktor-faktor temporer semacam aksi penjajahan, perubahan politik, dan perang tidak akan bisa begitu saja mengubah sejarah dan identitas suatu negeri atau kawasan serta mengabaikan jati diri historis yang melatarinya.
Sebagaimana kita ketahui bersama, kajian mengenai latar belakang penamaan Teluk Persia mempunyai landasan ilmiah dan sejarah yang kuat.(sumber:http://www.alqoimkaltim.com)
Teluk Persia menjadi begitu penting bukan hanya karena mengandung seperempat cadangan bahan bakar fosil dunia namun juga lantaran letaknya yang begitu strategis. Perairan di selatan Iran ini merupakan jalur utama perdagangan dunia yang menghubungkan barat dan timur. Karena itulah kawasan Teluk Persia selalu menjadi incaran serangan kekuatan penjajah di sepanjang sejarah. Posisi geo-politik dan geo-ekonomi Teluk Persia yang demikian sensitif ini mendorong para penguasa dan kekuatan penjajah bertarung untuk menguasai kawasan tersebut.
Kira-kira sejak 350 tahun yang lalu, negara-negara Eropa mulai mengincar Teluk Persia. Sebelum masuknya Inggris ke kawasan ini, orang-orang Portugis sudah terlebih dahulu menjejakkan kaki di Teluk Persia guna merealisasikan ambisi penjajahannya. Adanya peninggalan sejumlah benteng portugis di kawasan Teluk Persia merupakan bukti akan kehadiran aksi penjajahan mereka di masa lalu.
Posisi geo-politik Teluk Persia yang demikian strategis menjadikannya sebagai jantung dunia. Pasalnya, jalur utama perdagangan Eropa pada abad ke-15 mau tak mau mesti melewati kawasan tersebut. Faktor inilah yang membuat posisi Teluk Persia menjadi amat penting sejak dahulu. Faktor lainnya yang membuat posisi Teluk Persia menjadi sangat vital adalah lantaran adanya persaingan internal di antara negara-negara Eropa sejak akhir abad ke-15. Portugis, Belanda, Perancis, dan Rusia, masing-masing berusaha menjadikan Teluk Persia sebagai salah satu sasaran utama yang wajib mereka rebut dalam skenario penjajahannya. Adanya pulau-pulau semacam pulau Hormuz dan Qeshm di Teluk Persia menjadikan wilayah tersebut makin diperhitungkan posisinya oleh para pedagang Eropa sejak awal abad ke-4.
Menyusul terbentuknya imperium Ottoman yang meliputi sebagian besar wilayah Turki, Suriah, selatan Balkan, Laut Hitam, Mesir, dan Saudi Arabia serta terputusnya jalan perhubungan Eropa ke Timur di kawasan tersebut, mendorong orang-orang Eropa mengincar Teluk Persia dan memanfaatkan kepulauan Iran di teluk tersebut sebagai jalur perdagangan yang aman untuk masuk ke kawasan Timur Tengah. Di masa itu, awalnya orang-orang Portugis berlayar lewat jalur baru melalui ujung selatan benua Afrika yang dikenal dengan sebutan Tanjung Harapan. Dari sana mereka bisa menemui samudera Hindia dan menuju Teluk Persia dan pulau Hormuz melewati selat al-Mandab.
Pada pertengahan abad ke-16, orang-orang Belanda pun berhasil menjejakkan kakinya di perairan Teluk Persia. Mereka berharap bisa mengais untung besar-besaran dari hasil perdagangan dengan dunia Timur. Untuk mengejar ambisinya itu, mereka tak segan-segan untuk bersaing dan berperang dengan para pedagang Inggris. Namun persaingan itu justru mengokohkan kembali pengaruh penjajah Inggris di Teluk Persia pada abad ke-17.
Hingga sekitar 100 tahun pasca kehadiran Portugis di pulau Hormuz, perdagangan di Teluk Persia berada di tangan orang-orang Portugis. Perdagangan luar negeri Iran pun mengalami kemorosotan tajam lantaran jalur perdagangan dari India beralih melalui pulau Hormuz, Tanjung Harapan, dan samudra Atlantik. Namun di masa pemerintahan dinasti Safavi, negara-negara Eropa kembali menjalin hubungan perdagangan dan ekonomi dengan Iran. Di masa itu, para pedagang Eropa mendirikan pusat-pusat perniagaan di pesisir India dan memusatkan perhatiannya ke pulau-pulau di kawasan Teluk Persia. Karena itulah, perusahaan-perusahaan perdagangan Belanda dan Inggris serta pangkalan perdagangannya di kawasan Teluk Persia, seperti di Bandar Jask, Bandar Abbas, Bandar Khark, dan Bushehr saling bersaing merebut pengaruh. Meski demikian, nama Teluk Persia tak juga berubah.
Pada masa pemerintahan dinasti Qajar yang bersamaan dengan berlangsungnya perang antara Iran dan Rusia di utara Iran, Rusia pun berusaha menguasai perairan hangat di Teluk Persia. Perebutan itu terus berlangsung seiring dengan rangkaian perubahan kekuasaan yang terjadi di dalam negeri Iran. Namun yang patut diperhatikan adalah nama keberadaan nama Teluk Persia yang tidak berubah meski terjadi berbagai gejolak politik yang melatarinya di masa itu. Kendati demikian, justru di masa itulah, di saat Teluk Persia menjadi ajang persaingan kekuatan penjajah, pelbagai konspirasi terbesar bermunculan bahkan jejaknya masih membekas sampai sekarang. Salah satu contoh dari konspirasi tersebut adalah upaya Inggris untuk mengganti nama Teluk Persia.
Sampai kini ada banyak buku dan makalah yang membicarakan tentang Teluk Persia dan nama teluk tersebut dari berbagai pandangan. Namun sebagian besar buku yang membicarakan masalah tersebut ditulis oleh para penulis asing, khususnya orang-orang Inggris. Hal itu wajar, sebab bangsa Inggris pernah menguasai kawasan Teluk Persia selama beberapa abad. Karena itu, mereka berusaha keras menyembunyikan kenyataan yang sebenarnya dan mengganti nama asli Teluk Persia dengan sebutan lain. Sebagian besar laporan dan pidato para pejabat Inggris di kawasan Timur Tengah, hanya menyebut Teluk Persia dengan nama Teluk. Padahal nama Teluk Persia merupakan nama asli yang sebenarnya yang telah dicatat oleh sejarah.
Sir Charles Bellgrave yang menjabat sebagai wakil pemerintahan Inggris di Teluk Persia sejak tahun 1926 sampai 1957 menerbitkan sebuah buku pada tahun 1966. Dalam bukunya itu ia banyak merunut pada catatan Sir Francis Erskine Loch, salah seorang wakil pemerintahan asing lainnya yang ditugaskan di Teluk Persia. Hampir 30 tahun Bellgrave memotori politik penjajahan Inggris di kawasan Teluk Persia. Dia juga memiliki permusuhan dengan orang-orang Iran. Dialah yang pertama kali secara terang-terangan menggunakan nama Teluk Arab sebagai ganti Teluk Persia. Upaya itu sengaja ia lakukan untuk meraih ambisi kolonialisme Inggris di kawasan.
Dalam bukunya itu, Bellgrave mengklaim, "Teluk Persia disebut Teluk Arab oleh orang-orang Arab...". Dengan demikian, Inggris sejak itu berusaha melontarkan upaya baru menyelewengkan sejarah kawasan Timur Tengah sehingga politik adu-domba mereka di kawasan bisa makin mulus dengan memprovokasi bangsa Arab untuk mengubah nama Teluk Persia menjadi Teluk Arab.
Namun setelah mempelajari seluruh bukti dan dokumen sejarah membuktikan bahwa tak ada satupun naskah sejarah yang menggunakan nama Teluk Arab sebelum digunakannya nama itu oleh Charles Bellgrave. Hanya sebagian kecil penulis sejarah dan ahli geografi kuno yang menggunakan nama Teluk Arab, itupun sebagai nama lain Laut Merah, bukan Teluk Persia sebagaimana yang diklaim oleh Bellgrave. Di akhir masa jabatannya di Teluk Persia, Bellgrave menulis di majalah Sautul-Bahrain dan mengganti nama Teluk Persia dengan Teluk Arab. Namun pada 1955 dalam bukunya yang kedua berjudul "Selamat Datang ke Bahrain", Bellgrave menyebut nama asli Teluk Persia. Sekembalinya ke London pada tahun 1966 dalam bukunya tentang Teluk Persia, Bellgrave resmi mengaku bahwa orang-orang Arab ingin menamai Teluk Persia dengan sebutan Teluk Arab. Tentu saja, hal itu membuat penggunaan istilah palsu Teluk Arab makin dikenal luas di lingkungan media Arab. Bahkan ada sejumlah tokoh politik yang menggunakan nama Teluk Arab dalam penulisan dokumen resminya.
Aksi lainnya yang pernah dilakukan Ingggris adalah penggunaan nama Teluk Arab sebagai ganti Teluk Persia dalam sebuah artikel di koran Times cetakan London tahun 1992. Pasca kejadian itu, sejumlah negara-negara Arab menyambut hangat aksi tersebut dan mendorong kalangan media untuk mendukung upaya tersebut. Gerakan ini perlahan-lahan mulai muncul juga di kalangan para politisi Arab, sampai-sampai para tokoh seperti Abdul Karim Qasim di Irak , lantas Jamal Abdul Nasir di Mesir menunjukkan kecendrungannya menyelewengkan sejarah regional.
Pada tahun 1958, Abdul Karim Qasim dalam aksi kudeta di Irak mengklaim sebagai sebagai pemimpin dunia Arab dan memanfaatkan situasi regional di saat itu sembari menyebut Teluk Persia dengan nama palsu Teluk Arab. Dia juga berusaha menarik perhatian bangsa Arab dengan cara menunjukkan Iran sebagai musuh negara-negara Arab. Padahal jika ditelusuri lebih jauh, politik semacam itu sejatinya berakar dari politik penjajahan Inggris di Timur Tengah dan hal semacam itu pun tidak banyak mendapat dukungan di kalangan kaum terpelajar negara-negara Arab. Bahkan nama Teluk Arab yang diklaim Abdul Karim Qasim sempat mendapat sanggahan dari Universitas Baghdad di masa itu. Akhirnya pada tahun 1963 untuk pertama kalinya, komisi Liga Arab negara-negara Arab Teluk Persia menggunakan nama Teluk Arab dalam dokumen resminya. Menyusul setelah itu, Liga Arab memutuskan untuk menggunakan nama palsu Teluk Arab dalam buku pelajaran sekolah negara-negara anggota Liga Arab.(sumber:http://www.alqoimkaltim.com/)
Dalam pelbagai babak sejarah, Teluk Persia selalu menjadi perhatian dunia. Karena itulah nama Teluk Persia digunakan secara luas di sebagian besar buku-buku Barat, naskah-naskah berbahasa Arab, peta geografi dunia, catatan perjalanan, dan surat resmi pemerintahan Iran dengan negara-negara lainnya. Penggunaan nama Teluk Persia telah ada jauh berabad-abad sebelum munculnya Islam dan terus berlanjut sampai di era pemerintahan Islam dan munculnya negara-negara Arab di pesisir selatan Teluk Persia. Namun dengan masuknya kekuatan penjajah di Teluk Persia dan digelarnya strategi baru penjajahan, maka terbentuklah upaya untuk memalsukan sejarah Timur Tengah dan mengubah nama Teluk Persia dengan nama lain.
Dalam seri sebelumnya, kami telah paparkan upaya pertama kali yang dilakukan oleh Charles Bellgrave untuk mengubah nama Teluk Persia, seorang wakil pemerintahan Inggris di Teluk Persia di awal dekade 1960-an. Untuk pertama kalinya, Bellgrave dalam bukunya yang berjudul "Pesisir Bajak Laut" sebuah nama yang identik dengan kawasan selatan Teluk Persia, menyebut Teluk Persia dengan nama palsu Teluk Arab. Tak lama setelah itu, penggunaan istilah Teluk Arab pun mulai merebak luas di kalangan media bahkan lantas digunakan juga dalam penulisan dokumen resmi negara-negara kawasan Teluk Persia.
Kendati di masa itu pemerintahan Iran telah mengajukan protesnya terhadap pengubahan nama Teluk Persia dan menolak menerima dokumen yang menggunakan nama selain Teluk Persia, namun akibat ketergantungan politik dan lemahnya pemerintahan Iran, maka upaya semacam itu tak banyak berpengaruh. Di kala itu, imperium Inggris Raya mulai surut kebesarannya setelah mengalami kekalahan besar pasca Perang Dunia II. Pemerintahan Partai Buruh Inggris pun segera mengeluarkan perintah penarikan tentara Inggris dari negara-negara kawasan Teluk Persia. Sejak saat itu, kebijakan militeristik secara langsung Inggris di kawasan Timur Tengah digantikan posisinya oleh politik pecah-belah.
Upaya pengubahan nama Teluk Persia menjadi Teluk Arab ini pun akhirnya mendapat sambutan hangat sejumlah pemimpin negara-negara Arab yang kala itu gencar mendukung pemikiran nasionalisme Arab. Para pemimpin Arab di masa itu semacam Presiden Mesir, Jamal Abdel Nasser dan Presiden Irak, Abdul Karim Qasim memanfaatkan memontum tersebut dan memanfaatkannya untuk menarik dukungan gerakan nasionalisme dunia Arab. Upaya pengubahan nama Teluk Persia pun terus berlanjut sampai di tahun-tahun berikutnya, terutama di masa perang 8 tahun yang dipaksakan rezim Saddam terhadap Iran.
Langkah itu kemudian diteruskan oleh kalangan media lewat penerbitan peta dan atlas dunia yang menggunakan nama Teluk Arab. Aksi paling kentara dari upaya tersebut bisa kita lihat pada atlas hasil terbitan National Geographic tahun 2005. Dalam atlas tersebut nama Teluk Arab ditulis di sisi Teluk Persia. Tentu saja semua klaim tersebut dengan sendirinya akan terbantahkan oleh begitu banyaknya dokumen resmi negara-negara Barat dan bukti-bukti sejarah serta karya tulis para ilmuwan Barat sendiri yang menggunakan nama Teluk Persia.
Berdasarkan bukti-bukti sejarah dari abad ke-8 SM, nama Teluk Persia telah digunakan telah digunakan secara luas di dunia perdagangan dan militer antarbangsa. Nama laut Persia disebutkan dalam prasasti Darius Achemanian di Mesir yang diperkirakan berasal dari 518-550 SM. Prasasti itu ditemukan pada saat penggalian Terusan Suez. Dalam prasasti Darius lainnya yang ditemukan di Selat Hormuz, juga disebutkan istilah "Sebuah laut yang bersumber pada sungai Persia".
Begitu juga dengan buku Hudud al-Alam yang merupakan buku geografi tertua berbahasa persia yang ditulis pada 372 H menyebut secara gamblang nama Teluk Persia. Bahkan bisa dikatakan, sejak manusia memulai penulisan sejarah, laut yang memisahkan daratan Iran dengan semenanjung Arab sudah disebut dengan nama laut Persia atau Teluk Persia. Selama periode sejarah tersebut, tak ada nama lain yang digunakan kecuali nama tersebut.
Bukti lain yang mencantumkan nama Teluk Persia dan saat ini disimpan di museum Britania adalah sebuah peta kuno yang terbuat dari lempengan tanah liat di masa salah satu raja kerajaan Babilonia. Lempengan itu menggambarkan gambaran tentang dunia di masa itu. Keterangan yang ditulis di sekeliling dan di balik lempengan tersebut menjelaskan bahwa Teluk Persia merupakan bagian penting dari posisi geografis regional yang dikelilingi berbagai negeri dan kepulauan.
Dalam salah satu catatan kuno bangsa Ashouri, nama Teluk Persia disebut Sungai Pahit. Para penulis besar Yunani kuno seperti Katziyas (445-380 SM), Gazinphon (430-352 SM) dan Strabon (63-24 SM) menyebut nama Teluk Persia dengan istilah Laut Pars, sementara daratan Iran mereka sebut dengan nama Perseh, Persia, dan Persepolis yaitu kota atau negeri orang-orang Persia.
Cladius Petholomeous seorang astronom dan pakar geografi di Alexandria pada abad ke-2 M merupakan orang yang pertama kali membuat atlas dunia kuno yang terdiri atas 36 peta dari berbagai kawasan dunia disertai dengan peta dunia. Dalam atlas itu, tampak juga letak negeri Iran, kawasan mesopotamia, dan semenanjung Arab. Sementara perairan di selatan Iran disebut sebagai Persikus Sinus yang berarti Teluk Persia.
Nama Teluk Persia juga dinyatakan dalam buku-buku geografi kuno berbahasa Latin. Dalam buku itu, Teluk Persia disebut dengan nama Mareh Persikon yang berarti Teluk Persia atau Laut Persia. Phlarius Aryanus, seorang sejawaran Yunani yang hidup pada abad ke-2 SM dalam buku sejarah perjalanan perang Alexander Agung menggunakan sebutan Persikon Kaitas yaitu terjemahan Teluk Persia dalam bahasa Yunani. Sementara itu, Puzidivinus, filosof dan pakar geografi asal Suriah dalam bukunya yang mengungkapkan berbagi informasi luas tentang pelbagai negeri dan laut juga menyatakan secara jelas nama Teluk Persia. Krates Malosi, ilmuwan abad ke-2 SM yang meyakini bahwa bumi bulat, membagi bumi ke dalam empat bagian. Dalam bukunya, Malosi menggambarkan bahwa Asia dan Eropa terletak di bagian timur laut. Di sana Teluk Persia dan Laut Merah tergambar jelas.
Apa yang terungkap dan dinyatakan dalam berbagai naskah dan bukti sejarah para sejarawan dan ilmuwan Yunani, Romawi dan berbagai sumber kuno lainnya mengenai Teluk Persia dan identitas keiranan kawasan tersebut merupakan bagian dari kenyataan sejarah di kawasan Timur Tengah. Suatu kenyataan yang juga telah dibuktikan kebenarannya pada periodoe-periode berikutnya. Lebih jauh mengenai bukti-bukti sejarah pada periode selanjutnya, akan kita teruskan dalam seri Riwayat Teluk Persia yang akan datang.(sumber:http://www.alqoimkaltim.com/)
0 comments to "Riwayat Teluk Persia"