Kompas dari AFP melaporkan pernyataan Anne-Marie Slaughter, Direktur Perencanaan kebijakan di Kementerian Luar Negeri AS yang menyebut Iran khawatir dikucilkan oleh masyarakat internasional. Hal itu dikatakannya menyusul adanya undangan makan malam Iran pada seluruh 15 anggota Dewan Keamanan PBB pada hari Kamis. Undangan tersebut dibaca oleh pemerintah AS sebagai tanda lain bahwa Teheran khawatir atas pengucilan internasional.
Katanya, "Presiden Ahmadinejad yang datang ke PBB, makan malam kemarin... Saya melihat hal ini sebagai tanda bahwa pemerintah (Teheran) sangat khawatir," kata Slaughter kepada diplomat dan staf Pelayanan Luar Negeri, dalam pernyataan yang disiarkan kepada wartawan.
"Mereka (orang Iran) selalu berusaha merintangi, namun... mereka bahkan lebih aktif kini dalam upaya menghentikan sesuatu yang bisa semakin mengucilkan mereka. Saya melihat hal itu sebagai tanda keberhasilan kita," kata Slaughter.
Lima anggota tetap Dewan Keamanan PBB -- Inggris, China, Prancis, Rusia dan AS -- sedang mempertimbangkan apakah akan memberlakukan babak sanksi keempat pada Iran terkait dengan program nuklirnya. Ketegangan menyangkut program nuklir Iran memuncak setelah mereka menolak perjanjian nuklir yang ditengahi badan atom PBB dan juga mengumumkan rencana untuk membangun pabrik pengayaan uranium baru.
AS, Israel dan sejumlah negara Barat menuduh Iran menggunakan program nuklirnya sebagai selubung untuk membuat senjata atom, namun Teheran bersikeras bahwa program nuklirnya hanya untuk kepentingan sipil damai.
Logika menyebut pihak lain sedang terkucil bukan lagi barang baru. Sama halnya dengan menyebut diri dengan sebutan ‘Masyarakat internasional'. Itulah jargon-jargon yang digunakan oleh adidaya dunia khususnya, AS, dalam menipu opini umum dunia.
Bayangkan, di saat Gerakan Non Blok yang dianggotai 118 negara dan punya wakil di Dewan Gubernur Badan Energi Atom Internasional (IAEA) dalam setiap sidangnya selalu membela program nuklir Iran, AS dan segelintir negara sekutunya ngotot menyebut Iran melawan kehendak masyarakat dunia. Tentu sangat tidak obyektif menyebut segelintir negara sebagai masyarakat dunia hanya lantaran mereka menguasai kekayaan, punya pengaruh dan menggenggam kekuatan.
Media massa pun juga kerap kali memberitakan kasak-kusuk AS, Inggris, dan Prancis untuk mengesankan bahaya program nuklir Iran, satu hal yang tidak dilakukan oleh negara-negara lain. Namun demikian, AS masih mengaku diri sebagai yang mewakili masyarakat internasional, dan menyebut pihak lain, yang dalam hal ini adalah Iran, sebagai pihak yang terkucilkan. (irib/kompas)Sikap Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie yang kini merapat ke Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengundang tanda tanya publik. Bayangkan, sebelum ini Golkar, partai yang dipimpin Ical dikenal cukup vokal dalam mengkritik kebijakan pemerintah. Kasus Bank Century bisa sampai menelurkan pembentukan Panitia Khusus (Pansus) adalah berkat manuver partai besar ini. Namun tiba-tiba, dengan pengunduran diri Sri Mulyani dari menteri keuangan, semuanya berubah secara tiba-tiba. Ical, yang sempat bersitegang dengan Istana, kini rujuk lagi. Dia menyatakan resmi ditugasi Istana untuk mengamankan pemerintahan SBY-Boediono hingga 2014.
Ical kepada wartawan di kantor DPP Golkar, Sabtu (8/5/2010), mengungkapkan, koalisi baru yang digagas ini didasari pembelajaran sikap partai koalisi saat membela kasus Bank Century. Katanya, berbeda dengan format koalisi lama dengan partai koalisi yang hanya membela pemikiran pemerintah, dalam format koalisi baru ini, semua partai koalisi akan diberi tahu mengenai kebijakan yang akan diambil oleh pemerintah. Tujuannya agar mitra koalisi mengetahui apa yang dibela, apa yang harus dibela, dan tujuan untuk rakyat seperti apa.
Ical kemudian menegaskan, koalisi ini tidak dapat disebut bermitra dengan Partai Demokrat, tetapi dengan Presiden SBY.
Apa yang mendasari Ical dan partai yang ia pimpin berubah haluan secepat itu? Editorial Media Indonesia mengangkat masalah ini.
Sepandai-pandainya membungkus niat busuk, baunya akan tercium juga. Aroma bau busuk itulah yang kini berhembus kencang dari Senayan. Bau busuk itu terkait dengan niat Golkar memetieskan keputusan politik skandal Century. Keputusan politik itu sudah final dan telah menjadi dokumen negara. Dalam dokumen itu jelas tertera sejumlah nama yang dianggap bersalah dan karena itu harus bertanggung jawab.
Nama Boediono yang kini wakil presiden dan Sri Mulyani yang sudah mengundurkan diri sebagai menteri keuangan menjadi dua dari banyak nama yang harus bertanggung jawab atas indikasi pelanggaran. Dua orang itu sudah diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi. Seharusnya merupakan tugas DPR untuk mengawal proses hukum atas putusan politik Pansus Angket Century itu. Akan tetapi, apa lacur, Golkar sebagai salah satu partai yang memelopori penolakan kebijakan bailout Century itu justru mulai melunakkan sikap.
Partai berlambang pohon beringin tersebut mengisyaratkan menutup buku atas skandal yang merugikan negara Rp6,7 triliun itu. Inilah isyarat yang menyemburkan aroma bau busuk itu, bahwa Golkar berada di barisan yang menolak bailout Century hanya karena faktor Sri Mulyani.
Bukan rahasia lagi Sri Mulyani berseteru terbuka dengan Aburizal Bakrie, bos Partai Golkar. Secara terbuka Sri Mulyani mengungkapkan bahwa Pansus Angket Century yang membidik dirinya bermuatan dendam Aburizal terhadapnya.
Aburizal, mantan menko kesra, menurut Sri Mulyani jengkel ketika dirinya sebagai menteri keuangan pada akhir 2008 tidak menghentikan perdagangan saham di bursa sewaktu saham-saham, terutama saham Bumi milik Aburizal, merosot tajam. Masih menurut Sri Mulyani, Aburizal dendam karena Sri Mulyani waktu itu meminta sejumlah eksekutif kelompok Bakrie dicekal karena menunggak royalti batu bara triliunan rupiah. Kini, semua menjadi terang benderang bahwa Golkar ikut-ikutan menolak bailout Century hanya karena kepentingan balas dendam. Alasan yang mencerminkan sikap yang buruk, sangat buruk.
Harus tegas dikatakan bahwa Golkar tidak bisa seenak udelnya mengubah sikap hanya karena Sri Mulyani sudah mengundurkan diri sebagai menteri. Jarum jam penyelesaian Century tidak bisa diputar balik. Penyelesaian hukum atas kasus Century adalah pilihan terbaik untuk kepentingan semua pihak termasuk Boediono dan Sri Mulyani. Bukankah mereka sudah divonis bersalah lewat sebuah proses politik?
Pemulihan nama baik mereka hanya bisa dilakukan lewat proses hukum. Karena itu, kita yakin, Boediono dan Sri Mulyani pun berkepentingan dengan proses hukum yang sedang berjalan dalam rangka memulihkan nama baik mereka. Mereka mestinya juga tidak mau kasus Century dipetieskan.
Perubahan sikap Golkar itu patut dicurigai sebagai alat tawar-menawar untuk mendapatkan kursi menteri keuangan yang akan ditinggalkan Sri Mulyani. Jika itu yang terjadi, Golkar pantas disebut musang berbulu domba.
Meski Jum'at sore, Ketua DPP Partai Golkar, Priyo Budi Santoso meralat ucapannya tentang rencana Golkar memetieskan kasus Bank Century pascamundurnya Sri Mulyani Indrawati dari jabatan Menteri Keuangan, namun pernyataan dia sebelumnya telah mengindikasikan adanya kebijakan kea rah sana. Bisa jadi apa yang dikatakan Priyo sekedar untuk menjajal reaksi yang bakal muncul. Dan, benar saja, pernyataan Ketua DPP Partai Golkar itu dihujani kritikan deras dari banyak arah.
Anggota Fraksi PDIP, Ganjar Pranowo, menilai, seharusnya Priyo Budi Santoso tidak mengeluarkan pernyataan yang berbahaya itu. Menurut Ganjar, tetap harus ada kepastian hukum terhadap Sri Mulyani dalam kasus Bank Century. Selagi proses hukumnya berjalan, DPR juga bisa terus melanjutkan proses politik bahkan hingga pengambilan upaya Hak Menyatakan Pendapat.
Terkait komentar Priyo, Ganjar menegaskan, PDIP tidak dalam posisi merasa dimanfaatkan Golkar. "Dulu yang kerja sama kita, sekarang sedang menunjukkan belang-belangnya," tambah Ganjar.
Sikap senada juga disampaikan Wasekjen PPP, Romahurmuzy, yang mengaku heran dengan keinginan Partai Golkar memetieskan kasus Bank Century. Keinginan itu dilihatnya mempertegas motivasi Golkar yang sedari awal tidak menyukai Menteri Keuangan, Sri Mulyani.
Niat Golkar yang mencuat usai pengumuman pengunduran diri Menkeu itu, dianggap Romy, kian menegaskan motivasi partai itu membidik Menkeu agar lengser dari kabinet. Terlebih, Partai Golkar merupakan fraksi terbesar nomor dua di Senayan dengan kapasitas dan kemampuan lobi yang besar pula.
Upaya penghentikan secara politis kasus Bank Century kemudian secara implisit berdampak pada Boediono. Romy memperkirakan berikutnya akan ada manuver politik untuk menyelamatkan Boediono.
PPP menegaskan tidak ada satu pihak pun yang boleh mempetieskan perkara Century. Dari segi hukum, terutama, penyelesaiannya harus tetap berjalan. Kepindahan Sri Mulyani ke Bank Dunia tidak berarti menghentikan kasus hukumnya.
0 comments to "Abu Rizal bakrie mengamankan pemerintahan SBY-Boediono hingga 2014."