Home , , � Bangsa Mati Rasa

Bangsa Mati Rasa

Bangsa Mati Rasa

Berikut ini adalah editorial Media Indonesia (Sabtu,15/5) yang menyoroti dengan kritis berbagai persoalan bangsa yang tidak berhasil dituntaskan secara substansial.

Persoalan bangsa yang tidak berhasil dituntaskan secara substansial telah membawa bangsa ini kian tenggelam dalam dimensi yang lebih luas dan kompleks dari krisis.

Berbagai kasus yang muncul belakangan ini seperti kasus Bank Century, kasus mundurnya Menkeu Sri Mulyani, kasus Susno Duadji, dan kasus-kasus lain yang muncul sebelumnya menjadi indikasi bahwa elite bangsa ini lebih banyak memindahkan persoalan yang satu ke persoalan yang lain daripada menyelesaikan secara tuntas. Dalam level tertentu, hal itu telah melemahkan sendi-sendi berbangsa dan bernegara.

Salah satu penyebabnya adalah karena kalangan elite bangsa ini, khususnya pejabat pemerintah dan politikus, telah mengalami mati rasa. Perilaku mereka tidak konsisten. Ada kesenjangan serius antara ucapan dan perbuatan.

Itulah keprihatinan yang diungkapkan mantan Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Ahmad Syafii Maarif dalam sebuah kuliah umum di Jakarta, Kamis (13/5/2010). Keprihatinan itu senyatanya tidak mengada-ada. Dalam kehidupan sehari-hari dewasa ini kita tidak lagi menganggap perilaku seperti itu sebagai anomali, tetapi sebuah kelaziman.

Prinsip-prinsip tentang keluhuran budi, kesetiakawanan sosial, kejujuran, dan idealisme telah dikalahkan oleh ketidakpekaan, ketidakpedulian, dan semangat pragmatisme dalam menyelesaikan persoalan.

Semangat kebangsaan telah direduksi dan dikerdilkan sedemikian rupa demi membela kepentingan individu, partai, kelompok, dan golongan. Elite bangsa yang semestinya memberikan teladan tentang budi pekerti, nilai-nilai luhur, kemanusiaan, kejujuran, dan idealisme lebih banyak mempertontonkan kemunafikan dan ketidakpedulian. Yang lebih sering berlangsung adalah barter dan transaksi dalam menyelesaikan setiap persoalan. Kita menyaksikan bagaimana masyarakat menekankan interaksi transaksional dalam bentuk yang paling rakus.

Sesungguhnya, ini gejala yang sangat mengkhawatirkan. Karena tidak hanya merasuki kaum elite, tapi juga merambat ke hampir semua elemen masyarakat.

Karena itu, diperlukan upaya besar dan berani untuk menghentikan laju kemerosotan moral yang tengah dialami bangsa ini. Bila terus dibiarkan, tidak ada yang bisa menjamin bangsa ini akan mampu bertahan.

Kuncinya ada pada semangat keteladanan dari para pemimpin bangsa. Keteladanan untuk berbuat baik, berbudi pekerti luhur, bermoral, dan berpihak serta berjuang untuk menegakkan kebenaran dan keadilan.

Kalau semangat seperti itu telah sirna dari dalam diri pemimpin kita yang ada saat ini, tantangan bagi seluruh komponen bangsa ini untuk melahirkan kembali pemimpin-pemimpin baru yang lebih muda, lebih berani, lebih jujur, dan lebih amanah.

Karena itu, perlu didukung lahirnya kekuatan baru dengan barisan moral yang lebih kukuh, lebih intelektual, lebih merakyat, lebih berdisiplin, dan lebih berketerampilan. Itulah solusi bagi bangsa yang sakit.

Sekber Terus Menuai Kritikan

Keberadaan Sekretariat Bersama (Sekber) Partai Koalisi terus menuai kritikan. Tidak sedikit yang menyangsikan kepentingan pembentukan Sekber terkait peranan Partai Golkar yang menduduki posisi ketua harian.

Pengamat politik UI, Maswardi Rauf, menyangsikan pembentukan Sekretariat Bersama dapat mencapai tujuannya. Selain mekanisme kerja yang belum ada, Sekretariat Bersama juga dipandangnya terlalu rumit.

Maswardi mengatakan, tujuan Sekber memang untuk memperkuat dukungan DPR terhadap pemerintah. ''Mekanisme kerjanya tapi belum berjalan, saya pesimis tujuan ideal Sekretariat Bersama bisa tercapai,'' kata dia, Jumat (14/5).

Sekber sesungguhnya tidak perlu dibuat dengan mekanisme ketua harian. Maswardi menganggap, sekretariat yang dipimpin seorang ketua dari unsur Partai Demokrat ditambah pimpinan-pimpinan partai dan ketua fraksi sudah cukup untuk membahas kebijakan dan memperkuat dukungan parlemen pada pemerintah. ''Sekarang malah tampaknya seperti Presiden yang berupaya merangkul Golkar, supaya Golkar jadi anak baik dalam koalisi,'' kritiknya.

Politikus PDIP, Arief Budimanta, mengatakan kerja Sekber yang digadang-gadang demi rakyat itu pada akhirnya harus dapat diukur. Takaran tahun depan, minimal dapat tercapai lewat angka defisit di komponen APBN 2011 yang bakal bertambah atau berkurang.

Takaran pencapaian jangka pendek lainnya dapat dilihat dari tiga aspek.

Pertama, penyelesaian kasus Bank Century. Arief berharap Sekber dapat menerjemahkan penuntasan perkara itu, bukan dengan upaya memetieskan penyelesaian kasusnya. Lalu, masalah lumpur Lapindo di Sidoarjo, Jawa Timur, serta pemberantasan makelar kasus pajak tanpa pandang bulu harus bisa menjadi ukuran keberhasilan jangka pendek dari kinerja Sekber. (Republika/IRIB).

Sikap berbeda datang dari Ketua PAN, Hatta Rajasa.

Ketua PAN tersebut menyatakan bahwa pembentukan Sekber dinilainya efektif dalam partai koalisi. "Sekber (Sekretariat Bersama) itu penting agar kawan-kawan di koalisi bisa ketemu, berdiskusi, menyamakan persepsi, dan bertukar pikiran," jelasnya kepada wartawan seusai Pembukaan Silatnas PBR di Hotel Sahid, Jakarta, Jumat (14/5).

Di sisi lain muncul pandangan yang menyayangkan posisi Ketua Harian tidak diberikan kepada Hatta Rajasa selaku Ketua PAN. Selama ini PAN secara jelas menyatakan dukungannya terhadap SBY dan pemerintahannya. Berbeda dengan Partai Golkar yang merupakan partai kalah dalam pilpres 2009.

Lebih lanjut Hatta menyatakan bahwa PAN mendukung pembentukan dan keberadaan Sekber tersebut. Hal itu menurutnya sebagai komitmen dari koalisi.

Namun Hatta enggan berkomentar mengenai keberadaan Sekber dikaitkan dengan posisi PAN. (Media Indonesia/IRIB/15/5/2010)

Setgab Sisakan Banyak Tanda Tanya

Pembentukan Sekretariat Gabungan masih menyisakan banyak tanda tanya terhadap tujuan SBY membentuknya pasca kasus Bank Century bergulir dan pasca mundurnya Sri Mulyani sebagai Menteri Keuangan.
Ketua DPP PKS Mahfud Siddiq melihat Setgab sebagai bayi yang dilahirkan dengan efek kontaminasi. "Ibarat bayi, Setgab dilahirkan mestinya setelah pemerintah SBY-Boediono terbentuk, tapi kalau dilahirkan hampir setahun kemudian, bayi ini ya sudah biru-biru karena sudah terkontaminasi racun," ungkap Mahfud dalam sebuah diskusi mingguan belum lama ini (Sabtu,15/5).
Kontaminasi pertama adalah kasus Bank Century, kontaminasi kedua adalah ketika SBY menghendaki ketua harian Setgab adalah Aburizal Bakrie, dan kontaminasi ketiga adalah ketika Setgab dibentuk sesaat setelah Sri Mulyani mundur.

Sementara itu, pengamat politik Ikrar Nusa Bhakti menyatakan bahwa pembentukan Setgab tak lebih dari sebuah eksperimen politik SBY. Menurutnya, jika bertujuan mempermudah komunikasi politik, tentu bisa dilakukan tanpa melembagakan hubungan.

"Agak mengejutkan ketika Setgab ini dibentuk sehari setelah Sri Mulyani mundur. Secara moral politik itu tidak benar seolah parpol tersebut bertepuk tangan menyambut mundurnya Sri Mulyani," ungkapnya.

Tentu saja, keputusan yang akhirnya menempatkan Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie sebagai ketua hariannya dinilai agak ganjil. Hal itu disebabkan tidak sedikit partai politik yang mengharapkan Sri Mulyani turun karena dianggap sebagai kerikil pemerintahan dan juga ambisi politik partainya.

Selain itu, Ikrar juga melihat bahwa pembentukan Setgab menunjukkan bahwa Yudhoyono menginginkan seseorang yang bisa menolongnya mengurangi beban politiknya melalui posisi juru runding atau mitra bicara antara pemerintah dan partai koalisi.

Setgab Bisa Batasi Kekuasaan Presiden

Pakar politik Maswadi Rauf berpendapat, keberadaan sekretariat gabungan atau Setgab partai politik pendukung pemerintah bisa membatasi kekuasaan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono karena keputusan harus disepakati lebih dulu anggotanya.

"Kalau koalisi mau efektif, harus ada forum komunikasi apa pun namanya, seperti Sekber atau Setgab, itu harus ada. Sekretariat Gabungan inilah yang membicarakan pada tahap awal kebijakan-kebijakan yang akan dibuat oleh Presiden," ujarnya saat menjadi pembicara dalam satu diskusi di Gedung DPD Jakarta, (Sabtu,15/5).

Kebijakan Presiden itu, menurut staf pengajar Fisip UI tersebut, harus dibicarakan dengan anggota fraksi sehingga dicapai sebuah kebijakan yang disetujui oleh semua anggota fraksi.

Lebih lanjut dikatakannya bahwa keberadaan Setgab itu memang akan membatasi kekuasaan Presiden karena dia tidak bisa lagi membuat keputusan menurut dirinya sendiri, karena harus mendengarkan pula pandangan fraksi setiap partai yang menjadi anggota koalisi.

Wakil Ketua Komisi II DPR dari fraksi PAN Teguh Juwarno menyesalkan pembentukan Sekretaris Gabungan Partai Koalisi (Setgab) yang dibentuk usai kasus Century dan kemunduran Menteri Keuangan Sri Mulyani. Ia pun menegaskan pembentukan Setgab ini merupakan bukti telah terjadinya politik transaksional dalam pemerintahan SBY.

"Sangat kita sesalkan. Ini adalah pembelajaran politik yang buruk bagi masyarakat. Kita lihat bagaimana dijalankan politik transaksional, bagaimana Golkar yang awalnya sangat kencang mengkritisi SBY terkait Century, targetnya hanya Sri Mulyani yang head to head dengan Ical (Aburizal Bakrie, Ketua Harian Setgab)," paparnya.

Ia pun melihat pembentukan Setgab ini sangat tiba-tiba dan sudah melukai masyarakat. "Setelah Sri Mulyani dan kasus Century, sekonyong-konyong dan tiba-tiba, dibentuk setgab. Setgab benar-benar melukai publik."

Lebih jauh lagi, Teguh mengatakan seharusnya pemerintah tidak perlu menggembar-gemborkan pembentukan Setgab ini. Pasalnya, koalisi dinilainya cukup untuk fungsi koordinatif saja dan cukup di dalam saja peranannya.

Teguh pun meragukan masa depan Setgab ini. Ia melihat setgab ini hanya untuk kepentingan kedua partai saja, bukan untuk kepentingan rakyat seperti yang digembar-gemborkan selama ini. "Saya meragukan ke depannya. Dari awal kebenaran sudah menjadi transaksional. Ini terlihat dari Golkar yang menyatakan kasus Century sudah selesai. Ini sudah tidak sejalan dengan kepentingan rakyat," pungkasnya.

Setgab Perlancar Parpol Koalisi

Mantan Sekjen Partai Demokrat (PD) yang kini Ketua DPR RI Marzuki Alie mengatakan, kehadiran Sekretariat Gabungan (Setgab) Partai Politik Koalisi untuk menjadikan komunikasi di antara Parpol koalisi menjadi lancar."Jadi, Setgab Parpol Koalisi ini bukan menggantikan pemerintahan. Ada pengamat yang mengatakan kalau hal ini melanggar konstitusi. Kalau berbicara tentang koalisi, itu pun tidak ada di dalam konstitusi. Jadi, mengapa dikait-kaitkan. Setgab ini di luar pemerintahan," katanya di Jakarta.

Marzuki menegaskan, bahwa kehadiaran Setgab bukan merupakan hal yang baru, tapi sudah dibicarakan sejak pembentukan koalisi menjelang Pemilihan Umum (Pemilu) 2009. Kehadiran Setgab untuk membuat komunikasi di antara Parpol koalisi menjadi lancar."Setgab dimkasudkan itu supaya komunikasi di antaraparpol koalisi tidak 'missed'. Kebijakaan-kebijakan yang krusial bisa dibicarakan di forum ini, seperti masalah kenaikan BBM. Tetapi, kalau bukan kebijakan krusial, tidak perlu dibicarakan," katanya.

Ketika menanggapi pendapat sejumlah pengamat bahwa pembentukan Setgab itu sebagai strategi politik Golkar, Marzuki mengatakan hal itu tidak benar. Karena semua parpol anggota koalisi ikut ambil bagian dan duduk bersama di dalam Setgab untuk membuat kesepakatan terhadap kebijakan yang disikapi pemerintah dan berkaitan parlemen. "Jadi, kalau ada perbedaan pandangan antara pemerintah dan parlemen, dibahas di Setgab. Dengan demikian, kebijakan atau isu itu tidak menimbulkan perdebatan yang berkepanjangan kalau langsung dibawa ke parlemen," ujaranya. (Antara,Republika,Media Indonesia,Kompas/16/5/2010).

0 comments to "Bangsa Mati Rasa"

Leave a comment