Ulama dan tokoh-tokoh budaya Yordania menuntut aksi boikot atas barang-barang Zionis Israel bersamaan dengan peringatan Hari Pendudukan Palestina ke-62. Tuntutan itu tertuang dalam statemen bersama yang didukung oleh 56 ulama dan dosen Yordania.
Para ulama Yordania juga mengeluarkan fatwa haram konsumsi produk-produk Zionis Israel. Di antara nama ulama yang mengeluarkan fatwa haram adalah ulama-ulama tersohor di Yordania seperti Ibrahim Zeid Al-Kailani, Sharaf Al-Qudat, Ahmad Naufal, Rahil Gharaibeh, Ibrahim Khraisat. Menurut mereka, pengharaman produk Zionis Israel adalah wajib syar'i. Dengan demikian, ulama-ulama Yordania menyatakan bahwa keputusan hukum haram ini sama sekali tidak dapat ditoleransi.
Kepada masyarakat Yordania, ulama negara ini menyatakan, "Mengharamkan perekonomian musuh seperti Zionis Israel dan para pendukungnya baik di tingkat negara, lembaga maupun pribadi, adalah wajib. Untuk itu, hukum haram ini juga mencakup pada hubungan ekonomi dengan negara-negara yang mengimpor produksi Israel atau mengekspor barang ke rezim ini."
Sebelumnya, Pimpinan Serikat Kerja Yordania, Ahmad Al-Armouti menyatakan bahwa serikat ini dengan slogan "Menuju Yordania Tanpa Produk Zionis Israel", berupaya meningkatkan program dan hasil produksi dalam negeri.
Di antara program serikat ini adalah menolak kerjasama dengan Rezim Zionis Israel, mengidentifikasi produk-produk Israel dan mengimbau masyarakat supaya tidak membeli produk rezim ini.
Usaha serupa juga dilakukan oleh Komite Anti-Normalisasi Hubungan Yordania-Israel. Partai-partai penentang kebijakan pemerintah seperti Ikhwanul Muslimin dan Front Amal Islam terus memperingatkan bahaya melanjutkan hubungan dengan Yordania dan Zionis Israel. Menurut mereka, hubungan itu justru akan membahayakan stabilitas dan keamanan negara ini. Untuk itu, partai-partai oposisi pemerintah Aman menuntut pemerintah pusat supaya merevisi kesepakatan perdamaian yang dikenal dengan istilah Wadi Arabah.
Tuntutan pemutusan hubungan diplomatik dengan Israel sudah menjadi kemauan bersama dari kalangan partai oposisi, lembaga, organisasi sipil Yordania. Pemerintah Aman benar-benar terjepit bila terus mempertahankan hubungan dengan Israel.
Menurut kelompok oposisi dan komunitas sipil Yordania, negara ini diperalat oleh Zionis Israel. Bahkan Tel Aviv merancang Yordania sebagai tanah air alternatif bagi bangsa Palestina. Tentunya agenda Israel ini mendapat reaksi keras dari rakyat Yordania. Tuntutan pemutusan hubungan diplomatik sudah menjadi kehendak sejumlah anggota parlemen. Belum lama ini, sejumlah anggota parlemen Yordania menuntut deportasi duta besar Israel dari negara ini.
KTT G-15 di Tehran
Tehran, Ibu Kota Republik Islam Iran kini menjadi pusat penjajakan politik dan ekonomi menjelang digelarnya Konferensi Tingkat Tinggi G-15. Hadirnya enam presiden, dua wakil presiden, menteri luar negeri dan delegasi tinggi dari negara-negara anggota serta negara tamu dari Turki dan Belarusia dalam sidang kali ini, membuat KTT Tehran kali ini memiliki arti penting tersendiri.
Kedatangan Presiden Brazil, Lula da Silva bersama rombongan delegasi tingginya sebanyak 300 orang di Tehran sabtu malam lalu (15/5) menunjukkan kian dinamisnya diplomasi ekonomi Iran. Selain membicarakan peningkatan hubungan kerjasama ekonomi, lawatan Lula ke Iran kali ini juga diisi dengan perundingan mengenai mekanisme pertukaran bahan bakar nuklir untuk reaktor riset Tehran dan membicarakan usulan Iran dalam Konferensi Perlucutan Senjata dan Non-Proliferasi Nuklir di Tehran baru-baru ini. Tentu saja, isu pembicaraan nuklir Iran-Brazil ini mendapat sorotan khusus media-media internasional.
Menjelang digelarnya KTT G-15 Tehran, Presiden Republik Islam Iran Mahmoud Ahmadinejad juga menggelar pembicaraan lewat telepon dengan Amir Qatar, Sheikh Hamad bin Khalifa Al-Thani membahas beragam isu regional dan internasional. Menyinggung upaya Barat yang selalu menekan dan memaksakan kehendaknya kepada negara-negara regional, Sheikh Khalifa menegaskan, sebagaimana Iran, Qatar juga menginginkan penyelesaian isu-isu regional lewat jalur diplomatik oleh negara-negara di kawasan sendiri.
Saat ini, dunia tengah menghadapi beragam tantangan dan persoalan yang berat. Karena itu, negara-negara anggota G-15 perlu menggalang kerjasama yang lebih erat dalam menghadapi pelbagai persoalan yang ada seraya pada cita-cita Gerakan Non Blok (GNB) sebagai representasi suara 118 negara di dunia. Kini krisis keuangan dan resesi ekonomi dunia makin mempersulit kondisi yang dihadapi negara-negara berkembang. Sebagian besar persoalan itu lahir akibat dari hegemoni sistem keuangan dunia dengan kedok tata dunia baru garapan kapitalisme. Kondisi sulit itu makin diperparah lagi dengan terus berlanjutnya politik ekspansif negara-negara adikuasa. Bahkan bisa dipastikan, jika kondisi tersebut terus berlanjut, maka tak lama lagi dunia pun bakal memasuki babak baru krisis global.
Menghadapi kenyataan ini, KTT Tehran merupakan momentum berharga untuk menggalang kekuatan bersama di kalangan negara-negara berkembang untuk memastikan posisi mereka yang pantas dalam percaturan global. Sebab, pencapaian posisi yang layak bagi negara-negara berkembang di kancah global, merupakan salah satu strategi yang bisa memperlemah hegemoni negara-negara arogan.
Deadline Iran bagi Pemilik Senjata Nuklir
Republik Islam Iran akan mengusut masalah pelanggaran negara-negara pemilik senjata nuklir. Wakil Tetap Iran di Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA), Ali Asghar Soltaniyeh di sela-sela Konferensi Peninjauan Ulang Traktat Non Proliferasi Nuklir (NPT) di New York mengatakan, "Tehran akan mengusut dan menindaklanjuti secara serius inkonsistensi negara-negara atas NPT."Seraya menyinggung bahwa Presiden Republik Islam Iran, Mahmoud Ahmadinejad, dalam konferensi ini telah menjelaskan kebijakan dasar Tehran terkait perlucutan senjata nuklir, Soltaniyeh mengatakan, "Statemen bersama negara-negara anggota Gerakan Non Blok (GNB) dan berbagai pernyataan terpisah negara-negara sesuai dengan kebijakan-kebijakan prinsip yang dijelaskan Ahmadinejad."
Lebih lanjut Soltaniyeh menjelaskan prakarsa batas akhir Tehran terkait perlucutan senjata nuklir yang ditetapkan pada tahun 2020 hingga 2025. Dikatakannya, "Dalam pasal 6 NPT tidak tercantum pembatasan waktu. Ini merupakan kelemahan yang bisa dijadikan alasan bagi negara-negara pemilik senjata nuklir untuk inkonsisten."
Mengenai arogansi Zionis Israel, Soltaniyeh mengatakan, "Masalah lain yang dibahas dalam konferensi ini adalah kecaman atas Israel yang merupakan salah satu pemilik senjata nuklir." Ia lebih lanjut menjelaskan, "Saat menyepakati perpanjangan perjanjian tanpa batas, negara-negara non blok memberikan dua syarat. Kedua syarat itu adalah perlucutan senjata nuklir di Timur Tengah yang juga bergabungnya Zionis Israel dalam NPT tanpa syarat dan perlucutan senjata negara-negara pemilik nuklir."
Tidak ada satupun negara yang melakukan syarat tersebut. Dengan demikian, konferensi ini benar-benar menghadapi kendala serius antara negara-negara pemilik senjata nuklir dan non-pemilik. Saat ini, negara-negara pemilik senjata nuklir tengah terkucilkan.
Menyinggung upaya sejumlah negara untuk menjatuhkan resolusi baru Dewan Keamanan (DK) PBB atas Iran, Soltaniyeh mengatakan, kemungkinan resolusi itu akan berdampak buruk pada kerjasama Tehran dan IAEA, yang juga sekaligus bisa berdampak negatif pada negara-negara independen. Soltaniyeh menegaskan, "Segala langkah negatif di DK PBB dan Dewan Gubernur IAEA akan berdampak negatif pada suasana kerjasama yang tengah dibina saat ini."
Pada saat yang sama, Iran menuntut haknya untuk mengembangkan high technology seperti energi nuklir untuk kepentingan sipil. Akan tetapi negara-negara Barat tidak menghendaki teknologi ini dimiliki negara-negara ketiga seperti Iran. Menurut Tehran, upaya barat yang terus menghalangi pengembangan teknologi nuklir sipil merupakan langkah diskriminatif dan penjajahan secara transparan terhadap dunia. Tak diragukan lagi, negara-negara independen akan sependapat dengan kegigihan Iran dalam mempertahankan hak pengembangan teknologi nuklir dan menghadapi hegemoni Barat.
Iran Tempati Ranking Pertama Dunia Soal Investasi Asing
Republik Islam Iran memiliki nilai rata-rata tertinggi di dunia soal pertumbuhan investasi asing di dunia. Hal ini dikatakan Ketua lembaga investasi asing Republik Islam Iran, Behruz Alishiri. Menurutnya, Iran tahun lalu mengalami peningkatan sebesar 65 persen di sektor investasi asing.
Alishiri di seminar ekonomi Iran dan Brazil menandaskan, dengan diberlakukannya swastanisasi, pembedahan ekonomi dan pemulihan lapangan kerja di Iran menjadi kesempatan bagi investor asing termasuk Brazil untuk menanamkan sahamnya di Tehran.
Alishiri menambahkan Iran telah menyebar sekitar surat berharga senilai 500 juta dolar dan diharapkan angka tersebut tahun ini dapat menjadi 12 miliar dolar. Ia juga berharap Brazil menjadi 10 negara pertama yang menggalang kerjasama perdagangan dengan Iran.
Seminar ekonomi Iran-Brazil Ahad (16/5) digelar di Tehran dan dihadiri delegasi ekonomi dari kedua negara.(MF/IRIB)
Jihad Islam: Inggris Hutang Darah Terhadap Rakyat Palestina
Fars- Darwis al-Gharabili, salah satu pemimpin Gerakan Jihad Islam Palestina mengkritik upaya negara Arab dan Islam dalam mengecam Rezim Zionis Israel. Ia menegaskan bahwa upaya mereka masih belum memadai. "Pemulangan pengungsi hanya dapat terealisasi dengan muqawama," tegas Darwis.
Dalam kesempatan memperingati hari nakba ke 62, Darwis menandaskan, Inggris adalah pihak yang bertanggung jawab atas pendudukan Palestina oleh Israel serta aksi kejahatan rezim ini dan judaisasi peninggalan Islam.
Ia menyebutkan tiga tindakan Inggris dalam hal ini. Pertama adalah Deklarasi Balfour yang ditandatangani tahun 1917. Deklarasi Balfour (1917) ialah surat tertanggal 2 November 1917 dari Menteri Luar Negeri Britania Raya/Inggris; Arthur James Balfour, kepada Lord Rothschild (Walter Rothschild dan Baron Rothschild), pemimpin komunitas Yahudi Inggris, untuk dikirimkan kepada Federasi Zionis. Surat itu menyatakan posisi yang disetujui pada rapat Kabinet Inggris pada 31 Oktober 1917, bahwa pemerintah Inggris mendukung rencana-rencana Zionis buat ‘tanah air' bagi Yahudi di Palestina, dengan syarat bahwa tak ada hal-hal yang boleh dilakukan yang mungkin merugikan hak-hak dari komunitas-komunitas yang ada di sana. Deklarasi ini telah membuka pintu imigrasi besar-besaran Yahudi ke Palestina.
Saat itu, sebagian terbesar wilayah Palestina berada di bawah kekuasaan Khilafah Turki Utsmani, dan batas-batas yang akan menjadi Palestina telah dibuat sebagai bagian dari Persetujuan Sykes-Picot 16 Mei 1916 antara Inggris dan Prancis. Sebagai balasan untuk komitmen dalam deklarasi itu, komunitas Yahudi akan berusaha meyakinkan Amerika Serikat untuk ikut dalam Perang Dunia I. Itu bukanlah alasan satu-satunya, karena sudah lama di Inggris telah ada dukungan bagi gagasan mengenai ‘tanah air' Yahudi, dan waktunya tergantung pada kemungkinannya.
Tidakan kedua, Inggris juga terlibat dalam aksi brutal kelompok Zionis di bumi Palestina tahun 1948. Dan terakhir adalah pembunuhan massal rakyat Palestina oleh Israel baik sebelum maupun sesudah tahun 1948. Jihad Islam menuding Inggris bekerjasama dengan kelompok zionis dalam 18 kali pembunuhan massal terhadap rakyat Palestina sebelum tahun 1948 dan 44 kali pembantaian massal setelah tahun 1948.
Darwis juga menghitung berbagai musibah yang dialami rakyat Palestina dan berbagai tekanan guna menutupi hak legal pengungsi untuk kembali ke tanah air mereka serta kebebasan penuh Palestina. Ia menegaskan upaya busuk musuh ini tidak akan mengubah ideologi rakyat Palestina.
Ia juga mengkritik sikap negara-negara Islam dan Arab yang hanya merasa cukup mengecam Israel. Darwis menadaskan, pemulangan para pengungsi ke Palestina hanya mungkin terjadi dengan muqawama , persatuan dan pembentukan organisasi internal berdasarkan nilai-nilai nasional. (MF/IRIB)
0 comments to "Deadline perlucutan senjata nuklir tahun 2020 hingga 2025...."