Mencermati transformasi terbaru Timur Tengah dan politik kontradiktif sejumalh negara-negara Barat dan Arab dalam menyikapinya, dapat diukur tingkat ketertindasan dan kemazluman rakyat Bahrain. Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran Ayatullah al-Udzma Sayid Ali Khamenei saat bertemu dengan ribuan rakyat provinsi Fars menegaskan, "Dalam transformasi terbaru kawasan Timur Tengah, rakyat Bahrain yang paling terzalimi."
"Protes rakyat Bahrain sah dan tepat. Bila seseorang yang memiliki cara pandang benar mengenai kondisi rakyat Bahrain, bentuk pemerintahan dan cara para penguasa memanfaatkan kekuasaan, pasti ia mengutuk perilaku pemerintah Bahrain menumpas rakyatnya," ungkap Rahbar.
"Langkah yang ditempuh pemerintah Bahrain dalam menyikapi rakyatnya jelas-jelas salah," kata Rahbar "Karena tindakan semacam ini hanya akan menambah kemarahan rakyat. Bila kemarahan menggumpal dan tumpah, pada waktu itu pemerintah sudah tidak dapat berbuat apa-apa lagi."
Masih terkait Bahrain, Ayatullah Sayid Ali Khamenei mengatakan, "Selain pemerintah Bahrain, pihak asing yang mengirimkan pasukannya ke Bahrain juga salah melangkah."
Melihat transformasi terbaru Timur Tengah, pernyataan Rahbar mengenai ketertindasan bangsa Bahrain semakin nampak jelas.
Ketika Tarek el-Tayeb Mohamed Ben Bouazizi, pemuda Tunisia yang membakar dirinya di depan gedung walikota Tunisia-menjadi pemicu revolusi di Timur Tengah-negara-negara Barat mendukung para diktator Arab dan membantu larinya diktator Tunisia dari negaranya.
Selanjutnya, ketika tiba giliran lengsernya diktator Hosni Mubarak, sekalipun pada awalnya Amerika mendukung sekutu lamanya dan secara transparan menuntut agar ia tetap berada pada kekuasaannya. Namun setelah melihat gelombang kemarahan rakyat Mesir tidak kunjung surut, Amerika memilih untuk meninggalkan sekutu lamanya itu seorang diri.
Revolusi akhirnya sampai di pintu gerbang Libya. Kali ini, bukan hanya teman dekat Barat Kolonel Muammar Gaddafi, diktator Libya yang membelakanginya, tapi ternyata malah bangkit mengangkat senjata dan melawan. Mereka baru teringat untuk melindungi rakyat tertindas Libya dari tangan besi Gaddafi. Benar, negara-negara Barat berperang di Libya untuk kebebasan. Tapi bukan untuk membebaskan rakyat Libya, tapi untuk membebaskan minyak milik rakyat. Ketika Berlusconi, Sarkozy, Obama dan Merkel menyaksikan Libya akan terlepas dari kendali mereka, para penguasa Barat itu pun langsung mengambil tindakan agar jangan sampai sumur-sumur minyak Libya dinasionalisasi.
Bahrain; Tragedi Kemanusiaan
Negara kecil Bahrain hari-hari ini menyaksikan kejahatan paling keji dari para penguasa Arab. Puncak kejahatan yang dilakukan bukan hanya membantai umat Islam negara ini, tapi telah terjadi penistaan simbol-simbol kesucian agama oleh pasukan Arab Saudi dan Bahrain.
Pembantaian massal yang terjadi di Bahrain perlahan-lahan menjadi pemandangan biasa. Sementara pada awalnya, kebangkitan rakyat hanya bertujuan terjadinya reformasi di negara ini, namun reaksi pemerintah benar-benar sadis. Menyusul kebangkitan rakyat Bahrain, pasukan asing juga memasuki negara ini. Tapi kehadiran mereka bukan untuk membela rakyat, tapi justru untuk menumpas aksi-aksi rakyat dan melindungi kepentingan penguasa dinasti al Khalifa.
Kejahatan yang terjadi di Bahrain tidak berhenti pada pembantaian massal. Pasukan keamanan Bahrain dan Arab Saudi di pekan-pekan terakhir justru menyerang dan menghancurkan masjid, husainiyah dan membakar al-Quran. Menurut data yang ada, sekitar 50 masjid dan 50 husainiyah dirusak serta 14 al-Quran yang dibakar.
Penangkapan warga revolusioner makin ditingkatkan. Tidak tanggung-tanggung, tentara menembaki para demonstran dengan peluru tajam. Para tentara bayaran Arab Saudi melakukan tindakan tidak manusiawi dengan memperkosa sebagian tahanan politik. Rumah-rumah sakit tidak luput dari kejahatan mereka. Para tentara bayaran ini melarang pihak medis untuk membawa mereka yang terluka ke pusat-pusat pengobatan. Ini semua hanya sebagian dari bukti kejahatan yang dilakukan terhadap rakyat Bahrain.
Lembaga HAM dan Barat Hanya Menjadi Penonton
Kesadisan dinasti al-Saud dan al-Khalifa di Bahrain hanya satu sisi dari tragedi kemanusiaan yang menimpa negara ini. Namun apa yang paling memalukan adalah bungkamnya lembaga-lembaga hak asasi manusia dan negara-negara Barat yang mengklaim sebagai pelindung HAM. Sikap diam ini telah berubah menjadi dukungan bagi para diktator Arab untuk menumpas kebangkitan rakyat Bahrain.
Berbeda dengan apa yang terjadi di Libya. Senator John McCain melawat Libya menuntut diakuinya kelompok revolusioner Libya. Sementara Robert Gates, Menteri Pertahanan AS dan Jeffrey Feltman, Deputi Menteri Luar Negeri AS urusan Timur Dekat saat mengunjungi Bahrain justru mengeluarkan perintah agar pemerintah lebih keras menumpas aksi demonstrasi rakyat.
Berbarengan dengan lawatan itu, Menteri Luar Negeri Amerika, Hillary Clinton secara implisit menyatakan dukungannya terhadap pembantaian rakyat Bahrain sekaligus menegaskan bahwa Amerika komitmen menjamin keamanan negara-negara Arab Teluk Persia.
Lembaga-lembaga HAM lebih memilih diam di hadapan peristiwa pembantaian massal yang terjadi di Bahrain. Bila terpaksa angkat suara, mereka hanya merasa cukup dengan merilis statemen. Sungguh ironis, lembaga-lembaga HAM yang begitu getol bersuara dan menggunakan segala cara untuk menyelamatkan seorang perempuan yang melakukan pembunuhan, ternyata diam menyaksikan pembantaian rakyat Bahrain yang bangkit menuntut hak-haknya sebagai warga negara. Mulai dari PBB, OKI, Liga Arab, Uni Eropa, Komisi HAM PBB dan lembaga-lembaga HAM lainnya lebih memilih bungkam selama bangsa Bahrain ditumpas dengan keji.
Ketertindasan rakyat Bahrain tidak berhenti pada sikap bungkam para pengaku pelindung hak asasi manusia. Media-media regional dan bahkan internasional yang mengklaim dirinya sebagai media independen ternyata juga memilih untuk memboikit fenomena pembantaian massal. Televisi Arab Saudi al-Arabiya misalnya, lebih tertarik membenarkan intervensi militer Arab Saudi di Bahrain, bahkan secara transparan mendukung intervensi itu.
Anehnya, terkait pemberitaan kebangkitan rakyat Bahrain, media-media internasional kebanyakan mengambil sikap yang sama. Bertentangan dengan kode etik jurnalistik, media-media ini berusaha menyelewengkan kebangkitan rakyat Bahrain dan menyebut gerakan revolusioner mereka sebagai konflik Syiah dan Sunni. Televisi BBC malah menyebut para demonstran Bahrain sebagai pelaku kerusuhan dan terang-terangan memihak rezim al-Khalifa. Padahal mayoritas Syiah dan minoritas Sunni di Bahrain bahu-membahu untuk membebaskan negaranya dari cengkeraman rezim al-Saud dan al-Khalilfa.
Cara pandang berbeda sebagian negara dan organisasi-organisasi regional dan internasional terhadap Bahrain dan transformasi yang terjadi di sana membuat ketertindasan yang dialami oleh rakyat Barat semakin besar. Rakyat yang menuntut haknya mendapat tekanan paling biadab, tapi semua diam seribu bahasa menyaksikan pembantaian itu, bahkan sebagian negara malah mendukung tindakan represif rezim al-Khalifa. Tampaknya ketakutan akan meluasnya revolusi rakyat Bahrain ke negara-negara Arab lainnya membuat mereka terpaksa mengambil sikap demikian.
Bagaimana menurut Anda? (IRIB/SL/MZ/25/4/2011)
Warga Jerman Kutuk Sadisme Rezim Al-Khalifa Bahrain
Para demonstran Jerman yang berpawai bertepatan Hari Buruh Sedunia (Ahad 1/5) di Berlin mengutuk kebuasan pemerintah Bahrain yang membantai warganya dan menuntut penarikan segera militer Arab Saudi dari Manama.Para demonstran seraya membawa bendera Bahrain juga menuntut pembebasan tahanan politik dan penyidikan penuh terkait pelanggaran hak asasi manusia (HAM) di Bahrain. Mereka juga mencela tindakan Manama yang merusak masjid-masjid.
Warga Jerman yang berdemo juga mencela sikap dualisme Barat khususnya Amerika Serikat dan Uni Eropa dalam menghadapi aksi pembantaian rakyat oleh pemerintah Manama.
Menurut aktivis HAM, puluhan demonstran Bahrain tewas akibat serangan pasukan keamanan Manama. Selain itu, ratusan lainnya ditangkap dan ratusan pegawai pemerintah dipecat gara-gara ikut dalam aksi demo. (IRIB/IRNA/MF/2/5/2011)Aparat Barhain yang didukung pasukan Arab Saudi mengerahkan tank dan kendaraan lapis baja di Diraz, setelah menyerang demonstrasi damai di desa Karzakan.
Para saksi mata menyatakan bahwa pasukan Bahrain-Saudi itu menembakkan peluru tajam dan gas air mata ke arah demonstran anti-rezim sementara helikopter tempur juga terbang di atas pengunjuk rasa di Karzakan kemarin (Jumat, 29/4). Belum ada laporan mengenai korban dan penangkapan dalam insiden tersebut.
Pada hari yang sama, pasukan Bahrain mengepung desa Diraz dengan tank dan kendaraan militer berat. Sementara itu, para preman bayaran rezim juga menyerang desa Dair dengan bantuan polisi.
Meski telah diberlakukan darurat militer dan aksi brutal terhadap protes anti-rezim, namun ratusan warga tetap turun ke jalan di berbagai kota Bahrain pasca shalat Jumat, menuntut mengakhiri pembubaran dinasti al Khalifah. Mereka juga mengutuk aksi brutal rezim Manama terhadap parademonstran.
Para demonstran yang ditahan tidak diadili di pengadilan sipil. Pengadilan militer Bahrain (28/4) bahkan telah menjatuhkan vonis mati bagi empat demonstran anti-pemerintah. Langkah itu dinilai bertujuan menakut-nakuti warga agar tidak melanjutkan demonstrasi.
Putusan tersebut juga menuai protes masyarakat internasional termasuk Uni Eropa dan Gerakan Muqawama Islam Lebanon (Hizbullah). Kebijakan pemerintah Bahrain itu dinilai sangat menyedihkan.
Hizbullah dalam statemennya (29/4) menyatakan, vonis yang dirilis pengadilan bikinan pemerintah al-Khalifa sekedar langkah politik dan bukannya proses hukum sejati.
"Fakta menunjukkan bahwa vonis itu bersifat politis dan bukan yudisial. Namun upaya rezim (Bahrain) itu tidak akan berhasil menyembunyikan kebenaran dari apa yang diderita oleh rakyat Bahrain. Mereka tertindas karena menuntut hak-hak sah mereka," tegas HIzbullah.
Puluhan pengunjuk rasa tewas dan sejumlah lainnya cedera sejak perlawanan anti-rezim al-Khalifah dimulai pada pertengahan Februari lalu.
Banyak wartawan, blogger, dokter, pengacara dan aktivis oposisi yang ditahan sebagai bagian dari aksi luas penumpasan protes di Bahrain.
Para pengunjuk rasa bertekad terus melanjutkan demonstrasi sampai tuntutan mereka untuk meraih kebebasan, monarki konstitusional serta suara proporsional dalam pemerintahan terpenuhi. (IRIB/MZ/30/4/2011)
Salah satu pemimpin Gerakan Kebebasan Bahrain, Said As-Shahabi menilai keterlibatan Arab Saudi dalam menumpas kebangkitan Islam di Manama disebabkan ketakutan Riyadh meningkatnya tuntutan kebebasan di dalam negeri.
"Pemimpin Arab Saudi berusaha memadamkan api revolusi di Yaman dan Bahrain guna mencegah peningkatan tuntutan kebebasan di dalam negeri," ungkap as-Shahabi saat diwawancarai televisi al-Alam Sabtu (30/4).
Seraya menekankan sikap keras kepala rezim al-Khalifa dan dukungan Arab Saudi terhadap rezim ini, as-Shahabi menilai kondisi Bahrain siap meledak. Dikatakannya, sikap bungkam negara Barat termasuk Amerika Serikat (AS) membuat rezim al-Khalifah kian leluasa membatai rakyat yang menuntut reformasi politik.
Dalam kesempatan tersebut ia juga mengecam vonis mati bagi empat demonstran Bahrain. "Vonis ini ditujukan untuk menumpas gerakan rakyat," ungkap as-Shahabi. Ia juga mengkritik dualisme Barat dalam menyikapi sejumlah gerakan revolusi rakyat di negara Arab, khususnya pembantaian rakyat yang terjadi di Bahrain dan Yaman. (IRIB/al-Alam/MF/1/5/2011)Juru bicara Departemen Luar Negeri Republik Islam Iran Ramin Mehmanparast dalam jumpa pers di ibukota Kuba, Havana menyebut klaim Amerika Serikat (AS) tentang hak asasi manusia sebagai sikap hipokrit. Mehmanparast menyinggung kejahatan anti kemanusiaan yang dilakukan AS di penjara Guantanamo dan Abu Ghraib seraya memaparkan satu pertanyaan penting, "Mengapa AS dan media Barat yang rajin mengumbar klaim soal HAM di banyak negara tetapi kini malah bungkam seribu bahasa menyaksikan kejahatan anti kemanusiaan di Bahrain dan Yaman?"
Mengenai campur tangan Barat di Libya, Jubir Deplu Iran menegaskan, ada kecurigaan yang kuat terkait serangan militer Barat ke Libya. Dan nampaknya, tujuan Barat bukan melindungi rakyat dari kejahatan rezim Gaddafi tetapi upaya menguasai sumur-sumur minyak dan melindungi kontrak perusahaan-perusahaan minyaknya di negara itu.
Menyinggung kinerja media-media massa Barat yang mengekor kebijakan AS khususnya yang berhubungan dengan Iran, Mehmanparat mengatakan, salah satu modus yang kerap digunakan oleh AS dalam beberapa tahun belakangan ini adalah menyembunyikan diri di balik tuduhan pelanggaran HAM yang dialamatkan kepada pihak-pihak lain. AS biasa memanfaatkan lembaga-lembaga dunia semisal Dewan Keamanan PBB dan lembaga lainnya untuk memojokkan negara lain dengan tuduhan pelanggaran HAM. Salah satu tujuannya adalah untuk mengesankan bahwa AS adalah negara yang taat kepada aturan HAM. Dengan cara itu, AS berusaha melepas diri dari kemungkinan tuduhan pelanggaran hak asasi manusia.
Dunia sudah menyaksikan sendiri bagaimana AS telah menjadi penyebab tewasnya ratusan ribu manusia di Afghanistan. Di Irak, kondisi yang hampir mirip juga diciptakan oleh rezim Washington. Dengan alasan keberadaan senjata pemusnah massal yang sampai sekarang tak pernah ditemukan, AS menggelar agresi ke Irak. Lebih dari satu juta warga Irak tewas dan luka-luka. Belum lagi negeri itu tenggelam dalam kekerasan dan teror. Semua itu adalah hasil dari kinerja dan sepak terjang AS.
Semua orang tahu bahwa biang dari semua masalah di kawasan adalah AS. Bahkan rezim-rezim regional yang saat ini sedang menghadapi protes massa umumnya bergantung kepada AS dan mengabaikan tuntutan rakyatnya.
Yang jelas, kebungkaman AS dan Barat adalah sikap hipokrit yang sudah usang dan tidak lagi dipercaya dunia. AS harus membayar mahal jika tidak mau mengubah sikap ini, diantaranya dengan merelakan tumbangnya rezim-rezim dukungan di kawasan, seperti yang terjadi di Tunisia dan Mesir. (IRIB/AHF/1/5/2011)Seorang aktivis politik Bahrain, Hasan al-Bahraini menyatakan, krisis di Bahrain sudah sedemikian parah sehingga Amerika Serikat memutuskan menarik mundur Armada Kelima angkatan lautnya dari negara itu.
Kantor berita Fars melaporkan, penulis dan peneliti Bahrain ini menambahkan bahwa Armada Kelima Angkatan Laut Amerika Serikat telah direlokasi ke Laut Oman.
Hal itu menurutnya, membuktikan bahwa para pejabat Amerika Serikat tidak menaruh harapan lagi terhadap rezim berkuasa al-Khalifa. Saat ini hanya Arab Saudi yang mendukung al-Khalifa.
Arab Saudi berdasarkan perspektif politik yang bersandar pada paham Wahabisme, sejak awal intervensi militernya di Bahrain, telah melakukan berbagai kekejaman. Pembunuhan dan penyiksaan para demonstran, serta perusakan masjid dan pembakaran al-Quran, semuanya terjadi setelah militer Saudi turut campur di Bahrain.
Di bagian lain pernyataannya, al-Bahraini menyinggung aksi rezim Manama menghukum mati empat demonstran dan menilainya bertujuan untuk pamer kekuatan. Dikatakannya, dengan cara itu, rezim al-Khalifa ingin membuktikan kepada masyarakat dunia bahwa mereka masih eksis dan mengontrol kondisi.
Lebih lanjut dijelaskannya bahwa rezim al-Khalifa tidak memiliki bukti apapun yang mampu menyudutkan keempat demonstran yang divonis mati itu. Ditambahkannya bahwa keputusan hukuman mati empat demonstran itu diterima rezim al-Khalifa dari pihak asing. (IRIB/MZ/1/4/2011)
0 comments to "Demi Kekuasaan, Arab Saudi Tumpas Kebangkitan Rakyat Bahrain"