Home , � Serangan tentara Gajah ke Ka'bah berulang lagi.....

Serangan tentara Gajah ke Ka'bah berulang lagi.....


Peristiwa Tabas; Masih Menyimpan Ibrah

Peristiwa Tabas; Masih Menyimpan Ibrah

Peristiwa Tabas mengingatkan kita pada peristiwa bersejarah serangan tentara Gajah ke Kabah menjelang kelahiran Nabi Muhammad saw. Lebih dari 14 abad lalu, Raja Yaman Abrahah yang geram setelah mendengar bahwa masyarakat melakukan tawaf dan beribadah di Ka'bah bertekad untuk menghancurkan tempat suci tersebut. Abrahah bermaksud untuk menghancurkan Ka'bah agar masyarakat Arab tidak lagi beribadah di sana, tapi melakukannya di tempat ibadah yang dibangunnya. Ia berharap tempat ibadah yang dibangunnya dapat menggantikan Ka'bah sebagai tempat beribadah.

Abrahah akhirnya memutuskan menyerang Ka'bah dengan pasukan besar-besaran di mana gajah-gajah besar diletakkan di depan. Tentu saja masyarakat kota Mekkah tidak mampu menghadapi bala tentara sedemikian dahsyat dan mencari perlindungan ke gunung, namun apa yang dikehendaki Allah adalah satu hal yang lain. Tiba-tiba burung-burung muncul di langit berduyun-duyun sambil membawa batu membara yang mampu menghancurkan gajah dan pasukan Abrahah. Burung-burung ini diperintahkan oleh Allah untuk menghancurkan kejahatan musuh.

Malam hari tanggal 25 April 1980, terjadi sebuah peristiwa yang hampir sama dengan peristiwa serangan tentara Gajah Abrahah di Mekkah 14 abad lalu. Kali ini pemerintah Amerika yang dipimpin oleh Jimmy Carter, Presiden Amerika waktu itu memerintahkan militer Amerika untuk menyerang Iran. Serangan ini dilakukan di pertengahan malam oleh pasukan elit Amerika yang diperlengkapi dengan berbagai persenjataan modern dengan didukung pesawat Hercules C-130 dan sejumlah helikopter. Ada 90 pasukan komando yang ikut dalam operasi Eagle Claw bertugas untuk membebaskan para mata-mata Amerika yang ditahan di kedutaan besar AS di Tehran.

Mereka yang ditahan itu adalah para pegawai kedutaan Amerika di Tehran yang melakukan tugas rangkap sebagai mata-mata dan melakukan konspirasi antirevolusi Islam. Namun kelompok mahasiswa yang menamakan dirinya sebagai Daneshjuyan-e Peiruvan-e Khatt-e Emam (Mahasiswa Pendukung Garis Imam Khomeini) pada tanggal 4 November 1979 menduduki kedutaan Amerika yang telah menjadi sarang mata-mata Amerika dan menahan para pegawainya. Fakta-fakta dari kedutaan Amerika dengan baik menunjukkan bahwa tempat itu menjadi pusat operasi intelejen guna menumbangkan revolusi Iran.

Pasukan Amerika berbulan-bulan melakukan latihan keras guna membebaskan para agen Amerika yang ditahan di Tehran. Pertama mereka berlatih di Arizona dan setelah itu Mesir yang kondisi geografinya punya banyak kesamaan dengan daerah Tabas. Dengan memperhatikan seriusnya latihan yang mereka lakukan dan persenjataan yang dimiliki oleh pasukan elit ini, mereka mulai melakukan aksinya dengan kepercayaan diri penuh. Hal itu ditambah lagi dengan anasir-anasir anti revolusi di Iran sendiri yang sejak awal telah menyatakan kesiapannya untuk bekerjasama dalam operasi Eagle Claw.

Dalam perjalanan menuju gurun Tabas di timur Iran, dua helikopter mengalami kerusakan teknis, namun operasi tetap dilanjutkan. Helikopter lainnya dan pesawat mendarat di tempat yang telah ditentukan dan pasukan siap melakukan tahapan selanjutnya operasi ini, yakni bergerak menuju Tehran.

Namun di Tabas terjadi peristiwa yang hampir sama dengan kejadian di Mekkah 14 abad lalu. Kehendak Allah kembali menggagalkan niat jahat para agresor. Setibanya di Tabas, satu lagi dari helikopter Amerika mengalami kerusakan teknis yang berujung pada terhentinya operasi ini. Karena operasi rahasia ini membutuhkan sedikitnya enam helikopter, Presiden Jimmy Carter memutuskan untuk menghentikan operasi Eagle Claw dan memerintahkan agar semua pesawat dan helikopter segera kembali.

Saat Carter tengah berpikir mengenai kegagalan serangan Amerika ke Iran, tiba-tiba datang berita yang membuatnya semakin bingung. Pesawat dan helikopter Amerika yang akan tinggal landas dari gurun Tabas saling bertabrakan dengan lainnya setelah dihempas badai pasir yang muncul secara tiba-tiba. Akibatnya terjadi ledakan dahsyat yang membuat gurun Tabas yang gelap di malam itu menjadi terang-benderang dipenuhi pijaran api. Dalam peristiwa itu 8 komando amerika tewas, sementara mereka yang masih selamat dengan tergesa-gesa dan ketakutan meninggalkan gurun Tabas dengan pesawat.

Zbigniew Brzezinski, Penasihat Keamanan Nasional Jimmy Carter sebagai pendukung utama operasi ini di Gedung Putih saat melihat reaksi Carter setelah mendegar berita itu mengatakan, "Saat mendengar berita itu, Carter menekuk tubuhnya seperti ular yang terluka dan dari wajahnya tampak khawatir." Di sini kehendak Allah kembali menundukkan keinginan kekuatan-kekuatan sombong dan membuat mereka mencicipi pahitnya kegagalan dengan segala perlengkapan modern yang dimiliki.

Imam Khomeini ra menyebut agresi Amerika ke Iran sebagai kejahatan dan pelanggaran hukum internasional. Beliau berkata, "Mereka tiba di Tabas dan berpikir mampu menurunkan pasukannya. Dengan alasan ingin membebaskan para tawanan mereka ingin menghancurkan Iran. Namun Allah swt mengalahkan mereka hanya dengan mengirimkan debu dan angin." Beliau menilai tawakkal kepada Allah dan keyakinan akan bantuan gaib merupakan senjata agung yang tidak mampu dipahami oleh negara-negara Barat. Selama perjuangan revolusi Iran melawan rezim penindas Syah Pahlevi dan dalam periode 8 tahun perlawanan rakyat Iran menghadapi agresi rezim Saddam Hussein, berkali-kali rakyat Iran menyaksikan bantuan ilahi. Janji Allah kepada setiap bangsa yang melangkah di jalan-Nya, bakal dibantu oleh-Nya.

Tentu saja kekalahan memalukan militer AS di gurun Tabas tak juga menjadi ibrah bagi mereka dan masih saja melanjutkan konspirasi anti-Republik Islam Iran. Dukungan AS terhadap rezim Saddam dalam perang 8 tahun melawan Iran merupakan bagian dari konspirasi Washington selama tiga dekade terakhir. Gagal menumbangkan Iran lewat cara-cara militer, AS pun berupaya mencari jalan lain lewat pelbagai sanksi dan embargo ekonomi. Dan kini upaya tersebut dipadu dengan perang lunak untuk melemahkan posisi dan mengucilkan Iran di kancah internasional.

Pasca pemilu presiden 12 Juni lalu, AS makin gencar melancarkan perang lunak anti-Irannya melalui serangan propaganda lewat internet dan parabola. Gedung Putih bahkan mengalokasikan dana 55 juta USD untuk menyokong kelompok-kelompok anti-Republik Islam Iran.

Ironis memang, AS yang selama ini mengklaim dirinya sebagai pemimpin perang anti-terorisme di dunia, ternyata justru mendukung gerakan teroris yang dikenal sangat brutal dalam menyerang rakyat Iran. Salah satu bentuk dukungan nyata itu bisa terlihat dari sokongan AS terhadap kelompok teroris Mujahedin-e Khalq Organization (MKO). Padahal selama ini, kelompok ini telah terbukti melakukan beragam seragangan teror terhadap rakyat dan pejabat Iran.

Dukungan AS terhadap kelompok teroris Jundullah pimpinan Abdolmalek Rigi yang berpusat di provinsi Sistan-Baluchestan, tenggara Iran merupakan contoh lain dari bukti kebringasan Washington terhadap Tehran. 22 Februari lalu, pihak keamanan Iran berhasil membekuk Abdolmalek Rigi saat hendak melakukan pertemuan dengan para pejabat tinggi AS di Kyrgistan. Dalam pengakuannya, Rigi mengungkapkan bahwa saat ini Iran merupakan target utama AS, dan bukan Taleban atau AlQaeda. Di bagian lain pengakuannya, Rigi menambahkan, "Pihak AS di Dubai menyatakan, CIA tengah menjalankan program untuk mendukung seluruh organisasi penentang Republik Islam Iran dan memiliki kemampuan dan kekuatan perang". Rigi menegaskan, "AS berjanji memberikan seluruh bantuan dan fasilitasn untuk menghadapi Iran dan melakukan serangan teror".

Ancaman serangan nuklir merupakan gertakan lain yang selalu dilontarkan AS dan rezim zionis terhadap Iran. Baru-baru ini, Presiden AS Barack Obama dalam paparannya mengenai doktrin nuklir AS menegaskan bahwa Iran merupakan salah satu negara yang tidak luput dari target serangan nuklir Washington. Obama berdalih opsi serangan itu dipilih bagi negara-negara yang menurut AS dinilai melanggar traktat non-proliferasi senjata nuklir (NPT). Padahal jika mau jujur, justru AS merupakan negara terbesar pemilik dan pengembang senjata nuklir terbesar di dunia. Sementara Republik Islam Iran merupakan negara yang selalu menaati aturan NPT sesuai dengan apa yang diakui oleh Badan Energi Atom Internasional (IAEA).

Munculnya ancaman anti-Iran yang kerap dilontarkan AS ini menunjukkan bahwa Gedung Putih tak pernah sudi mengambil pelajaran atau ibrah dari pengalaman masa lalunya. AS juga semestinya sadar, bahwa Iran saat ini jauh lebih tangguh dan maju ketimbang Iran yang dikenalnya dulu. Karena itu, segala bentuk serangan militer ke Iran tentu bakal mendapat balasan yang telak dan konsekuensi yang mahal. Apalagi tumpuan utama bangsa Iran bukan hanya kekuatan militer yang canggih tetapi pada kekuatan iman dan tawakkal kepada Sang Maha Kuasa.

Sebagaimana yang ditegaskan Allah swt dalam firman-Nya surat Muhammad ayat 7 yang artinya: "Hai orang-orang mukmin, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu".

AS Tidak Mampu Gelar Perang Fisik dengan Iran, Soft-War Diandalkan

Yvonne Ridley

London - Seorang jurnalis Muslimah Inggris menyatakan, media-media berbahasa Persia yang disponsori oleh pemerintah AS berupaya menyebarkan kebohongan dan "perang propaganda hitam" untuk merongrong Republik Islam Iran.

Yvonne Ridley mengatakan, "Media seperti VOA, Radio Free Europe dan Radio Farda adalah mesin-mesin perang lunak AS terhadap Iran.

Dikatakannya, analisa sejarah pemerintahan AS sebelumnya menunjukkan bahwa untuk mencapai tujuannya, AS tidak hanya berperang yang menyebabkan kematian jutaan orang tidak berdosa, melainkan juga menggunakan berbagai sarana, propaganda, dan pendanaan publik, bahkan mendukung kudeta dan para diktator.

Laporan terbaru Presiden Amerika Serikat Barack Obama yang diajukan kepada Kongres juga menekankan perang lunak terhadap Iran.

Pemerintahan Obama tahun lalu mengalokasikan dana anggaran $55 juta dolar yang dialokasikan di sektor perang lunak terhadap Iran.

Lebih dari separuh dari anggaran tersebut dibelanjakan di jaringan televisi dan radio bahasa asing, termasuk televisi berbahasa Persia, VOA dan Radio Farda.

"Namun AS saat ini tidak bisa lagi menangani beban finansial dalam meluncurkan perang fisik. Oleh karena itu AS lebih memfokuskan pada perang lunak terhadap Iran," jelas Ridley

Jurnalis muslimah Inggris ini menandaskan, "Mungkin Obama lupa ucapan Presiden Abraham Lincoln bahwa Anda mengatakan mungkin Anda bisa menyimpangkan pemikiran sebagian orang di semua masa dan atau semua orang di sebagian masa, tetapi Anda tidak pernah bisa untuk menyimpangkan semua orang di semua masa."(IRIB/MZ/26/4/2010)

0 comments to "Serangan tentara Gajah ke Ka'bah berulang lagi....."

Leave a comment