PADA pertengahan 2006, marak diberitakan tentang seorang anak berusia 13 tahun yang tega memerkosa anak perempuan tetangganya yang masih berusia empat tahun. Saat ditanyai oleh yang berwajib, anak itu dengan polos menjawab bahwa dia penasaran ingin melakukan adegan intim seperti yang sering dilihatnya di film-film.
Oleh: Rita Nurlita Setia SSos
Tidak hanya itu, dalam sebuah tayangan berita kriminal di televisi, diberitakan tentang seorang anak laki-laki yang dengan sadis membunuh dua bocah teman sepermainannya hanya karena tersinggung. Saat ditangkap aparat, jawabannya sama, dia mengetahui cara membunuh dari tayangan kriminal yang sering ditontonnya di televisi.
Sungguh miris. Anak-anak yang seharusnya duduk di bangku sekolah dan menikmati masa kanak-kanak mereka yang ceria, terpaksa harus menghabiskan hari-harinya yang panjang di balik terali besi, hanya karena menirukan adegan yang sering mereka lihat di televisi.
Y Gunarto dari Yayasan Pengembangan Media Anak (YPMA) Jakarta menyebutkan, terdapat sekitar 60 juta anak Indonesia yang menonton televisi selama berjam-jam hampir sepanjang hari. Kalau kita perhatikan lagi, sebenarnya acara apa saja yang biasanya mereka tonton di televisi? Jawabannya adalah acara apa saja.
Selain maraknya tayangan televisi yang tidak layak dikonsumsi anak-anak, kebanyakan keluarga juga tidak memberikan arahan tentang acara mana yang boleh ditonton dan tidak oleh anak-anaknya.
Hasilnya, anak-anak jadi mudah takut oleh hal-hal gaib seperti hantu dan siluman, melakukan tindakan anarkistis, dan konsumtif. Mereka juga mulai hafal dengan berbagai permasalahan yang terjadi pada kehidupan artis melalui tayangan gosip.
Tidak hanya itu, pergaulan anak-anak juga mulai mengalami pergeseran nilai. Kini anak-anak yang masih duduk di bangku sekolah dasar (SD) sudah mulai naksir lawan jenisnya dan berperilaku seperti layaknya gadis remaja.
Sungguh dahsyat efek dari tayangan televisi terhadap anak. Seperti disebutkan Arief Rahman, guru besar Universitas Negeri Jakarta (UNJ), televisi ibarat jarum suntik. Acara yang ditayangkan adalah cairan yang ada dalam jarum suntik tersebut. Jika cairan yang dimasukkan dalam jarum suntik tersebut baik, maka orang yang menerima suntikan tersebut akan baik.
Namun sebaliknya, jika cairan dalam jarum suntik tersebut racun, virus, atau cairan yang dapat merusak tubuh, maka orang tersebut akan tambah sakit, tidak normal atau ‘mati’.
Untuk itu, mari secara bijak menyikapi acara-acara yang ada di televisi, demi kebaikan masa depan anak-anak kita, generasi penerus bangsa.
Memang tidak bisa dipungkiri bahwa televisi merupakan salah satu media yang paling efektif untuk menyampaikan pesan. Banyak keunggulan yang dimiliki, antara lain siarannya dapat ditangkap secara audio visual, bisa menyajikan tayangan dengan format yang menarik dan menyenangkan. Selain itu, siaran televisi juga bisa diakses secara cepat oleh khalayak dalam waktu yang bersamaan.
Sesuai dengan fungsi utamanya sebagai media massa untuk memberikan informasi, hiburan dan pendidikan, idealnya televisi menyajikan tayangan yang mendidik atau acara yang sesuai dengan usia anak. Karena mereka juga memiliki hak untuk memperoleh informasi yang baik. Tapi, kepentingan bisnis telah menomorduakan kepentingan masa depan anak Indonesia.
Oleh karena itu, adanya gerakan Hari Tanpa Televisi selama satu hari penuh pada 26 Juli 2009, sebagai rangkaian dari Hari Anak Nasional, merupakan satu gagasan yang perlu didukung. Menyadarkan kita bahwa banyak aktivitas bermanfaat yang bisa kita lakukan di dalam maupun luar rumah bersama anak selain menonton televisi.
Selama satu hari penuh, anak-anak diajak untuk ‘menjauh’ dari televisi dan melakukan aktivitas lain yang lebih berguna.
Gerakan Hari Tanpa Televisi itu bukan merupakan aksi untuk mengajak antitelevisi, tapi merupakan salah satu bentuk keprihatinan masyarakat terhadap tayangan televisi yang kebanyakan tidak aman dan tidak bersahabat untuk anak. Dengan begitu, diharapkan industri televisi berpikir ulang dan membuat tayangan yang lebih baik dan bermanfaat untuk tumbuh kembang anak Indonesia. Jangan hanya mengandalkan rating semata.
Kita sebagai orang dewasa harus bisa menyuarakan apa yang terbaik bagi mereka. Setidaknya, membantu mereka membuat pilihan yang terbaik bagi kepentingan mereka di masa depan.
Sebab, di tangan merekalah identitas Indonesia dititipkan. Di wajah mereka jugalah masa depan Indonesia ditentukan. Oleh karena itu, mari kita selamatkan kepribadian para calon pemimpin bangsa.
Dosen STIA Tabalong, tinggal di Tanjung
e-mail: ritatujuh@yahoo.com
Home � � Hari Tanpa Televisi demi Anak Indonesia
Hari Tanpa Televisi demi Anak Indonesia
Posted by cinta Islam on 5:06 PM // 0 comments
0 comments to "Hari Tanpa Televisi demi Anak Indonesia"