Pasca pilpres 8 Juli 2009, beragam komentar bermunculan, analisis para pakar sampai orang awam hampir selalu ada di setiap media. Semua memberikan apresiasi, entah dengan optimis dan penuh semangat untuk kemajuan bangsa kedepan sampai tulisan bernada pesimis dan mengajukan beragam kecurangan dan keganjilan selama pilpres berlangsung.
Ada tulisan menarik yang dimuat di koran harian Jawa pos 10 Juli 2009, yang ditulis oleh KH. A. Mustofa Bisri dengan judul Rakyat Sudah Dewasa. Rais Syuriah PB NU ini mengawali tulisannya dengan berangkat dari rasa kekhawatirannya kalau pilpres di Indoneisa akan berakhir sebagaimana pilpres yang terjadi di Iran. Sebagaimana kita ketahui bahwa pasca pilpres di Iran terjadi kerusuhan akibat adanya intervensi negara asing terutama Amerika , Israel dan Eropa terhadap urusan dalam negri Iran. Dan mereka mengerahkan orang-orang bayaran terutama preman untuk berbuat rusuh dan mencoba menggoyang pemerintahan, sebagaimana yang dilansir media-media Iran.
Beliau melihat kalau rakyat kita begitu tertib, mereka datang ke TPS-TPS dengan santai dan guyub meskipun berangkat dari pilihan dan orientasi partai yang berbeda. Dan setelah pencontrengan masyarakat secara bersama-sama melihat hasil pencontrengan mereka di quick count. Mereka melihatnya sambil tertawa bahkan saling ledek layaknya saudara. Rakyat sudah bayak belajar demokrasi, dari berkali-kali digelarnya pemilu dan pilkada. Dan dua kali digelarnya pilpres kedewasaan mereka semakin tumbuh, “ Kalau harus ada yang diacungi jempol dalam pesta demokrasi ini, tidak diragukan lagi yang pertama-tama berhak kita acungi jempol adalah mereka: rakyat Indoneisa” tulis Gus Mus.
Pengasuh Ponpes Raudlatut Thalibin Rembang ini, dalam lanjutan tulisannya beliau melihat bahwa capres Jusuf Kalla (JK) yang sejak mencalonkan diri hingga menjelang pencontrengan tidak henti-hentinya mendapat sorotan dan diberitakan berkibar dimana-mana. JK di dukung pengusaha, intektual dan terutama kiai-kiai NU dan tokoh-tokoh Muhammadiyah, ternyata malah jeblok dalam hasil quick count. Bukankah JK adalah notabene orang NU? Dan bukakah massa NU itu tidak sedikit? “tentu banyak yang mempertanyakan, kenapa begitu banyak kiai –bahkan ada yang membawa lembaganya, pesantren atau NU- yang terang-terangan dan dengan tegas mendukung JK, namun hasilnya seperti tidak ada?.”
Inilah focus tulisan beliau, bahwa rakyat sudah bayak belajar terutama dari sepakterjang para pemimpinnya (kiai). Selama ini mereka diajari untuk mencintai ilmu agama dan konsentrasi dengan masalah akhirat, tidak menggandrungi dunia, pangkat, kekuasaan dan tidak membawa-bawa NU atau pesantren ke ranah politik praktis. Tapi ketika para kiai bertindak sebaliknya dan malah masuk politik praktis, “mereka pun kemudian “mendapatkan ilmu” dan berpikir positif: sepanjang berkaitan dengan ilmu agama, amal dan urusan akhirat; mereka akan ikut dan sam`an wa tha`atan kepada para kiai panutan mereka itu. Tapi, kalau soal dunia, pangkat kekuasaan dan politik praktis, mereka akan “ijtihad” sendiri”.
“Bahkan, tidak sedikit yang sengaja seperti “melawan” ketidaksesuaian ajaran panutan mereka dengan prilakunya, lalu memilih asal bukan pilihan panutannya itu. Maka terbukti; baik dalam pilkada, pileg, maupun pilpres; kebanyakan calon yang didukung para kiai-apalagi yang membawa institusi- selalu kalah.” tulisnya.
Para ulama walaupun banyak berhubungan dengan umara dan politikus tapi masih banyak yang belum kunjung mengenali tiologi umara dan begitu juga sebaliknya.
Walhasil, umat dewasa ketika pandai memilih meskipun bersebrangan dengan pilihan panutannya. Tapi bukankah hal ini merupakan tanda keberhasilan barat yang berhasil memisahkan politik dari ulama (agama)? wallahu`alam
Home � � Poltik dan Agama dipisah ?????
Poltik dan Agama dipisah ?????
Posted by cinta Islam on 6:18 PM // 0 comments
0 comments to "Poltik dan Agama dipisah ?????"