Catatan Untuk Jawa Pos: Ahmadinejad Tidak Memecat 3 Menterinya!!!
Konflik politik Iran kembali memakan korban. Menyusul ditolaknya penunjukan Esfandiar Rahim Mashaie sebagai wakil presiden (Wapres) pertama Iran, Presiden Mahmoud Ahmadinejad memecat tiga menterinya kemarin (27/7). Sementara itu, unjuk rasa antipemerintah terus bergulir di Teheran. Demikian Jawa Pos mengawali pemberitaan tentang Iran hari ini, Selasa, 28 Juli 2009 yang bertopik "Imbas Besan Dipaksa Mundur, Ahmadinejad Pecat Tiga Menteri".
Situs Jawa Pos mengutip The Christian Science Monitor dari BBC yang menyebutkan tiga menteri yang dipecat itu adalah Menteri Intelijen Mohsen Ezheie, Menteri Kebudayaan Mohammad Hossein Saffar-Harandi, dan Menteri Tenaga Kerja Mohammad Jahromi. Tapi, pemimpin 52 tahun tersebut lantas membatalkan pemecatan Saffar-Harandi dan Jahromi. "Saya tetap akan mengundurkan diri,".
Kantor Berita Fars News hari merilis, Ketua Humas Kantor Kepresidenan, Mohammad Jaafar Mohammad Zadeh menyatakan bahwa pengunduran diri Menteri Kebudayaan dan Penerangan, Safar Harandi, ditolak oleh Ahmadinejad.
Dalam surat Harandi kepada Ahmadinejad, Menteri Kebudayaan dan Penerangan ini menyatakan, pihaknya menyatakan mengundurkan diri dari kabinet menyusul pemberitaan dari media-media lokal. Dari kontek surat Harandi dapat dipahami bahwa Menteri Kebudayaan dan Penerangan mengajukan surat tersebut dengan bersandarkan pada sumber-sumber pemberitaan yang tengah bermain opini di tengah masyarakat.
Setelah permohonan pengunduran diri Harandi ditolak Ahmadinejad, terbukti bahwa berita pemberhentian Harandi oleh Ahmadinejad tidaklah benar. Namun isu pemberhentian terlanjur menjadi konsumsi media yang mempermainkan opini dan mengaduk-aduk kekeruhan situasi Iran pasca Pemilu.
Sementara itu, Kantor Berita IRNA merilis, pihak pemerintah Ahmadinejad sendiri menyatakan hanya memberhentikan satu menteri dari kabinetnya yaitu Menteri Intelijen Mohsen Ezheie.
Pemberitaan pemberhentian sejumlah menteri oleh Ahmadinejad memang mencuat di media-media lokal Iran. Pada awalnya, Ahmadinejad diisukan memberhentikan empat menteri. Keempat menteri tersebut adalah Menteri Intelijen Mohsen Ezheie, Menteri Kebudayaan Mohammad Hossein Saffar-Harandi, Menteri Tenaga Kerja Mohammad Jahromi, dan Menteri Kesehatan, Mohammad Lankarani. Tetapi isu pemberhentian tersebut ditepis oleh situs resmi pemerintah dan menyatakan bahwa hanya satu menteri saja yang diberhentikan oleh Ahmadinejad, yakni Menteri Intelijen Mohsen Ezheie.
Dalam bagian analisanya, Situs Jawa Pos melanjutkan, pemecatan Saffar-Harandi dan Jahromi lebih dikaitkan dengan hukum Iran tentang kabinet baru. Jika presiden terpilih memecat lebih dari separo menteri dalam kabinet barunya, dia harus meminta persetujuan parlemen. Saat ini, susunan menteri kabinet baru Ahmadinejad sedang dalam persetujuan parlemen. Keterangan Jawa Pos ini mengutip keterangan Wakil Ketua Parlemen Mohammad Reza Bahonar, yang menyebutkan, "Sebelum ada persetujuan dari parlemen, tidak diperkenankan ada pertemuan."
Menanggapi pemberitaan miring Jawa Pos tersebut, kami katakan bahwa Jawa Pos sama sekali tidak memahami hukum dan Undang-Undang Iran. Dalam UUD Iran dinyatakan, jika lebih dari separoh menteri dipecat, maka kabinet yang ada dinyatakan bubar. Berdasarkan undang-undang Iran pula, pemecatan menteri adalah hak penuh presiden. Akan tetapi, presiden Iran ketika mau membentuk kembali kabinet baru, ia harus meminta mosi kepercayaan dari para anggota parlemen.
Hingga saat ini, Ahmadinejad belum menyebutkan nama-nama menteri dalam susunan kabinet baru. Karena nanti pada tanggal 5 Agustus, Ahmadinejad kembali akan disumpah sebagai Presiden Iran. Setelah itu, Ahmadinejad mempunyai waktu selama dua minggu untuk menentukan kabinet barunya. Setelah daftar nama-nama menteri diserahkan Ahmadinejad ke parlemen, para anggota parlemen akan mempelajari daftar susunan kabinet baru tersebut dan menganalisa kelayakan para mentri yang diusulkan oleh presiden. Setelah itu, satu persatu menteri usulan Ahmadinejad itu akan dipanggil di parlemen untuk menyampaikan visi-misi dan program kerjanya selama lima tahun. Berdasarkan penjelasan calon menteri tersebut, para anggota parlemen akan memberikan persetujuan atau penolakan. Oleh karena itu, Jawa Pos benar-benar tidak jeli dalam pemberitaan dan tidak memahami hukum dan Undang-Undang Iran.
Koran Jawa Pos menyebutkan pemecatan Ezheie membuat pemerintahan Ahmadinejad semakin berjuang dengan kubu ulama Iran. Sebab, selain dikenal sebagai politikus, Ezheie merupakan ulama yang cukup terpandang di Negeri Para Mullah tersebut. Sementara itu, Ahmadinejad merupakan satu di antara tiga presiden Iran yang bukan ulama. Selama ini, jabatan menteri intelijen selalu dipercayakan kepada ulama. Hingga kemarin, masih belum jelas kandidat pengganti Ezheie. Demikian Jawa Pos menjelaskan peta politik Iran pasca pemilu.
Dalam hal ini, Jawa Pos berupaya mengesankan bahwa pemerintah Ahmadinejad tengah berhadap-hadapan dengan ulama, nampak sekali keteledoran dan ketidakfahaman Jawa Pos dalam memahami peran ulama dalam sistem pemerintahan Republik Islam Iran. Dalam politik dan sistim Republik Islam Iran,tidak dapat dipetakan dengan membedakan antara kubu ulama dan non-ulama. Peran ulama sama sekali tidak dapat dipisahkan dari politik Iran.
Ahmadinejad sendiri melibatkan sejumlah ulama untuk menjadi penasehatnya. Bahkan Ayatollah Misbah Yazdi disebut-sebut sebagai guru yang berpengaruh bagi Ahmadinejad. Untuk itu, bukanlah hal yang mengherankan bila media-media Barat menghubungkan pemecatan Ezhei dengan konfrontasi antara kubu Ahmadinejad yang bukan ulama dengan ulama. Barat sangat menyadari bahwa ulama di Iran mempunyai peran penting. Disadari juga bahwa infiltrasi Barat menghadapi kegagalan karena peran ulama yang begitu kuat dalam sistem pemerintahan Islam Iran, bahkan welayat al-faqih atau kepemimpinan pakar fiqih menjadi kekuatan puncak di negara ini. Dan ini yang tidak difahami oleh Jawa Pos dan media massa Indonesia. Hukum fikih yang mewakili implementasi hukum Islam, dapat diterapkan dengan baik di negara ini.
Dengan berdirinya Republik Islam Iran, sekularisme menemui rival kuat di dunia ini. Inilah yang membuat Barat gerah akan peran ulama di Iran. Tidaklah heran bila semua konflik di negara ini dihubung-hubungkan dengan ketidakbecusan ulama dalam mengelola pemerintah. Padahal saat yang sama, konflik di negara ini selalunya diselesaikan dengan peran welayat al-faqih yang selalu berpangku pada hukum dan dukungan rakyat.
Dalam menanggapi masalah peranan ulama dalam sistem pemerintahan Islam Iran kaitannya dengan pemilu, Musa Kadzim seorang bloger Indonesia menulis dalam blognya:"Sistem Islam dan Pilpres Iran ". Silahkan rujuk.
Jawa Pos sendiri menyebutkan bahwa kekecewaan disebut-sebut melatarbelakangi pemecatan Ezheie. Konon, Ahmadinejad tidak terima karena Mashaie dipaksa mundur dari jabatan Wapres pertama. Jawa Pos yang mengutip laporan Kantor Berita Iran Fars menyebutkan, "Menteri Intelijen (Ezheie) terlibat perdebatan seru dengan presiden dalam pertemuan komite pemerintah Rabu lalu (22/7. " Dengan demikian, Jawa Pos sendiri di awal pemberitaannya mengakui bahwa pemecatan Ezhei tidak ada hubungannya dengan ulama dan non-ulama.
Dalam bagian lainnya, Jawa Pos menyebutkan, Ahmadinejad masih berjuang keras memberikan posisi yang nyaman untuk Mashaie. Gagal ditempatkan sebagai Wapres pertama, besan Ahmadinejad itu digadang-gadang menjadi menteri. Tidak hanya itu, Jawa Pos melaporkan, media Iran menyebut posisi menteri keamanan nasional dan menteri energi sebagai dua pilihan jabatan yang paling mungkin diberikan kepada Mashaie. Sebab, dua posisi itu sangat sensitif bagi Negeri Persia tersebut.
Dalam rilis Fars News, Meshai selama ini tidak pernah diberitakan untuk menjadi menteri dalam susunan kabinet baru Ahmadinejad. Yang ada adalah, Ahmadinejad menjadikan Meshai sebagai Ketua Kantor Kepresidenan yang setara dengan sekretaris negara di Indonesia. Keputusan itu dilakukan Ahmadinejad setelah jabatan wapres pertama yang diserahkan kepada Mashaie mendapat pertentangan berbagai pihak.
Di penghujung laporannya, Jawapos menyebutkan, kritikus politik mengatakan bahwa konflik tersebut sengaja diciptakan untuk mengalihkan perhatian internasional dari pilpres kontroversial Iran[islammuhammadi/mt/iribnews/farsnews/irna]
0 comments to "Wartawan oh wartawan............"