Home � Amerika is the real terrorist??? Is it real?

Amerika is the real terrorist??? Is it real?


911: Kebohongan Amerika
Fakta yang ditulis dalam artikel di bawah ini, sebenarnya sudah lama ditulis oleh jurnalis independen, Christopher Bollyn. Anda bisa cek laporan lengkapnya di: http://www.bollyn.com/911, plus foto2 dan berbagai link lain sebagai pendukung datanya.
Lalu, ada satu lagi laporan investigasi 911, ditulis sejak bbrp tahun yll oleh orang anonymous, isinya sangat mengejutkan: http://www.apfn.org/apfN/WTC_STF.htm
Tapi, setahu saya, inilah pertama kalinya ada artikel mengupas kebohongan AS ttg WTC yg ditulis dalam bhs Indonesia dan dimuat di media terkemuka. Salut buat Pak Hasan Syukur dan Republika!

===

Skenario Runtuhnya WTC

Oleh : Hasan Syukur
(Wartawan)


Setiap 11 September, rakyat Amerika mengenang tragedi runtuhnya menara kembar World Trade Centre (WTC) di New York, AS, yang memakan banyak korban. Gedung kembar itu hancur luluh bagaikan gedung tua yang diledakkan oleh bahan peledak dari dalam setelah ditabrak dua pesawat terbang komersial. Hari itu, jaringan televisi AS meliput secara live dari lokasi peristiwa. Tayangan itu terbidik dari beberapa sudut dan terlihat langsung oleh jutaan pemirsa televisi. Pers AS lalu seperti menyanyikan lagu koor, mengutip keterangan resmi: ‘Menara itu runtuh diserang oleh teroris Muslim yang digerakkan oleh Usamah Bin Laden dari Afghanistan’. Tapi, tak semua pers mengikuti koor itu.

Theiry Meyssan, seorang jurnalis asal Prancis mencoba melihat peristiwa itu secara objektif. ”Saya akan menjungkirbalikkan seluruh versi resmi serangan 11 September 2001,” katanya. Hasil investigative reporting -nya itu kemudian ia tuangkan ke dalam sebuah buku berjudul 9/11 The Big Lie America , diterjemahkan penerbit Jalan Lurus dengan judul, Bohong Besar Amerika , Bandung, 2003.

Inilah cerita versi Thierry Meyssan: Kedua pesawat itu diidentifikasikan oleh FBI sebagai Boeing 767. Pesawat itu menghantam tepat pada sasarannya. Peristiwa ini sangat musykil. Dipandang dari ketinggian yang jauh, sebuah kota akan tampak seperti selembar peta dan semua acuan visual yang lazim menjadi hilang. Untuk menabrak menara, pesawat perlu dipraposisikan pada ketinggian sangat rendah. ‘Karya’ itu merupakan prestasi luar biasa bahkan pilot yang sangat berpengalaman pun sulit melakukannya. Konon yang melakukannya adalah pilot yang baru lulus latihan.

Namun, ada satu cara lain untuk mendapat hasil demikian, yakni…..

memakai rambu tuntun dari radio. Suatu sinyal yang dipancarkan dari sasaran, menuntun pesawat itu. Tak perlu banyak orang di pesawat dalam kendali pilot otomatis. Bahkan, pembajak sama sekali tidak dibutuhkan. Pesawat itu berada di bawah kendali remote control , mengendalikan pesawat tanpa pilot.

Setelah ditabrak, Menara Kembar runtuh sendiri. Sebuah komisi penyidik menyimpulkan bahwa terbakarnya bahan bakar pesawat menimbulkan panas yang melelehkan struktur logam utama kedua bangunan. Teori ini disangkal keras oleh Assosiasi Pemadam Kebakaran New York dan Journal Profesional, Fire Engineering bahwa struktur bangunan tersebut tahan api. Para petugas pemadam kebakaran malah mendengar ledakan di lantai dasar bangunan. Pakar terkenal dari Institut Pertambangan dan teknologi, Van Romero pun mengamininya. ”Keruntuhan itu diakibatkan oleh bahan peledak,” katanya.

Pada hari yang sama, Departemen Pertahanan mengeluarkan pengumuman singkat ”Pentagon diserang teroris pada pukul 09.38,” kata Menteri Pertahanan Donald H. Rumsfeld. Pers AS pun heboh. Namun, ketika mau meliput peristiwa itu, para wartawan diusir dari tempat kejadian dengan alasan agar tidak menghalangi operasi penyelamatan. Toh, wartawan AP, Tom Horan, berhasil mendapatkan foto-foto ekslusive dari sebuah gedung dekat lokasi kejadian.

Kepala Staf Gabungan, Jenderal Richard Myers, mengindikasikan bahwa pesawat terbang bunuh diri itu adalah Boeing 757-200. Pukul 08.55 waktu setempat, Boeing itu turun ke ketinggian 29.000 kaki. Dua pesawat tempur F-16 segera melesat untuk mencegat Boeing itu, tapi katanya kehilangan jejak.

Menurut Meyssan ini tak masuk akal. ”Bagaimana percaya sebuah pesawat jet berbadan tambun bisa mengecoh dua pesawat tempur yang memburunya?” Seandainya si Boeing berhasil mengatasi rintangan pertama pun, dengan mudah akan ditembak jatuh saat mendekati Pentagon. Pasalnya, di pangkalan udara Saint Andrew di sekitar Pentagon, berpangkalan Wing Tempur 113 Angkatan Udara dan Wing Tempur serang 321 Angkatan Laut. Masing-masing dilengkapi pesawat tempur F-16 dan F/A-18. Di atap gedung itu pun dipasang penangkis serangan udara dan rudal-rudal supercanggih. Mereka tentu tak akan pernah membiarkan sang Boeing menghampiri Pentagon.

Pesawat raksasa itu tiba-tiba mendekati tanah, seperti akan mendarat, langsung menabrak Gedung Pentagon. Anehnya tanpa merusak tiang lampu dan bangunan-bangunan di sekitarnya. Moncong pesawat masuk ke pintu gerbang yang tengah direnovasi. Keterangan resmi ini, menurut Meyssan, meragukan. Tabrakan keras itu pastilah menimbulkan kebakaran besar, lalu pesawat menjadi onggokan gosong.

”Jika merujuk pada foto dari AP, Anda akan melihat tidak dijumpai bangkai pesawat di sana. Bahkan, sebuah gir roda pesawat pun tak tampak. Padahal pemotretan itu dilakukan di menit-menit pertama ketika mobil pemadam kebakaran tiba dan petugas belum menyebar,” tulis Meyssan dalam bukunya itu. Diduga suara berdesing dan runtuhnya atap salah satu pintu gerbang Pentagon itu disebabkan oleh rudal tipe AGM. Jenis rudal ini menyerupai sebuah pesawat terbang sipil kecil, memang. Tapi, bukan pesawat terbang. Demikian Meyssan.

Lepas dari kontroversi itu, Presiden AS, George W Bush, segera mengumumkan bahwa serangan itu dilakukan oleh teroris Muslim, pimpinan Usamah bin Ladin. Maka, tanpa memerlukan penyelidikan seksama, dengan alasan memburu pimpinan Alqaidah itu, Bush memerintahkan penyerbuan ke negara Muslim Afghanistan. Gilirannya, Irak diduduki dengan alasan memiliki senjata pemusnah massal (yang kemudian ternyata tidak terbukti).

Kenapa Bush menuding Muslim? Rupanya Bush mendapat bisikan dari Samuel Philip Huntington. Pandangan negatif penasihat gedung putih terhadap Islam ini tertuang dalam sebuah artikel yang dimuat di media Foreign Affairs yang terbit pada musim panas 1993 dengan judul ”The clash of Civilization”. Artikel yang memancing polemik ini kemudian diterbitkan dalam bentuk sebuah buku pada 1996. Menurut Huntington, setelah Uni Sovyet (ideologi komunis) runtuh, musuh berikutnya adalah Islam. Sudut pandang negatif terhadap Islam inilah yang rupanya diyakini Presiden Bush. Bush lalu mendeklarasikan perang atas nama membasmi teror.

Sejak dulu Indonesia negeri berpenduduk Muslim terbesar di dunia ini adalah negeri yang aman. Bangsa yang yakin bahwa agama adalah rahmat bagi sekalian alam. Tapi, sejak deklarasi Bush itu, tiba-tiba bom-bom canggih berledakan merobek ketenangan negeri ‘jamrud Khatulistiwa’ itu dan memakan banyak korban orang tak berdosa. Lalu pesantren dituding biang teror. Orang-orang berjenggot, berpakaian gamis dengan celana menggantung dicurigai. Ujung-ujungnya, kegiatan dakwah harus diawasi. Mungkinkah malapetaka ini bagian dari skenario global untuk menyudutkan Islam?

Sumber:
http://republika.co.id/koran/24/75709/Skenario_Runtuhnya_WTC
http://dinasulaeman.wordpress.com/2009/09/16/911-kebohongan-amerika/

Tambahan dari Dina:

Kini, Obama melancarkan perang Afghanistan dengan alasan memburu Bin Laden, Al Qaida, dan Taleban. Siapakah mereka sebenarnya? Atau jangan-jangan… ini sebuah kebohongan lagi?



Kunci Kekuatan Taliban

Oleh Dina Y. Sulaeman*
Perang melawan terorisme yang dilancarkan AS di Afganistan sudah berlangsung 7 tahun. Serangan AS pada musim gugur 2001 memang berhasil menggulingkan rezim Taliban dan disusul dengan dibentuknya pemerintahan Afganistan yang dipilih melalui pemilu. Namun, kenyataannya, Taliban secara de facto tetap tak terkalahkan. Bahkan, Brigadir Mark Carleton-Smith, Komandan Pasukan Inggris di Afganistan pada awal bulan Oktober memproklamasikan, “Kita tidak bisa mengalahkan Taliban,” (The Times, 6/10). ABC News online bahkan juga menyebut tahun 2008 sebagai tahun mematikan bagi tentara asing di Afgan. Padahal, saat ini sekitar 33.000 tentara AS tengah bercokol di negeri ini, ditambah dengan 65.000 tentara NATO yang didatangkan dari 40 negara.

Tidakkah ini menimbulkan tanda tanya besar? Sebuah pasukan yang dicitrakan primitif, berjuang di gunung-gunung batu, punya paham ekstrim kanan, ternyata tak bisa ditaklukkan oleh pasukan tercanggih dunia yang bersenjata lengkap meski perang berlangsung 7 tahun. Osama bin Laden yang disebut AS sebagai teroris nomor 1 dunia, juga tak kunjung tertangkap. Padahal, hampir seluruh pelosok Afghan konon sudah disisir. Sejak 2001, lebih dari 1000 tentara asing dan 1500 warga sipil tewas dalam operasi-operasi militer yang konon bertujuan untuk mencari Osama dan gerombolan Al Qaeda.

Sebuah buku berjudul Bin Ladden, the Forbidden Truth agaknya bisa memberi titik terang pada tanda tanya di atas. Buku karya Brisard dan Dasquie menceritakan adanya negosiasi rahasia antara Bush dengan rezim Taliban pada tahun 2001, sebelum terjadinya tragedi 11 September. Negosiasi itu intinya berisikan kesediaan AS menerima rezim Taliban dan tidak lagi menyebutnya sebagai organisasi teroris jika Taliban bekerjasama dalam proyek minyak di Asia Tengah. AS memang ingin melepaskan diri dari ketergantungan minyak pada Timur Tengah. Ladang-ladang minyak yang layak untuk dieksplorasi terletak di negara-negara Laut Kaspia dan Asia Tengah, seperti Kazakhstan, Azebaijan, dan Tajikiskan. Problemnya, minyak di kawasan itu harus melewati Rusia untuk bisa sampai ke pasar dunia dan ini bukan pilihan yang baik untuk AS. Pilihan lain, yang juga mustahil diambil AS adalah, minyak dialirkan melalui Iran, lalu menembus Teluk Persia. Pilihan terakhir dan terbaik (bagi AS) adalah membangun pipa minyak dari Turkmenistan, terus melewati Afganistan dan Pakistan, hingga sampai di Samudera India. Tak heran bila AS sedemikian bertahan menduduki Afganistan, meski korban nyawa telah sedemikian banyak.

Indikasi lain adanya bisnis minyak di balik serangan AS ke Afganistan adalah bahwa hingga kini, AS tidak pernah mencatatkan Afganistan sebagai negara sponsor terorisme. Padahal, sudah jelas Taleban dan Bin Laden bermarkas dan merajalela di Afganistan. Di saat yang sama, AS memasukkan nama Iran, Suriah, Korea Utara sebagai negara pendukung terorisme tanpa alasan yang masuk akal. Tentu saja, seandainya Afganistan dikategorikan sebagai negara sponsor terorisme, akan mencoreng citra AS jika menanamkan modal bisnis minyak di sana. Fakta aneh lain yang terungkap adalah bahwa sesungguhnya keluarga Bin Laden dan Bush punya hubungan erat di bidang bisnis.

Ada beberapa prediksi terkait hasil negosiasi Bush-Taliban pra Tragedi 11 September itu. Sebagian sumber menyebutkan bahwa Taliban menolak bekerja sama dengan AS. Ada pula sumber lain yang menilai bahwa negosiasi itu membuktikan bahwa invasi AS ke Afgan sudah dipersiapkan jauh sebelum terjadinya 11/9. Namun, yang jelas, tragedi terorisme canggih ala 11/9 itu (yang anehnya, tidak mampu terdeteksi oleh agen FBI dan CIA yang selama ini dicitrakan sangat hebat), memberi alibi kuat bagi AS untuk melancarkan serangan ke Afghanistan dan Irak. Hanya dalam waktu 3 minggu, rezim Taleban bisa digulingkan.

Taliban Ternyata Didirikan CIA

Kini, mari kita melihat fakta di balik pendirian Taliban. Data menyebutkan bahwa antara tahun 1978 dan 1992, pemerintah AS mengucurkan minimalnya 6 juta US Dollar (sebagian bahkan menyebut angka $20 juta) untuk membeli senjata, melatih, dan mendanai pendirian sebuah kelompok jihad Afganistan demi mengusir Soviet dari Afganistan. Perlu diingat, saat itu tengah berkecamuk Perang Dingin AS-Soviet dan AS menggunakan segala cara untuk menghalangi meluasnya pengaruh Soviet di dunia.

Upaya itu juga didukung oleh Arab Saudi dan Pakistan, termasuk dinasti Bin Laden yang menyumbang dana jutaan dollar. Kelompok itu kemudian disebut Taleban, berasal dari kata Taleb atau pelajar, karena merekrut para pelajar Islam di Pakistan dan berbagai negara muslim. Ahmed Rashid, koresponden untuk Far Eastern Economic Review, menulis bahwa pada tahun 1986, Direktur CIA William Casey mengakui bantuan CIA kepada ISI (badan intelijen Pakistan) untuk merekrut pasukan jihad. Minimalnya 100,000 militas Islam berdatangan ke Pakistan antara tahun 1982 and 1992 (60.000 di antaranya pelajar Islam di Pakistan).

Perekrutan, penggalangan dana, dan penyediaan peralatan untuk Taleban disalurkan oleh organisasi Maktab al Khidamar (MAK) dan Osama Bin Laden adalah salah satu dari tiga pimpinan MAK. Pada tahun 1989, Bin Laden menguasai MAK sepenuhnya. Osama bin Laden, anak dari milyarder Arab Saudi, datang ke Afghanistan tahun 1980 untuk bergabung dalam gerakan jihad yang disponsori CIA itu. Dia bertugas merektrut, mendanai, dan melatih 35.000 sukarelawan non-Afghan yang bergabung dengan Taliban. Milt Bearden, Deputy CIA di Pakistan 1986-1989, mengakui, atas sepengetahuan CIA, Bin Laden membawa 20-25 juta dollar per bulan untuk membiayai perang (New Yorker, 24/1/2000). Bin Laden kemudian mendirikan organisasi Al Qaeda pada tahun 1987 yang menjadi pelaksana kamp-kamp pelatihan militan dan berbagai bisnis (perdagangan) di Afganistan.
Bulan madu Taleban-Al Qaeda-Bin Laden berakhir setelah Tragedi 11 September 2001. Segera setelah pengeboman menara WTC di New York yang menewaskan 5000-an orang itu, pemerintahan Bush menuduh Al Qaeda lah pelakunya dan segera setelah itu, melancarkan serangan ke Irak dan Afganistan tanpa izin PBB.

Lalu, kembali ke pertanyaan, mengapa Taliban dan Bin Laden tetap tak terkalahkan hingga kini? Jawabannya sangat sederhana: Taliban adalah kunci bagi AS untuk terus bercokol di Afganistan. Bila Taleban kalah dan Afganistan aman, sulit bagi AS untuk memaksakan kehendaknya (dan proyek-proyeknya) di negeri itu. Pembentukan pemerintahan dan UUD Afganistan segera setelah rezim Taleban digulingkan menunjukkan bahwa rakyat Afganistan memilih bentuk negara Islam. Bila dibiarkan begitu saja, Afganistan akan sangat mudah bersekutu dengan Iran (kedua negara memiliki sejarah historis yang hampir sama, bahkan keduanya dulu pernah tergabung dalam satu negara, dengan bahasa yang sama). Itulah sebabnya, AS tak pernah membiarkan bangsa Afgan mengatur sendiri negaranya. AS terus bercokol di sana, menghancurkan berbagai infrastruktur dan membunuh warga sipil dengan alasan, untuk menumpas Taleban. Dan itulah kunci kekuatan Taleban: AS memang masih membutuhkan keberadaannya.

*pemerhati kajian Timur Tengah, penulis buku Ahmadinejad on Palestine

sumber :http://dinasulaeman.wordpress.com/2008/10/31/kunci-kekuatan-taliban/


Tags:

0 comments to "Amerika is the real terrorist??? Is it real?"

Leave a comment