Lintasan Sejarah 24 Dzulhijjah
Rasulullah Bermubahalah Dengan Bani Najran
Tanggal 24 Dzulhijjah tahun 10 Hijriah, Rasulullah SAWW beserta putri beliau, Fathimah Az-Zahra, menantu beliau, Ali bin Abi Thalib, dan kedua cucu beliau, Hasan dan Husain (alayhimussalam), berangkat keluar dari kota Madinah untuk menemui para pembesar kabilah Kristen, Bani Najran. Sebelumnya, para pembesar Bani Najran itu datang menemui Rasulullah untuk mempertanyakan ajaran agama Islam. Namun, apapun jawaban yang diberikan Rasulullah, pembesar kabilah Kristen itu tetap tidak mau menerimanya. Lalu, Allah menurunkan firman-Nya, surat Ali-Imran ayat 60-61, yang artinya, "Itulah yang benar, yang datang dari Tuhanmu, karena itu janganlah kamu termasuk orang-orang yang ragu-ragu. Siapa yang membantahmu tentang kisah 'Isa sesudah datang ilmu , maka katakanlah : "Marilah kita memanggil anak-anak kami dan anak-anak kamu, isteri-isteri kami dan isteri-isteri kamu, diri kami dan diri kamu; kemudian marilah kita bermubahalah kepada Allah dan kita minta supaya la'nat Allah ditimpakan kepada orang-orang yang dusta."
Oleh karena itulah, pada hari yang telah dijanjikan, Rasullah dengan membawa ahlul-bait atau keluarga suci beliau, datang ke sebuah tempat di luar kota Madinah. Para pembesar Bani Najran, begitu melihat kehadiran Rasullah yang hanya ditemani keempat tokoh mulia itu, yaitu Fathimah, Ali bin Abi Thalib, Hasan, dan Husain (alayhimussalam), merasa takut dan pemimpin mereka berkata, "Aku melihat wajah-wajah yang jika mereka bedoa agar gunung terbesar diruntuhkan, maka doa itu akan segera dikabulkan Tuhan. Kita tidak seharusnya bermubahalah dengan orang-orang yang agung ini, karena mungkin saja kita semua akan mati." Oleh karena itu, para pembesar Bani Najran akhirnya mengajak Rasulullah berdamai.
Para ulama sepakat, pada peristiwa Mubahalah, Imam Hasan dan Imam Husein as bersama Imam Ali dan Sayidah Zahra mendampingi Rasulullah saw. Dengan demikian sesuai dengan ayat tadi, ungkapan ‘anak-anak kami' yang dimaksud tak lain adalah Imam Hasan as dan Imam Husein as. Di samping itu, hadis-hadis Rasulullah saw merupakan juga bukti lain akan hal ini. Ia senantiasa menyebut kedua cucu kesayangannya itu sebagai putranya. Nabi saw bersabda, "Hasan dan Husein as adalah dua putraku. Barang siapa yang mencintainya, maka ia mencintai aku pula".
Suatu hari seorang lelaki menemui Imam Hasan as dan berkata, "Wahai Putra Ali as, Demi Tuhan yang memberimu nikmat begitu melimpah, bantulah kami dalam menghadapi musuh zalim yang menyerangku. Musuh yang tak menghargai orang-orang tua dan tak juga mengasihi anak-anak kecil". Imam Hasan lantas berkata, "Siapakah musuhmu itu?". Lelaki itu menjawab, "Musuhku adalah kemiskinan dan rasa gundah kelana". Sejenak Imam as menundukkan kepala. Kemudian kepada pelayannya, beliau berkata, "Ambillah, harta yang ada didekatmu." Si pelayan pun menyerahkan 5 ribu dirham, lantas Imam Hasan memberikan seluruh uang itu pada lelaki tadi.
Suatu ketika, Imam Hasan as ditanya, "Di manakah letak keagungan dan kebesaran?" Beliau menjawab, "Memberi di saat dikuasai amarah dan memaafkan kesalahan".
Saat terjadi perang Jamal, Nahrawan, dan Sifin, Imam Hasan as selalu mendampingi Imam Ali as dan memainkan peranan penting dalam membela Islam. Suatu kali, Imam Ali as meminta putra pertamanya itu untuk mendampinginya mengadili suatu perkara. Saat Amirul Mukminin as menyaksikan kebijaksanaan Imam Hasan dalam mengadili suatu perkara, beliau pun memujinya dan berkata, "Wahai umat manusia sekalian, putraku Hasan mengetahui apa yang diajarkan Tuhan kepada Sulaiman bin Dawud".
Syahdan, suatu ketika orang-orang melihat seorang lelaki tengah memegang pisau yang berlumuran darah di sisi sesosok tubuh yang tak bernyawa lagi. Mereka pun akhirnya membawa orang tersebut ke Imam Ali as dan menudingnya sebagai pembunuh. Imam pun bertanya kepada lelaki itu, "Apakah ada hal yang ingin kamu ceritakan?" Lelaki itu menjawab, "Aku terima tuduhan ini". Namun, tiba-tiba datang seorang lelaki lain dengan tergesa-gesa dan berkata, "Lepaskan dia! Ia tak membunuh seorang pun. Akulah pembunuhnya". Kepada lekaki yang dicekal sebelumnya, Imam bertanya kembali, "Mengapa kamu terima tudingan itu?" Dia menjawab, "Aku berada dalam posisi yang tak mungkin bagiku untuk mengelak. Sebab banyak orang yang melihatku berdiri di sisi jasad sementara pisau penuh darah berada digenggamanku. Namun sebenarnya, aku tengah menyembelih seekor kambing dan saat itu pisau penuh darah itu masih dalam gengamanku. Lantas dengan kagetnya, aku melihat lelaki berlumuran darah itu terseok-seok. Di saat itulah, orang-orang melihatku dan menangkapku dengan tudingan sebagai pembunuh".
Imam Ali as lantas membawa kedua lelaki itu kepada Imam Hasan as untuk diputuskan perkaranya. Setelah mendengar keterangan mereka, Imam Hasan as memaafkan si pembunuh lantaran dengan kejujurannya telah menyelamatkan lelaki lain yang dituding sebagai pembunuh. Beliau memutuskan hal itu sesuai dengan Al-Quran, ayat 32 surat Al-Maidah, "...Barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, Maka seolah-olah Dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya".
Yaumul Mubahalah: Bukti Kemenangan Islam dan Kebenaran Ahlulbait
Ada begitu banyak hari raya dalam kalender Islam, dua yang paling terkenal adalah Idul Fitri dan Idul Adha. Tapi masih ada beberapa hari raya yang sebenarnya patut untuk dirayakan. Ketika pada tanggal 18 Zulhijah kemarin adalah Hari Idul Ghadir, maka tanggal 24 Zulhijah ini merupakan hari kemenangan bagi umat Islam, sekaligus bukti kebenaran Ahlulbait dalam Islam.
Surat Ajakan untuk Kristen Najran
Nabi Muhammad saw. menulis surat kepada Abdul Hars bin Alqamah, Uskup Agung Najran, yang merupakan wakil resmi Geraja Romawi di Hijaz dan mengajak masyarakat wilayah tersebut untuk memeluk Islam. Surat tersebut berbunyi:
Dengan nama Tuhannya Ibrahim, Ishak, dan Yakub
Inilah surat dari Muhammad, Nabi dan Utusan Allah kepada Uskup Najran: Saya memuji dan mengagungkan Tuhannya Ibrahim, Ishak dan Yakub, dan mengajak kalian semua untuk beribadah kepada Allah daripada menyembah ciptaan-Nya, sehingga kalian bisa keluar dari perlindungan makhluk Allah dan mengambil tempat dalam perlindungan Allah. Jika Anda tidak menerima ajakan ini, maka Anda harus (setidaknya) membayar jizyah (upeti) kepada Pemerintahan Islam (sebagai ganti atas perlindungan hidup dan harta), yang dengannya akan mengurangi konsekuensi berbahaya.
Nabi Muhammad berkata kepada pengikut Injil, “Katakanlah, ‘Hai Ahli Kitab, marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan tidak kita persekutukan Dia dengan sesuatu pun dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai tuhan selain Allah’. Jika mereka berpaling maka katakanlah kepada mereka, ‘Saksikanlah, bahwa kami adalah orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)’.” (Surah Ali Imran: 64)
Nabi saw. Bersiap-Siap untuk Mubahalah
Menjelang tahun kesembilan Hijriah, para duta dari seluruh wilayah Arabia tak henti-hentinya datang kepada Nabi Muhammad di Madinah untuk mengakui Islam dan menyatakan kesetiaan suku mereka kepada Nabi Muhammad. (Sebagaimana disebutkan dalam surah An-Nashr). “Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan. Dan kamu lihat manusia masuk agama Allah dengan berbondong-bondong, maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan mohonlah ampun kepada-Nya. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penerima tobat.”
Sampai saat itu, Kristen Najran (sebuah kota di provinsi Yaman) tetap menjauhkan diri mereka. Nabi Muhammad saw. mengirim sebuah surat, mengajak mereka memeluk Islam. Menanggapi surat tersebut, kaum Kristiani bermusyawarah di antara mereka tentang sikapnya dan akhirnya mengirim wakil utusan dari empat belas anggota ke Madinah untuk mempelajari fakta tentang Nabi Muhammad dan misinya. Tiga pemimpin Kristiani, Abdul Masih Aquib, Saiyed, dan Abdul Haris mengepalai utusan.
Ketika utusan ini sampai di Madinah, mereka mengganti pakaian yang mereka gunakan dalam perjalanan, kemudian berpakaian dengan sutra, memakai cincin emas di jari mereka, dan menuju masjid untuk menemui Nabi Muhammad. Semuanya mengucapkan salam seperti biasa, tapi Rasulullah tidak merespon dan mengabaikannya. Mereka meninggalkan masjid dan menemui Utsman dan Abdurrahman bin Auf, mengeluh, “Nabi kalian menulis kepada kami dan mengundang kami, tapi ketika kami pergi menemuinya dan memenuhi keinginannya, ia tidak membalas atau menjawab kami. Sekarang apa saran Anda untuk kami lakukan? Haruskah kami kembali atau menunggu kesempatan lain?” Utsman dan Abdurrahman tidak dapat memahami situasi yang terjadi.
Akhirnya mereka membawa permasalahan kepada Ali, yang menyarankan mereka untuk menyingkirkan pakaian sutra dan cincin emas yang mereka gunakan serta menggunakan jubah pendeta. Nabi Muhammad baru kemudian berkeinginan menemui mereka. Setelah itu delegasi Kristiani mengganti dengan pakaian sederhana dan mendatangi Rasul yang kemudian menanggapi salam mereka dan berkata, “Demi Tuhan yang menetapkan bagiku utusan-Nya, ketika mereka datang pertama kali mereka ditemani oleh setan.”
Setelah itu Nabi mengajarkan kepada mereka dan meminta mereka untuk menerima Islam. Mereka bertanya, “Bagaimana pendapat Anda tentang Yesus Kristus?” Nabi menjawab, “Anda dapat beristirahat hari ini di kota ini dan setelah kembali segar Anda akan mendapat balasan terhadap semua jawaban Anda kepada saya.” Rasul menunggu wahyu atas permasalahan ini dan hari berikutnya ayat 59-60 dari surah Ali Imran turun untuk menunjukkan posisi Yesus sebenarnya.
“Sesungguhnya misal (penciptaan) Isa di sisi Allah, adalah seperti (penciptaan) Adam. Allah menciptakan Adam dari tanah, kemudian Allah berfirman kepadanya ‘Jadilah’ (seorang manusia), maka jadilah dia. (Apa yang telah Kami ceritakan itu), itulah yang benar, yang datang dari Tuhanmu, karena itu janganlah kamu termasuk orang-orang yang ragu-ragu.”
Setelah mereka kembali sebelum Nabi Muhammad, Nabi membacakan ayat di atas sebelum kedatangan kaum Kristian, yang menjelaskan bahwa Yesus [Nabi Isa as.] adalah Nabi seperti Adam yang diciptakan dari tanah dan karenanya tidak bisa menjadi putra Tuhan. Setelah itu, Nabi mengajak mereka untuk memeluk Islam. Kaum Kristiani tetap keras kepala dan menolak untuk diyakinkan dengan apapun. Lalu ayat 61 berikut dari surah ketiga turun:
“Siapa yang membantahmu tentang kisah Isa sesudah datang ilmu (yang meyakinkan kamu), maka katakanlah (kepadanya), ‘Marilah kita memanggil anak-anak kami dan anak-anak kamu, istri-istri kami dan istri-istri kamu, diri kami dan diri kamu; kemudian marilah kita bermubahalah kepada Allah dan kita minta supaya laknat Allah ditimpakan kepada orang-orang yang dusta’.”
Sekarang Nabi Muhammad membacakan ayat Quran sebelum utusan Kristiani dan mengumumkan tantangan mubahalah. Istilah “mubahalah” berasal dari akar bahasa Arab bahlah yang berartik “kutukan”. Karenanya kata “mubahalah” secara bahasa berarti saling mengutuk satu sama lain. Kaum Kristiani saling bermusyawarah dan akhirnya mengumumkan bahwa mereka menerima tantangan tersebut.
Pagi berikutnya Nabi Muhammad saw. mengirim Salman Farisi [Muhammadi] ra. ke tempat terbuka, tepat di luar kota kejadian bersejarah ini, untuk mendirikan tempat perlindungan baginya dan untuk mereka yang beliau ajak untuk mubahalah. Pagi hari tanggal 24 Zulhijah, Nabi muncul pada tempat dan waktu yang dijanjikan dari rumahnya yang mulia dengan Imam Husain di tangannya dan memegang tangan Imam Hasan dan sebelahnya Fatimah diikuti oleh Imam Ali. Kemudian Nabi memerintahkan mereka untuk mengucapkan “amin” ketika beliau berdoa kepada Allah.
Dengan segera kafilah suci Nabi muncul dihadapan kelompok Kristiani Najran. Mereka terkejut sambil terpesona. Abdul Haris bin Alqamah, uskup besar di antara mereka, berbicara kepada pengikutnya:
“Sungguh saya melihat cahaya ketuhanan di wajah lawan kita; saya memandang wajah-wajah seperti mereka dapat membuat pegunungan berpindah jika mereka berdoa kepada Tuhan. Jangan pernah menentang mereka, atau kalian akan binasa dan seluruh bangsa Kristiani akan kalah dalam kepunahan!”
Kemudian Nabi menyatakan kembali, “Demi Allah! Jika Kristiani Najran melawan kami, mereka akan diubah menjadi kera dan angsa. Api akan menghujani mereka dari langit dan mereka akan menemui ajalnya.”
Ketika kaum Kristiani menahan diri dari mubahalah, Nabi menawarkan mereka dua alternatif: memeluk Islam atau bersiap-siap memenuhi syarat. Tapi kaum Kristiani tidak akan setuju sampai permasalahan akhirnya diputuskan dengan sebuah tawaran perjanjian dari pihak mereka. Hingga perjanjian perdamaian ditandatangani dengan kesepakatan bahwa Kristiani Najran bersedia membayar kepada Nabi upeti tahunan terdiri atas dua ribu: empat puluh ribu dinar, tiga puluh kuda, tiga puluh onta, tiga puluh pakaian perang dan tiga puluh tombak (Mi’raj An-Nubuwah)
Bukti otentik disebutkan di bawah ini mengenai surah ketiga ayat 61 sebagaimana dijelaskan pada halaman 73 Imam Fakhruddin Razi menulis dalam Tafsîr Al-Kabîr (jilid 2): “Ketika ayat ini turun kepada Nabi Suci, Kristiani Najran menerima tantangan mubahalah dan Nabi mengambil bersamanya Imam Husain, Imam Hasan, Fatimah dan Ali menuju tanah mubahalah.”
Mengutip Allamah Zamakhsyari dalam Tafsîr Al-Kasysyaf, “Tidak ada bukti otentik yang lebih kuat dari pada ini tentang integritas Ashabul Kisa, seperti Ali, Fatimah, Imam Hasan dan Imam Husain pada ayat ini. Untuk memenuhi perintah Allah, Nabi memanggil Ahlulbaitnya, mengambil Imam Husain dilengannya dan menggenggam tangan Imam Hasan, meminta Fatimah mengikutinya dan Ali mengikuti Fatimah. Hal ini membuktikan bahwa Ahlulbait suci adalah mereka yang ayat Quran maksud.”
Diriwayatkan oleh Suad bin Waqas bahwa, “Ketika ayat ini turun, Nabi mengirim Ali, Fatimah, Imam Hasan dan Imam Husain dan berdoa kepada Tuhan, ‘Wahai Tuhanku, inilah Ahlulbaitku!” (Shahîh Muslim, jilid 1, Shahîh Tirmizi)
Abdullah bin Umar mengutip Nabi, “Apakah ada jiwa lain di muka bumi yang lebih baik daripada Ali, Fatimah, Hasan dan Husain? Tuhan memerintahkan aku untuk mengambil mereka bersamaku untuk bermubahalah. Tapi sebagaimana kedudukan mulia mereka dan penghormatan terhadap seluruh manusia, Tuhan mengurung pilihan-Nya hanya untuk berpartisipasi dalam mubahalah.” (Tafsîr Al-Baizayi)
Menurut beberapa versi [riwayat] disebutkan bahwa pada pagi hari tanggal 24 Zulhijah, sejumlah orang memenuhi pintu rumah Nabi, setiap orang mengharapkan kesempatannya untuk dipilih sebagai kelompok mubahalah. Tapi ketika Nabi keluar dari rumahnya bersama Ahlulbait, mereka semua heran.
Peristiwa Mubahalah merupakan hal penting karena alasan berikut:
1. Peristiwa itu merupakan bukti pelajaran yang melenyapkan bagi seluruh Kristiani Arab yang tidak lagi berani melawan Nabi Muhammad saw.
2. Ajakan mubahalah telah diarahkan oleh Tuhan, dan dipenuhi dengan Perintah-Nya bahwa Nabi mengambil Ahlulbait bersamanya ke tanah mubahalah. Hal ini menjelaskan bagaimana masalah ini menyinggung nubuat dan agama Tuhan ditentukan oleh Kehendak Allah; membiarkan tidak adanya kesempatan campur tangan masyarakat biasa. Masalah pengganti Ali yang diikuti oleh sebelas imam sebagai jabatan pemimpin agama harus dilihat dari perspektif ini.
3. Pentingnya Ali, Fatimah, Hasan dan Husain dalam mengikuti ajaran Nabi Muhammad saw. tidak bisa lagi diperdebatkan.
4. Walaupun mereka masih anak-anak, Hasan dan Husain tetaplah [diikuti], mengabdi sebagai pihak aktif bagi Nabi di tanah mubahalah. Hal ini menyimpulkan bahwa usia bukanlah kriteria bagi kebesaran kesempurnaan (maksum). Mereka telah lahir dihiasi dengan kebaikan dan pengetahuan.
5. Bahwa tindakan Nabi yang memilih beberapa orang itu dengan sangat jelas meninggikan status mereka di antara yang lain.
Ketika Islam telah muncul dengan kejayaan melawan Kristianitas pada peristiwa mubahalah, maka hari ini diterima sebagai sebuah hari raya (eid) penting dalam sejarah Islam.
Mengapa Imam Ali Dimasukkan?
Allah memerintahkan rasul-Nya untuk mengatakan kepada utusan Najran, “Marilah kita memanggil anak-anak kami dan anak-anak kamu, istri-istri kami dan istri-istri kamu, diri kami dan diri kamu…”
Untuk menjalani perintah ini, Nabi membawa bersamanya Hasan dan Husain karena mereka adalah putra dari putrinya, Fatimah, dan karena hal ini mereka adalah anaknya. Beliau juga mengajak Fatimah bersamanya karena ia mewakili wanita dari anggota keluarganya. Tapi mengapa beliau membawa bersamanya Ali yang bukan bagian dari anak-anak atau perempuan?
Imam Ali tidak mempunyai tempat dalam ayat ini kecuali ia termasuk dalam kalimat “diri kami”. Membawa Imam Ali bersamanya menunjukkan bahwa Rasulullah menganggap Ali sebagai perpanjangan dari kepribadiannya. Dengan demikian, kedudukannya lebih tinggi dari seluruh umat muslim.
Rasul berkata dalam beberapa kesempatan, “Ali adalah dariku dan aku adalah darinya.” Hubsyi bin Janadah meriwayatkan bahwa ia mendengar Rasulullah bersabda, “Ali adalah dariku dan aku darinya, dan tidak ada seorang pun yang mewakili aku kecuali Ali.”
Penerjemah © ejajufri
sumber : http://ejajufri.wordpress.com/2009/12/10/yaumul-mubahalah-bukti-kemenangan-islam-dan-kebenaran-ahlulbait/
Home � Agama , Persatuan Islam , Wahabi � Hari Mubahalah.....24 Dzulhijjah
Hari Mubahalah.....24 Dzulhijjah
Posted by cinta Islam on 4:22 PM // 0 comments
0 comments to "Hari Mubahalah.....24 Dzulhijjah"