Islam adalah Agama Dialog
Oleh: Mohammad-Ali Taskhiri
Izinkan saya menyampaikan apresiasi dan kebanggaan saya ikut hadir dalam dalam Konfrensi Persatuan Islam yang diselenggarakan atas kerja sama antara Lembaga Internasional Pendekatan Mazhab-Mazhab dalam Islam dengan Pengurus Besar Nahdhatul Ulama dan Atase Kebudayaan Republik Islam Iran di Jakarta, Indonesia.
Indonesia adalah Negara besar yang memiliki jumlah kaum muslimin terbesar di dunia, Indonesia tempat tumpuan harapan dunia Islam, sebuah negara yang pantas untuk disebut sebagai kakak tertua seluruh negara Islam dunia. Indonesia tempat pertemuan berbagai suku, bangsa serta agama. Indonesia berperan aktif dan penting dalam berbagai konferensi dunia, OKI, Non-Blok dan D-8.
Indonesia adalah negara yang dapat memerankan peran penting dalam rangka menebarkan kasih sayang dan persatuan di tengah masyarakat muslim dunia, karena Islam memang merupakan agama kedamaian, agama kasih sayang dan rahmat.
Nabi kitapun adalah nabi kasih sayang. Sebagaimana sabda Nabi Muhammad saw., “Aku adalah kado kasih sayang (anâ rahmatun muhdah)”. Agama Islam yang tidak mengenal kekerasan agama. Islam adalah agama yang mengajarkan kasih sayang tidak hanya pada manusia namun bagi binatang sekalipun. Nabi kita bersabda, bahwa Allah akan memberikan pahala surga bagi setiap orang yang berbuat kebaikan dan kasih sayang kepada setiap yang punya hati dan jantung berdetak.
Agama Islam adalah agama yang menjadikan perdamaian sebagai asas dalam segala kondisi, seperti firman Allah Swt. dalam Alquran, “Wain janahû lissilmi fajnah lahâ watawakkal ‘alallâh. Jika mereka mengulurkan tangan perdamian, maka berdamailah serta bertawakkaallah kepada Allah.” (QS. 8: 61)
Jadi agama kita adalah agama kasih sayang dan Nabi kita pun adalah Nabi yang selalu berusaha untuk melembutkan hati dan mendamaikan setiap perseteruan.
Allah Swt. menjelaskan rahasia keberhasilan dakwah dan kemenangan Islam di era awal-awal, adalah karena bantuan dari Allah untuk melembutkan hati dan mendekatkan satu dengan yang lainnya.
Sebagaimana firman-Nya di dalam Alquran, “Dialah Allah yang telah memberikan kemenangan kepadamu dan kepada kaum mukminin serta melembutkan hati dan menyatukan mereka, yang jika engkau menafkahkan seluruh harta kalian untuk menyatukan hati mereka maka mereka tidak akan bersatu. Namun Allah telah melembutkan dan mendekatkan hati-hati mereka, sungguh Dia Maha Mulia dan Bijaksana.”
Karena itu saya ucapkan terimakasih, khususnya kepada YM Bapak Presiden RI, Bapak Wakil Presiden, Bapak Menko Polkam, Joko Suyono. Begitu juga kepada saudara tercinta saya, Bapak KH. Hasyim Muzadi seorang ulama internasional yang memerankan perannya dalam merealisasikan persatuan Islam serta ketua organisasi Islam terbesar di dunia. Tak lupa pula saya ucapkan terimakasih kepada Mantan Menteri Luar Negri RI, Hassan Wirayuda yang telah memerankan perannya dalam merealisasikan persatuan Islam. Saya juga ucapkan terimakasih kepada KH Amidhan, Ketua Majlis Ulama Indonesia, semoga kita semua mendapatkan taufik dari Allah untuk terus berjalan dalam garis persatuan ini.
Republik Islam Iran sejak hari pertama selalu menekankan pentingnya dialog sebagai sunah dan tradisi internasional dan kemanusiaan. Dialog antar peradaban serta antar agama. Dan semua hadirin memahami, bahwa agama adalah esensi dari peradaban.
Sebagaimana kita juga mengajak pada dialog antar-mazhab dalam Islam dengan berpijak di atas persamaan yang kita miliki. Kalau kita memiliki banyak persamaan antar-peradaban, maka persamaan kita dalam agama lebih luas dan banyak. Namun persamaan kita antara mazhab-mazhab dalam Islam adalah jauh lebih luas. Di antara mazhab-mazhab dalam Islam kita memiliki persamaan yang lebih dari 90 persen dari berbagai masalah kehidupan. Karena itu kita perlu untuk melakukan dialog lebih banyak lagi, sehingga kita bisa meluaskan area persamaan kita.
Saya memiliki keyakinan, bahwa Islam adalah agama yang berdiri di atas asas dialog, rasionalitas dan logika yang sehat. Alquran adalah kitab dialogis dan logis serta obyektif, yang menyuruh nabi kita Muhammad saw. untuk berdialog dengan orang-orang kafir di zamannya dengan lapang dada sehingga mengatakan, “Katakan: ‘Siapa yang memberikan rezeki kalian dari langit dan bumi?’ Katakan, ‘Dia adalah Allah’. Mungkin aku atau kalian berada dalam petunjuk atau kesesatan yang nyata.” (QS. 34: 24)
Islam adalah agama dialog. Islam agama yang memberikan kebebasan untuk berijtihad. Islam agama persaudaraan dan persatuan. Islam mengajak kita untuk berdialog.
Kalau kita telaah sejarah Islam, maka akan kita dapati fenomena yang sangat menarik dari persatuan dan persaudaraan mereka. Sebaik-baik contoh atas hal itu adalah persaudaraan dan kerjasama antara para sahabat, mereka adalah generasi pertama yang menjadi teladan dalam persaudaraan dan kecintaan antar mereka dan antara para sahabat dengan Ahlulbait serta penghormatan Ahlulbait kepada mereka.
Imam Ali bin Abi Thalib mensifati masa itu dengan sabdanya, “Dulu kami di zaman Rasulullah membunuh orang-orang terdekat kami demi Islam, namun hal itu tidaklah menambahkan kepada kami, kecuali kesabaran yang dapat mengurangi penderitaan.” Dan kalau kita saat itu seperti kondisi kalian saat ini, maka Islam tidaklah akan berdiri tegak dan membuahkan hasil.
Imam Ali Zainal Abidin berdoa secara khusus untuk para sahabat dengan mengatakan, “Ya Allah untuk para sahabat yang telah menjalin persahabatan dengan baik dengan Nabi-Mu…”
Hubungan antara para imam madzhab merupakan hubungan yang baik dan indah. Imam Abu Hanifah ra. telah mengorbankan diri dan darahnya dalam rangka pembelaannya pada Ahlulbait, serta menerima sanksi pukulan dan penjara. Beliau memuji Imam Ja’far Ash-Shadiq sebagai gurunya yang sangat berjasa kepadanya dengan ucapannya yang terkenal, “Kalau tidak karena dua tahun bersamanya, maka celakah An-Nu’man.”
Imam Malik juga menjadi murid Imam Ja’far Ash-Shadiq dan memuji beliau dengan mengatakan, “Aku datang ke rumah beliau, maka beliau membentangkan permadani bantal agar aku duduk dan bersandar padanya dan beliau mengatakan kepadaku, ‘Wahai Malik aku mencintaimu’. Karena itulah aku bersyukur dan memuji kepada Allah atas hal itu.”
Kemudian beliau melanjutkan dengan memuji Imam Shadiq seraya berkata, “Demi Allah aku tidak temui beliau kecuali dalam keadaan salat, puasa atau membaca Alquran. Suatu hari aku berhaji bersama beliau, dan di saat tiba saatnya berihram dan mengucapkan talbiah, bergetarlah seluruh tubuhnya dan menjadi kaku lidahnya. Aku katakan kepada beliau, ‘Wahai Abu Abdillah, katakanlah! Katakanlah labbaikallâhumma labbaik.’ Beliau menjawab, “Wahai Malik aku takut di saat aku katakan labbaikallâhumma labbaik, Allah menjawab seruanku dengan jawaban, ‘La labbaika wa la sa’daik’.”
Hubungan Imam Syafii dengan Ahlulbait juga sangat dikenal, seperti dalam syairnya, “Wahai keluarga Rasulullah kecintaan kepada kalian adalah sebuah kewajiban yang disebutkan oleh Allah di dalam Alquran, cukuplah bagi kalian kemuliaan, di saat tidak sah salat yang dilakukan tanpa bersalawat kepada kalian.”
Imam Ahmad bin Hanbal juga demikian, di saat beliau melihat ada sekelompok orang berdebat tentang Imam Ali dan khilafah, apakah Imam Ali yang berhak untuk menjadi khalifah atau tidak? Beliau mengatakan kepada mereka sebagaimana dinukil oleh anaknya, yang bernama Abdullah, “Mengapa kalian banyak memperbincangkan Ali dan khilafah, sungguh Ali tidaklah lebih mulia dengan kursi khilafah, namun kursi khilafahlah yang mendapatkan kemuliaan dengan duduknya Ali di atasnya.”
Hubungan baik dan kecintaan ini terus berlanjut pada para pengikut mereka, para ulama dari sejak zaman dahulu. Syekh Mufid, seorang ulama Syiah, selalu melakukan kontak dengan para ulama dari berbagai madzhab sehingga kitab-kitab yang beliau tulis penuh dengan berbagai pandangan mereka.
Begitu pula Syekh Thusi mengarang kitab dengan judul Al-Khilâf yang menyebutkan pandangan para ulama dari berbagai mazhab, sehingga As-Subki menganggap beliau sebagai ulama Syafii, bukan karena As-Subki tidak tahu, bahwa beliau bermazhab Imamiah, namun menurutnya, selain Syekh Thusi seorang yang alim dalam mazhab Imamiah, beliau pun sangat menguasai pandangan Imam Syafii sehingga layak mendapat gelar seorang ulama Syafii.
Contoh lain, Asy-Syahidul Awwal berguru kepada para ustaz Ahlussunah dan Asy-Syahiduts Tsani, murid beliau juga berguru kepada 40 orang dari para ulama alumni Al-Azhar. Selain apa yang kita sebutkan, kita memiliki daftar para ulama yang masing-masing mereka saling menghormati dan saling member komentar serta penjelasan (syarah) kitab yang satu dengan lainnya.
Ini adalah kondisi mereka yang berjalan secara alami dan islami, namun sangat disayangkan kondisi kita saat ini, di mana sekelompok orang karena kepentingan musuh, kepentingan pribadi, kebijakan pemerintah tertentu, karena fanatisme atau kadangkala karena kepicikan dan sedikitnya ilmu merubah kondisi yang seharusnya cair dan alami ini, menjadi kondisi sekterianisme buta, fanatisme dan ekstrimisme; yang menjadikan sebagian mereka memandang yang lainnya sebagai kafir dan agama (benar) hanya monopoli dirinya dan kelompoknya.
Sikap sektarianisme adalah sebuah kemunduran dan diakibatkan oleh fanatisme dan kebodohan yang kemudian akan melahirkan berbagai tindakan terorisme. Kita bersih diri dari segala tindakan terorisme. Islam bersih diri dari tindakan kekerasan dan penganiayaan bagi orang lain. Dan kita ajak seluruh kaum muslimin untuk kembali kepada kondisi yang telah hilang dan lenyap dari genggaman kita.
Kita mengajak untuk mendekatkan seluruh hati kita dan menebar kasih sayang di antara kita, karena sebagaimana hal itu merupakan rahasia kemenangan zaman awal Islam, ia juga menjadi faktor kemenangan dan keberhasilan Islam saat ini .
Penerjemah: Ust. Abdullah Beik © 2009
Catatan: Pembukaan yang disampaikan pada Seminar Internasional bertajuk Upholding The Solidarity and Unity The Islamic World, Jakarta, November 2009
0 comments to "Islam adalah Agama Dialog"