Home , , � Sejarah muslim amerika...

Sejarah muslim amerika...




Menelusuri Jejak dan Keberadaan Kaum Muslim Di Amerika




Beberapa sumber menyatakan bahwa keberadaan umat Muslim di Amerika dalam jumlah yang cukup besar dimulai pada abad ke-19, khususnya abad ke-20, tetapi sumber lain juga berpendapat bahwa keberadaan komunitas Muslim di Amerika justru diawali sejak kedatangan kelompok pelayar yang dipimpin oleh “Colombus” yang sekarang terkenal sebagai penemu benua Amerika. Artikel ini juga mencoba mengupas komunitas Muslim di Amerika dari beberapa segi antara lain: demografis, sejarah, organisasi dan sosial-ekonomi.

Seorang penulis menemukan perbedaan pola perpindahan umat Muslim ke Amerika sebagaimana komposisi etnis mereka. Dari pelbagai penelitian yang dia lakukan terhadap beberapa organisai Islam dan peran-perannya, dia menemukan bahwa keberadaan komunitas Syiah bersamaan dengan keberadaan komunitas orang-orang Afrika-Amerika di negara Amerika itu sendiri. Artikel ini diakhiri dengan diskusi mengenai status sosial-ekonomi umat Muslim yang bertempat tinggal di Amerika.

PENELITIAN STATISTIK

Di awal abad 19, para sosiolog dan pengamat politik Barat tidak pernah mengira bahwa pada abad itu Islam akan muncul dan memiliki kekuatan yang besar di panggung politik internasional. Indikasi tersebut didasari oleh sangat minimnya usaha untuk mempelajari kajian politik, ekonomi, kebudayaan dan regional yang membawa pengaruh pada gerakan Muslim di dunia. Di Amerika Utara, khususnya di Amerika Serikat, kaum Muslim selalu disudutkan dan kegiatan yang mereka lakukan selalu dalam kontrol pihak yang berwenang. Tetapi disisi lain, dalam tiga dekade terakhir—terutama karena pengaruh keberhasilan Revolusi Islam Iran—pelbagi asumsi dan teori Barat seolah menjadi mentah dan mau tidak mau analisa dan interpretasi mereka tentang dunia Islam dan agama Islam itu sendiri harus diubah.

Karena agama dan kepercayaan tidak dicatat pada badan sensus nasional Amerika yang diadakan sekali dalam satu decade, maka sangat sulit untuk memastikan jumlah populasi umat Muslim di Amerika. Meskipun begitu, mereka sangat mengenali pelbagai suku dari warga negaranya dan juga bangsa-bangsa pendatang, sehingga dengan menggunakan data ini, para peneliti dapat memperkirakan jumlah Muslim di Amerika.

Berdasarkan data statistik pemerintahan Amerika, populasi pendatang dari negara-negara Islam ke Amerika menurut data terbaru sampai tahun 1965 masih sangat sedikit jika dibandingkan dengan jumlah pendatang dari negara-negara non-muslim. Antara periode tahun 1820 dan 1965 hanya terdapat 517.367 warga negara pendatang dari daerah yang memiliki populasi Muslim dalam jumlah yang cukup besar, termasuk Balkan, Dinasti Turki Usmani (sekarang terkenal dengan Turki) dan juga India yang terdiri dari (India, Pakistan dan Bangladesh). Tetapi dari tahun 1966-1980, jumlah pendatang dari berbagai negara Muslim mencapai 865.472 jiwa. Pada tahun 1980 jumlah Muslim di Amerika mencapai 921.100 jiwa dan antara tahun 1990 dan 1997 mengalami penambahan sampai 997.000 jiwa.

Tentunya, tidak semua pendatang itu beragama Islam. Kenyataannya, antara tahun 1820 dan 1960 penganut agama Islam hanya berjumlah 30 persen dari pendatang India yang berpindah ke Amerika, begitupun dipertengahan tahun 1980 dan 1990 hanya sepertiga pendatang dari Lebanon yang beragama Islam. Sama juga dengan para pendatang dari Iran ke Amerika meskipun mereka datang dalam jumlah yang cukup besar pada periode tahun 1980-1990 tapi mereka beragama Yahudi, Kristen dan agama non-Muslim lainnya. Meskipun begitu, jika dilihat dari total jumlah mereka yang berimigrasi dari negara-negara Muslim ke Amerika dari awal abad 19 sampai sekarang hanya 5 persen dari 64 juta pendatang ke Amerika dalam periode yang sama. Jika dihitung dari angka kelahiran dan perubahan, jumlah orang Islam di Amerika saat ini diperkirakan kira-kira antara 6 sampai 9 juta jiwa.

Jumlah pendatang terbanyak berasal dari negara-negara Arab kemudian diikuti oleh: Iran, Pakistan, India, Bangladesh, Tunisia, Afrika Utara dan Eropa (khususnya dari negara-negara Balkan termasuk Albania, Bosnia, Herzegovina dan Republik Yugoslavia). Para pendatang dari Afrika dan Asia, yaitu Indonesia, Malaysia dan Afrika Selatan menduduki urutan selanjutnya. Tercatat antara tahun 1980 dan 1990 terdapat 30.000 pendatang dari Afganistan ke Amerika dan bertambah 13.600 jiwa pada dekade selanjutnya.

SEJARAH MUSLIM DI AMERIKA

Kaum Muslim tidak hanya ikut membantu pasukan Italia-Spanyol selama pelayaran Christopher Colombus ke bagian benua Amerika pada tahun 1942, tapi banyak juga dari mereka yang ikut serta dalam pelayaran bangsa Eropa ini menyeberangi Samudera Atlantik dan menjejakkan kakinya ke tempat yang sekarang dikenal dengan “Dunia Baru”. Kenyataannya, Colombus sebagai “penemu bersejarah” justru menempati tempat tersebut,

beberapa tahun setelah jatuhnya kekuasaan Islam Peninsula di Spanyol, dan ada dugaan yang menyatakan bahwa orang-orang Islam tinggal di Iberia-Peninsula dua abad sebelum Colombus mengirimkan pasukan ke beberapa daerah ke benua yang baru ditemukan itu dan membangun hubungan baik dengan suku asli di tempat tersebut yang oleh bangsa Eropa disebut dengan suku “Red Indians”. Tahun 1474, dengan banyaknya perselisihan yang terjadi antara penguasa Muslim di Eropa Selatan, Isabella dari Seville dan Ferdinand dari Aragon berencana mendirikan kerajaan dan mereka mulai mengusir kaum Muslim dari Peninsula. Tahun 1492, pada tahun yang sama Columbus memulai pelayarannya ke arah barat, benteng pertahanan terakhir kaum Muslim di Granada pun jatuh ke tangan mereka.

Sejak pengusiran kaum Muslim dari Spanyol ke Portugal, peranan kaum Muslim Eropa dalam pelayaran ke benua Amerika tidak pernah disebutkan dalam kesusastraan barat. Pengetahuan yang ditemukan oleh ilmuwan Muslim selama puncak peradaban belum dapat diakumulasikan, khususnya dalam bidang geografi, sejarah, astronomi (perbintangan), matematika dan juga sumbangan mereka dalam ilmu kelautan yang semuanya telah diberikan pada penganut kristen di barat dan telah diwarisi oleh penjelajah bangsa Spanyol dan Portugal.

Penemuan Amerika oleh bangsa Eropa bersamaan dengan dua peristiwa bersejarah dalam dunia Islam yaitu: Penyerbuan Mongolia dan munculnya kerajaan Turki Usmani. Munculnya kekuatan dari Mongolia di Asia timur merupakan suatu bencana besar bagi pemerintahan Islam di dataran tinggi Iran, negara-negara Arab dan Asia. Dengan munculnya umat Islam di Turki dan didirikannya kerajaan Turki Ustmani, konsentrasi dunia Islam bergeser dari Eropa barat ke arah bagian timur Mediterania. Dengan ditaklukannya Konstantinopel dan kekalahan kerajaan Bezantium, penyebaran Islam hanya terbatas di sekitar Eropa timur.

Kerajaan Turki Usmani secara politik dan militer disibukkan dengan Eropa timur dan juga dinasti Safawi di Iran, sedangkan kekuatan kerajaan barat khususnya Spanyol, Prancis dan Inggris digunakan untuk menjajah beberapa daerah yang berbeda di benua Amerika. Melemahnya kerajaan Islam di abad-abad selanjutnya, tidak hanya terjadi di Eropa barat saja tapi juga di belahan benua Indian dan Afrika. Dan akhirnya, pemegang kendali laut bebas jatuh ke tangan dunia barat, khususnya Spanyol, Portugal, Inggris, Prancis dan Nederland.

Hubungan antara Muslimin satu sama lainnya dan pembicaraan lebih jauh tentang dunia Islam dan juga bagian benua Amerika pada abad ke-19 sangat terbatas, meskipun masih ada. Sebenarnya kedatangan dan kunjungan sementara orang-orang Islam di sekitar belahan dunia Amerika berjalan melalui berbagai tahapan.

Kunjungan dan kedatangan kaum Muslim pada abad ke-19 terjadi melalui undangan dan kesempatan bekerja dimana kemudian mereka disalurkan sebagai tenaga ahli di dunia Islam. Misalkan pada tahun 1856, militer Amerika Serikat memperkerjakan seorang Muslim yang bernama Haji Ali yang bertugas memelihara peternakan unta untuk kepentingan militer Arizona dan California. Haji Ali diundang oleh Amerika dan kemudian menjadi warga negara Amerika dan bertempat tinggal menetap di sana.

Kelompok pendatang pertama dari beberapa negara Islam telah masuk ke Amerika Serikat setelah perang sipil Amerika yang terjadi pada tahun 1875 sampai dengan 1912 sebelum terjadinya perang dunia pertama. Sebagian besar dari mereka adalah penganut Kristen dari Syiria, Jordania, Palestina dan Lebanon dan mereka belajar di sebuah sekolah agama yang terletak di Timur Tengah dan datang ke Amerika dengan alasan ekonomi dan agama. Tidak satupun di antara mereka yang beragama Islam, baik dari mazhab Sunni maupun Syi’ah, apalagi dari komunitas Alawi (keturunan Nabi saw) di Syiria dan juga Druze di Lebanon.

Gelombang kedua pendatang dari dunia Islam ke Amerika terjadi setelah berakhirnya perang dunia pertama dan juga saat jatuhnya kerajaan Turki Usmani. Pembatasan jumlah pendatang yang diberlakukan lewat undang- undang keimigrasian Amerika dirasakan sekali oleh pendatang dari negara-negara Eropa. Sehingga populasi kaum Muslim yang masuk ke Amerika semakin berkurang pada periode itu.

Gelombang ketiga, diawali pada tahun 1930. Menurut laporan badan hukum Imigrasi Amerika Serikat, kaum Muslim yang tinggal di Amerika Serikat biasanya mendapatkan izin lewat bantuan anggota keluarga dan sanak saudaranya, hingga bisa menjadi penduduk tetap.

Gelombang keempat, dengan jumlah kaum Muslim yang semakin banyak, khususnya di Timur Tengah, para pendatang yang pergi ke Amerika dimulai setelah berakhirnya perang dunia kedua dan terus berlanjut sampai tahun 1960. Sebagian besar dari mereka adalah para saudagar, pelajar perguruan tinggi, pedagang dan ahli teknisi di berbagai bidang lapangan. Adapun alasan yang mendorong mereka datang ke Amerika sangat bervariasi mulai dari masalah ekonomi, sosial, budaya dan pendidikan.

Dengan adanya undang-undang baru dari badan hukum imigrasi Amerika Serikat pada tahun 1965, ras dan kebangsaan tidak menjadi prioritas utama sebagai salah satu kriteria dalam proses seleksi para pendatang asing, justru mereka sekarang mempertimbangkan apa saja yang dibutuhkan oleh negara Amerika dalam bidang keahlian teknik dan selainnya, begitu juga ekonomi dan prosedur pengembangan. Sebagaimana juga undang-undang telah menyediakan kesempatan bekerja untuk kaum Muslim yang memiliki keahlian di negara manapun untuk datang ke Amerika Serikat.

Gelombang kelima atau tahapan terakhir dari kedatangan kaum Muslim ke Amerika di mulai pada pertengahan tahun 1960 sampai dengan sekarang. Tahapan ini merupakan gelombang terbesar dimana umat Islam datang ke Amerika, khususnya dari negara Pakistan, Bangladesh, Afghanistan, Iran, Indonesia, Malaysia, India, negara-negara Arab, Palestina, Turki, dan sebagian dari Afrika utara. Tidak hanya kesempatan dalam bidang ekonomi yang mereka dapatkan di Amerika yang mendorong kaum Muslim untuk berpindah kesana, tetapi juga pengembangan dan kesadaran diri dalam dunia Islam itu sendiri. Perang antara negara-negara Arab dan Israel di tahun 1967 dan 1973, perang sipil Lebanon pada tahun 1970-an dan penjajahan beberapa negara Islam oleh kekuatan Eropa, begitu juga penjajahan Afghanistan oleh “Red Army” yang merupakan bentukan dari Uni Soviet memiliki peran besar dalam mempercepat kedatangan kaum Muslim ke Amerika.

Selanjutnya, peristiwa yang terjadi di dunia lainnya juga memiliki pengaruh pada pola kedatangan kaum Muslim ke Amerika, termasuk serangan yang dilakukan Israel kepada Lebanon dan Palestina serta penjajahan pada kedua negara ini, perang yang terjadi di Irak, Revolusi Islam di Iran, kemerdekaan Republik Soviet dari hegemoni Kremlin, dan perkembangan politik di Afrika, khususnya di Maroko. Di pertengahan tahun 1970 dan sebelum kemenangan Revolusi Republik Islam di Iran, jumlah bangsa Iran yang tinggal di Amerika dengan berbagai alasan tidak lebih dari 70.000 jiwa dimana 50.000 jiwa darinya terdaftar sebagai pelajar perguruan tinggi. Namun selama tiga dekade sebelumnya dan sejak didirikannya Republik Islam di Iran, jumlah bangsa Iran yang tinggal di Amerika Serikat mencapai 1 juta jiwa dan hanya sebagian kecil dari mereka adalah Yahudi-Iran.

Faktor lainnya, termasuk perkembangan yang pesat dalam bidang telekomunikasi dan transportasi dan juga perkembangan bursa kerja di dunia pendidikan serta perguruan tinggi memiliki pengaruh yang besar terhadap kedatangan kaum Muslim ke Amerika Serikat, meskipun berakibat pada meletupnya suatu peristiwa tragis pada tanggal 9 November.

KEBERADAAN SYI’AH DI AMERIKA

Diperkirakan 20 persen populasi umat Islam di Amerika dipengaruhi oleh pemikiran Syi’ah Imamiah. Sebagian besar mereka adalah orang-orang Iran yang jumlahnya diperkirakan sekitar 1 juta jiwa, dan selainnya berasal dari Irak, Lebanon, Afghanistan, Saudi Arabia, Pakistan, India, Azarbeijan, Tajikistan, Turkemenistan dan Syiria, kemudian beberapa kelompok kecil yang berasal dari negara Islam lainnya.

Populasi Syi’ah di Amerika bertambah drastis antara tahun 1950 dan 1970, jumlah terbesar para pelajar di universitas berasal dari Iran, Lebanon dan Irak. Bagaimanapun juga, hal ini terjadi setelah kemenangan Revolusi Islam di Iran dan keberadaan mereka memiliki catatan tersendiri dalam perkembangan dunia Islam. Tentunya, kemenangan Revolusi Islam ini menyadarkan dunia Islam dan memiliki peran penting selanjutnya dalam kebangkitan gerakan Islam di belahan dunia lainnya. Selama periode ini, Syi’ah di Amerika aktif dalam panggung politik dan beberapa himpunan aktifis seperti Himpunan Pelajar Muslim dimana sebagian besar himpunan tersebut dipimpin oleh pendatang dari Iran. Hal ini sangat penting untuk menggerakan kaum Muslim guna memberikan penerangan dan penjelasan kepada masyarakat Amerika selama terjadinya Revolusi Islam.

ISLAM DALAM KOMUNITAS AFRO-AMERIKA

Sejarah kaum Muslim Afrika di Amerika diawali pada abad ke-17, dimana saat itu masyarakat Afrika ingin keluar dari tanah mereka dan bergabung dengan kolonial Amerika yang sekarang dikenal dengan “Atlantik Slave Trade” (Perdagangan Budak Atlantika). Kebanyakan dari mereka adalah kaum Muslim, tapi mereka terpaksa menyembunyikan agamanya atau berpindah menjadi penganut Kristen dan menggunakan nama baru. Alex Haley, dalam salah satu novel terbaiknya, yaitu “Roots” menceritakan tentang seorang budak Muslim Afrika yang bernama Kunta Kinte, dia terpaksa berpindah tempat dari Gambia ke Amerika. Perjalanan sulit dan menyedihkan dari budak Muslim Afrika juga dialami oleh Muhammad Yeylani. Perjalanan hidupnya telah didokumentasikan dan disimpan di beberapa perpustakaan, termasuk di perpustakaan pusat Universitas Georgia. Perubahan hak dan kristenisasi nama mereka biasanya membuat agama Islam yang dulu mereka anut terlupakan.

Pada awal abad 20 dimana Islam hanya sebagai sebuah fenomena sosial antara populasi Afro-Amerika yang memasuki arena publik, tapi dengan munculnya “Nasionalisme bangsa kulit hitam” dan pergerakan masyarakat di Amerika memberikan harapan bagi mereka. Hal ini pertama kali dipublikasikan oleh Wallace Fard Muhammad pada tahun 1930, dialah yag mendirikan organisasi untuk Muslim Afro-Amerika atau yang disebut “NOI” (the Nation of Islam”) di Detroit, Michigan. Selama tahun 1935-1975 organisasi ini dipimpin oleh Elijah Muhammad. Beliau bertanggung jawab untuk menjalankan organisasi nasional yang terdiri dari 75 pusat yang berada pada wilayah berbeda dan menyebar di berbagai negara. Meskipun gerakan ini diinisialkan dengan Malcolm X (sebuah awalan yang dipilih untuk menunjukkan fakta bahwa sebagian besar Afro-Amerika tidak menggunakan identitas aslinya). Kemudian dia memisahkan diri dari NOI setelah perjalanannya ke Saudi Arabia untuk menjalankan ibadah haji. Dalam perjalanan ini, dia sadar bahwa visi “Separatis bangsa kulit hitam” dan teologi dari NOI sangat berbeda dengan aliran Islam Sunni. Karena itu, dia membentuk Organisasi Persatuan Afro-Amerika.

Organisasi NOI terus berjalan sampai Elijah Muhammad meninggal dunia pada tahun 1975, kemudian tampuk kepemimpinan diteruskan oleh anaknya, Warith Deen Muhammad. Dia mencoba untuk meneruskan teologi ayahnya dan pandangan para separatis bangsa kulit hitam yang kemudian mengubah nama organisasinya menjadi “Muslim American Society”. Tahun 1978, Louis Farrakhan melakukan rekonstruksi bangsa Muslim berdasarkan teologi murni dari Wallace Fard Muhammad dan dia sendiri sebagai penasehat Elijah Muhammad dan tokoh penting pada saat itu. Dari pandangan-pandangan dan komentarnya tentang pelbagai himpunan, Farrakhan menjadi figur yang kontroversial di media massa. Meskipun demikian, dia berhubungan dengan para pemimpin terkemuka bangsa Afrika-Amerika dan memiliki tanggung jawab untuk mengorganisir jutaan orang di tahun 1995 dan juga banyak pergerakan pada tahun 2005, dimana dia dapat menggerakan sebagian besar bangsa Afro-Amerika. Dia juga mengkritik masyarakat Amerika dan politik luar negeri yang didukung oleh Rezim Zionis Israel. Pendirian kerasnya melawan Israel seringkali terhalangi oleh pengaruh Zionis di Amerika.

Bangsa Islam kembali menjadi sorotan media, sebuah fakta yang membangkitkan asumsi populer bahwa sebagian besar bangsa Afrika-Amerika adalah bangsa Islam. Bagaimanapun juga, pernyataan yang memperkirakan bahwa 2,5 juta kaum Muslim Afrika-Amerika yang hidup di negara Amerika, 30.000-70.000 darinya beragama Islam. Mayoritas Muslim Afrika-Amerika beraliran Sunni, meskipun sebagian lagi beraliran Syi’ah.

Pada dekade selanjutnya, pengaruh Islam di antara komunitas Afrika-Amerika lebih intens dan juga mempengaruhi agama dan kepercayaan yang lain. Hasil studi 2005, menemukan bahwa 20.000 Non-Muslim Amerika tertarik terhadap Islam, 63% adalah berkebangsan Afrika dan 27% adalah keturunan bangsa kulit putih. Identitas keislaman dari bangsa Afrika-Amerika kembali terlihat pada nama-nama yang mereka gunakan, dan saat ini dapat ditemui tokoh-tokoh terkemuka dalam bidang olahraga, hiburan, politik dan bidang lainnya yang berasal dari suku bangsa Afrika.

ORGANISASI MUSLIM DI AMERIKA

Organisasi politik, sosial, budaya, kejuruan, ekonomi dan badan pemerintahan Muslim Amerika dapat dikategorikan dalam dua bentuk. Bentuk pertama adalah organisasi yang bertugas untuk memenuhi kebutuhan khusus dari kelompok etnik Muslim yang biasanya didanai dan disubsidi oleh pemerintahan Islam dari institusi luar negeri. Salah satu contoh pada masyarakat Arab dalam bidang ekonomi dan pelayanan masyarakat. Bersamaan dengan bentuk pertama dapat juga disebutkan organisasi lokal yang melayani sekolah-sekolah khusus bermazhab Islam, seperti Hanafi, Maliki, Syafi’i, Syi’ah Imamiyah dan juga mazhab Islam minoritas, seperti Isma’iliyah dan Ahmadiyah, dimana mereka memiliki pusat-pusat khusus dan kegiatan kebudayaan-sosial tersendiri.

Pertama kali mesjid-mesjid di Amerika dibangun pada abad ke-20 selama dua dekade pertama dan salah satunya dibangun oleh kaum Muslim Albania pada tahun 1915 di Minnesota. Dengan semakin berkembangnya populasi Muslim di Amerika, maka bertambah pula jumlah mesjid. Lebih dari 1.200 mesjid berdiri di beberapa kota Amerika pada awal abad ke-20. Jumlah SD dan SMP yang mengajarkan Al Qur’an juga meningkat, kurang lebih ada 1000 pusat pendidikan di Amerika saat ini. Untuk menambah jumlah sekolah dan mesjid, ada lebih dari 100 sumbangan dana aktif dan yayasan donator yang memiliki peran penting dalam pendanaan sosial, kesehatan, keluarga dan pelayanan pendidikan untuk kaum Muslim di Amerika.

Bentuk kedua dari badan pemerintahan adalah organisasi etnik yang tidak memiliki tugas khusus atau yang bertujuan memperhatikan umat Islam dari berbagai latar belakang budaya yang berbeda. Salah satu contohnya “CAIR” (The Council of American-Islamic Relation). Untuk lebih jauh mengenal kegiatan "CAIR", Anda dapat mengunjungi websitenya, yaitu: www.cair.com. Biasanya pengalaman utama seorang Muslim di Amerika adalah keharusan mereka untuk berinteraksi dengan seorang Muslim dari etnik lain. Hal ini membutuhkan kerjasama, saling pengertian dan juga berbagi pendapat dengan sesama Muslim dalam lingkungan yang sebagian besar adalah non-Muslim.

Jaringan Muslim juga terdapat di Afrika utara, organisasi Islam ini didirikan pada tahun 1970 oleh sebuah kelompok Muslim di Asia Selatan, dan setiap tahunnya mereka melakukan berbagai kegiatan sosial. Dalam satu periode, dikeluarkan sebuah “Pesan Internasional” keseluruh negara Amerika dan Kanada yang bertujuan menyebarkan identitas Islam di kalangan Muslim Amerika, memfasilitasi tercapainya tujuan Islam dan untuk membahas permasalahan-permasalahan yang menyangkut kebersamaan Muslim di dunia. Demikian pula dengan masyarakat Muslim Amerika yang diprakarsai oleh pelajar-pelajar Arab lulusan universitas-universitas Amerika, mereka memperluas aktivitas-aktivitas keislaman di tahun-tahun berikutnya, termasuk mempublikasikan majalah Muslim Amerika.

The Council of American-Islamic Relation atau yang disingkat “CAIR” di dirikan pada tahun 1994, sebagian besar kegiatannya difokuskan untuk memperluas kesadaran masyarakat tentang keberadaan Muslim di Amerika. Mereka menyorot keberadaan Muslim di Amerika dan juga memperjuangkan keadilan bagi sebagian Muslim yang terdeskriminasi oleh yang lain.

Organisasi-organisasi Islam yang juga bekerjasama dengan “CAIR” adalah “CGIA” (The Council for General Islamic Affairs) dan Union of U.S Muslims. Organisasi ini mencoba menanamkan solidaritas Islam dan menyadarkan masyarakat tentang keberadaan kaum Muslim di Amerika. Selain itu juga mendorong kaum Muslim untuk berperan serta dalam kegiatan masyarakat, berpartisipasi serta bekerjasama dalam bidang politik, sosial dan lingkungan budaya Amerika.

Salah satu contoh lembaga Islam dunia yang bergerak dalam bidang kebudayaan adalah lembaga yang didirikan oleh Ismail Al-Faruqi yang berkebangsaan Palestina yang bermukim di Washington D.C. Selain giat mempublikasikan kebudayaan Islam, lembaga ini gencar memperkenalkan sejarah Islam dan menjelaskan tentang masyarakat Muslim di Amerika. Salah satu tujuan utama dari lembaga ini adalah untuk menampilkan sisi keislaman dari segi pengetahuan sosial.

Salah satu organisasi Islam lainnya di Amerika adalah “ISNA” (Islamic Society of North America) yang jika kita terjemahkan menjadi “Masyarakat Islam di Amerika Utara” yang mana dikembangkan oleh “Himpunan Pelajar Muslim”. Anggota organisasi ini terdiri dari beberapa himpunan antara lain: Himpunan Ahli Teknologi dan Ilmu Pengetahuan, Himpunan Dokter dan Himpunan Ahli Sosial. Kegiatan besar yang dilakukan oleh “ISNA” adalah mengadakan koferensi tahunan yang diikuti oleh 30.000 kaum Muslim.

KONDISI SOSIAL-EKONOMI KAUM MUSLIM DI AMERIKA

Hasil studi banding tentang aspek sosial-ekonomi komunitas Muslim di Amerika dari golongan kecil lainnya menunjukkan bahwa rata-rata seorang Muslim menjalani masa pendidikan selama 14 tahun. Ini berarti lebih cepat dibandingkan dengan masa pembelajaran yang dibutuhkan oleh golongan kecil lainnya. Umumnya, sebagian Muslim di Amerika akan menyelesaikan pendidikannya di universitas selama dua tahun.

Selain itu, pendapatan seorang Muslim di Amerika lebih tinggi jika dibandingkan dengan pendapatan orang Spanyol atau orang Amerika itu sendiri. Rata-rata pendapatan warga Iran di Amerika Serikat sekitar $65.000, sangat tinggi jika dibandingkan dengan komunitas lain di Amerika. Kesimpulannya, tingkat pendidikan, pendapatan dan pekerjaan pada komunitas Muslim lebih tinggi jika dibandingkan dengan golongan lainnya yang juga menetap di Amerika. Tapi perlu diketahui bahwa data statistik ini tidak termasuk dengan masyarakat Yahudi yang juga menjadi pendatang di Amerika beberapa tahun yang lalu.

Data statistik juga menunjukkan bahwa pendapatan, hak kepemilikan dan tingkat pendidikan kaum Muslim makin bertambah di tahun-tahun selanjutnya. Pada tahun 1995, rata-rata tingkat pendapatan Muslim yang menetap di Amerika berkisar $51.966, tapi sekarang meningkat menjadi $55.958. Dan kurang lebih 5,59% Muslim yang menetap di Amerika memiliki rumah sendiri, suatu peningkatan yang luar biasa jika dibandingkan dengan dekade sebelumnya. Selain itu hal yang sangat penting adalah kaum Muslim tinggal di kawasan dan lingkungan yang memiliki tingkat pendidikan yang tinggi.

Keadaan Muslim Iran yang tinggal di Amerika lebih baik jika dibandingkan dengan komunitas Muslim lainnya di Amerika. Rata-rata pendapatan penduduk di kawasan yang ditempati bangsa Iran berkisar $70.000. Lebih dari 63% orang Iran yang berkebangsaan Amerika memiliki rumah dan 46% dari mereka adalah lulusan dari universitas. Belum ada data yang akurat dan tepat tentang jumlah persentasi bangsa Iran yang datang ke Amerika atau menjadi warga negara Amerika. Hasil sensus Amerika tahun 2000 menafsirkan populasi bangsa Iran di Amerika berkisar 370.000. Tapi hasil ini lebih sedikit jika dibandingkan dengan data statistik yang dipublikasikan oleh organisasi nasional lainnya pada tahun yang sama dimana diperkirakan populasi bangsa Iran yang menetap di Amerika antara 80.000-1.100.000. Sekitar 300.000-600.000 bangsa Iran tinggal di California Selatan. Tahun 2006, Republik Islam Iran mendapatkan 400.000 dokumen tentang status beberapa keluarga berkebangsaan Iran yang tinggal di Amerika, berdasarkan data ini populasi bangsa Iran yang menetap di Amerika di atas 1 juta jiwa. Dan sebagian besar dari mereka adalah kaum Muslim Iran yang bermazhabkan Syi’ah Imamiyah.

Meskipun tekanan menimpa kembali kepada para pendatang Muslim yang tinggal di Amerika, khususnya setelah penyerangan yang dilakukan teroris pada 9 november, kegiatan politik kaum Muslim di pemerintahan mengalami peningkatan tercatat sejak 4 tahun terakhir ini. Menurut hasil jajak pendapat Institut Zogby, sebagian besar kaum Muslim percaya bahwa situasi ini merupakan kesempatan yang baik untuk menyebarkan kesadaran tentang Islam di Amerika Serikat. Dengan diadakannya kampanye “Fight against Terror”, hasil jajak pendapat menunjukkan bahwa kaum Muslim di pemerintahan (23%) semakin yakin bahwa Amerika-lah yang sengaja menciptakan kampanye tersebut di dunia Muslim, dan isu teroris dihembuskan untuk menyudutkan dunia Islam. Jajak pendapat Zogby juga mengungkap keinginan kuat kaum Muslim untuk berjuang kearah persatuan Islam. Hal ini terlihat dari kebebasan politik Islam dan beberapa organisasi sosial-budaya, dan hal tersebut memperkuat kebenaran dari hasil jajak pendapat Zogby.

Beberapa jajak pendapat lainnya juga dilakukan oleh Institut Zogby ditahun-tahun berikutnya, antara lain dengan diketahuinya bahwa banyak kaum Muslim Amerika yang ikut serta dalam kegiatan pendanaan, membayar zakat dan melokalisasikan penghasilan bulanan dan tahunan mereka untuk dana sumbangan. Empat puluh lima persen Muslim Amerika di beberapa negara bagian menjadi penyumbang sukarela untuk perkembangan sosial agama Islam. Berdasarkan hasil jajak pendapat yang sama, 95% warga negara Muslim Amerika mendukung rencana kesejahteraan masyarakat di Amerika, termasuk rencana kesehatan nasional untuk seluruh warga negara Amerika. Tentunya, negara Amerika yang terkenal dengan negara industri terbesar tidak memperhatikan pelayanan kesehatan masyarakat dan warga negaranya. Sembilan puluh lima persen Muslim Amerika yakin bahwa segala bentuk diskriminasi rasial yang terjadi di Amerika harus diakhiri dan 59% setuju diadakannya hukuman dan kebijakan perlindungan terhadap lingkungan yang harus segera disahkan. Dan Muslim Amerika juga percaya bahwa pemerintah mendukung peniadaan golongan sosial miskin.

Dengan hadirnya bangunan mesjid di pusat-pusat keislaman, 29% Muslim Amerika ikut dalam shalat Jum’at dan berkumpul di mesjid serta mengunjungi pusat-pusat keislaman di lingkungannya. Hanya 25% dari mereka yang ikut berpartisipasi dalam perkumpulan mesjid dan pusat-pusat keislaman, dan kegiatan mereka lebih dari sekali dalam seminggu.

Konstruksi bangunan mesjid dan pusat-pusat keislaman begitu mencolok mata. Pada tanggal 1 Agustus 2005, koran Washington Post memperlihatkan sampul depan dari kisah tentang pusat keislaman di Virginia, Maryland. Menurut berita dalam koran itu, sebagian besar konstruksi mesjid-mesjid di beberapa negara bagian menghabiskan dana kurang lebih 2 juta dollar dan dana ini semakin mengalami peningkatan di setiap tahunnya. Lebih dari 300.000 Muslim tinggal di pinggiran kota Washington, di daerah ini mesjid-mesjidnya cukup besar yang bisa digunakan untuk pertemuan ribuan kaum Muslim. Di Amerika sebagaimana juga Eropa, tidak hanya populasi Muslim yang meningkat tetapi kecenderungan kelompok dari agama lain untuk masuk ke dalam agama Islam jumlahnya cenderung lebih besar jika dibandingkan dengan jumlah mereka yang tertarik terhadap agama lain atau memilih untuk menerima doktrin-doktrin non-agama.

Persentasi kaum Muslim 5% dari populasi di Eropa dan menurut berita di surat kabar “Financial Times”, populasi Muslim di eropa dua dekade ini jumlahnya dua kali lipat dari semula. Dikutip dari berita yang sama didapatkan bahwa persentasi jumlah Muslim di beberapa negara Eropa sebagai berikut: 5% dari populasi di Jerman, 3% dari populasi di Denmark, 4% dari populasi di Swedia, 5.5% dari populasi di Nederland, di atas 8% dari populasi di Perancis dan 5% dari populasi di Switzerland. Kaum Muslim juga terdapat di negara Eropa lainnya tapi dalam jumlah kecil, sebagai tambahan 50% populasi di Bosnia-Herzegovina dan sebagian besar penduduk Albania adalah Muslim. “Towards new frontiers” adalah judul lagu negara Amerika dalam usaha mereka untuk memperluas geografis, politik, budaya dan ekonomi hegemoni ke seluruh dunia. saat ini pendatang Muslim-lah yang sedang menaklukkan perbatasan-perbatasan baru dan menyebarkan pengaruh Islam di luar dari dunia Muslim. Sedikit sekali intelektual Amerika melakukan pengamatan tentang mengapa Amerika justru menjadi pusat yang tepat bagi pergerakan-pergerakan dan budaya Islam dalam dasawarsa terakhir. Berbagai perkembangan terjadi dalam dunia internasional, perkembangan tercepat dialami dalam bidang teknologi informasi, transportasi, komunikasi, ekonomi dan perkembangan politik dalam dunia Islam. Perkembangan signifikan populasi Muslim di Amerika Serikat merupakan kesempatan yang baik bagi komunitas Islam di Amerika. Kini mereka berpikir untuk bagaimana menghadapi pelbagai tantangan yang sedang mereka perjuangkan di dunia saat ini, sehingga Islam dapat memainkan perannya secara efektif dan menjadi kekuatan yang disegani di bidang militer dan ekonomi di dunia.



0 comments to "Sejarah muslim amerika..."

Leave a comment