Eiiit... Nanti Dulu IRNA melaporkan- Kelanjutan dampak krisis ekonomi Barat mengakibatkan lebih dari 115 ribu mahasiswa Inggris tidak akan mendapat bea siswa di tahun ajaran baru. Sementara banyak universitas Amerika yang akan kehilangan penyandang dananya pasca kebangkrutan ekonomi di negara ini.
Surat kabar Inggris Daily Telegraph dalam laporan hari Senin (03/5) menulis, berdasarkan pengumuman bagian penerimaan universitas Inggris disebutkan, pendaftaran di universitas-universitas negara ini di musim gugur tahun depan hanya meningkat 5/16 bila dibandingkan periode tahun lalu.
Berdasarkan laporan ini, bila kondisi ini terus berlanjut hingga penutupan pendaftaran, musim panas tahun ini, diprediksikan 610.635 mahasiswa harus bersaing untuk berebut 494 ribu bea siswa. Dengan penjelasan ini, lebih dari 115 ribu mahasiswa yang harus rela tidak kuliah di pelbagai universitas dan sekolah tinggi negara ini.
Sumber-sumber pemberitaan memprediksikan kemungkinan besar, hampir sepertiga mahasiswa asing yang tidak berhasil mendapatkan bea siswa akan meninggalkan Inggris.
Berdasarkan data statistik Universitas Cambrige, tahun lalu saja universitas ini hanya dapat menerima 480 ribu mahasiswa dari 520.151 calon mahasiswa yang mendaftar. Dewan Tinggi Penyandang Dana Perguruan Tinggi Inggris dalam laporannya menyebutkan Inggris masih kekurangan 6 ribu kursi kelas.
Sementara itu, sumber-sumber pemberitaan lokal memberitakan berlanjutnya krisis ekonomi berdampak juga pada universitas-universitas Amerika.
Sesuai dengan laporan ini, mayoritas universitas AS dikelola oleh swasta dari biaya kuliah para mahasiswa, sumbangan pendidikan dan pendapatan riset industri nasional. Tahun lalu saja sekitar universitas-universitas swasta AS ini kehilangan 20 persen anggarannya, sementara para analis menyebut angkanya hingga 50 persen.
Masih dari laporan ini, kebanyakan modal yang dimiliki universitas-universitas swasta AS disimpan di bank-bank yang telah menyatakan kebangkrutannya. Kerugian ini mengakibatkan banyak proyek dan program pendidikan yang gagal dilaksanakan atau bahkan dihapus sama sekali.
Sebagai contoh, tahun lalu universitas Pittsburgh dan Carnegie Mellon di negara bagian Pensilvania masing-masing kehilangan modalnya 65 dan 49 juta dolar. Universitas Harvard yang sepertiga anggaran tahunannya, hampir 5,3 miliar dolar, didapatkan dari bantuan mengalami defisit anggaran ratusan juta dolar.(3/5/2010)
IMF: Iran Kekuatan Ekonomi Baru Dunia
Dana Moneter Internasional (IMF) menyatakan, Republik Islam Iran menempati urutan ke 18 negara terkuat ekonominya di dunia dengan penghasilan bruto 828 miliar dolar.
IRNA melaporkan, berdasarkan laporan IMF di saat sejumlah besar kekuatan ekonomi dunia terlilit krisis finansial pada tahun 2009 yang bersumber dari Amerika Serikat (AS), ekonomi serta produk bruto dalam negeri Iran malah membaik dan berhasil naik satu peringkat di tingkat dunia.
Masih menurut laporan IMF, produk bruto Iran berdasarkan daya beli pada tahun 2008 sebesar 803,5 miliar dolar. Angka ini dalam satu tahun meningkat 25 miliar dolar menjadi 828 miliar dolar.
Selain itu, penghasilan perkapita Iran tahun lalu juga meningkat 146 dolar dari 11.026 dolar di tahun 2008 menjadi 11.172 dolar pada tahun 2009.(3/5/2010)
Bersama Pakar Multiple Intelligence di Hari Pendidikan
Siapapun akan sependapat bahwa kinerja pendidikan nasional kita masih jauh dari optimal. Kedisiplinan yang rendah, ketenggangrasaan yang meluntur, keramahan yang menipis, kepekertian yang memudar, keteladanan yang menghilang, dan prestasi belajar yang rendah merupakan aspek yang mudah diamati atas ketidak optimalan kinerja pendidikan nasional kita tersebut.
Ketidak optimalan pendidikan tidak pernah dapat tersolusikan secara memadai karena kita sering terjebak pada masalah-masalah teknis, seperti ujian nasional, ujian akhir sekolah bertaraf nasional, ujian masuk perguruan tinggi negeri, dan sebagainya. Energi kita habis untuk memikirkan masalah-masalah teknis yang sering membangkitkan polemik tak berkesudahan itu.
Direktur Pascasarjana Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa Jogjakarta Prof Dr Ki Supriyoko SDU MPd, dalam artikelnya yang dimuat di Koran Jawa Pos menulis, " Kita lupa bahwa kunci pendidikan itu ada di tangan guru. Artinya, kalau guru kita tidak banyak terlilit masalah hingga dapat menjalankan tugasnya secara profesional, kinerja pendidikan nasional kita akan memadai. Sebaliknya, kalau guru kita banyak terlilit masalah, sulit merealisasikan kinerja pendidikan yang mantap."
Menurut Ki Supriyoko yang juga anggota Dewan Kehormatan Guru Indonesia, guru kita sekarang tengah dililit banyak masalah yang secara langsung berpengaruh pada kinerja pendidikan. Dua masalah adalah gairah mengajar dan profesionalisme.
Sebagian guru kita sekarang kurang bergairah dalam melaksanakan tugas di sekolah. Hal itu disebabkan munculnya kecemburuan terkait dengan tunjangan profesi yang "beredar" secara tidak merata. Ada sebagian guru yang telah menikmati tunjangan profesi yang jumlahnya relatif memadai, tetapi sebagian yang lain belum, dan sebagian lainnya lagi tidak dapat menikmatinya.
Seluruh guru belum menerima tunjangan profesi dari pemerintah. Orang yang paling bertanggung jawab mengenai masalah itu, Achmad Dasuki selaku direktur Profesi Pendidik Kementerian Pendidikan Nasional. Menurut data yang ada, baru 600 ribu dari sekitar 2,6 juta guru yang menerima tunjangan profesi. Artinya, masih sekitar 2 juta guru yang belum menerima tunjangan profesi. Padahal, untuk setiap 100 ribu guru, diperlukan dana sekitar Rp 2,5 triliun untuk membayar tunjangan profesi tersebut.
Dari angka tersebut, terlihat baru satu di antara empat orang guru yang menerima tunjangan profesi. Tiga orang guru yang lain tidak menerima tunjangan profesi. Keadaan itu menimbulkan kecemburuan yang ujungnya telah menurunkan gairah mengajar di sekolah, khususnya terjadi pada guru yang tidak atau belum menerima tunjangan profesi.
Seperti diketahui, dalam tiga empat tahun terakhir, pemerintah memberlakukan kebijakan sertifikasi pendidik sebagai bukti atas profesionalisme dalam menjalankan profesinya. Bagi para guru yang memenuhi kualifikasi, kepadanya diberikan sertifikat pendidik. Dengan sertifikat pendidik tersebut, dia berhak menerima tunjangan profesi yang jumlahnya memadai. Yang tidak memenuhi kualifikasi tidak diberi sertifikat pendidik dan tentu tidak berhak menerima tunjangan pendidik.
Kebijakan tersebut sangat realistis dan konstruktif. Masalah muncul ketika sebagian (kecil) guru menerima tunjangan profesi atas sertifikat pendidik yang dimilikinya dan sebagian (besar) guru yang lain tidak menerima tunjangan profesi tersebut.
Masalah gairah mengajar merupakan masalah yang kompleks dalam dunia pendidikan. Sulitnya membangkitkan, apalagi membangun kembali gairah mengajar guru, merupakan kompleksitas dalam dunia pendidikan nasional. Tanpa gairah mengajar yang memadai, jangan diharapkan hasil mengajarnya memadai. Kalau hasil mengajar para guru tidak memadai, tidak mungkin kinerja pendidikan nasional dapat memadai.
Masalah kedua yang dihadapi para guru kita adalah profesionalisme. Banyak guru kita yang penguasaan materi mengajarnya sudah kedaluwarsa. Di sisi lain, banyak pula guru kita yang metode mengajarnya sudah ketinggalan zaman. Dengan penguasaan materi yang kedaluwarsa dan metode mengajar yang ketinggalan zaman, sangat sulit merealisasikan kinerja pendidikan yang memadai.
Penjelasan di atas menuntut rekonstruksi sistem pendidikan nasional di Indonesia. Ini adalah pekerjaan rumah pemerintah untuk menggalang pendidikan di nusantara.
Multiple Intelligence, Solusi Pendidikan Nasional
Munif Chatib, pakar pendidikan dan pengggas multiple intelligence di nusantara , menyatakan, tidak ada kata bodoh di dunia pendidikan. Setiap anak pada dasarnya mempunyai kecerdasan yang berbeda-beda, bahkan tidak terbatas.
Pakar pendidikan ini menilai penerapan sistem multiple intelligence di Indonesia sebagai solusi problema pendidikan di negara ini. Melalui penerapan metode ini, bakat dan kemampuan seseorang akan dikembangkan sesuai dengan kecerdasan yang dimiliki masing-masing
Lebih lanjut Munif Chatib menuturkan, sekolah ideal adalah sekolah yang menerima siswa tanpa membedakan tingkat kecerdasan berdasarkan hasil ujian dan test IQ. Menurut pakar multiple intelligence, test IQ adalah sistem diskriminasi yang diterapkan bangsawan Inggris untuk menghalangi masuknya anak-anak buruh ke akademi yang lebih tinggi dan sekolah-sekolah elit. Dengan memahami metode multiple intelligence, para pendidik diharapkan dapat mengubah paradigma yang dianut selama ini. Sekolah semestinya bisa menerima setiap siswa tanpa membedakan mereka yang cerdas atau tidak. Penemu teori multiple intelligence, Howard Gardner, menyatakan; ada 8 kategori kecerdasan yang terdiri dari : bodily kinestethic, interpersonal, verbal-linguistic, logical-mathematical, intrapersonal, visual-spatial, musical, dan naturalistic.
Menurut penulis buku "Sekolahnya Manusia", tugas para guru adalah menumbuhkan potensi kecerdasan kepada para siswa secara tepat dan terukur. Dengan cara ini, tujuan dunia pendidikan untuk mencerdaskan bangsa dengan ilmu dan ketakwaan diharapkan akan bisa tercapai."
Kritikan terhadap UN
Munif Chatib juga termasuk pakar pendidikan yang memprotes keras sistem Ujian Negara (UN) yang dinilai tidak adil.
Menurut Menteri Pendidikan Nasional Mohammad Nuh, ada 267 SMA/MA/SMK --51 sekolah negeri dan 216 sekolah swasta-- yang 100 persen siswanya tidak lulus UN. Ada 5.795 sekolah atau 35,17 persen dari total 16.467 sekolah menengah tingkat atas di seluruh Tanah Air yang mengikuti UN, yang seluruh siswanya (418.855 orang) lulus. Sebaliknya, 7.648 siswa berbagai sekolah seluruh Indonesia tidak lulus dan harus mengikuti UN ulang. Ini adalah data resmi pemerintah.
Terkait hal ini, Alfan Alfian, Dosen di FISIP Universitas Nasional mengatakan, "Walaupun ada UN ulang, mereka yang tidak lulus kadung jatuh mental. Sebagian dari mereka mengekspresikan kekecewaannya secara berlebihan, dari yang mengamuk di sekolah, menangis histeris, hingga mencoba bunuh diri dengan meminum racun serangga."
Kelihatannya, fenomena seperti ini sudah menjadi pola. Yang lulus bersukacita, yang tak lulus berduka. Seolah UN adalah medan uji "segala-galanya" sehingga yang tak lulus "habislah sudah."
Melihat fenomena seperti ini, Munif Chatib yang juga pengaggum Film Laskar Pelangi, menilai multiple intelligence sebagai satu-satunya solusi pendidikan nasional. Melalui metode ini, mental anak bangsa akan terbangun. Hal yang penting bagi bangsa ini adalah kepercayaan diri untuk mengoptimalkan kemampuan masing-masing. Tidak ada kata bodoh bagi siapapun. Ini adalah slogan multiple intelligence yang juga menyerap dari hikmah perkataan Imam Ali as yang berkata; "Setiap manusia mempunyai kelebihan." (AR/ IRIB/3/5/2010)
0 comments to "Ekonomi Barat bangkrut..kuliah nggak bisa..??!!.."