oleh: Purkon Hidayat
Raut muka para guru lebih sumringah. Cerah dan berseri-seri, melebihi biasanya. Mereka memperingati hari besar profesinya. Menerima ucapan tulus tabik, bunga dan kado dari para pelajar. Di dinding sekolah SMP dekat gang menuju apartemen yang saya tempati, terbentang spanduk besar, Rooz-e Moallim Mobarak bad, ‘Selamat Hari Guru'. Ucapan itu juga bergema di seluruh penjuru Iran.
Persis, di sepanjang jalan utama Tehran terpampang sejumlah spanduk hari guru dengan latar gambar seorang pria bersorban putih. Sosok ulama dalam poster itu adalah sang martir, syahid Murtadha Muthahhari.
Sebagai bentuk lain penghormatan terhadap jasa besar Muthahhari, pemerintah Iran mengabadikan hari kematiannya sebagai hari guru. Selain itu, sebuah jalan utama di Teheran Utara, Takhte Tavoos, Singgasana Merak, diganti menjadi jalan Morteza Motahari. Jalan raya tersebut menghubungkan jalur utama Sohravardi dan Vali Ashr.
Muthahhari muda mengenyam pendidikannya hingga mencapai derajat mujtahid di Hauzah Ilmiah Qom dari tahun 1944 hingga1952. Kemudian, ia hijrah ke ibu kota Iran dan mengajar di Fakultas Teologi Universitas Tehran selama 22 tahun. Muthahari juga memberikan ceramah di Huseiniyah Irsyad, Tehran Utara selama delapan tahun. Bersama Syariati dan pemikir lainnya, Muthahhari mengobarkan spirit perlawanan menghadapi rezim diktator Reza Shah.
Di bawah bimbingan Imam Khameini, Allamah Thabathabai, dan ulama terkemuka masa itu, Muthahhari mendalami khazanah klasik Islam klasik dari fikih, akhlak hingga filsafat. Bahkan, Muthahhari tidak hanya mencerap gagasan sang guru. Ia pun fasih mengkritik pemikiran gurunya dan berhasil menelorkan pemikiran orsinil.
Tidak hanya mahir berorasi di mimbar, pemikir prolifik ini menulis berbagai isu tentang Islam, Iran, dan problem kontemporer. Saat ini, karya-karya Muthahhari yang melebihi 60 buku diterbitkan penerbit Sadra, Tehran.
Keluasan dan ketajaman pemikiran Muthahhari membuat dirinya mampu merespon beragam pemikiran yang berkembang saat itu, bahkan pandangannya mash relevan hingga kini. Dalam berbagai karyanya, Muthahhari terbukti mampu menyelami berbagai disiplin di luar bidang utamanya. Meski bukan ekonom, martir kelahiran Khorasan ini memiliki pandangan cemerlang di bidang ekonomi.
Muthahhari dalam bukunya, ‘Sistem Ekonomi Islam' mengemukakan pandangan mengenai ekonomi Islam sebagai sistem ekonomi. Bagi Muthahhari, ekonomi Islam adalah bagian integral dari sistem Islam. Salah satu pandangan ekonominya yang menonjol adalah kemandirian ekonomi dan jaminan sosial. Di mata Muthahhari, Islam adalah agama yang sangat konsen terhadap kepentingan sosial publik, sekaligus menghargai hak individu.
Sebagai agama yang menjunjung tinggi kebebasan, Islam menentang kolonialisme dan imperialisme dalam bentuk apapun. Dewasa ini, ekonomi menjadi sarana paling empuk bagi negara adidaya untuk membenamkan hegemoni sedalam dalamnya kepada negara berkembang dan terbelakang. Negara-negara dunia ketiga terperangkap jaring struktur ketergantungan dan dominasi yang dipasang negara-negara kaya. Untuk keluar dari jeratan ini, Muthahhari menyerukan kemandirian ekonomi. Pandangan Muthahhari ini sejalan dengan seruan Imam Khomeini mengenai kemandirian di segala sektor.
Lebih dari tiga dekade, pandangan Muthahhari mengenai kemandirian ekonomi ini berbuah manis. Kini, Iran yang pernah berada dalam cengkeraman kolonialisisi asing di masa silam seperti Inggris dan Amerika, berganti menjadi negara mandiri. Di tengah badai embargo ekonomi dan pengucilan di arena internasional, Iran justru menjadi negara yang berdiri kokoh di kakinya sendiri.
Buktinya, ketika gelombang krisis ekonomi global menumbangkan korporasi raksasa Amerika dan imbasnya mengombang-ambing ekonomi negara-negara dunia, Iran nyaris tidak terpengaruh.
Korporasi sebesar Lehman Brother, AIG, hingga perusahaan sekuritas semacam Merill Lynch dan Morgan Stanley tumbang. Bahkan, Amerika dengan sistem common law yang dipuja sebagai negara paling stabil ekonominya di dunia ini kedodoran mengatasi krisis ekonomi dalam negeri yang dipicu oleh problem subprime mortgage. Problem ekonomi domestik ini juga membuat popularitas Obama kian hari semakin merosot.
Tapi, berpalinglah sejenak, lihatlah Iran. Dalam pusaran krisis, musuh bebuyutan AS ini justru menunjukan resistensinya. Di sektor finansial, Bursa Efek Tehran nyaris tidak terpengaruh gelombang dasyat tersebut. Ada koreksi, tapi tidak signifikan. Bahkan, beberapa pekan terakhir indeks harga saham gabungan (IHSG) di Bursa Saham Tehran naik tajam. Penjualan saham sejumlah BUMN yang diprivatisasi malah mendapat respon positif dari pasar domestik.
Tahun ini, di bawah tekanan sanksi negara-negara Barat terutama Amerika, pemerintah Ahmadinejad melakukan terobosan besar. Putra keluarga pandai besi ini merombak fundamental ekonomi Iran dengan meluncurkan program kontroversial, subsidi terarah, Hadafmandi Yaraneh. Program ini puja jelata, dicaci si kaya.
Di tingkat makro, pemerintah Ahmadinejad berhasil menurunkan tingkat inflasi. Belum lama ini, Bank Sentral Iran mengumumkan, tingkat Inflasi turun 15,6 persen dari 25,4 persen pada bulan Farvardin 1388 Hs menjadi 10,8 persen pada bulan Isfand.
Apa resep keberhasilan ini. Muthahhari melontarkan pandangan mengenai keterkaitaan erat antara kemandirian ekonomi dan kesejahteraan rakyat. Ekonomi yang sehat akan terwujud ketika perekonomian suatu negara tidak didikte oleh kekuatan asing. Sedangkan kesejahteraan rakyat akan terwujud, jika kesenjangan kelas semakin minimal mendekati nol. Negara harus menciptakan sebuah kondisi bisnis yang sehat, di mana permintaan dan penawaran bertemu dalam titik equilibrium. Namun Di sisi lain, negara juga harus mendongkrak tingkat pendapat orang-orang miskin.
Pemerintah Ahmadinejad mewujudkan pandangan Muthahhari ini dalam bentuk subsidi terarah. Repelita kabinet ke-10 memfokuskan program ekonomi pada upaya meminimalisasi kesenjangan pendapatan. Pemerintah Tehran memprediksi indeks Gini Iran bisa ditekan hingga 0,35 dengan penerapan subsidi terarah ini. Dua tahun lalu, indeks Gini Iran sebesar 0,44. Sedangkan rata-rata indeks Gini pasca kemenangan revolusi Islam Iran berkisar antara 0,40-0,45.
Di luar rentengan angka-angka statatistik ini, kabinet Ahmadinejad tahu persis pesan Douglass C. North. Penerima hadiah Nobel ekonomi tahun 1993 itu pernah menyarankan untuk meninjau konteks sebuah mekanisme pasar. Penggagas institusi ekonomi ini mengingatkan,"Kita tidak hanya perduli pada mekanisme pasar saja. Tapi melihat mekanisme pasar itu dari waktu ke waktu." Kebijakan ini sekaligus bentuk intervensi ex ante dalam menghadapi hegemoni finansial global yang rentan bergejolak.
Ahmadinejad menerjemahkan saran North dengan menerapkan jaring pengaman sosial dan program prioritas distribusi adil di daerah. Bagi Doktor teknik sipil ini, Pasar harus dibebaskan, tapi juga harus dikawal. Mantan Wali Kota Tehran ini menerjunkan petugas yang memantau harga di pasar.
Untuk menggenjot kesejahteraan rakyat di daerah, aliran dana deras dikucurkan ke berbagai provinsi, sesuai kebutuhan daerah masing-masing.Tidak tanggung-tanggung, Ahmadinejad terjun langsung ke daerah, merasakan dari dekat penderitaan rakyat bawah. Ia juga menginstruksikan kucuran anggaran dalam rapat dadakan dengan jawatan pemerintah daerah.
Saat mengunjungi Ahvaz belum lama ini, seorang profesor agrobisnis yang mengantar saya mengelilingi ibu kota provinsi Khuzestan, mengungkapkan, kota ini jauh lebih maju semenjak Ahmadinejad menjabat sebagai presiden Iran. Prof Nashiri bertutur, "Lihat saja sendiri kemajuan kota ini." Benar saja, infrastruktur baru di kota ini jauh meningkat dari periode sebelumnya. Di kota Qom, pertumbuhan kota religius ini berkembang pesat. Begitu juga menimpa daerah lainnya di penjuru Iran.
Sejatinya, semua ini tidak akan pernah terwujud tanpa kerja keras dan pengorbanan. Pembangunan di negara ini juga berkah tinda cendikia dan darah syuhada. Muthahhari menyumbangkan keduanya untuk kemajuan bangsa dan negara ini.
0 comments to "‘Selamat Hari Guru'"