Opole, Polandia (IRIB News) - Jenazah seorang profesor dan penulis terkemuka Polandia yang dilarang mengajar hanya karena menyoal kebenaran Holocaust, ditemukan di sebuah tempat parkir setelah dua pekan.
Jenazah profesor, Dariusz Ratajczak, mantan dosen Universitas Opole Polandia, ditemukan di sebuah tempat parkir salah satu pusat perbelanjaan di kota Opole, setelah dua pekan. Pihak polisi belum memberikan keterangan apapun soal sebab-sebab kematian profesor Ratajczak.
Sebelumnya, profesor pakar sejarah Polandia ini menyoal keotentikan tragedi Holocaust dan menyatakan bahwa secara ilmiah masalah pembantaian luas orang-orang Yahudi di kamar-kamar gas di kamp konsentrasi Auschwitz, tidak mungkin. Akhirnya pada tahun 2002 atas desakan para lobi Zionis dan vonis pengadilan, ia dikeluarkan dari daftar pengajar di universitas Opole.
Setelah dikeluarkan gara-gara isu Holocaust, profesor ini menghadapi kesulitan besar dalam mencari pekerjaan. Bahkan ia sempat memutuskan untuk menjadi buruh di Belanda atau di Belgia.
Protes terhadap Holocaust di negara-negara seperti Polandia, Jerman, Hongaria, Perancis, Swiss, dan Austria, dikategorikan sebagai tindak kriminal. Dengan demikian, tidak ada orang yang berani menyoal atau memprotes Holocust di benua yang konon pionir dalam demokrasi tersebut.(IRIB/MZ/SL/19/6/2010)
Dunia Mendukung Serangan Terhadap Iran?
Berbagai propaganda digulirkan satu persatu oleh Barat untuk merongrong kecerdasan Iran dalam menangani isu nuklirnya dengan menandatangani Deklarasi Tehran bersama Turki dan Brazil.
Setelah resolusi berisi sanksi anti-Iran yang diajukan Amerika Serikat disetujui Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa, kini Barat menyusun strategi baru dengan membangun opini publik anti-Iran.
Kali ini Pew Research Center merilis hasil polling terbarunya soal serangan terhadap Iran. Polling tersebut diklaim diikuti oleh 25.000 responden di 22 negara. Para responden dari sejumlah negara Arab juga dilibatkan dalam polling tersebut. Menurut hasil polling itu, sikap Iran dan presidennya, Mahmoud Ahmadinejad, ditanggapi negatif di 22 negara termasuk negara-negara Muslim. Bahkan di 16 negara diklaim para responden berpendapat bahwa penindaklanjutan "ancaman" nuklir Iran harus diselasaikan dengan menggunakan cara militer.
Kontradiksi
Pengamat menilai perilisan hasil polling tersebut dan publikasinya secara meluas oleh media-media Barat sebagai lanjutan episode upaya meruntuhkan keberhasilan Iran dalam membangun kepercayaan terkait program nuklirnya dengan menandantangani Deklarasi Tehran. Barat "kecolongan" langkah dengan penandatanganan tersebut. Bagaimana tidak? Deklarasi Tehran melandasi kesepakatan pertukaran uranium antara Iran dan Turki untuk suplai bahan bakar reaktor riset nuklir Tehran. Usulan itu dikemukakan oleh Kelompok 5+1 dan bahkan didukung oleh Badan Energi Atom Internasional (IAEA). Bedanya, tidak satu pun negara dari Kelompok 5+1 yang dilibatkan dalam proses tersebut.
Penandantangan Deklarasi Tehran mendapat sambutan hangat dari berbagai negara dunia khususnya 118 negara anggota Gerakan Non-Blok. Kembali masalah diplomasi dan perundingan ditekankan sebagai satu-satunya solusi untuk program nuklir Iran.
Setelah Deklarasi Tehran ditandatangani, Barat tampak kebingungan menyikapinya. Deklarasi tersebut telah membuat penanganan terhadap kasus nuklir Iran keluar dari dominasi dan manipulasi Barat khususnya Amerika Serikat. Oleh karena itu, tanpa memberikan reaksi proporsional, Amerika Serikat secara mengejutkan mengajukan draf sanksi baru anti-Iran.
Deklarasi Tehran merupakan babak kedua dari kebijakan tegas Iran dalam menggagalkan ketamakan Barat. Sebelumnya, partisipasi Presiden Republik Islam Iran, Mahmoud Ahmadinejad, pada sidang revisi Traktat Non-Proliferasi Nuklir (NPT), telah menggagalkan rencana Amerika Serikat dan sekutunya untuk mengendalikan total sidang tersebut. Singkatnya, jika Ahmadinejad tidak tampil mengajukan usulannya yang disambut oleh nyaris seluruh negara peserta minus Amerika dan segelintir sekutunya, tentu saat ini telah ditetapkan larangan pendayagunaan energi nuklir oleh negara mana pun kecuali dengan ijin Barat.
Namun, makar AS dan sekutunya dapat digagalkan dan bahkan sidang tersebut untuk pertama kalinya menjadi biang keresahan para pejabat Israel. Di statemen akhir sidang itu, nama Israel untuk pertama kalinya tercantum dan Tel Aviv dituntut untuk membuka pintu instalasi nuklirnya bagi para inspektor asing.
Cerita Lama
Sebenarnya masalah serangan terhadap instalasi nuklir Iran dikemukakan Barat jauh hari sejak era pemerintahan Bush. Agitasi tersebut terus didengungkan Barat dan rezim Zionis Israel yang menilai program nuklir Iran sebagai "ancaman" bagi keamanan dunia. Padahal, IAEA dalam 20 laporannya telah menekankan status damai program nuklir Iran.
Tampaknya, pendukung serangan terhadap instalasi nuklir Iran hanya Amerika dan segelintir sekutunya saja termasuk rezim Zionis Israel. Jika benar dunia mendukung serangan ke Iran, apakah Amerika Serikat akan menunggu lama untuk merealiasasikannya. Propaganda serangan ke Iran itu sengaja digulirkan sekaligus untuk mempengaruhi konstelasi politik dan keamanan regional. Beberapa waktu lalu, media Amerika mengklaim bahwa Arab Saudi mengijinkan penggunaan zona udaranya jika terjadi serangan ke Iran. Namun klaim tersebut buru-buru dibantah oleh Riyadh.
Terkait serangan, yang diperhitungkan hanya pihak Amerika Serikat mengingat rezim Zionis Israel secara otomatis tercoret dari daftar kemungkinan pihak penyerang. Seperti yang berulangkali dikemukakan para pejabat tinggi Iran menyikapi ancaman serangan dari Israel, Tel Aviv bahkan tidak punya nyali atau kemampuan untuk berbuat ulah sekecil pun terhadap Iran.
Lalu dengan klaim "dukungan dunia", mengapa Amerika Serikat masih menunggu? (IRIB/MZ/AHF/19/6/2010)Israel memperingatkan PBB bahwa situasi keamanan di Timur Tengah akan terganggu akibat rencana keberangkatan kapal bantuan kemanusiaan untuk Gaza dari Lebanon.
Duta Besar Israel untuk PBB, Gabriela Shalev melayangkan surat kepada Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon, dan menilai pengiriman kapal bantuan kemanusiaan untuk Gaza itu "provokatif" dan dapat merusak keamanan di kawasan.
Shalev mengklaim bahwa kemungkinan kapal Lebanon tersebut mengangkut teroris dan senjata mengatakan bahwa kemungkinan bahwa teroris atau senjata untuk dikirim ke Gaza.
Ditambahkannya bahwa Israel berhak untuk menggunakan segala cara "sesuai dengan ketentuan internasional" untuk mencegah kapal tersebut menembus blokade atas Gaza. Pejabat Israel ini juga menyebut Lebanon sebagai negara musuh rezim Zionis dan terlibat dalam konflik antara Hamas dan Israel.
Sebelumnya, Samar Haji, panitia konvoi bantuan kemanusiaan Lebanon untuk Gaza menyatakan bahwa 50 aktivis Lebanon dan asing akan mengikuti ekspedisi kemanusiaan tersebut. "Kami semua perempuan independen yang percaya dapat mendobrak blokade atas Gaza," kata Samar Haji.
Pada 31 Mei 2010 lalu, pasukan Israel menyerang konvoi kapal bantuan kemanusiaan untuk Jalur Gaza di perairan internasional. Serangan tersebut merenggut nyawa 20 aktivis dan mencederai puluhan lainnya. (IRIB/MZ/AHF/19/6/2010)
Dilaporkan sebanyak 12 kapal perang Amerika Serikat yang di antaranya terdapat sebuah kapal milik rezim Zionis Israel, melintasi Kanal Suez dan memasuki Laut Merah untuk menuju Teluk Persia.
Koran transregional al-Qods al-Arabi menulis, menurut keterangan para saksi mata, aktivitas maritim di Kanal Suez Jum'at (18/6) dihentikan selama beberapa jam menyusul konvoi kapal militer Amerika Serikat termasuk kapal induk dan kapal-kapal pengangkut pasukan infantri dan kendaraan lapis baja melintasi kawasan tersebut.
Menurut sumber-sumber maritim di Kanal Suez, aktivitas nelayan di kawasan ini juga dihentikan di saat konvoi kapal tempur Amerika dan Israel itu melintas. Melintasnya kapal-kapal perang Amerika Serikat dan Israel itu didukung pengawalan ketat aparat Mesir. (IRIB/MZ/AHF/19/6/2010)
0 comments to "Bilang Holocaust salah..hukumannya mati....????...12 Kapal Tempur AS dan Israel Menuju Perairan Teluk Persia .dikawal Mesir...perang???"