Home , , � Empat Jenis Hubungan Pasangan suami istri dalam Agama

Empat Jenis Hubungan Pasangan suami istri dalam Agama




Dalam al-Qur’an ada empat jenis hubungan pasangan suami-istri (pasutri). Masing2 hubungan ini merefleksikan hubungan pasutri dari sejak zaman bahela hinggi kiwari ini. Yuk kita tengok.

Pertama, hubungan saling mendukung menuju kesempurnaan dan kebaikan, seperti hubungan Muhammad dan Khadijah, serta Ali dan Fathimah. Mereka disebut dalam ayat, “Wa yuth’imunath-tha’ama ‘ala hubbihi miskinan wa yatiman wa asira.” Artinya: “Mereka memberi makan dengan suka rela pada orang miskin, anak yatim dan tawanan.” Ya Allah, jadikan aku dan istriku sebagai pasangan yang meniru mereka. Amien!

Kedua, suami-istri yang bergandengan dalam keburukan. Allah berfirman, “Tabbat yada abilahab…wamraatuhu hammalatal khathab.” Ini surah tentang Abu Lahab dan istrinya. Mengerikan. Nasib mereka sungguh sengsara di dunia, jangan tanya bagaimana di akhirat.

Ketiga, suaminya di jalan yang benar, tapi istrinya tersesat—seperti dalm kasus Nabi Nuh dan Lut.

Keempat, istrinya di jalan yang benar, tapi suaminya tidak benar—seperti dalam kasus Fir’aun dan Asiah.

sumber:http://musakazhim.wordpress.com/2010/10/23/empat-jenis-hubungan-pasutri/#more-1155

Hak Hak Wanita dalam Perspektif Imam Khomeini [ra]

Oleh Idrus Shahab.

Dengan menganalisa sejarah di sepanjang abad yang berbeda-beda, kita melihat peremehan terhadap masalah hak-hak kemanusiaan dan sosial serta kezaliman yang terjadi terhadap wanita. Bahkan sebelum munculnya revolusi Industri di Eropa, wanita belum memiliki hak sosial dan politik yang berarti. Bukan hanya itu, para pemuka agama Kristen di Eropa pun menjustifikasi ketidakadilanterhadap wanita ini dengan alasan-alsan teologis. Namun di abad-abad terakhir, muncullah kebangkitan pembelaan hak-hak wanita dan dimulailah era baru.

Kebangkitan-kebangkitan yang muncul akibat dua perang dunia dan kemudian muncullah kelahiran gerakan baru di sekitar tahun tujuh puluhan. Pergerakan wanita tersebut lebih di kenal denga gerakan feminisme.

Feminisme lahir dalam berbagai macam pandangan seperti adanya kezaliman terhadap wanita (dalam segala bidang) yang biasa dijadikan sebagai tolok ukur bangkitnya gerakan feminisme. Namun penjelasan mereka tentang sebab terjadinya kezaliman dan langkah-langkah solusi, serta ide-ide yang mereka kemukakan berbeda-beda.

Para pemikir Feminis berkeyakinan dunia akan adil jika wanita bangkit untuk mengambil hak-hak mereka. Meskipun mereka mengemukakan argumentasi secara ilmiah, namun sering tejadi kesalahan persepsi yang menyebabkan penyelewengan pemahaman.

Walaupun wanita Islam di jamin oleh argumentasi teologis dan rasional untuk memperoleh hak-hak mereka di berbagai macam bidang kemasyarakatan seperti sosial, politik, budaya dan lain sebagainya, akan tetapi mereka memang dituntut untuk lebih memperhatikan masalah rumah tangga dan keluarga, sehingga seringkali secara alamiah terjadi pembatasan ruang gerak dan aktifitas mereka di ruang publik. Untuk itu para wanita Islam pun mencoba mencari jalan keluarnya.

Permasalahan hak-hak wanita terkadang juga menyebabkan pembenaran di berbagai macam segi tanpa melihat kultur dan agama. Sehingga terkadang banyak dikhawatirkan oleh ulama. Hal yang sering disayangkan adalah penentangan para pembela hak wanita terhadap ulama yang berupaya menempatkan hak-hak wanita dalam lingkup budaya dan etika agama.

Perlu diingat bahwa kehadiran para wanita di berbagai bidang kemasyarakatan menjadi hal penentu, paling tidak pembahasan masalah wanita memiliki tempat bagi seluruh masyarakat. Lebih dari itu, problem ini sudah mendunia bukan masalah yang lokal sifatnya. Salah satu hasil dari revolusi Islam adalah mampu mendobrak pandangan baru tentang wanita, hak-hak dan peranannya dalam masyarakat sesuai dengan kebutuhan zaman dan kemajuan dalam kemasyarakatan.

Pemikiran dan pandangan mengenai hak-hak wanita lebih tampak ketika revolusi Iran digaungkan dan Imam Khomeinilah pemimpin yang menjadi pelopor itu semua.

Pada 24 Aban 1357 HS tahun Iran (1979 M), salah satu koresponden Jerman bertemu dan mewancarai Imam. Di bertanya, “Kami mendengar kalau Tasyayyu’ (baca: Syiah) menolak pola yang tidak sesuai dengan pola keberagamaan ?”

Imam menjawab, Tasyayyu’ adalah aliran revolusioner dan penerus agama Muhammad saww, begitu pula pengikutnya yang selalu menjadi bahan (obyek) teror para pengecut dan penjajah. Tasyayyu’ bukan hanya tidak menolak peranan wanita dalam bidang-bidang kehidupan bahkan dalam kehidupan sosial politik selalu memposisikan wanita pada tempat yang tinggi. Kami menerima kemajuan Barat tapi tidak untuk kejahatan yang mereka sendiri teriakkan untuk itu.

Imam dalam cuplikan wasiatnya mengatakan penghalang wanita untuk tampil bersumber dari rencana jahat musuh dan teman-teman yang tidak memahami hukum Islam dan Qur’an, dan menambahkan, juga dari cerita-cerita bohong yang di munculkan oleh musuh untuk kepentingannya dan sampai ketangan orang-orang yang bodoh dan sebagian pelajar agama yang tidak mendapatkan informasi tentang itu.


Hak-Hak Kemanusiaan Wanita

Wanita harus memiliki hak-hak kemanusiawian yang sesuai dengan realitasnya. Terkadang hak yang didapat oleh laki-laki tak bisa didapat oleh wanita atau terkadang bisa diraih tapi dalam bentuk yang tidak sempurna atau hanya sebagian saja. Hal ini sama dengan intimidasi hak dan bertentangan dengan kemanusiaan serta hukum Tuhan.

Imam di dalam hal “persamaan” antara pria dan wanita mengatakan:

“Islam memiliki pandangan khusus terhadap wanita. Islam pertama muncul di jazirah Arab dimana wanita pada masa itu seperti barang dagangan dan perbedaan status yang sangan jauh dengan lelaki. Akan tetapi Islam datang untuk menghapus itu semua dan Islam datang untuk “menyamakan”mereka dengan laki-laki”. Beliau menambahkan juga, “wanita dan laki-laki memiliki hak yang sama dalam menentukan masa depannya dan kami ingin wanita sampai pada kedudukan yang tinggi dan wanita harus mampu untuk itu”.

________________________________________________________________________

Pada wawancara surat kabar Belanda dalam menjawab pertanyaan koresponden.

“Apa hak-hak wanita di dalam Negara Islam?”

Imam mengatakan:

“Dari sisi hak kemanusiaan (sisi insaniyyah nya) tidak ada beda antara hak lelaki dan wanita, karena dua-duanya adalah manusia dan mereka memiliki hak dalam menentukan masa depannya masing-masing. Dan sebagian hal yang berbeda dari mereka tidak ada hubungan dengan sisi kemanusiaannya.”

“Berusahalah dalam meraih ilmu dan ketaqwaan, karena ilmu adalah milik bersama tanpa pengecualian. Sekarang para wanita menjadi partner dalam belajar atau hal lainnya di dalam semua bidang ilmu pengetahuan begitu juga industri.”


“Apakah wanita bisa sampai pada tahap ijtihad? Dan apa peranan wanita di dalam negara Islam?”

Beliau menjawab:

“Ada kemungkinan wanita sampai pada tahap ijtihad tapi tidak bisa menjadi marja’ taqlid untuk orang lain. Di dalam aturan Islam wanita memiliki hak yang sama dengan lelaki seperti hak belajar, mengajar, bekerja, kepemilikan, hak memilih, hak dipilih, sehingga di setiap bidang, dimana lelaki memiliki hak untuk itu wanita pun memilikinya.”

“Wanita juga memiliki hak berpolitik dan inilah tugas mereka. Seluruh wanita dan laki-laki harus masuk dalam masalah sosial, politik bahkan harus menjadi pemantau perkembangan politik yang ada, dan tidak hanya itu mereka juga di tuntut untuk menyumbangkan ide-ide mereka.”

“Sekarang wanita harus melaksanakan tugas sosial dan agama mereka dan menjaga kehormatan umum dan di bawah kehormatan tersebut mereka melakukan urusan sosial dan politiknya.”

“Wanita di dalam urusan sosial politiknya harus menjadi partner para lelaki, dengan syarat menjaga hal-hal yang telah di atur dalam Islam.”


Pandangan Imam tentang Karir dan Pekerjaan.

“Provokasi jahat sedemikian rupa menyalahartikan kebebasan wanita sehingga mereka menyangka Islam datang hanya memerintahkan wanita diam dirumah saja”

Kenapa kita mesti menentang kalau wanita belajar? Kenapa kita mesti menentang kalau wanita bekerja? Apakah wanita tidak mampu melakukan pekerjaan kenegaraan?”


“Seluruh aktifitasnya ada di dalam ikhtiyar mereka, mereka bebas menentukan masa depannya” [1]

Menjadi jelaslah bahwa Islam menempatkan wanita dalam kedudukan yang tinggi sama dengan laki-laki. Dari sisi insaniyyah-nya wanita dan laki-laki adalah sama, tidak ada penghalang dikarenakan perbedaannya dalam meraih kedudukan yang tinggi disi Allah. Di dalam Islam kita telah mengenal Sayyidah Fatimah Azzahra (putri Rasulullah) yang membela dan mendampingi perjuangan Ayahnya, Sayyidah Maryam yang dengan kelembutannya menjaga sang kekasih Allah, Isa Almasih, juga Sayyidah Asiah (istri Firaun) yang dengan kesabarannya bisa terjaga dari pengaruh buruk Firaun. []
_______________________________________________________________________

Catatan Kaki:

[1] Ucapan-ucapan Imam Khomaini diambil dari Majalah Payam Khonewodeh No: 52 hal 14 Urdibhest 1384 Hs
sumber:http://www.facebook.com/note.php?note_id=106949689336338by Imam Khomaeni on Monday, March 29, 2010 at 10:03pm

0 comments to "Empat Jenis Hubungan Pasangan suami istri dalam Agama"

Leave a comment