Home , , , � Pemberantasan Korupsi hanya pemanis bibir

Pemberantasan Korupsi hanya pemanis bibir

Inilah Partai Sarang Koruptor

Media Indonesia dalam editorialnya hari ini (Senin,25/10/2010) menyoroti adanya partai yang dijadikan sebagai bunker koruptor di Indonesia.

Pasalnya, Indonesia Coruption Watch baru-baru ini menyebut partai Demokrat sebagai sarang persembunyian para koruptor. Lembaga itu mengumumkan hasil penelitiannya bahwa ada tujuh kepala daerah yang terlibat kasus korupsi ternyata merasa nyaman menjadi kader Partai Demokrat, sebab hukum seakan-akan lunglai menyentuh mereka.

Tama Setya Langkun, peneliti ICW, dalam konferensi pers di Jakarta, kemarin mengatakan, "Trennya, pindah dari partai yang ada ke partai pemenang pemilu. Ada beberapa di antaranya pindah ketika terkait kasus."

Ada kesan Partai Demokrat dan Ketua Dewan Pembina partai itu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, melindungi para oknum yang diduga terlibat korupsi. Sejumlah oknum tersebut bahkan dengan leluasa mencalonkan diri menjadi kepala daerah.

Kesan tebang pilih memberantas korupsi tidak bisa dihindarkan. Tama merujuk pada dua kasus, dari partai lain, yang proses hukumnya cepat. Kasus Misbakhun, kader PKS, misalnya. Begitu juga kasus Gubernur Sumatra Utara Syamsul Arifin, kader Golkar, yang kini meringkuk di Rutan Salemba.

Sebaliknya, kasus korupsi kepala daerah dari Partai Demokrat, yang telah menjadi tersangka, hingga kini tiada kunjung diadili. Bahkan, ditahan pun tidak
Demokrat tentu saja menampik tudingan sebagai partai pelindung koruptor. "Itu kepintaran (koruptor) masing-masing, kami tidak mencampuri," kilah Wakil Ketua Dewan Pembina Demokrat Ahmad Mubarok.

ICW bahkan berkesimpulan lebih jauh menyangkut konsistensi Presiden Yudhoyono dalam memberantas korupsi. Menurut ICW, tekad SBY memberantas korupsi masih sebatas pemanis bibir.

Koordinator Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan ICW Febri Diansyah mengungkapkan penelitian terbaru ICW yang menegaskan bahwa 76% dari pernyataan SBY yang mendukung pemberantasan korupsi tidak terealisasi.
Berdasarkan Pasal 36 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, tindakan penyelidikan dan penyidikan terhadap kepala daerah dilaksanakan setelah adanya persetujuan tertulis dari presiden.

Kekuasaan memberi izin itulah menjadi sumber Presiden melakukan tindakan diskriminatif.

Pakar hukum pidana Rudi Satrio membenarkan bahwa lembaga perizinan itu telah menjadi batu sandungan yang diskriminatif sehingga harus dicabut.

Akan tetapi, Sekretaris Kabinet Dipo Alam mengatakan kejaksaan dan kepolisian bisa memeriksa dan menangkap kepala daerah bila dalam 60 hari pengajuan izin pemeriksaan kepada Presiden tidak mendapatkan respons. Namun, kenyataannya jaksa dan polisi tidak menggunakan kewenangan itu terhadap tujuh kepala daerah kader Demokrat.

Anggota Satgas Pemberantasan Mafia Hukum Mas Ahmad Santosa melihat dari sisi lain. Sumber lain lemahnya penegakan hukum di daerah karena faktor kedekatan kepala daerah dengan kejaksaan dan kepolisian. (IRIB/MediaIndonesia/25/10/2010)

0 comments to "Pemberantasan Korupsi hanya pemanis bibir"

Leave a comment