Home , � Ahmadinejad: Setelah Afghanistan dan Irak, Iran Target Utama AS

Ahmadinejad: Setelah Afghanistan dan Irak, Iran Target Utama AS

London Dekati Beijing, Ada Apa Ini?

Tampaknya London juga tidak ingin kehilangan kesempatan memanfaatkan pertumbuhan ekonomi China yang terus bergeliat di tengah kelesuan ekonomi Barat. Hal itu bisa dibaca dari kunjungan kali ini Perdana Menteri Inggris David Cameron ke China yang membawaserta delegasi terbesar dalam sejarah hubungan bilateral kedua negara. Cameron bertandang ke Beijing dengan menggandeng empat menteri dan 50 pebisnis papan atas Inggris. Ia menyebut lawatannya ke China ini mengemban misi perdagangan yang sangat penting. "Pesan kami sangat jelas, Inggris terbuka untuk bisnis, didukung dengan pemerintah yang ramah terhadap para pebisnis, serta mengupayakan hubungan yang jauh lebih erat dengan China", tegas Cameron.

Tahun lalu, volume perdagangan China dan Inggris mencapai 51,8 miliar dollar. Sementara nilai ekspor Inggris ke China sekitar 12,4 miliar dollar. Volume perdagangan kedua negara selama sembilan bulan pertama tahun ini mencapai 35 miliar dolar. Angka itu mengalami kenaikan 30 persen di banding pada masa yang sama tahun sebelumnya.

Menteri Perdagangan Inggris Vince Cable yang turut mendampingi lawatan Cameron ke Beijing menjelaskan, China merupakan sumber permintaan terbesar di dunia dan sebagian besar komoditas produksi Inggris dikonsumsi di China. Cable menambahkan, "Masalah ini makin meningkatkan secara signifikan kesempatan bagi perusahaan-perusahaan Inggris".

Selama ini, PM David Cameron dikenal sebagai pemimpin Inggris yang menerapkan program penghematan anggaran terbesar semenjak usainya Perang Dunia II. Tentu saja, implementasi kebijakan tersebut juga banyak menyisakan dampak besar seperti meningkatnya pengangguran dan menurunnya tingkat konsumsi. Guna meredam seminimal mungkin dampat buruk diet anggaran itu, tak ada cara bagi Cameron kecuali mengenjot ekspor. Tak heran jika kemudian pemerintah koalisi Inggris berusaha melakukan ekpansi perdagangan dan ekonomi dan menjadikannya sebagai prioritas kebijakan luar negeri London. Karuan saja kehadiran China sebagai kekuatan ekonomi terbesar kedua dunia, memiliki daya tarik tersendiri bagi para pengusaha Inggris.

Sebelum bertandang ke China, Cameron sempat menyesalkan kecilnya volume perdagangan Inggris ke negara-negara besar seperti China, India, Brazil, dan Rusia. Ironisnya lagi nilai ekspor Inggris ke negara sekecil Irlandia ternyata jauh lebih besar ketimbang total ekspornya ke empat negara besar tersebut.

Kini di saat perekonomian China terus tumbuh dan menggurita, pertumbuhan ekonomi Inggris justru terus mengalami kelesuan sebagaimana nasib negara-negara Barat lainnya. Meski demikian, di tengah hasrat London untuk melebarkan hubungan perekonomiannya dengan Beijing, kedua negara ini masih terlibat sengketa sengit dalam berbagai isu politik, ekonomi, dan hak asasi manusia. Apalagi saat ini, AS selaku sekutu dekat Inggris tengah melancarkan perang mata uang melawan China. Namun dengan melihat pendekatan yang dilakukan Inggris terhadap China kali ini, kecil kemungkinan London bakal ikut-ikutan dalam perang mata uang antara Washington dan Beijing. (IRIB/LV/NA/8/11/2010)

Ahmadinejad: Setelah Afghanistan dan Irak, Iran Target Utama AS

Presiden Iran Mahmoud Ahmadinejad mengatakan kehadiran Amerika di Irak dan Afghanistan membuktikan kebenaran bahwa AS adalah kekuatan destruktif di dunia.

Sebagaimana dilaporkan Farsnews, Ahmadinejad mengungkapkan, Gedung Putih mengucurkan jutaan dolar untuk membiayai perang yang disulutnya sendiri di Afghanistan dan Irak.

"Namun, kedua perang itu justru menjadi bumerang bagi AS, " tutur Ahmadinejad.

"Sepuluh tahun yang lalu, mantan Presiden Amerika Serikat George W. Bush memutuskan untuk menduduki Afghanistan dan Irak melalui propaganda dan konspirasi. Dan target berikutnya adalah Iran," demikian Ahmadinejad menegaskan.

Ahmadinejad menilai sanksi sebagai upaya musuh untuk menghambat kemajuan bangsa Iran.

Pada bulan Juni lalu, Dewan Keamanan PBB mengadopsi putaran keempat sanksi atas Tehran di bawah tekanan kuat AS, dan mengklaim program nuklir Iran berpotensi diarahkan untuk aplikasi militer.

Tak lama setelah penerapan sanksi PBB, Amerika Serikat, yang memiliki dan menggunakan senjata nuklir di masa lalu, dalam sebuah langkah yang bermotif politik memberlakukan sanksi tambahan terhadap Republik Islam Iran, yang tidak memiliki senjata nuklir, guna menjegal pengembangan teknologi nuklir sipil.

AS kemudian menekan Jepang, Kanada, dan Australia untuk memberikan sanksi sepihak terhadap Republik Islam Iran, terutama mengenai investasi sektor industri energi.

Sebagai anggota dari Badan Energi Atom Internasional (IAEA) dan penandatangan Traktat Non-Proliferasi Nuklir (NPT), Iran berhak memiliki untuk menggunakan energi nuklir untuk pembangkit listrik dan penelitian medis.

"Kini, sanksi telah berubah menjadi peluang bersejarah," kata Ahmadinejad.

Total nilai ekspor Iran mencapai $14,448 milyar yang menunjukkan peningkatan 23 persen dibandingkan tahun lalu. Ahmadinejad menegaskan, "Setiap langkah positif di Iran meningkatkan kebencian musuh-musuh kemanusiaan, namun menciptakan peluang bagi kemajuan dan perkembangan negara lain."(IRIB/PressTV/IRNA/PH/5/11/2010)

Inggris kembali Berbuat “Nakal” terhadap Iran

Setelah beredarnya rumor bahwa parlemen Iran telah mengundang mantan Menteri Luar Negeri Inggris Jack Straw untuk berkunjung ke negara itu, seorang anggota senior parlemen Iran menyatakan klaim itu adalah "tindakan nakal" yang didalangi Inggris.

"Ini adalah kenakalan Inggris. Bangsa kami sepenuhnya mengenal Inggris. Sikap yang diadopsi parlemen terhadap negara itu adalah tegas dan serius," kata Ketua Komisi Keamanan Nasional dan Kebijakan Luar Negeri di Parlemen Iran, Alaeddin Boroujerdi kemarin (Sabtu,6/11) ketika menanggapi rumor tentang undangan Ketua Parlemen Ali Larijani kepada Jack Straw.

Sebelumnya Kantor Hubungan Luar Negeri Parlemen Iran juga membantah desas-desus itu. "Ketua Parlemen Iran Ali Larijani sama sekali tidak mengirimkan undangan kepada Jack Straw untuk melakukan perjalanan ke Iran," rilis kantor tersebut.

"Meski ada hubungan resmi antara kedua negara, namun Inggris selalu yang terdepan dalam menentang Republik Islam Iran dengan meminta sanksi tambahan atas Tehran dan membesar-besarkan isu nuklir negara ini," tegas Boroujerdi.

Mengacu pada proposal anggota parlemen untuk mengurangi level hubungan dengan Inggris, Boroujerdi mengatakan, "Jika kebijakan Inggris tetap seperti ini, maka pemerintah dan parlemen akan mengadopsi sikap menentang negara itu."

"Kerjasama perdagangan dan ekonomi kami dengan negeri itu juga telah menurun sejak dua tahun lalu," tambahnya. (IRIB/RM/AR/7/11/2010)

Iran Tidak Mengundang Jack Straw

Parlemen Republik Islam Iran (Majlis) membantah laporan media bahwa Ketua Parlemen Ali Larijani telah mengundang mantan Menteri Luar Negeri Inggris Jack Straw untuk berkunjung ke Iran.

Komisi Hubungan Luar Negeri Parlemen Iran hari ini (6/11) menyatakan, "Tidak ada undangan apapun dariLarijani kepada mantan menteri luar negeri Inggris Jack Straw untuk berkunjung ke Iran."

Dalam statemen itu disebutkan bahwa, manuver media seperti itu hanya akan menyulut kemarahan publik.

Statemen tersebut juga menyeru media Iran untuk menentukan keotentikan berita sebelum mempublikasikannya.

Menyusul pemberitaan tersebut, seorang anggota parlemen Iran Mahmoud Ahmadi-Bighash mengkritik Larijani karena telah mengundang mantan menlu Inggris, Jack Straw.

"Larijani harus menjawab kepada anggota parlemen mengenai keputusan untuk mengundang mantan luar negeri Inggris Jack Straw ke Iran," kata Ahmadi-Bighash, yang merupakan anggota Komisi Keamanan Nasional dan Kebijakan Luar Negeri. (IRIB/MZ/PH/6/11/2010)

Inggris Gugup Menepis Keterkaitannya dengan Teroris Dukungannya

Pemerintah Inggris gugup mereaksi laporan Press TV soal dukungannya terhadap kelompok teroris yang berhasil diringkus aparat Iran.

Press TV Kamis (4/11) melaporkan bahwa Kementerian Intelijen Iran meringkus empat teroris dukungan Inggris di kota barat Marivan.

Para teroris itu mengaku membunuh lima warga Iran dalam dua tahun terakhir dan juga bahwa mereka seharusnya menerima $ 20.000 untuk setiap operasi teror di Iran namun mereka hanya menerima upah $ 8.000. Mereka juga mengaku menerima perintah dan senjata dari pemimpin mereka di kota Soleimaniya, Irak.

Fattahi juga merupakan salah satu komandan kelompok teroris Komole, yang telah melakukan sejumlah teror di kota-kota barat Iran sejak kemenangan Revolusi Islam pada tahun 1979.

Pemerintah Inggris menyangkal keterkaitannya dengan para teroris tersebut.
Seorang juru bicara Departemen Luar Negeri Inggris menyatakan: "Inggris tidak mendukung atau mendorong kegiatan teroris di Iran, atau di tempat lain di dunia."

Pemimpin kelompok teroris itu bernama Jalil Fattahi, yang saat ini tinggal di Inggris.

Berita penangkapan ini muncul setelah Kepala Dinas Intelijen Inggris (MI6), John Sawers, pada tanggal 28 Oktober mengumumkan bahwa pihaknya sedang melancarkan kegiatan spionase di Iran untuk menghentikan aktivitas nuklir Tehran. (IRIB/MZ/PH/6/11/2010)

Inggris Usulkan Draf Perubahan UU Demi Mendukung Israel

William Hague, Menteri Luar Negeri Inggris saat berkunjung ke Palestina pendudukan menjanjikan akan segera mengambil langkah penting soal perubahan undang-undang negaranya. Hal ini disampaikannya terkait undang-undang Inggris yang memerintahkan penahanan para pejabat rezim Zionis Israel yang masuk ke Inggris dengan alasan melakukan aksi kejahatan perang.

Semua itu bermula dari aksi-aksi kejahatan perang yang dilakukan para pejabat Zionis Israel selama 22 hari saat mengagresi brutal Jalur Gaza akhir 2009 lalu. Karena undang-undang Inggris menetapkan para pelanggar kejahatan perang dapat ditahan bila memasuki Inggris, kesempatan ini dimanfaatkan oleh para penentang rezim Zionis Israel dan aktivis hak asasi manusia. Dengan dasar ini mereka mengadukan para pejabat Zionis Israel agar segera ditahan ketika memasuki negara ini sesuai dengan aturan yang ada dalam undang-undang.

Masalah ini akhirnya memaksa Tzipi Livni yang waktu itu masih menjabat Menteri Luar Negeri Zionis Israel membatalkan rencananya mengunjungi London. Livni menjadi pejabat Zionis Israel saat rezim ini menyerang secara membabi-buta Jalur Gaza yang menewaskan ribuan warga sipil.

Masalah ini juga yang membuat perundingan strategis tahunan Inggris-Israel yang semestinya dilakukan bulan lalu tidak jadi dikarenakan kekhawatiran penahanan para pejabat Israel di London. Benar, mayoritas pejabat tinggi dan pakar pertahanan dan keamanan Israel khawatir kalau-kalau mereka diadili dengan tuduhan pelanggaran hak asasi manusia dan terlibat kejahatan perang oleh pengadilan Inggris.

Lawatan Dan Meridor, Menteri Intelijen Zionis Israel yang semestinya akan dilangsungkan pekan lalu juga terpaksa dibatalkan akibat kekhawatiran penahanannya.

Satu-satunya cara yang dilakukan oleh rezim Zionis Israel untuk menyatakan protesnya atas undang-undang Inggris adalah membatalkan rencana kunjungan mereka ke negara ini. Pembatalan rencana kunjungan ini juga berakibat tidak terlaksananya perundingan strategis tahunan Inggris-Israel. Menanggapi protes ini, mantan Perdana Menteri Inggris Gordon Brown sempat menjanjikan akan mengubah UU Inggris demi menjamin kepentingan Israel. Namun janji itu tak kunjung direalisasikan hingga habis masa jabatannya.

Brown yang waktu itu tahu masa jabatannya akan segera berakhir sebenarnya sengaja melakukan hal itu. Karena ia tidak ingin citra diri dan partainya akan lebih buruk dari apa yang sudah ada. Kini tampaknya Partai Konsevartif yang naik ke puncak kekuasaan lebih memilih untuk mengubah UU demi menghilangkan kendala kunjungan para pejabat rezim Zionis Israel ke Inggris.

Karen Kaufman, Jurbicara Pemerintah Inggris dalam pernyataannya menyempurnakan janji yang disampaikan Menlu William Hague mengatakan, beberapa pekan lagi pemerintah akan menyiapkan teks draf perubahan UU yang lebih komprehensif terkait masalah peradilan Inggris. Kaufman bahkan menyatakan harapannya draf yang tersebut sudah bisa dibahas oleh parlemen dalam sidang mereka yang akan datang.

Semua ini menunjukkan betapa para politikus Inggris tengah berusaha untuk mendukung para pejabat Zionis Israel dengan mengubah undang-undang dalam negerinya. Para aktivis HAM langsung menyatakan protesnya kepada pemerintahan koalisi Inggris. Karena langkah yang diambil ini bukan untuk memperkokoh sistem peradilan negara ini, tapi yang sedang dilakukan adalah membantu para penjahat perang. Dengan kata lain, program pemerintahan koalisi Inggris tengah berusaha membuktikan betapa sistem peradilan Inggris tidak efektif dalam memburu dan mengadili para pelanggar HAM.

William Hague saat melanjutkan lawatannya ke Timur Tengah juga mengunjungi Mesir. Ironisnya, saat berada di Mesir Menlu Inggris ini mengatakan bahwa politik luar negeri negaranya disusun untuk bekerjasama dengan aturan internasional dan berdasarkan hak asasi manusia. Sementara pada saat yang sama, saat berada di Tel Aviv, Hauge memberikan janji akan mengubah UU negaranya terkait peradilan pelanggaran HAM!!?? (IRIB/SL/MZ/5/11/2010)

Dinas Intelijen Iran Tangkap Empat Teroris Afiliasi Inggris

Kementerian Intelijen Iran menyatakan telah meringkus empat teroris berafiliasi dengan Inggris di kota Marivan. Keempat teroris tersebut melakukan lima pembunuhan dalam dua tahun terakhir.

Dalam proses penangkapan tersebut disita berbagai dokumen dan senjata dari tangan para teroris.

Para teroris itu mengaku dijanjikan imbalan 20.000 USD untuk setiap pembunuhan, namun mereka hanya menerima 8.000 USD setelah menyelesaikan misi teror.

Mereka juga mengaku mendapatkan perintah dari kota Sulaimaniya di Irak dari komandan mereka Jalil Fattahi yang sekarang tinggal di Inggris.

Fattahi adalah salah satu komandan kelompok teroris Komala yang telah melancarkan sejumlah teror di wilayah barat Iran sejak kemenangan Revolusi Islam pada tahun 1979.

Para teroris tersebut adalah Bakhtiar Majid, Hajeer Ebrahimi, Loqman Moradi dan Zanyar Moradi.

Menurut keempat teroris itu, Fattahi yang juga digugat melakukan sejumlah teror di Iran, menyampaikan instruksi dari Sulaimaniya dan menyuplai senjata beserta uang tunai melalui perbatasan Iran-Irak.

Berita penangkapan ini muncul setelah Kepala Dinas Intelijen Inggris (MI6), John Sawers, pada tanggal 28 Oktober mengumumkan bahwa pihaknya sedang melancarkan kegiatan spionase di Iran untuk menghentikan aktivitas nuklir Tehran.

Kementerian Intelijen Iran juga menegaskan bahwa Inggris tidak hanya melancarkan aksi spionase di Iran melainkan juga mendanai dan mendukung kelompok teroris anti Republik Islam. (IRIB/MZ/SL/4/11/2010)



0 comments to "Ahmadinejad: Setelah Afghanistan dan Irak, Iran Target Utama AS"

Leave a comment