Home , � Tujuan Agama untuk apa???

Tujuan Agama untuk apa???


TALFIQ MADZHAB ALTERNATIF ZAMAN KINI


Assalamu álaikum wr wb,

Dalam Islam dikenal ada 5 mazhab besar yg kesemuanya dinyatakan benar dan boleh diikuti oleh kaum Muslimin, setidaknya itulah pendapat jumhur ulama' saat ini, mazhab-mazhab tsb adalah : Syiah imamiyah itsna asyriyah, Maliki, Hanafi, Syafií dan Hambali nama itu diambil dari nama penganjurnya atau imam nya.

Syiah imamiah itsna asyariayah biasa disebut dg madzhab Syiáh saja sedangkan yang empat yaitu Maliki, Hanafi, Syafií dan Hambali biasa disebut mazhab Ahlu Sunnah wal jamaáh atau Sunni saja.

Logikanya begini kalau semuanya dinyatakan benar, berarti berloncatan dari satu kebenaran kepada kebenaran yg lain itu juga benar..! Dengan demikian bagi anda yang bermazhab Syiah sebenarnya sudah tidak perlu ragu-ragu lagi menyantap ikan cumi-cumi , kerang atau rajungan yang lezat itu, anda bisa ambil pendapat mayoritas Ahlu sunnah dalam masalah ini yang menghalalkanya, sekedar informasi bagi kaum sunni yang belum mengetahui bahwa syiáh adalah satu-satunya mazhab dalam Islam yang mengharamkan semua jenis ikan baik laut maupun non laut yang tidak bersisik seperti kerang, cumi-cumi, kepiting dll.

Kemudian bagi anda yang Sunni juga tidak perlu ragu-ragu lagi untuk menjamak shalatnya, yaitu dzuhur dengan asar dalam satu waktu, kemudian maghrib dg isya' dalam satu waktu, baik ada udzur maupun tidak, sebab syi'ah imamiyah memperbolehkan hal ini dengan hujjah yang sangat kuat maka anda bisa ambil pendapat yang baik ini, bahkan di Syiáh andapun bisa berwudhu hanya dengan segelas air, inilah cara beragama saat ini yang paling rasional dan pragmatis serta practicable, tidak menyusahkan siapapun. Mazhab kaum muslimin Indonesia kebanyakan adalah Syafií , kosekwensinya kalau berwudhu kemudian menyentuh seseorang yang bukan murimnya menjadi batal, lalu bagaimana kalau mereka melakukan ibadah hajji dimana di sana tentu saling menyentuh bahkan saling dorong-mendorong, akankah mereka berwudhu-berkali kali,..? tentu saja tidak..! anda saat itu disuruh pindah ke mazhab maliki yang memperbolehkan bersentuhan laki-laki dg wanita tanpa membatalkan wudhu, syiáhpun juga memperbolehkan hal ini. Ini sebenarnya yg disebut dengan talfiq yaitu mencampur satu atau lebih pendapat lalu mengambil yang termudah buat kita.

Mengapa hanya pada ibadah hajji saja seseorang diperbolehkan melakukan talfiq sedangkan diluar hajji tidak.? Kemudian siapa yang melarang hal ini..? Membelenggu diri sendiri dengan mengikatkan diri pada satu mazhab fiqih adalah cara yang paling popular untuk menjadi susah dalam beribadah kepada Allah.

Apakah dengan kita mempersulit diri sendiri itu kita mendapat pahala ekstra dari Allah swt..? ataukah justru Allah swt tidak menghendakinya.? Coba kita simak apa kata Allah swt mengenai hal ini..?

يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ

Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu.” (QS. Al Baqarah: 185)

Kemudian dalam ayat yang lain :

وَمَا جَعَلَ عَلَيْكُمْ فِي الدِّينِ مِنْ حَرَجٍ

“Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan.” (QS. Al Hajj: 78)

Rasulullah saw bersabda :

إِنَّ الدِّينَ يُسْرٌ ، وَلَنْ يُشَادَّ الدِّينَ أَحَدٌ إِلاَّ غَلَبَهُ

“Sesungguhnya agama itu mudah. Tidak ada seorangpun yang membebani dirinya di luar kemampuannya kecuali dia akan dikalahkan.”(HR. Bukhari no. 39)

Beliau shallallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam juga menasehati para sahabat yang ingin menghardik seorang Arab Badui,

فَإِنَّمَا بُعِثْتُمْ مُيَسِّرِينَ ، وَلَمْ تُبْعَثُوا مُعَسِّرِينَ

Sesungguhnya kalian diutus untuk mendatangkan kemudahan. Kalian bukanlah diutus untuk mendatangkan kesulitan.” (HR. Bukhari no. 6128)

Dalam hadist yang terkenal lain :

يَسِّرُوا وَلاَ تُعَسِّرُوا ، وَبَشِّرُوا وَلاَ تُنَفِّرُوا

Berilah kemudahan, janganlah membuat sulit. Berilah kabar gembira, janganlah membuat orang lari.” (HR. Bukhari no. 69)

Dengan demikian sudah tidak ada lagi alasan untuk bersusah-susah mengikatkan diri pada satu mazhab tertentu dengan tidak mau mengambil mazhab yang lain karena bukan mazhabnya. Allah dan rasulnya tidak memerintahkan hal yang demikian itu, bahkan tidak menganjurkan serta tidak meridhoinya lalu kepada siapa kita beribadah..? Mungkin ada yang ingin mengatakan kalau begitu berarti menggampangkan agama..! jawabanya adalah :”Agama itu gampang mengapa harus dipersulit..? jangan dibalik kalau bisa dibuat susah mengapa harus dipermudah..? ini logika sesat yang harus dihindari dari otak kaum Muslimin.

lalu apa manfaatnya manusia suka mempersulit diri sendiri..? agar dapat pahala lebih..? semakin sulit semakin besar pahalanya..? mana dalilnya..? Dengan demikian wahai saudara-saudaraku sekalian marilah kita semua beragama secara mudah dan lagi praktis.. selamat bertalfiq..!

sumber:Zen Aljufri/http://www.facebook.com/notes/zen-aljufri/talfiq-madzhab-alternatif-zaman-kini/450733061770

Berbagai Komentar :



    • Khairun Fajri Arief Selalu menarik..Dan Provokatif tentunya..:) Syukron bib..
      20 jam yang lalu ·
    • Khairun Fajri Arief
      Yang harus kita diskusikan lebih lanjut adalah: Setiap mazhab, dengan setiap argumen hukumnya, berawal dari titik berangkat yang berbeda-beda. Dengan demikian, output fikih tiap mazhab adalah buah dari asumsi-asumsi fikih yang berbeda pula.... Mengambil secara acak bagian-bagian tertentu dari tiap mazhab,adalah sama dengan mengabaikan Asumsi utama yang mendasari munculnya sebuah pendapat hukum tertentu.

      Dengan kata, kita tidak mungkin melakukan Talfiq tersebut tanpa beresiko lebih dulu mereduksi Syariah hanya sebatas Output Fikih dan akhirnya mengabaikan aspek Metodologis suatu Mazhab yang sebetulnya juga tidak kalah penting .Kalaupun dalam hal ini Input Fikih juga mau diungkap (Disclose), maka yang terjadi adalah jebakan literalisme ala wahabbi yang mensyaratkan validitas suatu Legal Responsum hanya berdasar ada atau tidaknya Dalil-dalil yang melegitimasi suatu Fatwa.

      Mohon saya dicerahkan..:)
      Lihat Selengkapnya
      20 jam yang lalu · · 4 orang4 orang menyukai ini.
    • Abu Ridla Naqib Ahsantum Yaa Samahata Assayyid....
      20 jam yang lalu melalui Facebook Seluler ·
    • Kang Maman Ijin saya share di milis saya bib..!! matur nuwun..! rruar biasa.
      19 jam yang lalu ·
    • Imam P Hartono Full Luar biasa. Syukran Bib
      19 jam yang lalu ·
    • Zen Aljufri
      ‎@ Khairul FA , Abu naqib, Pak Maman , Gus Imam : Syukkran atas komennya, dan P. Maman silahkan kalau mau di share dimana saja.

      @ Khairul FA : Pertanyaan yang bagus..! Perlu diketahui tidak banyak orang yang bisa masuk dalam dapur para fuq...aha’ tersebut dalam meracik hukum-hukum figihnya, kebanyakan hanya melihat menu yang jadi yang telah disodorkan, beberapa orang salafi yang coba-coba masuk untuk mengetahui bagaimana para mujtahid berijtihad dalam mengistinbathkan hukum ternyata mereka juga taqlid juga dg shohibul jurh wata’dil. Jadi dalam hal ini kita cukup mengetahui hasil hasil ijtihadnya saja bukan istidlalnya, kalau mau juga boleh dan itu lebih bagus kalau tidak, namanya juga muqallid sama sekali tidak dituntut untuk demikian itu.Lihat Selengkapnya
      19 jam yang lalu · · 2 orangMemuat...
    • Geisz Chalifah Zen, dalam praktek sehari hari saya melakukan yang spt ini. Tidak terikat pada kekakuan mazhab membuat ibadah lebih mudah dan tidak mempersulit diri. :-)
      19 jam yang lalu · · 2 orangMemuat...
    • Zen Aljufri ‎@ Geisz : Barakallahu fiik..!! dan efek positifnya ibadah jadi sesuatu yang menyenangkan bukan beban..!
      18 jam yang lalu ·
    • Syafiq Basri
      Yang mempersulit diri (atau orang lain), jangan-jangan karena ada benih 'kesombongan' dalam hati ya? Sehingga ketika diberikan kemudahan tidak puasa dalam keadaan musafir, eeeh, tetap saja 'maksa' berpuasa, padahal situasinya sulit (di Luar... Negeri, misalnya). Pdahal kalau dia mengikuti Sunni, dia boleh tidak puasa. Kalau turuti Syiah, malah puasanya tetap dianggap tidak sah (dan harus membayarnya). Mau ikut mana dong? he3..
      ~ Thought provoking article, Pak Zen! Syukran...
      Lihat Selengkapnya
      18 jam yang lalu · · 1 orangMemuat...
    • Retno Pembayun ‎@geisz: dzikir QOLBU tidak memerlukan rasa menggolonh pd mazhab apapun, partai politik apapun, golongan apapun..yg ada hanya hubungan vertikal langsung dgn PENCIPTA diri ini..apapun sebutan lidah manusia bagi-Nya JIKA paham Kesemestaan-Nya.KIRANYA AJA LOH
      18 jam yang lalu ·
    • Zen Aljufri ‎@ Syafiq: Benar bib saya pikir banyak orang yang ngeyel seperti itu, contoh safar dari Solo ke Jkt di bulan puasa yang sebaiknya di batalkan puasanya ( ittifaq semua mazhab) malah dia merasa kuat , padahal dalam beberapa hadist Sunni ini adalah sodaqah Allah kepada makhluknya tidak boleh ditampik, bukan masalah kuat tidaknya. sykkran tambahanya.
      18 jam yang lalu ·
    • عبدالرحمن شهاب
      Bertalfiq, terutama buat orang awam yang mengetahui ilmu agamanya dari Gramedia dan ebook sangatlah berbahaya, tidak berdasar dan tidak terbimbing, dan para santri (khususnya Ba'alawiyy) harus menjadi yang paling depan dalam menjelaskan ini..., Talfiq memiliki koridor2 khusus, tidak sembarangan, tidak asal hantam, harus melalui kaidah2 tersendiri, seperti contoh di atas, taqlidnya kita ke madzhab Maliki saat menunaikan ibadah haji. Itulah koridor yang dimaksud, karena apabila TIDAK sedang dalam kondisi beribadah haji, maka tidak ada alasan untuk melakukan talfiq. Wallaahil 'Adziim ane minta maaf sebelumnya, ane nggak bermaksud menggurui apelagi menyuruh antum, biar bagaimana pun antum kakak ane, ini sekedar urun saran dari seorang yang fakir akan ilmu, mohon dikoreksi apabila salah. Karena yang ane takutkan apabila ini dijadikan pedoman secara sembarangan, maka tidak tertutup kemungkinan seseorang ikut Syi'ah dalam shalat dan bab nikah, ikut madzhab Maliki dalam haji dan bab wudlu, ikut wahabiyy dalam maulid, dan bab jenazah, dll. Wa satu hal lagi, apabila Syi'ah memang ditetapkan sebagai madzhab, maka Wahabiyy, Ahmadiyyah, pun madzhab. Padahal mereka bukanlah buah dari Imam Mujtahid, mereka adalah anomali dalam Islam, yang bahkan Imamnya tidak memiliki kapasitas sebagai mufti sekali pun. Billaahi Al Tawfiq wa Al 'Inaayah... Lihat Selengkapnya
      18 jam yang lalu melalui Facebook Seluler ·
    • Imam P Hartono Full
      Afwan Bib, Saya sependapat dengan pendapat yang mangatakan bahwa bermazhab itu tidak harus konsisten, Saya lebih setuju istilah Kang Jalal, "Dahulukan ahlak di atas fiqih". Karena kalau kita kembali ke fiqih, pasti akan ada perbedaan, tapi ...kalau kita kembalikan ke nilai2 ahlak, semua mazhab sepakat.

      Atau ibarat dunia software, kira-kira adanya mazhab fiqih sama dengan keberadaan sistem operasi pada Notebook/PC yang kita kenal dewasa ini. Misalnya, ada yang menggunakan microsof Windows, ada yang menggunakan Apple Machintos, bahkan ada yang menggunakan Linux yang freeware.

      Semuanya berguna buat kita sebagai sistem operasi PC, di mana masing-masing punya kelebihan sekaligus kekurangan. Kalau dalam satu Notebook terdapat beberapa sistem operasi, bukan berarti di dalamnya telah terjadi perpecahan atau peperangan. Dan meski berbeda sistem operasi, masing-masing Notebook/PC tetap bisa terkoneksi dalam satu jaringan.

      Dalam praktek saya tidak konsisten pakai Micriosoft Windows, karena akan lebih merepotkan. Kalau buat spreadsheet, saya lebih pede pakai microsoft windows karena lebih familiar, kalau untuk video dan images saya lebih suka pakai system-nya Macintosh. Keduanya memang lebih ideal jika ada dalam satu Notebook/PC.

      Saya kira di fiqih juga demikian, kita mixed saja sesuai dengan keyakinan kita dan yang paling ringan buat kita, supaya beribadah lebih enjoy atau bahasa Agamanya "khusyu'". Wallahuaalam
      Lihat Selengkapnya
      18 jam yang lalu · · 1 orangMemuat...
    • Geisz Chalifah
      Retno, Beragama buat saya adalah kebajikan, jadi jangankan zhikir, ibadah ritual lainnyapun menurut saya tidak memiliki nilai signifikan bila tidak memiliki aplikasi dgn situasi sosial disekelilingnya. Oleh karena itu kalau saya ditanya ap...a mazhab saya, maka saya menjawab "Mazhab Sosial." dengan begitu saya melihat semua muslim dari sisi kemanusiannya bukan dari apa mazhabnya. :-)

      Saya bisa bercanda dgn teman2 yang bermazhab Syiah seakrab dgn teman2 saya di Al Irsyad.:-)
      Beberapa waktu lalu seorang teman yang bermazhab Syiah mengundang saya acara khinatan anaknya dirumahnya. kami sedang ngobrol dan bercanda di halaman rumah, tak lama kemudian, pembacaan maulid terdengar didalam rumah dgn spontan saya berdiri dan berkata, "Afwan krn gue Alirsyad jadi gue harus ikut masuk kedalam, Ente orang kan pada syiah jadi didepan sini aja." dan semuanya tertawa mau ga mau ikut kedalam.
      Tidak ada yang perlu dipersengketakan tidak ada yang harus dibuat bertegang leher, krn ibadah memiliki hubungan vertikal dan horisontal.
      buat apa menjadi taat beribadah ritual tapi kerjanya membangun permusuhan sesama umat.

      Orang orang yang kaku dgn mazhab hanya mempersempit lingkungan sosialnya dan lebih parahnya lagi kadang "memelihara kebodohan" dgn selalu mengecam orang yang berseberangan seolah mazhabnya paling benar. Padahal saya belum pernah menemukan satupun hadist berbunyi, hanya kaum sunni yang masuk surga atau hanya syiah yg masuk surga, ga ada jaminan bertaklik pada mazhab membawa kita ke surga. afwan hehehe.
      Lihat Selengkapnya
      17 jam yang lalu ·
    • Geisz Chalifah
      بدالرحمن شهاب ( dan para santri (khususnya Ba'alawiyy) harus menjadi yang paling depan dalam menjelaskan ini..)

      Saya setuju kalimat diatas, buat Zen Aljufri, dan Safiq Basri, ente berdua harus jadi yang terdepan, tanggung jawab gue yang bu...kan ba'alwiy jadi berkurang...hehehehe. afwannnnnnnnn.
      Lihat Selengkapnya
      17 jam yang lalu · · 2 orangZen Aljufri dan Syafiq Basri menyukai ini.
    • عبدالرحمن شهاب
      Well, apabila kita jadikan pembahasan sedemikian, analogi agamanya menjadi sebuah analogi moderat yang dapat memancing kepada Islam Liberal, Islam yang tidak membutuhkan tata tertib kecuali keyakinan bahwa Allaah SWT adalah Tuhannya, dan Mu...hammad SAW adalah UtusanNya. Dan tanpa harus dibahas lagi, pandangan Islam sekedar syahadat seperti itu pun sudah cukup bagi manusia untuk memasukkan dirinya ke dalam Surga.
      Namun, apabila ditinjau dari sisi hakikatnya, bukankah Islam adalah sebuah sistem ? Sebuah sistem kehidupan yang mengatur umatnya agar selamat ? Wa terus terang saja, mohon ma'af sebelumnya, Jalaludin Rahmat BUKANLAH MUFTI, wala KIYAI, wala MUJTAHID, bilaa Su'udzan, kami para ahlussunnah terutama Ba'alawiyy tidak dapat sembarangan merujuk sesuatu fatwa kecuali benar2 dimafhum akan KAPASITASnya. Adanya Madzhab Fiqih dalam Islam menjadi sebuah hal yang signifikan karena di dalam madzhab2 itulah sebuah SISTEM peribadatan diramu dan disajikan untuk kita, ikhtilaf yang ada di antara Imam yang 4 bukanlah alasan bagi kita untuk menghalalkan Talfiq sesuai penafsiran2 kita seenaknya. Coba, silahkan lihat sendiri buah dari Talfiq tanpa koridornya, bahkan Bab Shalat a la Syi'ah pun dianggap BAGUS, dan berpijak pada dalil yang KUAT (katanya), dan silahkan kembalikan lagi pada komen saya di atas. Saya tegaskan lagi, Islam bukanlah agama LOGIKA, Islam adalah sebuah ajaran Ghaib yang penuh keajaiban dan pesona di dalamnya, sebuah tuntunan yang terjamin keberadaannya hingga akhir zaman, dan sebuah amanah bagi cucu2 keturunan Nabi SAW yang menjadi pelitanya. Islam MEWAJIBKAN kita belajar dari orang2 yang terpercaya dan diakui kapasitas Ilmunya, bukan ustadz google, gramedia, dan ebook. Islam bukan agama yang dapat dengan mudah diQIYASkan pada sistem dan teknologi manusia, kenapa ? Jika demikian, maka sesungguhnya Islam adalah pemborosan waktu, uang, dan tenaga manusia saja, tidak lebih, tidak kurang, karena Islam mewajibkan meluangkan waktu untuk shalat, mengeluarkan harta pada zakat dan ibadah Haji, dan bergotong royong dalam urusan umum. Jelas ini bertentangan pada teknologi yang mewajibkan EFISIENSI, HARGA MURAH, dan LOGIS. Dan salah satu penyamaan akan pemahaman Islam tanpa GURU adalah contoh di atas, MADZHAB SOSIAL, sungguh mudah pada masa kini membuat dogma2, jargon2, dan istilah2 baru dalam Islam padahal tidak ada sedikit pun kapasitas ilmu yang dimilikinya untuk berkata sedemikian...
      Alafwu Minkum...
      Lihat Selengkapnya
      17 jam yang lalu melalui Facebook Seluler · · 1 orangMemuat...
    • Geisz Chalifah
      عبدالرحمن شهابa

      1.Islam bukanlah agama LOGIKA, Islam adalah sebuah ajaran Ghaib
      2.sebuah amanah bagi cucu2 keturunan Nabi SAW yang menjadi pelitanya. Islam MEWAJIBKAN kita belajar dari orang2 yang terpercaya dan diakui kapasitas Ilmunya.
      (saya... menyukai koment antum tersebut, jangan lupa "mazhab sosial" sy menulisnya pakai tanda kutip.pemahaman tanda kutip bisa di jelaskan oleh dosen saya Zen Aljufri.:-) )
      Lihat Selengkapnya
      17 jam yang lalu ·
    • Mawardi Abu Thoriq Ulama' dunia yang mengakui ada 5 madzab itu siapa saja yaa? Krn sepengetahuanku para ulama' hanya akui 4 madzab aja.
      16 jam yang lalu melalui Facebook Seluler ·
    • Imam P Hartono Full
      ‎@ustadz Mawardi.
      Berdasarkan Konprensi Sunni & Syiah di Doha, ibukota Qatar, pada 20-22 Januari 2007. yang dipimpin Syekh Syaltut (Sunni) dan Ayatullah Burujerdi (Syiah). Hasil dari kesepakatan kedua tokoh tersebut adalah bahwa mazhab Ja’fa...ri diajarkan secara resmi di al-Azhar. Bahkan salah satu keberhasilan tersebut adalah diakuinya mazhab Ja’fari sebagai mazhab resmi dalam Islam sebagaimana empat mazhab lainnya. Bahkan rektor Al-Azhar, Dr. Ahmad Thayyib, mengatakan banyak kaidah hukum yang diambil dari mazhab Ja’fari adalah sah, ketika tidak ditemukan pada empat mazhab. Walhasil, mazhab Ja’fari adalah setara dengan empat mazhab lainnya.Lihat Selengkapnya
      15 jam yang lalu · · 1 orangZen Aljufri menyukai ini.
    • عبدالرحمن شهاب Apa dengan kata lain, nt mengatakan kalo Madzhab Ja'fari adalah sama dengan Syi'ah 12 ?
      15 jam yang lalu melalui Facebook Seluler ·
    • Pencerah Hati Bib Zein terus kalau begitu yg syi'ah boleh mengambil pendapat kaum sunni dan begitu sebaliknya saling memberi dan menerima...apa begitu bisa dibenarkan bib? Mazhab Alternatif Islam Damai ya Bib Zein.....hehehehe
      14 jam yang lalu ·
    • Muhammad Anis Artikel yang menarik beb. Talfiq di satu sisi memang memudahkan. Tapi, ana rasa sikap tersebut juga memiliki dampak negatif bila tidak dilakukan sesuai aturan. Karena, tidak mustahil orang akan memilih hukum yang enak-enak saja bagi dirinya. Alias, hukumlah yang menyesuaikan dengan kepentingan kita, bukan kita yang menyesuaikan dengan hukum. Jika demikian, apa manfaatnya hukum diturunkan? Wallahu a'lam.
      14 jam yang lalu · · 1 orangMemuat...
    • Moh Musa Lagi-lagi setuju, bos. Jangan nyusahkan diri dengan konsisten pada aturan mazhab. Kawan-kawan sy yang Syi'i banyak yang keluar masuk UGD gara-gara ingin makan kerang, kepiting,dan cumi-cumi tapi gak berani karena "haram". Kawan-kawan sy Sunni jg banyak yang stroke berat gara-gara tidak pernah menjama' solat dhuhur dan asar karena takut "tidak sah". Mereka nyusahin diri, bos!
      14 jam yang lalu ·
    • Rogeel Gyddan Islam memang mudah dan gampang, tapi bukan berarti untuk di gegampang, intiqol almadzhab memang dikenal dalam syariat islam tapi bukan berarti bebas Talfiq(mencampur aduk). tulisan yang menarik, tapi sayang penulis tidak mengupas tentang Talfiq dalam kacamata Ulama, padahal disitu terdapat pembahasan panjang tentang perbedaan Talfiq dengan Intoqol almadzhab karna dari pembahasan itu akan diketahui di mana unsur Tashil(gampang) dengan Tasahul(menggegampang). dan mana dari keduanya yang di kehendaki oleh Agama.
      13 jam yang lalu ·
    • Bung Bahrul setiap ulama ingin memberikan formulasi terbaik kepada ummatnya untuk dipilih oleh ummatnya.
      13 jam yang lalu ·
    • Ahmad Subanjar justru susah itu ujian, sampai dimana letak kesabaran kita, klo hanya milih yg gampang2 saja, masalah fiqih harus konsisten dg marja kita masing2, apapun resikonya, mau susah ataupun mudah, ini pendapat saya.
      12 jam yang lalu ·
    • Umar Alhabsyi Artikel yg cukup provokatif. Kalau boleh dan tidak menyusahkan, please define "mudah" dan "susah". Apakah kriteria2nya bersifat personal atau kolektif?
      Syukran.
      11 jam yang lalu ·
    • Zen Aljufri
      ‎@Abdurahman Syahab, Syiáh bukan madzhab..? bukan keluar dari ulama’mujtahid..? siapa bilang..! yang perlu antum ketahui bahwa imam Nu’man bin Tsabit (Abu Hanifah) baru belajar 2th saja dg imam Jakfar Shadiq ( Imam Syi’ah) sudah bisa menja...di mujtahid bagaimana dg gurunya ( Imam Jakfar Shadiq) ? saya sarankan antum baca buku-buku Syiah dari sumbernya bukan dari keluaran dari selebaranya Al-Bayyinat atau karangan orang-orang sejenis Ihsan Ilahi dhahir yang pernah meng-qashar shalat maghrib jadi 2 rakaat di Surabaya. Wala taziiru wazirarun wizra ukhraa..:”Dan seseorang tidak menanggung tanggung jawab orang lain, ana kurang ngerti dg kondisi antum sendiri yang tidak konsisten dg pernyatan antum sendiri, antum mengunggul-ngunggulkan keturunan antum (ma’af Ba’alawi) jadi panutuan dan sebagainya, disaat yang sama tidak menerima cucu nabi sendiri sebagai Imam antum..! coba diantara 4 mazhab sunni mana yang Baálawi ( sayyid)..? mengapa antum ikuti ? justru mazhab Syi’ah yang Imamnya pasti Sayyid antum tolak..? gimane ini wan..? Dan yg perlu diketahui hanya taqwalah yang membedakan diantara kita, adapun nashab hanyalah untuk pengenal satu dg yang lain.

      @Gus Imam : Syukkran atas penjelasanya dan tambahan infonya, dan benar Darl Taqrib bainal madzaahib yang digagas (Alm)Syeikh Mahmud Shalthut hingga kini sudah diterima di seluruh dunia Islam.

      @ Syeih Mawardi Abu Thariq: Kalau Syi’ah tidak diakui maka mereka tidak boleh masuk masjidil haram, ini prinsip, sebagaimana kaum Ahmadiyah dari Pakistan yang hingga kini tidak diperbolehkan masuk Masjidil haram oleh pemerintah Saudi Arabia. Raja Abdullah sering menggelar konferensi-konferensi Sunni-Syi’ah di Saudi untuk mencari formulasi persatuan antar madzaahib dalam Islam. Bahkan di Nahdhatul Ulama’sendiri masalah ini sudah dianggap selesai. Apalagi Prof Dr Agil Siraj saat ini jadi pimp NU, beliau banyak mengambil pendapat ulama’-ulama’ syi’ah dan tidak ada masalah.

      @ Pencerah Hati: Persis..!! keduanya bisa sharing fatwa masing-masing ulama. Peace..!

      @ Muh Anis: Betul, ini harus sesuai aturan..! apa aturanya ? yaitu adanya fatwa imam madzhab mengenai hal tersebut, itulah aturan, selama ada fatwa yg memperbolehkan seseorang mukallaf mengerjakan suatu hal dari salah satu Imam madzaahib berarti dia telah melakukanya dg benar. Dan orang boleh mengambil yang terenak dan terbaik buat dirinya, bahkan Allah swt melegalisir hal yg demikian itu,:” Yuridu Allahu bikumul yusra walaa yuridu bikumul usra. Untuk hukum apakah menyesuaikan dg kita ataukah kita menyesuaikan dg hukum ? saya kira kedua bisa dibenarkan, memang pada dasarnya kita menyesuaikan dg hukum dalam kondisi tertentu hukum harus menyesuaikan dg kita, contoh kita harus berpuasa di bulan ramadhan namun kalau dalam perjalan (safar) , atau dalam kondisi fisik yang tidak memungkinkan puasa dijalankan maka hukumpun akan lentur dg kondisi kita, boleh di lain waktu, atau bahkan tidak sama sekali. Ada rukhshah. Dan sebagainya.

      @ Rogeel : Agama itu mudah, jadi jangan dipersulit ! ini adalah tashil alias kemudahan adapun tasaahul itu menggampangkan itu bisa berarti tidak mengerjakan, seperti yang disinggung dalam Alqur’an tentang orang yang menggampangkan shalat, :”Wailul lil mushalliin alladziina fii shalaatihim saahun.. al-ayat : neraka waillah bagi orang yang shalat, yaitu orang-orang yang lalai dalam shalatnya. Ini adalah contoh tasaahul fiddiin. Kita tidak dalam kondisi semacam itu.

      @ Ahmad Subajar: ( justru susah itu ujian, sampai dimana letak kesabaran kita ) ujian apa ? siapa yang menguji, itu kita sendiri yang cari masalah , dan itu ujian gratis yang tidak ada pahalanya sama sekali , salah-salah bisa berdosa karena menjerumuskan diri sendiri dalam kesulitan padahal kita bisa keluar dari situ. Harus konsisten dg marja’nya ? Siapa yang mengharuskan demikian itu ?

      @ Umar Al-habsyi: Susah dan mudah itu personal, semua khitab hukum Islam adalah personal bukan kolektif meskipun pengambilan dasar hukumnya para imam dari dari hal-hal yg bersifat kolektif, penjelasnya begini contoh kasus: Imam Syafií menyimpulkan haidh wanita itu dari penelilian sekian ratus wanita maka mengambilnya yang terpendek dan terpanjang, itu artinya kolektif namun tujuanya personal artinya setiap orang bisa berbeda, masalah jarak diperbolehkanya meng-qashar shalat beliau mengambil dari rata-rata manusia saat itu melakukan perjalan kemudian apakah dengan jarak tsb telah melampaui waktu shalat, dari situlah beliau mengistinbathkan hukum yaitu lebih lebih-kurang 80km sekali jalan.
      Disini akan mudah kita mengambil ijtihad ulama’ Syi’ah yaitu hanya sekitar sekitar 23 km (dzahaban wa iyyaban/ pp) dan boleh meng-qadha puasa di lain kali. Addinu yusrun.!
      Lihat Selengkapnya
      11 jam yang lalu · · 1 orangMemuat...
    • Putra Azzahro AHSANTUM BIB
      6 jam yang lalu · · 1 orangMemuat...
    • Imam P Hartono Full Ahsantum
      2 jam yang lalu · · 1 orangMemuat...
    • Lubna Faris SUPERRR......
      sekitar sejam yang lalu ·
    • Umar Alhabsyi
      Pak Zen, maksud pertanyaan saya, siapakah yang menentukan bahwa sesuatu itu "mudah" atau "susah"? Apakah setiap orang bisa menentukannya? Apakah jika demikian, keputusannya itu tidak mungkin membuat kesusahan sendiri jika dilihat secara ind...ividual maupun kolektif karena akan banyak kontradiktif in itself? Apakah dengan hanya bersandar pada kriteria "mudah"/"susah" itu tidak menyebabkan "chaos" tersendiri? Mungkin Antum sudah memikirkan hal ini.

      Pak Zen, Antum menyebutkan nama beberapa ulama pengusung persatuan tapi --sependek yg saya tahu-- mengubah maksudnya. Ulama2 mulia seperti Syaikh Syaltout, Allamah Abdul Majid, Ayatullah Burujerdi, Ali Tasykiri, dll itu tidak pernah bermaksud membuyarkan dan mencampur-adukkan pendapat2 dan kekhasan madzhab masing2. Almarhum Imam Khomeini mengilustrasikan 5 madzhab itu seperti 5 jari kita, masing2 punya karakteristik khas yang berbeda. Namun walaupun berbeda2, tapi setiap saat siap mengepalkan tangannya bersama2 utk meninju musuh2 Islam. Yang diperjuangkan oleh para ulama2 yg aktif dalam taqrib baina madzhahib itu adalah agar berbagai madzhab, meskipun berbeda teologinya, atas dasar banyaknya kesamaan2 antar madzhab tsb, membentuk front bersama utk menghadapi musuh2 bahaya Islam.

      Cara pandang yg mencampur adukkan ini seperti melihat 3 pilar agama: aqidah, syariat dan akhlaq sebagai sesuatu yg tidak ada hubungan diantaranya. Apalagi kalau dasarnya semata2 hanya mencari yg mudah saja. Masih mending kalau pendiriannya seperti "Mengikuti dalil, bukan Madzhab". Tapi kalau mengikuti yang mudah? Wah, Tujuan agama itu apa ya? Memudahkan, menyukseskan, membahagiakan, atau....apa ya? Yang jelas memang bukan menyusahkan sih..hehe.

      WaLLahu a'lam.


  • sumber:oleh Zen Aljufri pada 01 November 2010 jam 12:43/http://www.facebook.com/notes/zen-aljufri/talfiq-madzhab-alternatif-zaman-kini/450733061770

0 comments to "Tujuan Agama untuk apa???"

Leave a comment