Home , � Seni dan Seniman, Alat Imperialisme Gaya Baru

Seni dan Seniman, Alat Imperialisme Gaya Baru

Seni dan Seniman, Alat Imperialisme Gaya Baru

Martin Scorsese, aktor sekaligus sutradara film terkenal di Amerika dalam wawancara dengan Sunday Times mengaku dirinya sudah letih dengan industri perfilman Hollywood yang tidak independen. Menurutnya, industri perfilman sudah sangat tercemar oleh tendensi politik. Karena itulah, jarang ada film yang bisa bertahan dan melegenda.

Scorsese menambahkan, para pemimpin Gedung Putih terbiasa mendiktekan apa yang mereka maukan dalam pembuatan film kepada para sutradara Hollywood. Hal inilah yang membuat banyak sutradara dan produser film yang independen merasa tertekan. "Kami dipaksa membuat film yang sejalan dengan kebijakan AS, padahal saat ini kebijakan AS ditentang oleh banyak negara," katanya.

Kritik terhadap kebijakan Gedung Putih yang menjadikan Hollywood sebagai alat untuk kepentingan politiknya, sudah sejak lama didengungkan. Gedung Putih dituduh tidak mengindahkan aturan dan etika sinema. Intervensi itulah yang membuat Hollywood menjadi pusat pembuatan film-film perang, atau yang sarat aksi kekerasan, kerakusan dan diskriminasi. Sebab memang itulah yang dimaukan oleh para pemimpin AS.

Tak dipungkiri bahwa instansi-instansi negara seperti badan intelijen CIA dan Pentagon punya peran besar dalam industri sinema Hollywood. Sudah sejak lama Pentagon memainkan peran sebagai penasehat produksi film. Tak hanya itu Departemen Pertahanan AS juga menyediakan berbagai perlengkapan militer bahkan tenaga manusia yang diperlukan Hollywood untuk membuat film. Dengan cara ini Pentagon memanfaatkan pusat pembuatan film di AS untuk memamerkan kekuatan militernya.

Mengenai kerjasama CIA dengan Hollywood, pada tahun 1996 sebuah dokumen terungkap ke publik bahwa di badan intelijen AS, CIA, ada bagian khususnya yang menjadi penasehat Hollywood. Bagian ini dipimpin oleh Chase Brandon yang bekerja untuk CIA secara terselubung selama 25 tahun. Kerjasama CIA dengan Hollywood sudah terjalin dari sebelum masa itu. Mantan agen CIA yang buku-buku tulisannya menjadi sumber rujukan bagi pembuatan film berjudul Syriana kepada the Guardian mengatakan, para direktur rumah produksi film kerap pergi ke Washington untuk menemui para senator dan petugas CIA.

Berbagai laporan menyebutkan bahwa CIA bukan hanya menyampaikan pandangan dan saran kepada para produsen film tapi juga mengulurkan bantuan dana. Di antara yang dilakukan CIA untuk mendukung kebijakan Gedung Putih adalah membeli hak cipta dan hak penerbitan untuk naskah-naskah roman seperti Animal Farm, American The Quiet dan karya semisalnya. CIA juga mendanai penulisan kisah-kisah yang bisa dimanfaatkan untuk mendukung kebijakannya.

AS dan negara-negara imperialis lainnya seperti umumnya kekuatan di Dunia Barat memanfaatkan ketenaran para aktor dan seniman untuk mendukung kebijakan dan agendanya. Sebagai contoh coba Anda simak berita aktual ini;

Ketika pemerintah Sudan dan para pemberontak di selatan Sudan mengumumkan kesepakatan mengadakan referendum untuk memutuskan nasib Sudan selatan, berpisah atau tetap menjadi bagian dari Sudan, AS menggulirkan propaganda dengan mengerahkan Hollywood beserta seluruh kapasitasnya untuk mendorong pemisahan selatan Sudan. Semakin dekat masa pelaksanaan referendum, gerakan propaganda itupun semakin gencar. Misalnya, George Clooney aktor Hollywood yang juga sutradara terkenal mengunjungi Sudan di saat gejolak politik menanti referendum semakin memuncak. Kunjungan Clooney itu dipandang para pangamat sebagai diplomasi Hollywood untuk mempengaruhi hasil referendum nantinya. Clooney bahkan berbicara tentang pengiriman satelit untuk memantau dan mengawasi apa yang disebutnya kemungkinan terjadinya kejahatan perang di Sudan.

Al-Quds Al-Arabi mengomentari soal satelit yang diungkap Clooney dengan menyebutnya sebagai ‘proyek satelit pengawas' yang dilengkapi dengan sistem peringatan. Dalam menjalankan misinya George Clooney ditemani oleh beberapa rekannya sesama aktor. Clooney dengan sesumbar mengatakan, "Saya ingin menyampaikan kepada mereka yang melakukan kejahatan perang dan pembasmian etnis bahwa dunia memantau kalian."

Jangan heran jika seorang aktor seperti George Clooney berkata-kata seperti itu. Sebab, dia saat ini sedang menjalankan misinya sebagai bagian dari Gedung Putih. Untuk mendukung pemisahan Sudan Selatan, CIA menugaskan George Clooney untuk memimpin situs pengawasan satelit Sudan. Tiga bulan lalu, Clooney mendapat tugas dari Presiden Obama untuk berkunjung ke Sudan Selatan dengan tujuan menyerukan warga di sana mendukung pemisahan.

Mengenai satelit pengawas, satelit yang dinamakan Satellite Sentinel ini adalah produk karya CIA yang terkini dalam hal hubungan komunikasi politik. Clooney memang menyebutkan bahwa masalah satelit muncul di benaknya secara spontan saat bertemu dan bertatap muka dengan para pengungsi, namun yang jelas, pembahasan soal satelit pengintai sudah mengemuka sejak enam bulan sebelumnya.

Situs Islam Today dalam artikel yang ditulis oleh Dr Yasser Saad menyebutkan, "Seni, politik, teknologi dan perguruan tinggi di Amerika telah bersatu untuk memecah sebuah negara Arab Muslim dengan alasan hak asasi manusia. Tapi di saat yang sama mata mereka tertutup dan tidak melihat kejahatan kaum Zionis terhadap wanita dan anak-anak Gaza, juga pembantaian warga Irak dan Afghanistan, atau kejahatan yang terjadi di penjara Guantanamo dan penjara-penjara rahasia AS. Menurut saya, penyalahgunaan jargon HAM adalah pelanggaran hak manusia yang paling keji."

Saat Pakistan dilanda bencana banjir besar akhir Juli tahun lalu yang menelantarkan hingga 20 juta orang, Angelina Jolie, aktris terkenal Hollywood datang ke tengah para pengungsi mewakili Unicef, lembaga PBB yang menangani masalah anak. Dengan cepat rias wajah kemanusiaan dari kunjungan ini memudar. Angelina Jolie datang ke Pakistan dengan misi politik dan untuk meraih popularitas semata. Dulu, Jolie pernah mengungkapkan keinginannya menjadi presiden di Amerika Serikat. Seiring dengan itu, terungkap dokumen bahwa Angelina Jolie sebenarnya bekerja sebagai agen CIA selama empat tahun.

Menurut laporan Koran The Guardian, El Smith salah satu agen CIA mengatakan, Jolie mampu pergi ke berbagai tempat yang kami tidak dapat capai. Selain itu, Jolie juga memiliki relasi yang luas sehingga memudahkan dirinya untuk mengumpulkan informasi. Agen CIA ini menambahkan, mengingat Jolie adalah aktris terkenal dan banyak melakukan perbuatan sosial maka CIA melihatnya layak untuk mengemban misinya. Menjawab pertanyaan, apakah Brad Pitt membantu Jolie dalam menjalankan misinya, El Smith mengatakan, saya kira Brad tidak terlibat, kami memiliki informasi detail soal kehidupan pribadi mereka dan kami juga telah kaji kehidupan mereka, oleh karena itu kami menyimpulkan ia bukan ancaman. Smith menjelaskan, namun kini Jolie bukan anggota CIA karena pemerintah Amerika memberhentikannya mengingat posisinya dalam bahaya.

Para teoretis politik menyebut apa yang dilakukan oleh para aktor dan aktris itu sebagai diplomasi selebritis. Artinya diplomasi ini menerjunkan para selebritis untuk menciptakan dan menggiring opini umum. Dalam diplomasi ini AS melibatkan kalangan selebritis dengan memberi mereka beragam sebutan manis misalnya duta perdamaian atau delegasi pengawas hak asasi manusia. Dengan cara itu, mereka juga berpikir untuk memasyarakatkan gaya hidup kalangan selebritis. Bahkan, di Carolina Selatan gaya hidup selebritis dijadikan mata pelajaran di perguruan tinggi yang akan dimulai musim semi tahun 2011. Mata pelajaran ini membahas tentang kehidupan, kecenderungan dan bahkan tingkat pengaruhnya terhadap masyarakat.

Demikian, AS dengan ambisi dan kerakusannya yang tak terbatas terus berusaha memperluas pengaruh, hegemoni dan kekuasaannya atas dunia. Segala hal dilakukan dan semua sarana dimanfaatkan untuk mendukung program imperialisme gaya barunya. Seni dan seniman pun tak lepas dari bidikan.(irib/13/1/2011)

Tags: ,

0 comments to "Seni dan Seniman, Alat Imperialisme Gaya Baru"

Leave a comment