"Enak ya jadi artis. Suami ditahan, ngadu ke presiden. Anak kabur, ngadu ke DPR. Lama-lama kolor ilang, ngadu ke Sekjen PBB."Wakakakak.....Itulah celotehan di Twitter yang membuat saya ngakak pagi ini. Lucu membaca celotehan sinis seperti itu. Tentu celotehan itu tidak asal mengalir keluar begitu saja tanpa ada dasar sama sekali. Celotehan itu lahir sebagai reaksi spontan yang jujur setelah melihat tayangan infotainment yang marak di TV belakangan ini.
Walaupun saya tertawa geli membacanya, namun saya setuju seribu persen dengan apa yang disampaikannya di Twitter itu. Ya, itulah enaknya jadi artis. Namun itu hanya sebagian kecil enaknya menjadi artis. Masih banyak lagi keenakan-keenakan lainnya yang menyertai seorang artis. Saya tidak akan menyinggung soal berapa penghasilan mereka, apa mobil mereka, berapa dan dimana rumah mereka, dan hal yang material lainnya.
Buat saya itu tidak penting untuk dibahas di sini. Yang saya mau bahas di sini adalah betapa mudahnya seorang artis untuk mendapatkan dukungan dari berbagai pihak termasuk media dan para petinggi di negeri ini,apabila yang bersangkutan sedang tersangkut masalah hukum, menjadi calon dalam Pemilihan Kepala Daerah (pilkada) ataupun Pemilihan legislatif (pilleg).
Saya ambil contoh kasus Ariel yang kemarin divonis 3,5 tahun oleh Majelis Hakim. Ariel tidak hanya mendapatkan dukungan dari sesama artis, tetapi dari seluruh fansnya yang setia. Dan banyak di antaranya adalah perempuan. Sebagai perempuan,yang berempati terhadap perasaan Sarah Amalia,yang saat video itu dibuat masih menjadi istri Ariel, saya menganggap Ariel tidak pantas untuk dikagumi.
Lelaki yang mengumbar syahwat kepada banyak perempuan,apalagi sampai mengabadikannya dalam bentuk film, sekalipun itu hanya untuk koleksi pribadi, tidak pantas untuk dibela apalagi dipuja. Ini pendapat saya pribadi. Orang boleh setuju, boleh tidak. Namun karena ia artis terkenal, ia didukung habis-habisan oleh para fansnya.Sah-sah saja menurut saya karena adalah hak para fans tetap mencintai dan mendukung Ariel, dan adalah juga hak Ariel untuk mendapatkan pembelaan dan dukungan dari orang lain.Sebaliknya, juga adalah hak saya untuk tidak mendukung Ariel sama sekali.
Pertanyaan saya, jika yang kena kasus seperti Ariel itu adalah orang biasa, hanya rakyat jelata atau rakyat kecil, tidak punya popularitas seperti Ariel dan tidak berduit juga, akankah kita mendukung orang itu habis-habisan, sampai rela berhadapan muka dengan muka dengan banyak orang yang menentangnya dan ingin menghukumnya?Akankah kita minimal peduli, dengan mengatakan sekedar kasihan kepadanya?
Lalu Joy Tobing yang meminta dukungan dan memohon keadilan kepada Presiden melalui infotainment karena suaminya ditahan karena dugaan melakukan penipuan dan penggelapan uang.Mungkinkah rakyat jelata, rakyat biasa, mendapatkan akses seperti Joy Tobing, mencari dukungan kepada Presiden dan difasilitasi oleh media massa? Tidak bukan? Karena rakyat biasa itu tidak memiliki nilai jual seperti artis.Beritanya hanya akan hadir sambil lalu, setelah itu menghilang, karena ia bukan artis.
Juga bila rakyat biasa mengalami apa yang dialami oleh keluarga Arumi Bachsin, bisakah rakyat jelata atau rakyat kecil, yang hanya orang biasa itu, dapat dengan mudah datang ke DPR mengadukan perlakuan tidak adil yang mereka terima? Sedangkan untuk kepentingan rakyat banyak, kita harus mengadakan aksi besar-besaran dulu, baru DPR mau menoleh.Adakah DPR mau peduli melihat kemiskinan dan ketidakadilan yang dialami rakyat, padahal beritanya terus saja digulirkan oleh media massa setiap harinya?
Itulah alasannya mengapa jadi artis lebih enak daripada jadi rakyat kecil.... (IRIB/Kompasiana/3/2/2011)
0 comments to "Enaknya Jadi Artis, Sedihnya Jadi Rakyat kecil"