Home , , , , , , , , � Pembantaian di Libiya, Liga Arab Berdiam Diri dan Sebenarnya Bahrain Lebih Buruk dari Libya! Hingga Video Serangan Tentara Saudi Dihapus dari YouTobe!

Pembantaian di Libiya, Liga Arab Berdiam Diri dan Sebenarnya Bahrain Lebih Buruk dari Libya! Hingga Video Serangan Tentara Saudi Dihapus dari YouTobe!

Berita Terbaru Pergerakan Rakyat Arab Saudi

Bukankah Al-Qur'an dalam surah Al Hujurat ayat 9 telah memerintahkan umat Islam untuk memerangi kelompok yang bertindak zalim dan berpihak kepada mereka yang dizalimi?



Pembantaian di Libiya, Liga Arab Berdiam Diri

Menurut Kantor Berita ABNA, Ayatullah Al Uzma Makarim Syirasi mengeluarkan kecaman dan kritikannya terhadap organisasi-organisasi Islam khususnya OKI dan Liga Arab yang berdiam diri menyikapi huru hara yang terjadi di Libiya.

Beliau mengeluarkan pernyataan dan sikapnya sebagai berikut:

بسم الله الرحمن الرحيم

Mengapakah dunia Islam berdiam diri?

Ketegangan yang terjadi saat ini di Libiya, adalah peristiwa yang tidak pernah terjadi sebelumnya, dibelahan dunia manapun. Seorang diktator yang tidak berakal sehat, telah membangun Negara yang penuh dengan penindasan selama 42 tahun dan memerintahkan seluruh kelengkapan pasukan militernya untuk menghabisi nyawa rakyatnya sendiri. Anehnya, dunia Islam berdiam diri saja menyaksikan kebiadaban ini.

Bukankah Al-Qur'an dalam surah Al Hujurat ayat 9 telah memerintahkan umat Islam untuk memerangi kelompok yang bertindak zalim dan berpihak kepada mereka yang dizalimi?

Siapapun tidak menginginkan perang saudara terjadi. Namun mengapa pemimpin Negara-negara Islam, para cendekiawan dan ahli politik berdiam diri menghadapi tragedi demi tragedi yang terjadi di Libiya? Mengapa organisasi-organisasi Islam tidak mengeluarkan suara mereka? Mengapa Liga Arab tidak memainkan peranan mereka?

Setidaknya organisasi-organisasi Internasional Islam menyatakan dukungan secara resmi terhadap kebangkitan rakyat di Libiya dan menegaskan bahwa pemerintah Libiya sebagai penjahat perang dan mengajukannya ke Mahkamah Internasional untuk diadili. Hal ini dapat menambah semangat kebangkitan rakyat Libiya dan meyakinkan mereka kediktatoran di Negara mereka tidak lagi memiliki masa depan.

Jelas sekali semua kebiadaban yang tidak ada tandingannya itu dilakukan secara terbuka di seluruh kota-kota Libiya dengan membunuh penduduk sipilnya sendiri. Mustahil pemerintah yang telah membunuhi rakyatnya sendiri dapat melanjutkan kembali pemerintahannya di masa mendatang. Apakah mereka mendukung pemerintahan diktator dengan berbagai kekejiannya seperti itu?.

Umat Islam mengulangi hal yang sama di Yaman dan beberapa negara Islam yang lain. Jikalau pihak Barat tampak gembira melihat perang saudara di tubuh kaum muslimin dengan saling menumpahkan darah untuk sekedar menuntut pergantian pemimpin, bukankah akan lebih menggembirakan bagi mereka jika melihat umat Islam lainnya yang hanya berdiam diri saja?

Negara-negara Islam lainnya mesti tahu, bahwa peristiwa-peristiwa penting yang terjadi saat ini, akan dihadapi juga oleh mereka di lain waktu. Kami berharap di suatu waktu, mereka akan sadar akan kewajiban sebagai insane dan sebagai muslim.

Wassalamualaikum Wa Rahmatullah Wa Barakatuh.

mainsource:http://abna.ir/data.asp?lang=12&id=231636

Nasib Eropa Ada di Tangan Libya

Para menteri luar negeri Eropa menggelar sidang untuk memutuskan larangan terbang di zona udara Libya. Pada saat yang sama Libya adalah negara pengekspor minyak terbesar ke benua Eropa. Selain sidang para menteri luar negeri Uni Eropa atas undangan Ketua Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa, Catherine Ashton, menteri pertahanan anggota Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) yang beranggotakan 27 negara, juga menggelar sidang terpisah. Dalam sidang itu juga dibahas larangan terbang di atas zona Libya.

Tak diragukan lagi. Libya menjadi perhatian khusus bagi Uni Eropa. Komisaris Energi Uni Eropa, Guenther Oet-tinger, Senin lalu, mengakui bahwa instabilitas di Libya berpengaruh pada kondisi minyak mentah di benua Eropa.

Menurut data, 82 persen minyak mentah Eropa diekspor dari Libya. Rezim Gaddafi mengirim 32 persen minyak ke Italia, 14 persen ke Jerman dan 10 persen ke Perancis. Selain negara-negara itu, Libya juga mengirim lima persen ke AS. Lebih dari itu, banyak perusahaan minyak besar di dunia beraktivitas di Libya. Di antara perusahaan-perusahaan itu adalah British Petroleum (BP), Shell dan Exxon Mobil.

Libya juga termasuk anggota Organisasi Pengekspor Minyak (OPEC) yang setiap hari mengirim 1,6 juta barel minyak perhari. Sejak terjadinya instabilitas di Libya, proses ekspor minyak dari Libya terhenti. Kondisi Libya yang kian memburuk juga berdampak besar pada harga bensin di benua Eropa. Tidak hanya itu, para analis juga meyakini bahwa instabilitas di Libya akan berdampak buruk pada harga listrik dan gas di negara-negara anggota Uni Eropa.

Negara-negara di Timur Tengah dan Afrika Utara tengah bergejolak. Pada umumnya, negara-negara yang bergejolak selama ini menjadi mitra dekat Barat. Tunisia, Mesir dan Libya disebut-sebut sebagai di antara negara-negara di kawasan yang paling menguntungkan Barat. Akan tetapi di antara ketiga negara tersebut adalah Libya yang mempunyai posisi paling strategis di hadapan Barat, khususnya Eropa. Untuk itu, Eropa menaruh perhatian khusus pada Libya. Goncangan instabilitas di Libya sangat dirasakan di benua Eropa. Bahkan sejumlah analis memperkirakan Barat akan menggunakan NATO untuk menyerang Libya. Ancaman itu tidak ditujukan pada negara-negara bergejolak lainnya, tapi berlaku pada Libya. Ini menunjukkan posisi spesial Libya di mata Barat.

Di tengah kondisi sulit seperti ini, Barat masih kebingungan mengambil sikap jelas terkait Libya. Barat juga berusaha mengangkat isu hak asasi manusia (HAM) sebagai alat untuk intervensi pada urusan dalam negeri Libya. Aksi protes luas masyarakat di Libya menunjukkan adanya problema HAM di negara ini. Meski protes masyarakat Libya berada pada tempatnya, tapi instabilitas di negara ini riskan disalahgunakan Barat untuk mengamankan sumber-sumber minyak di Libya. Kini, Barat tengah mempertimbangkan menjadikan Libya seperti Irak dan Afghanistan. (IRIB/AR/SL/13/3/2011)

Saudi, Minyak dan Keseimbangan Regional

Protes dan revolusi rakyat di Afrika Utara dan Timur Tengah telah menjalar ke Arab Saudi, sebagai salah satu negara kaya minyak di Teluk Persia. Dalam dua bulan terakhir, ratusan pengunjuk rasa anti-pemerintah membanjiri jalan-jalan di wilayah timur negara itu untuk menuntut reformasi politik. Kini muncul kekhawatiran akan semakin meluasnya aksi penentangan massa di negara sekutu Amerika Serikat itu.

Meski aksi unjuk rasa dan setiap tindakan yang menyuarakan tuntutan di depan publik dilarang dan dianggap ilegal, namun para pemprotes terus menuntut reformasi politik, sosial, ekonomi dan juga sistem pemerintahan berdasarkan monarki konstitusioanal. Fenomena gugatan terhadap pemimpin yang terlalu lama berkuasa dan monarki yang dinilai absolut, sepertinya tidak bisa dibendung lagi. Pemerintah Riyadh harus menerima sejumlah masukan dari kelompok pro-demokrasi, jika tidak ingin gelombang protes terus membesar di negara itu.

Arab Saudi termasuk salah satu negara yang memiliki posisi strategis di kawasan dan dunia. Produksi minyak yang mencapai 9 juta barel per hari praktis menjadi pendorong kestabilan ekonomi dunia. Di sisi lain, posisi Saudi sangat penting bagi kepentingan strategis Amerika dalam percaturan global, sebagai konsumen terbesar minyak dunia.

Saudi juga penting bagi keamanan dan stabilitas Teluk Persia dan kunci kerjasama Amerika dengan negara-negara di selatan kawasan ini. Dalam perspektif Washington, Riyadh memainkan peran strategis untuk melawan pengaruh Iran di kawasan, karena dari satu segi, minyak Saudi adalah pendorong stabilitas ekonomi dunia terutama ekonomi Amerika. Dan dari segi lain, kontribusi politik negara itu dapat menjadi faktor penyeimbang dalam menghadapi kebijakan luar negeri Republik Islam Iran.

Minyak senantiasa menjadi salah satu pilar stabilitas Arab Saudi. Saat ini pasca pecahnya revolusi rakyat di Afrika Utara dan Timur Tengah serta terputusnya produksi minyak Libya, emas hitam sepertinya menjadi faktor bagi stabilitas ekonomi dan alat untuk mengontrol lonjakan harga di pasar dunia. Memperhatikan kebutuhan Amerika terhadap minyak, negara adidaya ini tengah berupaya menjaga keseimbangan di kawasan untuk kepentingannya.

Dengan mencermati realita masyarakat Saudi dan transformasi Timur Tengah, dapat dibenarkan bila sebagian analis politik memprediksikan bakal terjadi perubahan baru dalam struktur politik dan sosial negara ini. Riyadh selama ini dikenal menjadi satu dari negara utama dan benteng terkuat rezim konservatif Arab dalam menghadapi segala bentuk perubahan dan bahkan reformasi. (IRIB/RM/SL/15/3/2011)

Bahrain Lebih Buruk dari Libya!

Aksi kekerasan pemerintah Manama terhadap pemrotes Bahrain yang menuntut hak-haknya dipenuhi, kini semakin memburuk karena diperparah dengan datangnya gelombang bantuan militer besar-besaran dari negara-negara Arab di pesisir Teluk Persia.

Analis politik Sarah Marusek menilai tindakan keras terhadap para demonstran Bahrain sebagai sebuah "perbuatan keji" dan "sangat tidak proporsional", sebab para demonstran anti-rezim hanya menuntut hak-hak mereka dan tidak memanggul senjata.

Analis Politik Timur Tengah ini menilai situasi di Bahrain lebih buruk dari Libya. Pasalnya, rezim Manama yang kewalahan menghadapi gelombang protes rakyatnya sendiri, meminta bantuan dari negara-negara Arab tetangganya di pesisir Teluk Persia. Inilah yang tidak dilakukan pemimpin Libya Muammar Qaddafi.

Marusek mengkritik invasi yang dilakukan pasukan militer negara-negara anggota Dewan Kerjasama Teluk Persia (PGCC) dan menggambarkannya sebagai sesuatu yang "keterlaluan."

Menurut analis politik ini, penggunaan pasukan asing dan tentara bayaran untuk menumpas aksi demonstrasi anti-pemerintah bukan hal yang baru bagi rezim Manama.

Sebelumnya Manama telah merekrut tentara asing dari Pakistan, Yaman, dan negara lain akibat konflik internal di antara pasukan militer sejak awal demonstrasi pro-reformasi pada bulan Februari.

Marusek menilai invasi negara-negara Arab ke Bahrain dilakukan dengan lampu hijau Amerika Serikat. Menteri Pertahanan AS Robert Gates mengunjungi Bahrain pada hari Sabtu, sesaat sebelum pasukan dari Arab Saudi dan negara-negara Arab tetangga dikirim ke Bahrain.

Kekerasan terhadap demonstran damai yang terus berlanjut hanya akan mempertebal radikalisme para pengunjuk rasa, yang kini tidak memiliki alternatif selain membela diri. (IRIB/PH/16/3/2011)

Kemlu Iran Panggil Dubes Swiss dan Bahrain

Iran memanggil Duta Besar Swiss untuk Tehran Livia Leu Agosti hari ini (15/3) menyusul dukungan AS terhadap intervensi militer asing di Bahrain serta menyusl pernyataan "tidak berdasar" Menteri Pertahanan AS, Robert Gates, terhadap Republik Islam selama kunjungannya ke ibukota Bahrain, Manama, Jumat (11/3).

Kementerian Luar Negeri Republik Islam menyampaikan kecaman kerasnya terhadap kebijakan "ilegal" dari pemerintah AS yang memberikan lampu hijau pada intervensi militer di Bahrain.

Kedutaan Besar Swiss di Tehran mewakili kepentingan AS di Iran sejak Tehran dan Washington memutuskan hubungan diplomatik pada tahun 1980.

Seorang pejabat Kementerian Luar Negeri Iran menyatakan, "Dukungan AS terhadap intervensi militer jelas bertentangan dengan ketentuan internasional dan piagam PBB. Oleh karena itu, Republik Islam Iran menuding Amerika Serikat bertanggung jawab atas dampak bahaya dari kebijakan ilegal tersebut."

Setelah kunjungan Menteri Pertahanan AS ke Manama, negara-negara Teluk Persia mengirim pasukan ke Bahrain dalam rangka meningkatkan represi terhadap para demonstran.

Republik Islam Iran juga memanggil Kuasa Usaha Bahrain menyangkut masalah tersebut.

Arab Saudi dan negara-negara anggota Dewan Kerjasama Teluk [Persia] P-GCC mengirim ribuan pasukan militer mereka ke Bahrain dalam mereaksi permintaan pemerintah Manama dalam menumpas gerakan protes rakyat. (IRIB/MZ/SL/15/3/2011)

Oposisi Bahrain: Berarti Arab Saudi Ingin Berperang!

Pasukan Saudi di Bahrain

Saeed al-Shehabi, seorang pemimpin oposisi Bahrain, memperingatkan jika Arab Saudi tidak segera menarik pasukannya dari Bahrain, maka akan tersulut perang baru di seluruh kawasan Teluk Persia.

Dalam wawancaranya dengan Press TV hari ini (15/3) al-Shehabi mengatakan, "Saudi lebih baik menarik kembali pasukannya... karena jika tidak maka akan ada konsekuensi buruk."

"Ini dapat memantik perang baru di kawasan ini, karena aksi tersebut merusak keseimbangan kekuatan regional yang merupakan sebuah fenomena sangat vital khususnya di saat revolusi dan tuntutan rakyat harus diutamakan," tegas al-Shebabi.

Tokoh oposisi itu juga menyatakan kekhawatirannya soal kemungkinan pasukan Saudi tidak akan meninggalkan Bahrain, karena sejarah membuktikan bahwa ketika Riyadh mengirim pasukan ke Kuwait dan Yaman, militer Saudi tidak pernah ditarik kembali dari dua negara tersebut.

Ditambahkannya, "Kekhawatiran kami adalah jika mereka (Saudi) menduduki sejumlah wilayah Bahrain, terutama ladang minyak kolektif Abu Safah, yang dibagi 50 persen antara kedua negara."

"Situasi saat ini cenderung memburuk dan lebih tegang. Dikhawatirkan banyak warga yang akan terbunuh sia-sia," tutur al-Shehabi.

Senin (13/3), Arab Saudi, Kuwait, Uni emirat Arab, Oman, dan Qatar, mengirim ribuan pasukan militernya ke Bahrain menyusul permintaan dari pemerintah Manama dalam rangka meredam protes rakyat.

Terinspirasi dari keberhasilan revolusi rakyat Tunisia dan Mesir, warga Bahrain yang mayoritasnya bermazhab Syiah juga menggelar demonstrasi sejak pertengahan Februari lalu, dalam rangka menunut menuntut penggulingan rezim monarki dan perubahan undang-undang.

Para demonstran mendirikan ratusan tenda di Bundaran Mutiara, yang menjadi pusat konsentrasi para demonstran di Manama. Sejak protes dimulai hingga kini tercatat tujuh warga tewas. (IRIB/MZ/SL/15/3/2011)

Saudi Mengaku Kirim Pasukan ke Bahrain

Pasukan Saudi dalam perjalanan ke Bahrain

Arab Saudi mengklaim pengiriman ribuan pasukannya ke Bahrain adalah dalam rangka mengantisipasi "ancaman keamanan" dari negara jirannya itu dan juga dalam upaya meredam eskalasi aksi protes anti-pemerintah.

Kantor berita Arab Saudi SPA melaporkan, pemerintah Riyadh dalam sebuah pernyataannya menyebutkan, "Dewan Menteri Arab Saudi menyatakan telah mereaksi permintaan pemerintah Manama untuk membantu Bahrain."

Disebutkan bahwa dalam perjanjian enam-negara anggota Dewan Kerjasama Teluk [Persia] (P-GCC) "segala bentuk ancaman keamanan dari sebuah negara anggota dinilai sebagai ancaman terhadap semua anggota."

Seorang pejabat Saudi Senin (13/3) mengatakan bahwa lebih dari 1.000 tentara dari negara-negara angoota P-GCC telah dikirim ke Bahrain.

Di lain pihak, kelompok oposisi Bahrain menilai segala bentuk intervensi militer asing dinilai sebagai aksi pendudukan.

Seorang tokoh oposisi Bahrain mengatakan, "Kami menilai kehadiran tentara, atau kendaraan militer, ke wilayah Bahrain, sebagai sebuah pendudukan nyata dan konspirasi terhadap rakyat tak bersenjata Bahrain."

Ia juga menyeru masyarakat internasional untuk segera bertindak dalam memberikan perlindungan kepada rakyat Bahrain dari bahaya intervensi militer asing."

Sementara itu, para pengunjuk rasa terus melanjutkan unjuk rasa mereka di Bundaran Mutiara. Kali ini mereka memprotes invasi pasukan asing ke Bahrain.

Intervensi militer Arab Saudi itu terjadi dua hari setelah Menteri Pertahanan AS, Robert Gates, berkunjung ke Manama dan berdialog Raja Syeikh Hamad bin Isa Al Khalifa.

Gates menekankan agar Raja Bahrain melakukan "reformasi signifikan" secepatnya. (IRIB/MZ/SL/15/3/2011)

Pasukan Khusus Perancis, Jerman dan Inggris Dikerahkan ke Libya

Rezim Gaddafi dapat dipastikan lengser menyusul revolusi rakyat Libya. Akan tetapi Barat belum bisa menerima ancaman lengser atas diktator Muammar Gaddafi yang juga mitra dekatnya.

Pasukan khusus Mesir yang bernama Unit 777 melaporkan adanya pasukan khusus Perancis, Jerman dan Inggris yang akan melakukan operasi terselubung di Libya. Pada saat yang sama, Dewan Keamanan (DK) PBB tengah merancang menjatuhkan resolusi atas diktator Gaddafi.

Sebelumnya, pasukan elit Inggris membawa senjata, peta dan paspor dari empat negara yang berbeda. Mereka kemudian ditangkap. Sumber media Inggris melaporkan bahwa anggota unit khusus Air Service Inggris berada di Benghazi dalam misi diplomatik rahasia. Pasukan mengumumkan tujuh tentara Inggris dan seorang diplomat London yang ditahan di kota Benghazi, timur Libya.

Belum lama ini, menteri pertahanan anggota Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) yang beranggotakan 27 negara, menggelar sidang tentang Libya. Tak diragukan lagi. Libya menjadi perhatian khusus bagi Uni Eropa. Komisaris Energi Uni Eropa, Guenther Oet-tinger, Senin lalu, mengakui bahwa instabilitas di Libya berpengaruh pada kondisi minyak mentah di benua Eropa.

Menurut data, 82 persen minyak mentah Eropa diekspor dari Libya. Rezim Gaddafi mengirim 32 persen minyak ke Italia, 14 persen ke Jerman dan 10 persen ke Perancis. Selain negara-negara itu, Libya juga mengirim lima persen ke AS. Lebih dari itu, banyak perusahaan minyak besar di dunia beraktivitas di Libya. Di antara perusahaan-perusahaan itu adalah British Petroleum (BP), Shell dan Exxon Mobil. (IRIB/AR/Mashreqhnews/AR/15/3/2011)

Guardian: Arab Saudi Picu Perang di Kawasan Teluk

Koran The Guardian dalam laporannya menyebutkan intervensi Arab Saudi di Bahrain dengan mengurim pasukannya ke negara yang tengah dilanda krisis ini. Sikap Riyadh ini dinilai dapat memicu konflik dan friksi di kawasan Teluk Persia.

Penguasa Bahrain yang memimpin negara ini selama lebih dari 200 tahun mengundang militer Arab Saudi untuk membantu mereka menumpas aksi demo rakyat. Menurut Fars News, Koran The Guardian cetakan Inggris, pengamat mengkhawatirkan munculnya konflik antar negara Teluk Persia.

Partai al-Wefaq Bahrain sebagai kubu oposisi terkuat menilai intervensi militer Arab Saudi sebagai pengumuman perang. Kubu ini menekankan,"Kami menilai masuknya militer asing ke wilayah Bahrain dengan persenjataan lengkap sebagai bentuk nyata penjajahan."

Selain Arab Saudi, Uni Emirat Arab (UEA) juga mengirim tentaranya ke Bahrain untuk membantu menumpas demonstrasi rakyat. Amerika Serikat yang memiliki pangkalan militer di Bahrain mendukung penuh langkah Arab Saudi.

The Guardian menulis, dukungan AS atas langkah Arab Saudi selaras dengan perubahan kebijakan luar negeri Washington yang mengutamakan demokrasi ketimbang stabilitas.

Koran al-Quds al-Arabi menyebut langkah Riyadh di Manama sangat berbahaya. "Petinggi Arab Saudi yang senantiasa menolak intervensi apapun di urusan internalnya telah melupakan kebijakannya ini dan malah mencampuri urusan internal negara lain," tulis al-Quds al-Arabi. (IRIB/Fars/MF/15/3/2011)

Iran Desak OKI Cegah Kekerasan di Bahrain

Menteri Luar Negeri Republik Islam Iran Ali Akbar Salehi mendesak Organisasi Konferensi Islam (OKI) untuk berupaya keras mencegah terjadinya kekerasan di Bahrain.

Salehi dalam kontak telepon Senin (14/3) malam dengan Sekjen OKI Ekmeleddin Ihsanoglu membahas trasnformasi terkini di kawasan termasuk pengiriman tentara sejumlah negara pesisir Teluk Persia ke Bahrain.

Menlu Iran mengapresiasi upaya Sekjen OKI selama ini juga mendesak OKI untuk menggunakan segala cara demi mencegah berlanjutnya kekerasan di Bahrain.

Ali Akbar Salehi menyatakan kekhawatiran Tehran akan kekerasan di Bahrain seraya menyeru pemerintah di sana untuk menghindari tindak kekerasan dan mendengarkan tuntutan sah rakyat yang disampakan lewat aksi demonstrasi damai.

Dalam kesempatan itu, Sekjen OKI juga menyatakan khawatir akan perkembangan di Bahrain yang diwarnai kekerasan seraya menekankan upaya OKI yang berkesinambungan untuk membantu menyelesaikan krisis ini. (IRIB/AHF/15/3/2011)

Kondisi Bahrain Kritis, Intervensi Negara Arab Perburuk Keadaan

Menteri Luar Negeri Republik Islam Iran Ali Akbar Salehi menyatakan prihatin atas penggunaan kekerasan terhadap demonstran anti-pemerintah damai di Bahrain.

Salehi dalam percakapan telepon dengan Sekjen PBB Ban Ki-moon pada hari Selasa, menyesalkan kehadiran pasukan asing di Bahrain untuk membantu tindakan keras pemerintah Manama terhadap para demonstran.

Salehi mendesak Sekjen PBB mendukung tuntutan sah demonstran anti-pemerintah Bahrain sejalan dengan komitmen internasional Perserikatan Bangsa-Bangsa. Sementara itu Ban menyatakan kesedihan atas situasi saat ini di Bahrain.

Dia berkomitmen akan melanjutkan usahanya untuk melaksanakan reformasi dalam konstitusi Bahrain.

Sebelumnya, Menlu Iran mendesak Organisasi Konferensi Islam (OKI) untuk berupaya keras mencegah terjadinya kekerasan di Bahrain. Salehi dalam kontak telepon Senin (14/3) malam dengan Sekjen OKI Ekmeleddin Ihsanoglu membahas transformasi terkini di kawasan termasuk pengiriman sejumlah tentara negara-negara di pesisir Teluk Persia ke Bahrain.

Menlu Iran mengapresiasi upaya Sekjen OKI selama ini juga mendesak OKI untuk menggunakan segala cara demi mencegah berlanjutnya kekerasan di Bahrain. Ali Akbar Salehi menyatakan kekhawatiran Tehran akan kekerasan di Bahrain seraya menyeru pemerintah Manama untuk menghindari tindak kekerasan dan mendengarkan tuntutan sah rakyat yang disampaikan lewat aksi demonstrasi damai.

Senin lalu, lebih dari 1.000 tentara dari Arab Saudi dan negara Arab lainnya memasuki Bahrain atas permintaan pemerintah Manama.

Uni Emirat Arab (UEA) juga mengirim sekitar 500 personil polisi ke Bahrain, menyusul aksi serupa yang lebih dahulu dilakukan Arab Saudi untuk menumpas pengunjuk rasa Bahrain.(IRIB/PH/16/3/2011)

Berita Terbaru Pergerakan Rakyat Arab Saudi

Walaupun tidak harus berharap terlalu banyak untuk terjadinya revolusi di Arab Saudi dalam waktu dekat namun membangkitkan kesadaran politik rakyat, adalah langkah awal menuju kesana.


Berita Terbaru Pergerakan Rakyat Arab Saudi

Menurut Kantor Berita ABNA, Masyarakat khususnya para pemuda Arab Saudi telah bersiap-siap untuk berdemonstrasi pada hari Jum’at.

Sebelumnya masyarakat Arab Saudi tidak memiliki pengalaman dalam kebebasan berpolitik di negara mereka. Bahkan hak untuk berbicara pun tidak mereka miliki. sekarang dengan bangunan yang dimulai oleh masyarakat Tunisia, Mesir, Libiya, Bahrain dan Yaman pada hari jumat akan melakukan demonstrasi bersama. Menuntut hak-hak yang sebelumnya telah hilang.

Arab Saudi bersiap untuk hari kemarahan.

Pemerintah kerajaan Arab Saudi sangat khawatir akan terjadi demonstrasi besar-besaran dan menyeluruh di negaranya. Minggu ini adalah pada hari yang dinamakan dengan hari kemarahan pada keluarga Ali Su’udi, degan alasan ini maka pemerintah memerintahkan pada angkatan darat, udara dan laut untuk mempersiapkan diri mereka.

Sumber berita menyampaikan pada sumber berita “Rasyid” berkata,” Pemerintahan kerajaan Arab Saudi memerintahkan pada angkatan darat, laut dan udara untuk tetap berada di pos mereka masing-masing dan dalam keadaan apapun jangan sampai meninggalkan tempat”.

Berdasarkan laporan ini maka permintaan cuti angkatan darat dibatalkan dan pihak-pihak yang sedang cuti dengan berbagai alasan mereka dipanggil untuk kembali bertugas.

Seperti yang disampaikan beberapa sumber berita bahwa kurang bisa diyakinkan bahwa dengan semakin dekatnya waktu yang ditetapkan untuk berdemonstrasi secara menyeluruh di Arab Saudi akan terjadi suatu hal yang tidak diduga-duga.

Arab Saudi bulan sebelumnya karena rasa ketakutan juga sudah mempersiapkan 50 % kekuatan angkatan bersenjatanya untuk menjaga stabilitas dalam negeri.

Kemungkinan akan diumumkan larangan untuk melakukan demonstrasi.

Kemungkinan untuk melarang masyakrakat hadir di demonstrasi pada hari jumat semakin kuat.

Pengkoordinasi demonstrasi melalui media FB mengumumkan bahwa demonstrasi kali ini disebut dengan “Hari kemarahan” dan mengajak masyarakat untuk bersama-sama melakukan demonstrasi diberbagai penjuru negeri.

Ini terjadi setelah sebelumnya pihak menteri urusan dalam negeri Arab Saudi menyatakan pelarangannya untuk melakukan berbagai jenis demonstrasi secara damai. Dalam hal ini aparat keamanan diperintahkan untuk mengatasi segala gerak gerik masyarakat yang ingin melakukan gerakan semacam itu.

Para aktifis menyatakan bahwa demonstrasi secara damai sebagai salah satu hak asasi setiap manusia.

Pemerintah Arab Saudi membebaskan 27 orang warga Syiah.

Untuk membujuk masyarakat dan meredam kemarahan mereka serta ketakutan atas demonstrasi yang akan dilangsungkan dinegara ini membebaskan 27 orang aktifis syiah yang minggu sebelumnya ditangkap pada saat melakukan demonstrasi.

Kebijakan ini diambil setelah diadakan pertemuan dengan pembesar-pembesar Syiah dan pembesar kabilah kawasan timur dengan raja Arab Saudi Malik Abdullah.

Masyarakat syiah di kawasan timur Arab Saudi dua minggu yang lalu dengan menggelar demonstrasi damai meminta dibebaskannya 9 orang tahanan yang sudah dipenjara sejak 16 tahun yang lalu.

Kaki tangan Ali Su’ud tidak mampu membendung keinginan masyarkat.

Salah satu aktifis politik penentang pemerintah Arab Saudi terkait perlakuan kebijakan untuk masyarakat seperti pembunuhan dan penganiayaan pada para demonstran mengatakan,” Segala bentuk upaya yang mungkin untuk dilakukan pemerintah Arab Saudi tidak akan mampu menghentikan keinginan masyarakat.” Fuad Ibrahim menekankan,” Masyarakat setapak demi setapak bergerak menuju kesempurnaan dan keinginan mereka untuk dilakukan perbaikan secara nyata, hak untuk menentukan takdir bangsanya, hak untuk memilih pimpinan dan untuk menentukan hukum”.

Dia menambahkan bahwa sekarang ini masyarakat Arab Saudi memiliki kondisi seperti masyarakat Tunisia dan Mesir sebelum mereka melakukan revolusi dan kini masyarakat Arab Saudi sudah siap untuk mengambil pelajaran dari mereka.

Dialog sebagai jalan terbaik.

Salah satu aparat tinggi pemerintah Arab Saudi menilai bahwa dialog merupakan jalan pemecahan terbaik.

Su’ud Fashil berkata,” Demonstrasi tidak akan menjadikan adanya perbaikan dalam Negara pemilik Minyak terbanyak ini”.

Dia dengan mengisyaratkan pada fatwa ulama pendukung pemerintah kerajaan yang menggunakan ayat dan riwayat untuk mengharamkan pergerakan masyarakat dalam melakukan demonstrasi melawan pemerintah Ali Su’udi menambahkan, “Para Agamawan Arab Saudi sudah mengharamkan demonstrasi di Negeri ini maka jalan terbaik untuk mencapai keinginan adalah dengan berdialog baik di kawasan timur, barat, utara maupun selatan.

Dia menekankan bahwa perbaikan dengan menggunakan demonstrasi tidak akan membuahkan hasil, "Setiap perubahan harus berasal dari masyarakat Arab Saudi sendiri. Dan kami tidak butuh turut campur dari pihak Asing. Kami akan memotong pihak manapun yang mengulurkan tangan dalam urusan ini." Tegasnya. (*)

mainsource:http://abna.ir/data.asp?lang=12&id=230841

Utamakan Dakwah dengan Cara Berkhidmat dan Bekerja Sama

Adanya perseteruan yang terjadi antara komunitas Sunni dan Syiah belakangan ini di Malaysia mendapat perhatian dari tokoh Syiah Malaysia, Sayyid Syaikh Al Attas. Menurut beliau, perseteruan tersebut hanya akan menguntungkan pihak musuh dan melemahkan diri sendiri.


Utamakan Dakwah dengan Cara Berkhidmat dan Bekerja Sama

Menurut Kantor Berita ABNA, adanya pergesekan antara komunitas Sunni yang mayoritas dan komunitas Syiah yang minoritas di Malaysia menurut tokoh Syiah Malaysia Sayyid Al Attas berpeluang menimbulkan benturan sosial yang berefek kepada perpecahan umat Islam jika tidak segera diantisipasi. Menurut beliau, diantara cara untuk mengantisipasi timbulnya pergesekan yang lebih besar adalah umat Syiah Malaysia harus mereformasi kesyiahannya, khususnya dalam bentuk dakwah yang bil hak, mengajak kepada kebenaran dengan cara yang bijak. "Sudah sepatutnya, kita lebih mendampingi saudara kita Ahlu Sunnah. Kita perlu membuat program bersama mereka yang tidak menyentuh soal perbedaan mazhab dan lebih memfokuskan pada program-program ukhuwah Islamiyah (Persatuan umat Islam). Namun bukan berarti, kita harus menyembunyikan identitas Syiah, malah seharusnya, identitas Syiah harus lebih ditampakkan." Ajak beliau.

Menurut beliau, metode dakwah yang mesti dikedepankan adalah kerja sama, khidmat dan berbakti kepada agama, bangsa dan negara. Metode dakwah yang demikian dinilainya lebih bernilai positif dan tampak nyata dibandingkan dakwah yang hanya mengandalkan penyampaian secara lisan. "Mengapa ini lebih perlu? karena jangan sampai kita lalai dan mengenyampingkan kerja-kerja yang lebih penting dan utama, dan juga agar kita tidak lupa bahwa musuh yang sebenarnya adalah AS dan Zionis Israel dan bukannya Sunni. Itu yang lebih penting." Tegasnya.

Dalam wawancaranya dengan kru situs www.islamwilayah.com , lebih lanjut beliau berkata, "Dan rasanya perlu juga saya sampaikan ini kepada musuh-musuh Islam bahwa apapun usaha yang mereka lakukan dengan menggunakan dan memanfaatkan pihak-pihak tertentu untuk menekan dan membekap ajaran Ahlul Bait as, Ketahuilah, hal itu hanya akan menguntungkan kami pengikut Ahlul Bait as dan ajaran Ahlul Bait as itu sendiri. Semakin pihak musuh menekan, akan semakin menguatkan dan menguntungkan kami."

Diakhir wawancaranya, beliau memberikan nasehat kepada umat Syiah Malaysia, "Saya ingin mengajak masyarakat syiah Malaysia untuk duduk berfikir sejenak dan menilai setiap kerja-kerja yang kita lakukan untuk Ahlul bait as, apakah semua itu bersesuaian dengan tuntutan dan kehendak Wali Faqih atau tidak?. Karena percayalah bahwa satu-satunya jalan untuk kita menangani masalah umat Islam dan untuk kita berhadapan dengan musuh yang sebenarnya adalah dengan berpegang teguh pada landasan Wali Faqih, bukan untuk mensyiahkan atau mensunnikan siapapun, tetapi untuk bersatu dalam berhadapan dengan musuh dan demi menjaga kehormatan Islam dimana berada."

Selanjutnya Syaikh Sayyid Al Attas, menyampaikan nasehatnya yang ditujukan kepada umat Islam, "Saya ingin mengajak seluruh umat Islam untuk merenungkan sebuah ayat Al-Quran dari surah Al-Imran ayat 103 yang berbunyi:

'Dan berpegang teguhlah kamu sekalian kepada tali Allah (agama Islam), dan janganlah kamu bercerai-berai; dan ingatlah nikmat Allah kepada kamu ketika kamu bermusuh-musuhan (semasa jahiliyah dahulu), lalu Allah menyatukan di antara hati kamu (sehingga kamu bersatu-padu dengan nikmat Islam), maka menjadilah kamu dengan nikmat Allah itu orang-orang Islam yang bersaudara.'

Coba kita bayangkan jika kita berseteru antara Sunni dan Syiah siapa yang akan untung dan rugi dari hal ini?. Pastinya musuh-musuh Islam yang akan untung dan malah kita umat Islam yang akan rugi. Kita perlu lebih berhati-hati dengan kerja-kerja yang kita lakukan walaupun tampak baik tapi jangan sampai musuh malah mengambil kesempatan menyelinap masuk untuk memecah-belahkan umat Islam serta merusak citra suci Islam.

Kita perlu melipat gandakan kehati-hatian kita dalam bekerja untuk Islam.Insyallah, kita yakin bahwa kemenangan besar yang dijanjikan Allah untuk Islam pasti akan terjadi, maka perhatikanlah kerja-kerja kita supaya menjadi kerja yang menguntungkan ummat. Perhatikan dan jalankan kerja-kerja yang lebih penting, karena dengan itu musuh akan kerugian."

mainsource:http://abna.ir/data.asp?lang=12&id=231065

Aksi dan Tuntutan Kami Bukan untuk Kepentingan Mazhab

Tuntutan rakyat Bahrain adalah tuntutan atas keadilan, atas hak-hak yang telah dirampas. Bukan untuk kepentingan mazhab tertentu, melainkan untuk kepentingan semua rakyat Bahrain


Aksi dan Tuntutan Kami Bukan untuk Kepentingan Mazhab

Menurut Kantor Berita ABNA, Hujjatul Islam wa Muslimin Syaikh Isa Qasim menyikapi aksi demonstrasi di Bahrain dalam khutbah Jum'atnya mengatakan, "Tuntutan rakyat Bahrain adalah tuntutan atas keadilan, atas hak-hak yang telah dirampas. Bukan untuk kepentingan mazhab tertentu, melainkan untuk kepentingan semua rakyat Bahrain."

Beliau tidak membenarkan dan mengecam segala fitnah yang ditujukan kepada komunitas Syiah Bahrain yang menurut sebagian besar pengamat politik aksi demonstrasi yang digalang kelompok Syiah semata hanya untuk kepentingan mazhab belaka. Menurutnya aksi tersebut adalah aksi bersama rakyat Bahrain, tanpa memilah mazhab dan dari kelompok manapun, yang diperjuangankan menurutnya adalah kepentingan bersama.

Imam Jum'at Bahrain ini menegaskan, "Para demonstran Bahrain menginginkan hak-hak mereka sebagai warga Negara terpenuhi, karenanya pemerintah wajib untuk mendengarkan tuntutan hati nurani rakyatnya."

Ulama yang juga merupakan anggota dari Majma Jahani Ahlul Bait ini menegaskan bahwa di Bahrain sama sekali tidak ada perselisihan dan perpecahan yang diakibatkan oleh perbedaan mazhab. Isu terjadinya perpecahahan menurutnya adalah isu yang sengaja dihembuskan untuk melemahkan perjuangan rakyat Bahrain dalam menuntut hak-hak mereka.

Sejak dimulainya aksi demonstrasi, telah ratusan jiwa warga Syiah menjadi korban keganasan pihak militer Bahrain.

mainsource:http://abna.ir/data.asp?lang=12&id=231416

Bahrain Kian Mencekam

Korban tewas dalam aksi kekerasan pasukan keamanan Bahrian yang didukung tentara Arab Saudi di Manama meningkat menjadi empat orang sementara ratusan lainnya luka-luka.

Televisi al-Alam melaporkan, menyusul diumumkannya jam malam dan keadaan darurat di Bahrain oleh Raja Hamad bin Isa Al-Khalifah, unjuk rasa damai yang digelar rakyat di al-Satrah, di timur Bahrain menjadi sasaran serangan tentara bayaran termasuk militer Arab Saudi. Aksi kekerasan itu menewaskan empat orang dan melukai ratusan lainnya. Pasukan keamanan dan tentara Arab Saudi juga menyerang masjid-masjid dan rumah warga di al-Satrah.

Sementara itu ulama Bahrain mendesak lembaga-lembaga internasional untuk segera turun tangan menghentikan pembantaian warga oleh rezim Al-Khalifah dan pasukan asing.

Sejumlah ulama Bahrain hari Selasa dalam statemen bersama mendesak masyarakat internasional dan umat Islam untuk turun tangan mencegah pembantaian brutal di negara ini. "Kami meminta seluruh lembaga keagamaan, keilmuan, hukum, Dunia Islam, PBB, masyarakat internasional, dan insan-insan yang berjiwa bebas untuk turun tangan menyelamatkan rakyat yang menjadi sasaran dari tragedi dan kondisi yang mencekam ini," demikian isi statemen tersebut.

Statemen itu ditandatangani oleh sejumlah ulama Bahrain diantaranya Sheikh Isa Qassem, Sayed Abdullah Gharifi, Sheikh Abdul Hossein Al-Satri, dan Sheikh Mohammad Saleh al-Rabiei. (IRIB/AHF/16/3/2011)

Amnesti Internasional Kecam Bahrain dan Arab Saudi

Lembaga Amnesti Internasional mengecam tindak kekerasan yang dilakukan tentara pemerintah dan Arab Saudi terhadap para demonstran di Bahrain.

Kantor berita IRNA melaporkan, Amnesti Internasional yang bermarkas di London dalam sebuah statemen menyinggung jatuhnya korban tewas dan cedera dalam demonstrasi rakyat di ibukota Bahrain, Manama, hari Selasa, seraya mendesak pemerintah Bahrain dan Arab Saudi untuk segera menghentikan aksi kekerasan terhadap para demonstran.

Saksi mata dalam laporannya ke Amnesti Internasional menyatakan bahwa pasukan anti huru-hura Bahrain yang didukung oleh pasukan berpakaian preman menyerang para peserta demonstrasi damai di Manama dengan peluru tempur, gas air mata, dan pentungan. Sejumlah orang tewas dan luka-luka dalam insiden tersebut. Tentara Bahrain dan Arab Saudi juga melakukan penganiayan terhadap para pengemudi ambulans yang berusaha menolong para korban.

Selain Arab Saudi yang mengirimkan seribu personil tentara, Uni Emirat Arab juga mengirim ratusan polisi untuk membantu pasukan keamanan Bahrain menumpas gerakan demonstrasi rakyat.

Raja bahrain kemarin mengumumkan kondisi darurat selama tuga bulan di negara itu dan memberikan wewenang khusus kepada polisi dan militer untuk menumpas demonstrasi rakyat.

Laporan dari Manama menyebutkan dalam aksi kekerasan yang terjadi hari Selasa di ibukota Bahrain, dua orang tewas dan sekitar 200 lainnya luka-luka. Sejumlah sumber menyebutkan tewasnya seorang tentara Arab Saudi. (IRIB/AHF/16/3/2011)

Aneh, Video Serangan Tentara Saudi Dihapus dari YouTobe!

YouTube telah menghapus video yang menunjukkan serangan tentara Arab Saudi terhadap para pemrotes Bahrain yang menuntut reformasi politik di negaranya sendiri.

Rekaman di situs video-sharing itu diposting pada hari Selasa sore kemudian dihapus beberapa jam lalu, akibat tekanan kerajaan Arab Saudi.

Kontingen Saudi ditempatkan bersama dengan ratusan pasukan tentara dari negara-negara anggota Teluk Persia (PGCC) untuk membantu tindakan keras Manama terhadap para demonstran yang menuntut keadilan dan kebebasan yang lebih besar di negeri monarki itu.

Ironisnya langkah penghapusan yang dilakukan YouTube terjadi di saat website berbagi ini mengklaim sebagai pihak yang netral dan transparan dalam memberikan layanan informasi publik kepada masyarakat dunia.

Kini, aksi kekerasan pemerintah Bahrain yang dibantu pasukan negara-negara Arab semakin meningkat dari sebelumnya. Para demonstran menjadi sasaran helikopter militer yang terbang di atas daerah pemukiman. Tidak hanya itu, pasukan pro-rezim Khalifa dan militer Saudi mencegah pengiriman warga yang terluka ke rumah sakit.

Seorang pengunjuk rasa tewas dalam insiden terpisah di selatan tengah di saat terjadinya bentrokan mematikan di luar ibukota.

Seorang dokter dari Sitar mengungkapkan sedikitnya 200 ditembak dan terluka di desa Sitar, selatan ibukota Bahrain, menyusul instruksi keadaan darurat oleh Raja Hamad bin Isa Al Khalifa.

Ribuan pengunjuk rasa berkumpul di luar kedutaan Arab Saudi di Manama, meneriakkan slogan-slogan menentang raja dan bersumpah untuk membela negara dari pasukan "agresor".

Pengerahan pasukan militer asing ke Bahrain memicu keprihatinan Sekjen PBB Ban Ki-moon, yang menyerukan perundingan nasional inklusif. Ban juga meminta negara tetangga Bahrain dan komunitas internasional untuk mendukung proses dialog dan lingkungan yang kondusif bagi reformasi yang kredibel di negara Dinar itu .

Sebelumnya, Menteri Pertahanan AS Robert Gates mengunjungi Manama setelah menghadiri pertemuan dengan menteri pertahanan NATO di Brussels. Gates bertemu dengan Raja Hamad dan putra mahkota Pangeran Salman bin Hamad Al Khalifa pada hari Sabtu, untuk meyakinkan bahwa Washington mendukung rezim monarki Bahrain.

Kunjungan itu terjadi dua minggu setelah pejabat tertinggi di militer AS, Kepala Staf Gabungan Angkatan bersenjata AS, Laksamana Mike Mullen, mengunjungi Manama, yang merupakan rumah bagi Armada kelima Angkatan Laut AS.

Rekaman serangan tentara Arab Saudi terhadap demonstran Bahrain yang telah dihapus dari situs YouTube menjadi bukti standar ganda media mainstream, ketika kepentingan mereka dan mitranya terancam.(IRIB/PH/16/3/2011)


0 comments to "Pembantaian di Libiya, Liga Arab Berdiam Diri dan Sebenarnya Bahrain Lebih Buruk dari Libya! Hingga Video Serangan Tentara Saudi Dihapus dari YouTobe!"

Leave a comment