Home , , , , , , , � FORMALIN (forum anti aliran lain) dan HOT : jargon ‘pemurnian Islam’ dan ‘pembasmian TBC’ (takhayul, bidah dan khurafat), seperti tahlil, maulid dan semacamnya...

FORMALIN (forum anti aliran lain) dan HOT : jargon ‘pemurnian Islam’ dan ‘pembasmian TBC’ (takhayul, bidah dan khurafat), seperti tahlil, maulid dan semacamnya...



Awas 'Formalin'!
by Muhsin Labib on December 20, 2011




Meski berada di daerah pesisir yang, menurut Clifford Greetz, dikenal sebagai basis kaum santri, kota itu tergolong unik. Ia adalah sentra semua haluan dan pola keberagamaan karena sejak lama telah berdiri pusat-pusat pendidikan tradisional berupa pesantren-pesantren berlabel ‘salafiyah’ yang berafiliasi kepada teologi orisinil Sunni. Di dalamnya pula ada pesantren besar yang berbasis pada pemikiran pembaharuan. Ada pula pesantren yang cenderung inklusif dan berusaha untuk tidak memiliki corak pemikiran tertentu dengan membebaskan para santrinya menentukan pilihannya masing-masing. Kota ini juga bisa dianggap sebagai miniatur elok sebuah masyarakat multikultur dan multi-etnik yang hidup dalam atmosfir toleransi.






Miniatur itu kini mulai memudar sejak beberapa hari terakhir ketika sekelompok orang yang hanya memaksa setiap orang mengikuti satu pola keberagamaan mendirikan FORMALIN (forum anti aliran lain). Tegur sapa dan kerukunan pun mulai berganti kebencian dan kekerasan.


Sore hari itu, jalan itu telah ditutup oleh orang-orang yang mengenakan ‘busana relijius’ dengan dengan atribut, dan tentu, wajah yang ‘disetel’ sangar. Bisa dipastikan tidak sedikit pengguna jalan yang mengumpat dalam hati. FORMALIN, sebagai pendiri majelis taklim As-salbut, akan mengadakan pengajian umum di jalan itu.


Saat azan magrib berkumandang, konvoi sepeda motor yang meraung-raung dan beberapa truk drop-dropan dari dusun=dusun sekitar mulai berdatangan dan duduk-duduk sepanjang jalan umum yang diduduki itu. Mereka adalah anggota elit (baca: pasukan khusus) yang ditugaskan untuk menyemarakkan majelis taklim (sebagai antisipasi bila jumlah yang tertarik untuk hadir sedikit).


Suara keras ucapan salam sang penceramah yang diledakkan dari beberapa lapis speaker raksasa di kanan dan kiri tenda majelis taklim sebagai pertanda kebisingan maksimum pun segera dimulai.


Pada paragraf pertama isi ceramahnya, bak naga dalam Dragon War, sang ustadz langsung menyemburkan api provokasi dan agitasi seraya mengajak seluruh warga kota untuk membasmi apa yang disebutnya dengan para pengikut aliran sesat.


Pada bagian-bagian selanjutnya sang ustadz selalu meracau dengan tuduhan-tuduhan sumpah serapah lalu mengambangkan huruf akhir ucapannya sambil menanti hadirin melanjutkannya, seperti layaknya guru ngaji di surau kampung. “Jadi, aliran sesat Si-B harus dibas…’ pekiknya. “Mi….’ seru jamaah. Tak lama kemudian, teriakan ala bonek pun mulai bersahutan di tengah mereka, “hancurkan!” “bunuh mereka!” “Sikaaaat!”. Hasutan sang penceramah dan suhu panas akibat lampu sorot pun berpadu memacu adrenalin dan merangsang fantasi kekerasan. Inilah FORMALIN (forum anti aliran lain) yang sangat berbahaya untuk dikonsumsi.


Ceramah yang berdurasi sangat panjang itu pun diakhiri dengan ajakan untuk melakukan sweeping dan aksi massa. Pada tengah malam sekitar pukul 12.00 para jamaah yang telah diradikalisasi itupun melakukan serangkaian aksi anarkis dengan menjebol pintu sebuah mushalla kuno yang diisukan sebagai tempat pengjaian aliran sesat, melemparkan batu-batu dan memadamkan pusat listrik rumah sejumlah orang yang dianggap penyebar aliran sesat. Yang lebih menyesakkan lagi, pada pukul 01.30 gerombolan ini berteriak dengan mengancam, memaki dan melontarkan kata-kata tak senonoh di depan gerbang sebuah pesantren putri yang telah lama berdiri di kota tesebut. Sejak saat HAM di kota itu seakan menjalani cuti panjang.


Dengan berpedoman pada pemahaman literal terhadap sabda Rasulullah SAW, “Barangsiapa melihat kemungkaran maka ubahlah dengan tangannya, apabila tidak mampu (dengan tangan), dengan lisannya, apabila tidak mampu (dengan lisan), dengan hatinya. Dan (yang mengubah dengan hatinya) itulah selemah-lemah iman,” sekelompok orang awam melakukan penyerangan atas tempat-tempat hiburan yang dinilai sebagai sarang kemaksiatan, pusat aliran sesat dan sebagainya. Melenyapkan kemungkaran telah ditafsirkan dengan aksi main hakim sendiri. Padahal, fungsi tangan bukan hanya untuk tindak kekerasan. Tangan lembut juga bisa meredam kemungkaran dan mengatasi persoalan dalam masyarakat.


Makna yang paling relevan dari ‘tangan’ dalam sabda Nabi tersebut adalah wewenang konstitusional aparat penegak hukum sebagai representasi dari sistem. Ironisnya, aparat penegak hukum sering kali kebingungan sehingga cenderung mencari posisi aman, dengan menggunakan standar ganda.


Memang, menentukan ‘sesat’ dan ‘tidak sesat’ bukanklah urusan aparat hukum, karena keyakinan, sebagai sesuatu yang abstrak, tidak bisa diadili kecuali bila menimbulkan gangguan sosial dan melahirkan kriminalitas. Tapi tindakan mencederai, mengganggu ketenangan sesama warga, siapapun pelakunya dan apapaun alasannya, adalah aksi kriminal yang harus ditindak oleh aparat penegak hukum. Setiap warganegara memiliki hak konstitusional untuk dilindungi nyawa, harta dan martabatnya oleh undang-undang, apapun agama dan mazhab yang dianutnya.


Bila tidak, maka akan muncul lebih banyak lagi formalinlain FORMALIN yang akan merusak tatanan sosial dan, pada gilirannya, melumpuhkan sistem negara. Itulah anarkisme yang mengancam demokrasi dan melenyap karunia Tuhan, kemajemukan bangsa yang besar.(www.adilnews.com/muhsinlabib.com)





Di Indonesia ada dua jenis majalah hot. Jenis pertama adalah majalah yang meniru gaya penjual daging di pasar Kramatjati, menjual paha, dada dan kadang kepala. Jenis kedua adalah majalah panas, bukan karena menawarkan jasa fantasi seks atau menjual daging yang bisa menambah kolsterol, tapi karena menjual arogansi, curiga, dan benci. Sebagian dari majalah-majalah hot jenis kedua ini mengusung jargon ‘salafi’, sebutan lembut untuk Wahhabisme.

Aliran ini didirikan Muhammad bin ‘Abdul Wahhâb. Ia lahir di desa Huraimilah, Najd, nama lama Riyadh ibukota Saudi Arabia, tahun 1111 H [1700 M] Masehi dan meninggal di Dar’iyyah. tahun 1206 H [1792 M.].
Karena dianggap sebagai tempat kelahiran Nabi, banyak orang Indonesia yang tanpa sadar mengirimkan anaknya ke Arab Saudi untuk mempelajari agama Islam di sana dengan harapan menjadi penguat Islam non wahabi di Tanah Air dan kampung halamannya. Namun, karena paham Wahabi menjadi mazhab resmi di Arab Saudi dan sejumlah negara Teluk sejak keruntuhan kerajaan Turki Ottoman, para pelajar itu pulang ke Indonesia dengan membawa paham wahabi. Sejak saat itulah wahabi masuk ke Indonesia.
Kaum Wahabi melakukan sejumlah aksi misionari dengan mengusung jargon ‘pemurnian Islam’ dan ‘pembasmian TBC’ (takhayul, bidah dan khurafat), seperti tahlil, maulid dan semacamnya, seraya menganggapnya sebagai pengaruh paham Syiah yang dianggap sesat bahkan kafir. Tentu saja kasar ini tidak dibiarkan. Konflik pun tak terhindarkan.
Konflik terjadi pertama kali di di Indonesia pada abad 19 di Minang Kabau. Kemunculan kelompok ini menimbulkan perang terbuka dengan kalangan muslim lain, yang mayoritas beraliran Sunni (Syafii) dan Syiah yang dikenal dengan perang Paderi. Konflik ini menjadi amunisi bagi pemerintah kolonial Belanda untuk menguatkan cengkramannya. Paham ini dalam versinya yang lebih moderat dianut oleh ormas keagamaan seperti Persatuan Islam (Persis) yang mempunyai basis di Bangil dan Bandung. Metode dakwahnya yang kasar dengan membidahkan tahlil dan tradisi-tradisi lainnya, melaui majalah Al-Muslimun, cukup mengundang kecaman dan penentangan dari para kyai NU, terutama pada masa hidup Hasan Bandung dan putranya, Abdulkadir.
Pada awal 90 an gerakan Salafi memisahkan diri dari gerakan Tarbiyah dan mendirikan gerakan tersendiri yang lebih radikal. Tidak seperti kelompok Tarbiyah yang berbasis di daerah Jawa Barat, kelompok ini mengambil basis di beberapa kota besar di Jawa Tengah, seperti Jogjakarta dan Solo. Kini kelompok salafi radikal dikenal dengan ‘mazhab Saudi’, sedangkan yang lebih moderat diseknal dengan ‘mazhab Kuwait’. Dua negara kaya minyak ini, secara institusional mapun individual, memang dikenal sebagai donaturnya.
Kelompok Salafi juga aktif menyebarkan pandangan-pandangannya melalui buku, buletin dan majalah murah meriah, bahkan sebagian dibagikan secara gratis. Majalah-majalah hot jenis kedua juga menjadi corong misionarinya. Kelompok ini juga menggunakan media rekaman kaset ceramah/pidato tokoh-tokohnya yang disebarkan secara internal dari tangan ke tangan (dalam lingkungan gerakan) sebagai metode dakwah dengan materi dakwah yang sangat-sangat radikal, seperti menyebarkan kebencian terhadap para penganut agama selain Islam, bahkan selain Wahabi.
Namun Wahabisme tidak selalu bernasib baik. Dalam perkembangannya radikalisme yang berkembang di lingkungan kelompok ini akhirnya memancing keretakan dan konflik horizontal diantara mereka sendiri. Fenomena radikalisme Juhaiman yang menguasai Masjidil Haram beberapa tahun silam, Ben Laden dengan Al-Qaedah serta Talibanisme melahirkan perpecahan dalam simpul-simpul Wahabisme. Di Arab Saudi, tempat kelahirannya, wahabisme radikal mulai mendapatkan tekanan dari aparat Kerajaan. Islam Sunni yang semula dianaktirikan, mulai mendapatkan kelonggaran. Muslim Syiah, yang menjadi mayoritas di wilayah Timur, mulai diperlakukan dengan baik.
Karena itu tidaklah mengherankan bila Saudi Arabia dan negara-negara mayoritas Sunni lainnya kini memandang Iran sebagai sebagai mitra dalam membangun blok Islam yang disegani oleh Barat. Pintu rekonsiliasi Syiah dan Sunni pun makin terbuka. Indikatornya sangat banyak, antara lain sambutan hangat Raja Abdullah atas kedatangan Ahamdinejad ke Riyadh, dan pertemuan negara-negara Islam di baghdad beberapa hari ke depan dalam misi menyelesaikan konflik di Irak dan Libanon.
Di Indonesia yang majemuk ini, agaknya setiap kelompok keagamaan radikal, apalagi yang cenderung menggunakan pendekatan kekerasan, verbal maupun militer, tidak pernah mencapai hasil yang optimal karena terbentur oleh kebinekaan dan kesantunan yang merupakan watak dan ciri khas bangsa ini pasti menolaknya.
Sayangnya, sebagian orang tidak cukup cerdas untuk membedakan antara Sunni asli Indonesia (Syafii) dan wahabi, yang belakangan mulai memakai nama Ahlussunnah sebagai strategi cerdiknya. Bahkan sebagian menganggap radikalisme sebagai pertanda relejiusitas dan keteguhan beragama. Ironis .

0 comments to "FORMALIN (forum anti aliran lain) dan HOT : jargon ‘pemurnian Islam’ dan ‘pembasmian TBC’ (takhayul, bidah dan khurafat), seperti tahlil, maulid dan semacamnya..."

Leave a comment