Home , , , , , , , , , , , , , , , � Arab Saudi dan Qatar yang mendukung "geng teroris bersenjata" di Suriah : " Kasihan Kedutaan ISRAEL ", adalah kalimat "FITNAH" hingga Peringatan Halabcheh (bom seperti kota Nagasaki, Hiroshima, serta kota-kota di Vietnam), Perang Iraq-Iran serta Pemerintah Sekuler Azerbaijan Imbau Shalat Jumat Ditunaikan Hari Sabtu..???!!!???

Arab Saudi dan Qatar yang mendukung "geng teroris bersenjata" di Suriah : " Kasihan Kedutaan ISRAEL ", adalah kalimat "FITNAH" hingga Peringatan Halabcheh (bom seperti kota Nagasaki, Hiroshima, serta kota-kota di Vietnam), Perang Iraq-Iran serta Pemerintah Sekuler Azerbaijan Imbau Shalat Jumat Ditunaikan Hari Sabtu..???!!!???









Sidang DK PBB Anti Suriah Kembali Gagal



Dewan Keamanan PBB hari Jum'at (16/3) kembali menggelar sidang membahas kondisi Suriah. Namun lagi-lagi sidang ini gagal karena adanya friksi antar anggota. Sidang ini digelar di saat pekan lalu anggota tetap Dewan Keamanan menggelar sidang yang sama di tingkat menlu. Kini kubu anti Suriah pimpinan Amerika Serikat tengah berusaha mempersiapkan pergantian pemerintahan Damaskus serta memaksa Bashar Assad, Presiden Suriah untuk mengundurkan diri.

Opsi militer dan mempersejatai kubu anti Damaskus merupakan strategi Barat dan AS beserta sejumlah negara Arab untuk merongrong pemerintahan Bashar Assad. Menteri Pertahanan AS, Leon Panetta menandaskan, solusi terbaik adalah melanjutkan tekanan internasional terhadap Suriah. Para wakil Barat di Dewan Keamanan juga menegaskan selama resolusi anti Damaskus belum terilis maka mereka akan terus melanjutkan upayanya ini.

Ancaman ini kian gencar di saat Rusia dan Cina terus menekankan pemanfaatan solusi damai dan diplomatik untuk menyelesaikan krisis Suriah. Perbedaan visi Rusia dan Cina dengan visi AS serta Barat hingga ini menjadi penghalang perilisan resolusi anti Suriah yang digagas Barat dan Arab di Dewan Keamanan. Meski demikian AS tak putus asa merongrong Assad. Washington pun memanfaatkan kanal sekutu Arabnya di Timur Tengah dan menggalang komunikasi dengan kubu oposisi Damaskus guna menjalankan strateginya merusak Suriah.

Sejatinya kepentingan yang tengah dikejar AS di Damaskus adalah transisi kekuasaan dari Bashar Assad kepada sosok yang diinginkankan oleh Washington dan Barat. Dalam hal ini, Gedung Putih tak bersedia turun tangan langsung, namun memakai sekutu Arab mereka untuk menjalankan strategi ini. Arab Saudi dan Qatar menjadi pilihan dan kini kedua negara ini memainkan peran vital dalam memusuhi Assad. Tak lama setelah Arab Saudi dan Bahrain menutup kedutaan besarnya di Damaskus, Sekjen Dewan Kerjasama Teluk Persia (P-GCC), Abdullatif Al-Zayyani menandaskan bahwa anggota lainnya juga berencana menutup kedutaan mereka di Suriah.

Langkah yang direstui oleh AS ini dan kemungkinan besar atas prakarsa Gedung Putih diambil di saat Kofi Anan, utusan PBB dan Liga Arab untuk menyelesaikan krisis di Suriah baru bertemu dengan Bashar Assad. Anan menyerahkan laporan pertemuannya dengan Assad kepada anggota Dewan Keamanan. Namun AS masih saja menabuh genderang perang dengan Suriah.

Sementara itu, pertemuan yang diberi nama "Friends of Syria" kali ini kembali akan digelar. Konferensi kali ini akan digelar di Istanbul, Turki. Seperti biasanya dalam pertemuan ini AS berperan aktif, karena negara ini tengah memanfaatkan kubu oposisi Damaskus, kelompok anti Suriah di kawasan serta Dewan Keamanan untuk mensukseskan ambisinya di Suriah. Namun lagi-lagi, Rusia yang menjadi rival utama AS kembali menjegal ambisi Washington. Rusia secara transparan menegaskan tidak akan mengizinkan Gedung Putih melancarkan ambisinya terhadap Suriah dan perilisan resolusi DK-PBB anti Suriah. (IRIB Indonesia/MF)

Iran Siap Ekspor Iptek Militer untuk Negara Sahabat dan Sekutunya



Pejabat militer Iran, Brigadir Jenderal Hossein Valivand mengkonfirmasikan kesiapan Republik Islam mengekspor iptek militer kepada "negara sahabat dan sekutunya."

Dalam wawancaranya dengan IRNA (17/3) Valivand mengatakan, "Salah satu prestasi terbesar dan paling penting Fakultas Komando Militer dan Staf Umum Iran (DAFOS AJA) adalah ilmu militer dan taktis di dalam negeri Iran."

Saat ini, fokus dari studi yang diajarkan di Fakultas DAFOS telah bergeser dari teks-teks Barat menuju materi lokal, tambahnya.

Valivand mengatakan bahwa kurikulum Fakultas DAFOS disusun berdasarkan pengalaman dari perang delapan tahun Iran melawan agresi rezim Baath Irak dan berbagai operasi militer di wilayah selama tiga dekade terakhir.

Dalam beberapa tahun terakhir, Iran telah mencapai prestasi besar di bidang pertahanan dan bahkan meraih swasembada dalam produksi perangkat keras militer penting dan sistem pertahanan.

Meski demikian, Republik Islam berulang kali menekankan kepada semua pihak, khususnya negara jiran dan regional, bahwa kekuatan militernya bukan merupakan ancaman bagi negara-negara lain, mengingat doktrin pertahanan Republik Islam Iran berdasarkan pada asas pencegahan. (IRIB Indonesia/MZ)

Kiriman Senjata Saudi untuk Pemberontak Suriah Sedang Dalam Perjalanan



Sebuah kiriman senjata untuk kelompok-kelompok pemberontak Suriah dari Arab Saudi sedang dalam perjalanan menuju Yordania, kata seorang diplomat Arab.

Diplomat Arab itu kepada AFP (17/3) tanpa menyebut nama menambahkan bahwa kiriman senjata baru dari Arab Saudi untuk kelompok-kelompok teroris di Suriah sedang dalam perjalanan menuju Yordania.

Akan tetapi diplomat itu tidak memberikan informasi lebih lanjut tentang bagaimana senjata itu akan disalurkan kepada kelompok pemberontak Suriah.

Berita ini mencuat setelah pekan lalu Menteri Penerangan Suriah, Adnan Mahmud mengatakan bahwa Arab Saudi dan Qatar yang mendukung "geng teroris bersenjata" di Suriah bertanggung jawab atas pertumpahan darah di negara ini.

Dikatakannya, "Sejumlah negara yang mendukung geng teroris bersenjata, seperti Arab Saudi dan Qatar, menebar terorisme yang menargetkan rakyat Suriah ... dan mereka bertanggung jawab atas pertumpahan darah yang terjadi."

Sabtu (17/3) ledakan masif dua bom mobil mengguncang Damaskus, menewaskan sedikitnya 27 orang dan melukai hampir 100 lainnya.

"Arab Saudi mengirimkan teroris," kata seorang warga Damaskus kepada televisi Suriah.

Pengiriman persenjataan kepada pemberontak Suriah itu dilakukan di saat Suriah telah menghadapi instabilitas selama setahun sejak Maret 2011.

Barat dan oposisi Suriah menuding Damaskus bersalah atas instabilitas yang terus berlanjut, tetapi pemerintah al-Assad balik menuding kelompok teroris bertanggung jawab atas kerusuhan yang disetir dari luar negeri.

Pada 20 Februari lalu, Presiden Suriah Bashar al-Assad menyatakan bahwa "Sejumlah negara asing" memicu gejolak di Suriah dengan mendukung dan mendanai kelompok teroris dalam melawan pemerintah." (IRIB Indonesia/MZ)

Iran Kecam Teror Berdarah di Damaskus



Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Iran, Ramin Mehmanparast mengutuk serangan teror terbaru di Damaskus, ibukota Suriah.

Serangan itu menimbulkan instabilitas dan ketidakamanan di wilayah dan mereka yang mendukung pengiriman senjata kepada kelompok-kelompok teroris di Suriah bertanggung jawab atas insiden tersebut, katanya Sabtu (17/3).

"Tidak diragukan lagi bahwa motivasi dari aksi itu, yang diklaim mendukung tuntutan rakyat, bertujuan untuk merusak proses reformasi, dialog nasional dan pulihnya keamanan dan stabilitas di Suriah," tegas Mehmanparast.

Pernyataan itu dikemukakan Mehmanparast pasca ledakan dua bom mobil yang merenggut nyawa sedikitnya 27 orang dan mencederai hampir 100 orang lain di al-Qasaa dan al-Jamarek Duwar di pinggiran Damaskus.

Mehmanparast menilai ledakan tersebut merupakan aksi balas dendam terhadap rakyat Suriah yang bersikeras mendukung pemerintah Presiden Bashar al-Assad.

Mehmanparast juga menyatakan duka cita dan belasungkawa yang sangat mendalam kepada keluarga korban dan pemerintah Suriah.

Suriah telah menghadapi instabilitas sejak pertengahan Maret 2011.

Damaskus menuding kelompok-kelompok teroris bersenjata mendalangi pembantaian warga sipil dan aparat keamanan Suriah. Pemerintah Damaskus juga menuding instabiltias di dalam negerinya itu dirancang dan disetir oleh pihak-pihak asing. (IRIB Indonesia/MZ)

Iran Menyesalkan Keterlibatan Azerbaijan dalam Permainan Kotor Anti-Republik Islam



Kementerian Luar Negeri Iran memanggil Duta Besar Azerbaijan untuk Tehran guna menyampaikan penolakan Republik Islam atas tuduhan yang dilontarkan terhadap para pejabat Iran oleh Departemen Keamanan Nasional Azerbaijan.

Kementerian Luar Negeri Iran dalam statemennya Sabtu (17/3) menyebutkan, "Kepada Dubes Azerbaijan, Javanshir Akhundov, Tehran menolak keras tuduhan Baku dan menyampaikan keberatan kepada duta besarnya."

Deplu Iran juga menunjukkan bahwa tuduhan Baku itu bertentangan dengan kesepakatan antarkedua negara yang ditandatangani 11 hari lalu di sela-sela sidang di Nakhichevan dan juga terhadap apa yang dikemukakan oleh Menteri Pertahanan Azerbaijan dalam kunjungannya ke Tehran beberapa waktu lalu.

Selama kunjungannya ke Tehran pada tanggal 12 Maret,  Menteri Pertahanan Azerbaijan Kolonel Safar Abiyev mengatakan bahwa Baku tidak akan membiarkan teritorinya digunakan menyerang Iran sebagai negara jiran Azerbaijan di wilayah selatan.

Di lain pihak, Duta Besar Azerbaijan, Javanshir Akhundov menyatakan tekad kuat Azerbaijan untuk meningkatkan hubungan dengan Iran dan berjanji akan menyampaikan protes Republik Islam kepada pemerintah pusat.

Pada Rabu, 14 Maret, Departemen Keamanan Nasional Azerbaijan menyatakan mereka telah menangkap 22 warga negara Azerbaijan yang diduga direkrut oleh Iran untuk melakukan serangan terhadap Kedutaan Besar AS dan Israel.

Upaya Israel untuk melontarkan tuduhan terhadap Iran di berbagai negara juga disampaikan kepada Duta Besar Azerbaijan dan Tehran sangat menyesalkan Azerbaijan terlibat dalam permainan kotor rezim Zionis.

Hubungan antara Iran dan Azerbaijan meregang setelah pemerintah Baku menandatangani kesepakatan dengan Israel untuk membeli pesawat serta anti-pesawat dan sistem rudal senilai 1,5 milyar dolar. (IRIB Indonesia/MZ)

Peringatan Halabcheh, Tinjauan Kembali Terhadap Sebuah Tragedi



Ketika mantan presiden dan diktator Irak, Saddam Husein, dihukum gantung, media-media massa Barat menyatakan bahwa berkas-berkas kejahatan Saddam selama hidupnya telah dilimpahkan kepada sejarah, dan lambat laun segala sesuatunya akan terlupakan. Namun, fakta yang sebenarnya lebih akurat daripada opini yang dipoles oleh media-media massa Barat itu. Sejarah tidak akan menghapus catatan kejahatan Saddam dan bukti dukungan Barat terhadap kekejian Rezim Baath itu.

24 tahun yang lalu, tanggal 16 Maret 1988, Saddam Husein melakukan sebuah kejahatan anti kemanusiaan yang paling keji dalam sejarah. Pada hari itu, kota Halabcheh di Irak menjadi sasaran serangan senjata destruksi massal oleh Rezim Saddam. Kota ini mengalami nasib yang tak jauh berbeda dengan kota Nagasaki, Hiroshima, serta kota-kota di Vietnam. Dalam pembantaian massal di Halabcheh, lebih dari 15 ribu orang tewas. Lebih dari itu, serangan senjata kimia yang dilancarkan oleh Saddam tidak hanya menimpa kota Halabcheh, namun juga dialami oleh warga Iran di kawasan barat dan selatan negara ini. Tentu saja, tragedi di Iran tak akan terjadi jika lembaga-lembaga internasional dan Dewan Keamanan PBB tak membisu dalam menyikapi tragedi Halabcheh.

Robert Fisk, seorang wartawan terkenal asal Inggris, dalam artikelnya yang ditulis beberapa tahun lalu usai perang Irak-Iran, mengatakan, "Dalam sebuah dokumen rahasia yang tak dipublikasikan, disebutkan adanya pengiriman senjata-senjata kimia dan biologi yang berfungsi ganda dari AS ke Irak. Sebelum dan setelah tahun 1985, perusahaan-perusahaan AS mengirimkan senjata-senjata biologi ke Irak setelah diratifikasi oleh negara ini. Disebut-sebut juga bahwa pengirim senjata destruksi massal itu di antaranya adalah perusahaan yang memproduksi mikroba antraks dan sejumlah virus lainnya." Melalui laporan tersebut dapat disimpulkan bahwa AS telah terbukti mengirimkan bahan-bahan senjata dwifungsi kepada Irak, yang disetujui oleh pemerintah Washington dalam rangka membantu pembuatan instalasi-instalasi senjata kimia di Irak.

Muhammad Salam, seorang wartawan Associated Press yang menyaksikan langsung serangan-serangan senjata kimia Irak terhadap tentara Iran di timur Basrah mengatakan, "Pasukan Irak untuk pertama kalinya mengunakan gas-gas kimia, yang sebagaimana gas Mustard, dapat merusak syaraf manusia." Muhammad Salam juga menyatakan, "Sejak awal, Iran sudah menyatakan bahwa AS telah mengirimkan senjata kimia ke Irak, namun Washington terus menepis tudingan tersebut."

Koran San Fransisco Chronicle edisi 12 November 2006 menulis, AS mengirimkan 14 bahan berbahaya yang dapat digunakan untuk produksi senjata kimia ke Irak, dan hal ini sengaja dilakukan semata-mata untuk mengalahkan Iran. Koran ini seperti media-media massa lainnya, juga menyinggung kunjungan Donald Rumsfeld ke Irak dan pertemuannya dengan Saddam Husein. Rumsfeld datang ke Irak pada bulan Desember 1983 dan pada tanggal 24 Maret 1984. Menurut koran ini, "Rumsfeld menemui Saddam di saat PBB dalam laporannya mengumumkan bahwa Irak dinyatakan sebagai pelaku kejahatan perang karena menggunakan gas Mustard dalam menyerang tentara-tentara Iran."

Berdasarkan laporan resmi dan dokumen Reagan di awal April 1982, AS sama sekali tak dapat menerima kekalahan Irak dalam perang Iran, serta tak membiarkan Saddam kalah. Untuk itu pada tahun 1983, AS secara resmi menjadi pendukung utama Irak dalam perang Iran. Di samping itu, AS bersedia mengirimkan dana milyaran USD serta menfasilitasi pengiriman senjata dan teknologi dwifungsi ke Irak melalui makelar-makelar senjata. Sudah menjadi rahasia umum bahwa kemampuan Irak dalam memproduksi senjata kimia terkait erat dengan kerjasama perusahaan-perusahaan AS dan Eropa.

Dalam laporan yang disampaikan kepada Konferensi Perlucutan Senjata Nuklir, Republik Islam Iran menyatakan bahwa jumlah serangan senjata kimia yang dilakukan Irak antara tahun1981 hingga 1988 adalah sebanyak 242 kali dan menelan korban sebanyak 44 ribu orang. Disebutkan juga, Baghdad mengakui bahwa pihaknya dalam perang Irak menggunakan enam ribu unit bom kimia kepada Mantan Ketua Tim Inspeksi Senjata Destruksi Massal PBB, Hans Blix.
Berdasarkan laporan yang disusun oleh tim penyidik PBB terkait senjata nuklir Irak, Irak mendapatkan fasilitas militer dan senjata kimia dari 150 perusahaan Barat. Koran Al-Qais, terbitan Kuwait, yang mengutip pernyataan para pakar dan inspektur senjata destruksi Irak, pada bulan November 2006 menulis, "Perusahaan-perusahaan pemasok utama untuk Irak terdiri atas 22 perusahaan AS, 23 perusahaan Italia, dan 13 perusahaan Swiss."

Sangat ironis, AS yang di masa lampau menjadi pendukung Saddam kini mengklaim diri sebagai penentang senjata pembunuh massal. Bahkan, AS kini menduduki Irak dengan alasan untuk membasmi senjata pembunuh massal. AS juga terus-menerus menekan Iran yang sedang berupaya mendayagunakan teknologi nuklir untuk kepentingan damai. Padahal di saat yang sama, AS sendiri tengah memproduksi senjata nuklir generasi baru yang merupakan ancaman besar bagi keselamatan umat manusia. (IRIB Indonesia)

Farid Gaban: Iran Tawarkan Posisi Baru !



Perjalanan Revolusi Islam Iran hingga kini menorehkan sejarah baru dalam blantika  politik modern. Inilah eksperimen sebuah negara Republik yang mengadopsi nilai-nilai Islam sebagai prinsip kenegaraannya.

Wartawan Senior Indonesia, Farid Gaban melihat Iran saat ini menghadapi tantangan yang besar, namun tetap bisa survive selama lebih dari tiga puluh tahun dengan sistem yang matang. Tidak hanya itu, tutur Farid, Iran juga menawarkan sebuah posisi yang baru mengimbangi hegemoni Barat.

Simak wawancara lengkap Purkon Hidayat dari IRIB Bahasa Indonesia dengan wartawan senior Farid Gaban mengenai "Revolusi Islam Iran, Hegemoni Barat dan  Dunia Islam" berikut ini:

Bagaimana pandangan Anda mengenai Revolusi Islam Iran ?

Saya kira Revolusi Iran itu merupakan salah satu yang paling sistemasis, paling terstruktur, dan salah satu yang paling sukses dalam tiga puluh tahun terakhir. Inilah perubahan yang radikal. Sebuah sukses yang besar. Dan saya jarang sekali melihat di tempat-tempat lain bisa seperti itu. Saya kira itu sebuah sukses besar.
Apalagi di tengah-tengah embargo dari AS dan Eropa.

Iran menghadapi tantangan yang besar dan bisa survive selama lebih dari tiga puluh tahun dengan sistem yang matang, meskipun saya tahu tentu ada banyak persoalan yang menimpa dalam negeri Iran. Tapi secara keseluruhan saya kira ini suatu sukses yang besar.

Kira-kira faktor apa yang menyebabkan terjadi demikian, mungkin ada yang menarik disoroti dari Revolusi Islam Iran ?

Tentu saja kondisi sosial politik sebelum revolusi menarik untuk dianalisis secara mendalam bersama problem-problemnya. Saya kira peran Ayatullah Khomeini sangat besar. Tidak ada revolusi tanpa kepemimpinan. Saya kira disitulah kuncinya.

Mungkin kita melihat apa yang terjadi di Timur Tengah seperti di Tunisia dan Mesir, saya kira yang tidak ada di situ adalah kepemimpinan. Apa yang terjadi di Tunisia dan Mesir betul-betul pemberontakan rakyat, dan itu juga fantastis. Kita masih akan melihat untuk waktu yang cukup lama, karena di situ tidak ada kepemimpinan. Barangkali lebih kepada kemarahan terhadap sistem lama.

Bagaimana membangun yang baru, saya masih belum melihatnya, dan kita perlu menunggu beberapa tahun ke depan bentuknya seperti apa. Saya kira di Iran ada kepemimpinan yang lebih matang, jadi perubahan itu jauh lebih sistematis, meski saya tidak tahu persis seperti apa yang dipikirkan oleh Imam Khomeini.   

Dengan berjalannya waktu, bagaimana Anda melihat dinamika di Iran sendiri,  menuju ke arah mana sebetulnya, dan tawaran apa yang paling mendasar dari revolusi Iran ini ?

Saya kira salah satu bukti yang paling menonjol dari Revolusi Islam adalah keberhasilan Iran membangun jati dirinya sendiri. Saya kira ini juga hampir sama perkembangannya dengan Amerika Latin.

Jadi, perkembangan dunia dalam beberapa tahun terakhir di Iran dan Amerika Latin, dan belakangan ini saya melihat Turki juga tampak ingin mandiri dalam menghadapi kekuatan dunia yang hegemonik, yang selama ini dikuasai oleh Amerika, Eropa. Dan sekarang juga ada calon super power baru seperti Cina, juga Iran, dst menjadi penyeimbang hegemoni dunia. Saya melihat upaya seperti ini harus disambut dengan baik, walaupun friksi-friksi internasional menjadi sangat keras.  

Kalau saya pribadi menyambut baik kemandirian, cara bersikap yang lebih mandiri di Iran, di Amerika Latin dalam melihat persoalan dunia. Misalnya dalam melihat masalah Palestina. Jadi ada kemandirian dan sikap yang jelas.

Negara-negara non-muslim seperti Amerika Latin begitu antusias mendukung Palestina. Inilah menurut saya salah satu yang patut dicontoh oleh negara-negara muslim lain yang sebagian masih terkungkung oleh hegemoni Barat.

Kalau kita lihat sejumlah negara Muslim seperti Pakistan masih menjadi orbit AS, di Afghanistan kita belum tahu persis. Saya kira banyak problem-problem dunia Islam yang masih kuat ketergantungannya terhadap Barat. Dalam hal ini Iran menawarkan sebuah posisi yang baru.

Bagaimana Anda melihat kedekatan Iran dan negara-negara Amerika Latin yang disebut-sebut sebagai "aliansi Islam-Sosialis" ?

Saya melihat hal itu sebagai sesuatu yang positif. Sebenarnya ini bukan soal agama saja.Ternyata dari orang yang berbeda agama saja punya pandangan yang kira-kira sama tentang suatu masalah.

Saya termasuk yang berharap aliansi Iran dan Amerika Latin menguat. Itu yang jarang saya lihat dari dunia Islam, terutama di dunia Arab.

Kira-kira hambatan apa yang menimpa dunia Islam sendiri sehingga cita-cita kebangkitan Islam selama ini hanya menjadi impian yang terkubur ?

Cita-cita kebangkitan Islam itu sudah ada sejak dekade 80-an. Hampir persis dengan terjadi Revolusi Islam Iran. Sebenarnya Iran itu mewakili kebangkitan Islam.

Saya kira yang sebenarnya perlu dipikirkan dunia Islam adalah melupakan friksi-friksi khilafiah maupun perbedaan mazhab. Pada dasarnya mereka bisa bekerjasama. Buktinya Iran dengan negara-negara Katolik atau non Muslim di kawasan Amerika Latin  seperti Argentina dan negara lain bisa bekerjasama. Apalagi di dalam dunia Islam sendiri yang perbedaannya lebih kecil.

Perbedaan itu biarkan saja ada, tapi kerjasama ekonomi dan sosial yang lebih bagus harus dibangun dan ditingkatkan. Perbedaan mazhab tidak akan pernah bisa diubah, tidak perlu dihapuskan, dan memang tidak boleh dihapuskan.

Di sinilah saya kira dunia Islam harus berusaha lebih keras untuk mewujudkan kerjasama. Mungkin yang paling mendesak adalah kerjasama ekonomi untuk membangun kemandirian ekonomi. Saya kira itu yang paling perlu dilakukan.

Mengenai nilai-nilai universal Revolusi Islam, bagaimana anda melihat karakteristik yang membedakannya dengan revolusi lain?

Saya kira perbedaan yang paling utama dari Revolusi Islam Iran adalah sistem Imamah. Ada Ayatullah, ada Imam Khomeini, dan dialah yang memimpin.

Di berbagai tempat, itu tidak muncul ya. Misalnya perubahan di Eropa Timur tahun 90-an saya kira lebih disebabkan kemarahan pada sistem lama yang sentralistik. Tapi mereka kemudian berlomba-lomba melirik ke Barat. Kemudian terjadi juga di dunia Arab sekarang. Mungkin itulah yang membedakan.

Di Sunni tidak ada Imamah dan kemimpinan itu masih harus dicari. Tentu dulu ada orang-orang besar di dunia Arab seperti Gamal Abdul Nasr dll. Walaupun itu bukan faktor yang paling penting, tetapi harus ada satu orang atau kelompok yang memandu perubahan. Ini yang belum saya lihat di Tunisia.

Bagaimana dengan tawaran Iran mewujudkan tanpa hegemoni dan dominasi pihak tertentu ?

Sebuah problem ya, hingga kini ada sejumlah negara yang selalu ingin mendominasi dunia. Ya, Kolonialisme. Dahulu ada Inggris, Spanyol dan lainnya yang selalu ingin mendominasi bangsa-bangsa lain. Sekarang Amerika, walaupun Eropa jadi sebuah kekuatan baru dan kini Cina muncul sebagai kekuatan baru.

Tatanan dunia baru yang seharusnya dibentuk tidak boleh ada kekuatan tunggal yang mendominasi. Cinapun kalau terlalu mendominasi bisa berbahaya. Jadi saya kira harus dijalin kerjasama dan penghormatan antarnegara dunia.

Kita lihat saat ini lembaga-lembaga besar seperti World Bank, IMF, WTO, sebenarnya bagian dari alat hegemoni yang harus dirombak ke depan. Makanya ada perlawanan-perlawanan seperti yang dilakukan Cina, Iran dan beberapa negara Amerika Latin yang mengusahakan sebuah front yang netral.
Saat ini dolar dan juga euro mendominasi standar mata uang internasional. Selama ini hampir semua negara memiliki cadangan dalam mata uang dolar. Ini juga bentuk hegemoni global.

Amerika memiliki defisit anggaran. Hutang Amerika begitu besar, tapi ekonomi mereka masih tetap mapan, karena negara dunia menggunakan cadangan devisa dalam bentuk dolar. Mereka bisa beli senjata yang paling mahal, yang pada akhirnya dipakai sebagian untuk menindas orang-orang Muslim, padahal yang menyumbang mereka adalah kita-kita juga. Saya kira ini bukan sistem sosial ekonomi yang adil.

Bagaimana Anda melihat upaya melawan hegemoni media mainstream dewasa ini?

Kebetulan Amerika Serikat sebagai ekonomi besar dunia dalam beberapa tahun terakhir ini mengalami decline. Kredibilitas media di AS pun semakin menurun. Pada saat yang sama muncul para pesaing baru seperti Aljazeera. Menurut saya itu menarik sekali. Ketika berbicara mengenai politik Timur Tengah kini banyak pemain-pemain media baru yang bisa menyaingi satu suara AS.

Saya kira beberapa media di Iran seperti Press TV, IRIB sendiri bisa menjadi media alternatif yang perlu diperbanyak. Jangan hanya Associated Press, News Week, Times atau The Economist.

Kita melihat di Amerika, juga di Eropa sendiri muncul media-media alternatif yang bisa menjadi penyeimbang. Kita melihat di Inggris misalnya, pandangan koran The Times dengan The Guardian berbeda mengenai kasus Palestina.

Di Amerika, beberapa media kecil punya suara yang berbeda dengan The New York Times, News Week atau media mainstream lainnya.

Internet sebenarnya memberikan suatu peluang yang besar. Dengan internet saya  bisa mengakses situs-situs alternatif yang dulu tidak bisa dilakukan karena harus beli langsung. Sekarang saluran-saluran alternatif seperti itu lebih besar. Internet saya kira sangat membantu.Tapi, lagi-lagi kita harus memilikirkan tentang content . Isi yang bagus dan punya kredibilitas berita merupakan hal yang perlu dibangun oleh dunia Islam (IRIB Indonesia/PH)

Pemerintah Sekuler Azerbaijan Imbau Shalat Jumat Ditunaikan Hari Sabtu



Berdasarkan imbauan Komite Pemerintah Urusan Agama Republik Azerbaijan, shalat Jumat di masjid-masjid harus ditunaikan pada hari Sabtu. 

Rohama News melaporkan, imbauan terbaru Komite Pemerintah Urusan Agama Azerbaijan itu memperdalam ketidakpuasan warga negara ini terhadap kinerja pemerintah yang berusaha mempersempit ruang bagi warga untuk menunaikan kewajiban agama mereka. 

Alasan imbauan komite itu adalah mengingat hari Jumat adalah hari kerja di Azerbaijan dan penunaian shalat Jumat itu tidak selaras dengan program kerja.

Warga Muslim Azerbaijan menilai imbauan tersebut muncul dari kebodohan para pencetusnya. Disebut shalat Jumat karena shalat itu dilakukan pada hari Jumat.

Para pengamat menilai imbauan tersebut merupakan lanjutan dari rangkaian aksi anti-agama yang diupayakan pemerintah sekuler Azerbaijan, termasuk perusakan masjid-masjid dan larangan pemakaian jilbab di sekolah-sekolah. Padahal 90 persen warga negara ini beragama Islam dan bermazhab Syiah. (IRIB Indonesia/MZ)

Brutalitas AS Buktikan Keputusasaan Mereka



Ayatullah Abbas Ka'bi mengecam pembantaian terhadap warga tak berdosa Afghanistan oleh tentara Amerika Serikat dan menilaia aksi tersebut sebagai kejahatan para pengklaim HAM di dunia.

Rasa News (17/3) melaporkan, Ayatullah Ka'bi menilai pembakaran al-Quran dan pembantaian warga sipil Afghanistan itu merupakan puncak brutalitas para pengkalim diri sebagai pionir hak asasi manusia di dunia.

Seraya menilai kejahatan kaum imperialis itu membuktikan keputusasaan mereka menghadapi gelombang kebangkitan Islam, Ayatullah Ka'bi menegaskan bahwa meski berbagai langkah telah mereka upayakan untuk membendung gelombang tersebut, akan tetapi pada akhirnya kemenangan akan dicapai umat Islam.

Menurutnya Amerika Serikat tengah menyusun formasi dan berinvestasi di kawasan Timur Tengah agar seluruh transformasi regional menguntungkan AS, akan tetapi kesadaran dan kewaspadaan umat Islam akan menggagalkan upaya mereka dan para penguasa despotik harus tahu bahwa keruntuhan mereka pasti. (IRIB Indonesia/MZ)

Seribu Kali Disanksi, Iran Tidak Akan Melepaskan Dukungan Terhadap Palestina




Ketua parlemen Republik Islam Iran, Ali Larijani menyatalan bahwa meski dijatuhi sanksi hingga 1.000 kali pun, bangsa Iran tidak akan menghentikan dukungannya terhadap Palestina.

Fars News (17/3) melaporkan, hal itu dikemukakan oleh Larijani dalam pertemuannya dengan para anggota Konvoi Gerakan Global Menuju Jerusalem, dan menegaskan bahwa rakyat Iran telah menghadapi situasi yang lebih buruk dari saat ini.

Kami mengalami pemerintahan despotik dalam waktu yang sangat lama dan setelah kemenangan revolusi yang menjadi pondasi terciptanya demokrasi religi, terciptalah gerakan kebangkitan Islam, dan demokrasi tengah bangkit dari kawasan ini.

Langkah kalian adalah demi Palestina dan kami berterima kasih atas kepedulian kalian untuk rakyat Palestina, karena di dunia seperti saat ini langkah kalian sangat bernilai.

Masalah Palestina memiliki beberapa dimensi dan salah satunya adalah masalah Baitul Maqdis yang merupakan sebuah tempat yang sangat berharga untuk umat Islam dan tidak dapat dibiarkan menjadi korban judaisasi, karena itu merupakan penghinaan terhadap umat Muslim dunia.

Menurutnya, Israel telah bertahun tahun merusak peninggalan bersejarah Baitul Maqdis yang jika tidak dilawan maka akan muncul berbagai rentetan aksi lain. (IRIB Indonesia/MZ)

Forum Dunia Pendekatan Antarmazhab Islam Akan Terjun ke Sektor Virtual


Sekjen Forum Dunia Pendekatan Antarmazhab Islam, Ayatullah Taskhiri menyatakan, lembaga ini akan segera mengembangkan aktivitasnya di dunia maya dalam rangka meningkatkan program pendidikannya dan melanjutkan aktivitas penerbitan kitab serta penyebarluasannya dengan penuh semangat.

IRNA (17/3) melaporkan, salah satu prioritas Forum Dunia Pendekatan Antarmazhab Islam adalah kebangkitan Islam, penyebaran budaya pendekatan antarmazhab, dan pemberantasan fitnah di dunia Islam.

Dalam masalah kebangkitan Islam, lembaga ini menurut Ayatullah Taskhiri telah memiliki kinerja yang baik termasuk dialog dengan sejumlah tokoh kebangkitan Islam dari berbagai negara untuk mendiskuikan masalah ini.

Selain itu Forum ini dalam setahun terakhir telah menggelar berbagai konferensi dalam rangka memperdalam budaya kerukunan dan pendekatan antarmazhab  Islam.(IRIB Indonesia/MZ)

Retorika Bercabang Obama Soal Nuklir Iran



Sekretaris Dewan Tinggi Keamanan Nasional Iran, Saeed Jalili menyambut baik keputusan Kelompok 5+1 yang bersedia kembali ke meja perundingan guna merundingkan masalah nuklir Iran dengan Tehran berdasarkan poin-poin yang disepakati.

Jalili Rabu (14/3) dalam suratnya kepada Ketua Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa, Catherine Ashton menekankan bahwa Tehran menyambut baik sikap Ashton yang menghormati hak Iran untuk memanfaatkan energi nuklir berdasarkan Traktat Non Proliferasi Nuklir (NPT).

Ashton pada enam Maret lalu mengirim surat kepada Jalili dan mengkonfirmasikan kesiapan Kelompok 5+1 untuk memulai babak baru perundingan nuklir dengan Iran. Kelompok 5+1 terdiri dari AS, Cina, Rusia, Inggris, Perancis serta Jerman. Bertepatan dengan berita terkait pengiriman surat oleh Jalili kepada Ashton, Presiden Amerika Serikat Barack Obama saat jumpa pers bersama Perdana Menteri Inggris, David Cameron kemarin di Gedung Putih mengklaim bahwa Tehran di perundingan biasanya condong untuk mengulur waktu.

Di pernyataannya Obama mengungkapkan, kesempatan untuk mencapai penyelesaian damai terkait isu nuklir Iran mulai pudar. Ia menyeru Tehran memanfaatkan kesempatan dialog dengan sebaik-baiknya guna lepas dari dampak buruk sanksi saat ini. Obama di pernyataannya juga mengklaim, AS berusaha keras untuk menempuh jalur diplomatik menyelesaikan kasus nuklir Iran. Namun demikian presiden AS ini manambahkan,"Kesempatan menyelesaikan kasus nuklir Iran melalui jalur diplomatik semakin tertutup."

Retorika yang disertai ancaman oleh Obama terhadap Iran bukan hal baru dan sejatinya pengulangan kebijakan arogan negara ini terhadap Tehran yang dibungkus klaim palsu yang menuding Iran berusaha menggapai senjata nuklir. Sebuah klaim yang tak pernah terbukti dan hanya berdasarkan laporan tak berdasar Dirjen IAEA, Yukiya Amano. Laporan tersebut didasari oleh prediksi-prediksi tak berdasar dan dengan dalih menghalangi Iran untuk menggapai kemajuan serta teknologi modern.

Meski demikian, sepertinya pernyataan Obama masih memiliki dua sisi yang patut dikaji.
Pertama, Obama secara transparan berusaha menjustifikasi kebijakannya menjatuhkan sanksi sepihak terhadap Iran serta mencitrakan bahwa tekanannya terhadap Tehran berhasil. Masalah ini dapat menjadi pegangan bagi Obama untuk melawan rival-rivalnya di pilpres dari kubu Republik serta dalih baginya terhadap Lobi Zionis khususnya pasca lawatan Perdana Menteri Israel Benyamin Netanyahu ke Washington baru-baru ini.

Namun poin kedua dari pernyataan Obama adalah penekanannya bahwa perundingan antara Iran dan Kelompok 5+1 tidak akan menghasilkan kemajuan dan perundingan ini seperti sebelumnya pasti mengalami kebuntuan dan menurutnya kegagalan ini disebabkan Iran tidak bersedia bekerjasama.

Sejatinya permainan AS ini sekedar menutupi dan mencegah kritik terhadap kebijakan arogannya terhadap Iran. Padahal surat Jalili kepada Ashton dengan transparan menjelaskan masalah ini bahwa Iran menyambut keinginan Kelompok 5+1 untuk kembali ke meja perundingan berdasarkan poin-poin yang disepakati. Oleh karena itu, menurut Jalili sangat penting bagi petinggi kedua pihak untuk saling berkomunikasi menentukan jadwal dan tempat perundingan ini.

Sementara itu, Iran tetap mengingatkan poin bahwa hak legal Tehran memanfaatkan energi nuklir sebagai anggota NPT tidak dapat ditawar. Dengan menekankan poin ini, Jalili di suratnya kepada Ashton menjelaskan bahwa dialog mendatang harus membangun dan tanpa prasyarat serta merealisasikan kerjasama yang kekal. Penekanan Jalili ini bukan prasyarat untuk berunding, namun merupakan bagian yang tak terpisahkan dari hak bangsa Iran. (IRIB Indonesia/MF/NA)

Azerbaijan Juga Akan Tengelam dalam Gelombang Kebangkitan Islam



Ayatullah Shabestari menyatakan bahwa dalam waktu dekat pemerintah anti-Islam Azerbaijan akan diterpa gelombang kebangkitan Islam dan menyatakan, "Para pejabat Azerbaijan harus mengetahui bahwa kezaliman mereka terhadap kecenderungan Islami rakyat mereka tidak akan bertahan lama."

Rasa News melaporkan, Ayatullah Shabestari mengatakan, di saat gelombang kecenderungan terhadap Islam semakin meningkat di dunia dan gerakan tersebut menguntungkan umat Islam, di negara jiran Iran yaitu Azerbaijan, para pejabat negara itu justru mengerahkan seluruh daya mereka untuk menghancurkan Islam.

Dikatakannya, "Dalam beberapa waktu terakhir kami mendengar bahwa selain melarang pemakaian jilbab, larangan tabligh bagi para ulama dan berbagai aksi lainnya, kini pemerintah Azerbaijan menginstruksikan penunaian shalat Jumat di tempat yang tidak sesuai dan dilaksanakan pada hari Sabtu."

Imam shalat Jumat Tabriz ini juga menilai kehadiran pangkalan militer Amerika Serikat dan rezim Zionis Israel di sebuah negara Islam Republik Azerbaijan tidak dapat ditolerir seraya mengatakan, "Harus kami katakan kepada para pemimpin para pejabat Azerbaijan bahwa aksi-aksi semacam ini tidak akan bertahan lama dan jika mereka tidak ingat sejarah nasib para penguasa kejam, paling tidak mereka harus menyadari nasib para diktator di kawasan yang telah terguling."(IRIB Indonesia/MZ)

Karzai Tuntut Penyerahan Penuh Kontrol Keamanan Dipercepat



Presiden Afghanistan, Hamid Karzai menuntut penyempurnaan proses penyerahan tanggung jawab keamanan dari pasukan asing ke militer negara ini hingga akhir tahun mendatang. Karzai saat bertemu dengan Menteri Pertahanan AS, Leon Panetta di Kabul menekankan bahwa Afghanistan saat ini telah siap menerima pelimpahan tanggung jawab untuk mengontrol keamanan dalam negeri dari pasukan asing secara penuh hingga tahun 2013. Kesiapan ini satu tahun lebih cepat dari janji yang telah ditentukan.

Poin penting dari pernyataan Karzai adalah tuntutannya untuk penarikan pasukan asing dari desa-desa Afghanistan dan pemulangan mereka ke pangkalan militer. Permintaan ini cukup penting mengingat pasukan AS di desa Panjawi, Kandahar membantai 17 warga sipil dan lebih dari separuh korban adalah wanita dan anak-anak.

Berdasarkan kesepakatan antara pemerintah Kabul dan Washington, AS bersama NATO harus menyerahkan kontrol keamanan Afghanistan secara penuh kepada Kabul hingga tahun 2014. Meski hingga kini kontrol keamanan di sejumlah negara bagian telah dilimpahkan kepada pemerintah Afghanistan, namun eskalasi brutalitas pasukan AS di negara ini membuat Kabul meminta secepatnya penyerahan kontrol keamanan kepada mereka secara penuh akibat tekanan rakyatnya.

Ketidakpedulian militer AS dan NATO terhadap adat istiadat dan budaya serta keyakinan rakyat Afghanistan membuat pasukan asing setiap hari semakin brutal dan bertindak sekehendak hatinya. Brutalitas dan kekejaman terbaru serdadu AS membakar al-Qur'an di pangkalan udara Bagram dan pembantaian 17 warga sipil menunjukkan bahwa NATO dan AS tidak pernah menghormati independensi serta kedaulatan Afghanistan. Mereka juga memandang hina rakyat Afghanistan. Sementara itu, rakyat Afghanistan sangat geram dengan kejahatan pasukan AS.

Leon Panetta saat bertemu dengan Karzai optimis bahwa Kabul dan Washington secepatnya akan berhasil mencapai kesepakatan terkait perpanjangan misi militer AS di Afghanistan setelah tahun 2014. Pernyataan Panetta ini sama halnya dengan represi Washington terhadap Kabul untuk menerima perjanjian strategis dengan AS. Berdasarkan perjanjian ini, AS akan tetap memiliki pangkalan militer di Afghanistan.

Aksi demo luas anti AS di Afghanistan membuat kondisi Kabul semakin sulit untuk menyetujui berlanjutnya penjajahan di negara ini dalam koridor perjanjian keamanan. Dalam kondisi seperti ini, diloloskannya serdadu AS yang membantai 17 warga Afghanistan merupakan tamparan dan pelecehan terhadap rakyat negara ini yang menuntut diadilinya sang algojo Amerika tersebut. Oleh karena itu, desakan AS untuk segera ditandatanganinya pakta keamanan oleh Kabul semakin membuat rakyat negara ini khawatir. Pasalnya jika hal ini terjadi maka pengadilan Afghanistan tidak akan berhak untuk mengadili serdadu AS yang melakukan kejahatan. Hal ini juga akan mendorong tentara AS semakin keras kepala untuk melakukan kejahatan terhadap rakyat Afghanistan. (IRIB Indonesia/MF/NA)

Rusia Kecam Pernyataan Intervensif Parlemen Eropa



Pemilu Presiden Rusia telah berakhir dan dimenangkan oleh Vladimir Putin dengan meraih sekitar 64 persen suara. Kemenangan Putin membuat sejumlah negara Eropa geram. Kini Barat memulai upayanya guna mengesankan buruk pemilu tersebut dan menuntut untuk meninjau kembali proses pemilihan umum Presiden Rusia. Langkah Barat itu bertujuan menyoal proses penyelenggaraan pemilu dan mendorong warga Rusia untuk menggelar demonstrasi menentang hasil pemilu. Dengan begitu, lembaga-lembaga Uni Eropa dapat mengambil langkah resmi anti- Rusia.

Sementara itu, Rusia telah mereaksi tindakan tidak bersahabat Uni Eropa. Vladimir Chizhov, wakil tetap Rusia di Uni Eropa mereaksi pernyataan parlemen Eropa yang dirilis pada Kamis (15/3), khususnya tuduhan adanya pelanggaran dan kecurangan dalam pilpres. Dia menilai evaluasi tersebut tidak benar dan tidak rasional serta merupakan langkah intervensif Barat.    

Diplomat senior Rusia itu menjelaskan bahwa ratifikasi pernyataan tersebut tidak akan mempengaruhi hasil pemilu. Menurutnya, pernyataan itu merupakan salah satu legislasi parlemen Eropa terkait Rusia yang tidak sesuai dengan kenyataan.

Perlu dicatat bahwa pernyataan parlemen Eropa menyebutkan adanya pelanggaran dan kecurangan dalam pemilu Presiden Rusia dan mengecam pelanggaran itu. Pemerintah Moskow juga diminta untuk melakukan peninjauan menyeluruh terhadap proses pemilu tersebut.

Dalam pernyataan itu disebutkan pula bahwa para pejabat Moskow dituntut menggunakan kesempatan yang ada untuk mengambil keputusan yang diperlukan guna mereformasi politik dan sosial sebelum dilaksanakannya pelantikan presiden. Selain itu, kelompok-kelompok oposisi harus diterima sebagai bagian dari masyarakat sipil Rusia.

Pemilu presiden di Rusia yang diselenggarakan pada tanggal 4 Maret dimenangkan oleh Vladimir Putin, Perdana Menteri Rusia dengan meraih 63,75 persen suara. Dengan begitu, sekitar 45.602.000 warga Rusia memberikan suaranya kepada Putin.

Pesaing-pesaing Putin meraih suara jauh di bawah Putin, termasuk Gennady Zyuganov, pemimpin Partai Komunis Rusia yang hanya meraih 17,18 persen suara.  Dari jalur independen, Mikhail Prokhorov meraih 7,98 persen suara. Sebanyak 6,22 persen suara diberikan kepada pemimpin Partai Demokratik Liberal, Vladimir Zhirinovsky, dan 3,85 persen suara diberikan untuk pemimpin Partai Rusia Adil, Sergei Mironov.  

Menariknya, dalam pemilu parlemen dan pemilu presiden di Rusia, Barat khususnya Uni Eropa selalu mengeluarkan pernyataan miring dan mengambil langkah intervensi terhadap urusan internal Moskow.

Kemenangan mutlak Putin yang dibarengi dengan aksi protes kelompok-kelompok oposisi telah mendorong Barat untuk terus berupaya memprovokasi rakyat Rusia guna memperluas protes mereka sehingga Putin akan tercoreng. Oleh sebab itu, kita menyaksikan media-media Barat meliput luas unjuk rasa oposisi Putin.

Tak diragukan lagi bahwa adanya instabilitas politik di Rusia tidak hanya mengganggu proses normalisasi urusan negara, namun juga menimbulkan masalah baru bagi Putin. Jika Putin menghadapi protes luas dari dalam, maka dia tidak akan mampu bertahan menghadapi masalah internal atau langkah-langkah intervensi Barat. Melihat kondisi itu, Barat terus meningkatkan upayanya untuk merusak reputasi Putin dan menyoal proses pemilu di Rusia. Langkah terbaru parlemen Eropa diambil dalam rangka tujuan tersebut. Namun, pemerintah Rusia tidak tinggal diam menghadapi intervensi Barat. Moskow terus berusaha mencari solusi yang sesuai untuk menggagalkan langkah-langkah Barat. (IRIB Indonesia/RA/NA)



Iran Pastikan akan Tutup Selat Hormuz
Islam Times- Mensikapi keputusan sepihak dari Eropa tersebut, mantan Menteri Intelijen Iran kepada wartawan di Tehran mengatakan jika sistem transfer bank Iran diputus dari sistem transfer uang elektronik global, Tehran akan menggunakan segala cara untuk merespon keputusan sepihak ini
Iran Pastikan akan Tutup Selat Hormuz

Barat semakin memperketat sanksi atas Iran terkait program nuklir negara tersebut. Langkah terbaru, Uni Eropa memerintahkan lembaga bantuan transaksi keuangan untuk menghentikan seluruh kerja sama dengan Iran.

Menurut stasiun berita CNN, perintah ini dikeluarkan Uni Eropa dalam pernyataannya, Kamis 15 Maret 2012. "Dewan Eropa telah menyetujui tidak boleh ada bantuan transaksi finansial bagi invidu maupun entitas yang tengah dibekukan asetnya," tulis pernyataan Uni Eropa. Entitas yang dimaksud adalah berbagai perusahaan yang memiliki kaitan dengan Iran.

Di antara lembaga keuangan Eropa yang diwajibkan melakukan pemutusan kerja sama adalah SWIFT atau the Society for Worldwide Interbank Financial Telecommunications. SWIFT memiliki berbagai cabang di seluruh dunia, namun berada di bawah hukum Belgia sehingga harus mematuhi perintah Uni Eropa.

Mensikapi keputusan sepihak dari Eropa tersebut, mantan Menteri Intelijen Iran kepada wartawan di Tehran mengatakan jika sistem transfer bank Iran diputus dari sistem transfer uang elektronik global, Tehran akan menggunakan segala cara untuk merespon keputusan sepihak ini. Press TV melaporkan, Ahad, 18/03/12.

Menanggapi laporan dari Masyarakat seluruh dunia Telekomunikasi Keuangan Antar Bank (SWIFT) yang berencana akan menghentikan layananannya untuk bank-bank Iran, Ali Fallahian mengatakan, pada Sabtu (15/03) bahwa penutupan layanan SWIFT ke bak Iran adalah " seperti menutup jalur perairan internasional," Fars News Agency melaporkan.

"Jika Amerika Serikat atau Eropa menganggap itu haknya sendiri dan mengabaikan hukum internasional demi memenuhi kepentingannya sendiri, Iran juga dapat melakukan hal yang sama dan akan merespon sebisa mungkin dalam bentuk lain," tambahnya.

Mantan Menteri Intelijen juga memperingatkan negara-negara Barat untuk tidak gegabah meremehkan kemampuan Iran menutup Selat Hormuz yang strategis sebagai reaksi atas meningkatnya tensi tekanan Barat ke Iran.

Selat Hormuz adalah selat sempit jalur strategis aliran minyak global yang memisahkan Iran dengan Uni Emirat Arab. Selat ini terletak di antara Teluk Oman dan Teluk Persia, dengan aliran minyak harian sekitar 15-17 juta barel. Angka ini menyumbang 90 persen ekspor minyak Teluk Persia dan 40 persen dari konsumsi minyak global.

Pada hari Kamis, 15 Maret lalu, CEO, SWIFT Lazaro Campos dalam sebuah pernyataan mengatakan, masyarakat telah mengambil keputusan untuk menghentikan layanan kepada bank-bank Iran karena sanksi keuangan yang diberlakukan oleh Uni Eropa kepada Iran.

"Memutuskan hubungan dengan bank adalah langkah yang tidak biasa dan tidak diduga akan dilakukan oleh SWIFT. Ini adalah langkah nyata dari aksi internasional dan multilateral dalam memperketat sanksi finansial terhadap Iran," kata Lazaro Campos.

Para ahli percaya tindakan baru SWIFT ini dimaksudkan sepenuhnya untuk mengencangkan sanksi Uni Eropa terhadap Iran, sebagai transaksi keuangan global tidak mungkin tanpa menggunakan SWIFT.

Lembaga seperti SWIFT diperlukan oleh ribuan perusahaan Iran di Teluk dan seluruh dunia untuk melakukan transaksi ekspor impor. Akibat keputusan ini, diperkirakan sekitar 30 bank Iran akan terkena imbasnya. Penghentian ini akan dilakukan secara resmi pada Sabtu waktu setempat.

Perusahaan yang didirikan pada tahun 1973, SWIFT adalah sistem kliring internasional yang menangani lalu lintas pembayaran lebih dari 10.000 lembaga keuangan dan perusahaan di 210 negara-negara dunia. [Islam Times/on/Press TV/CNN]












0 comments to "Arab Saudi dan Qatar yang mendukung "geng teroris bersenjata" di Suriah : " Kasihan Kedutaan ISRAEL ", adalah kalimat "FITNAH" hingga Peringatan Halabcheh (bom seperti kota Nagasaki, Hiroshima, serta kota-kota di Vietnam), Perang Iraq-Iran serta Pemerintah Sekuler Azerbaijan Imbau Shalat Jumat Ditunaikan Hari Sabtu..???!!!???"

Leave a comment