Home , , , , , , , , , , , � Oh Zainab, kaum muslimin dunia "hampir tidak mengetahui" siapakah engkau, kalau bukan salahsatunya karena perjuangan engkau, mungkin ISLAM yang sesungguhnya hanya akan menjadi "buahbibir"

Oh Zainab, kaum muslimin dunia "hampir tidak mengetahui" siapakah engkau, kalau bukan salahsatunya karena perjuangan engkau, mungkin ISLAM yang sesungguhnya hanya akan menjadi "buahbibir"







Ninja Perempuan Negara Islam Perkarakan Reuters



Sekelompok perempuan bela diri Iran mengambil langkah hukum terhadap kantor berita Inggris, Reuters karena mencap mereka sebagai pembunuh, Press TV melaporkan, Rabu (28/3).

Bulan lalu, Reuters menurunkan laporan tentang latihan seni bela diri sejumlah perempuan Iran di sebuah kota dekat Tehran. Kantor berita itu mengklaim bahwa Iran telah melatih lebih dari 3.000 ninja perempuan untuk melawan segala bentuk serangan pasukan asing.

Gadis-gadis Iran, dituduh oleh Reuters menjadi pembunuh dan dianggap berbahaya. Ninja perempuan Iran sekarang mengambil tindakan hukum terhadap Reuters atas pencemaran nama baik.

Para atlet mengatakan, wartawan Reuters bertanya kepada mereka apa yang akan mereka lakukan jika negara mereka diserang. Reuters menjadikan respon patriotik gadis-gadis tersebut sebagai alasan untuk menyebut mereka pembunuh.

"Wartawan Reuters hanya bertanya satu pertanyaan kepada saya dan jawabannya sangat jelas. Saya percaya bahwa siapapun dan dimanapun di dunia akan membela negaranya jika diserang, tapi dia menyimpangkan jawaban itu dan mengesankan kita buruk serta menggambarkan kami sebagai pembunuh di halaman utama laporannya," kata Khatereh Jalilzadeh.

Ninja perempuan lain mengatakan, laporan Reuters pasti dapat menjadi masalah bagi mereka. "Ini bisa membahayakan peluang kami untuk bepergian ke negara lain guna mengikuti turnamen gobal dan kejuaraan internasional, karena Reuters dianggap oleh banyak orang sebagai sumber terpercaya," kata Raheleh Davoudzadeh.

"Pada titik ini, tidak banyak yang bisa mereka lakukan untuk memperbaiki kerusakan ... Itulah sebabnya kami mengambil tindakan hukum ... Kami ingin seluruh dunia tahu bahwa Reuters telah berbohong tentang kami," tambahnya.

Akbar Faraji, pendiri Ninjutsu di Iran lebih dari 22 tahun lalu, mengutuk tuduhan media Inggris, mengatakan murid-muridnya akan menindaklanjuti proses hukum hingga selesai.

"Kami telah mengajukan gugatan pencemaran nama baik terhadap Reuters dan kami akan menindaklanjutinya karena ini masalah reputasi," tambahnya.

"Reuters telah memperkenalkan kami sebagai pembunuh ke seluruh dunia. Kebenaran harus terungkap dan semua orang harus tahu bahwa kami hanya sekelompok atlet. Kami diawasi oleh Departemen Olah Raga dan Federasi Seni Bela Diri Iran," pungkas Faraji.

Wartawan Reuters yang melakukan wawancara telah meninggalkan Iran tak lama sebelum pengadilan membuka kasus itu. (IRIB Indonesia/RM)




Oh Zainab! Berikan Kami Setetes Cintamu



Tanggal 5 Jumadil Awal pada tahun keenam hijriah, lahir seorang bayi yang bukan hanya menjadi kebanggaan ayahnya melainkan memberikan makna baru terhadap cinta dan ketabahan. Kelahirannya memikat perhatian dunia. Ketika Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as membawa putrinya menghadap Rasulullah Saw, untuk dipilihkan nama, Rasulullah berkata bahwa, "Nama anakku dihadiahkan oleh Allah Swt. Mulai saat ini panggilah dia dengan nama Zainab, karena dia adalah perhiasan bagi sang ayah."

Bayi itu diberi nama Zainab Kubro, untuk membedakannya dari Zainab binti Muhammad. Dia juga disebut sebagai Siddiqah Sughro untuk membedakannya dari sang ibu, Siddiqah Kubro. 

Kemuliaan dan keagungan Sayidah Zainab itu membuat hari kelahirannya ditetapkan sebagai Hari Perawat di Republik Islam Iran. Meski penamaan hari tersebut adalah sesuatu yang tidak berarti akan tetapi hal tersebut memberikan kebanggaan tersendiri kepada para perawat dalam memperingati hari kelahiran putri Imam Ali as.

Umat Syiah harus merasa bangga sebagai pengikut imam yang putrinya menjadi penghias wujudnya baik dari sisi perkataan dan perilaku, atau dari sisi kasih sayang, keberanian, kesabaran, dan ketabahan.

Bukan hanya umat Syiah, akan tetapi seluruh umat dunia harus menimba pelajaran dari kecintaan antara Zainab dan saudaranya Imam Husein as. Zainab merasa tenang dengan mendengar nama saudaranya. Ketika menikah Zainab Kubro menentukan persyaratan agar dia tidak dipisahkan dari Husein lebih dari tiga hari. 

Pada hakikatnya Zainab yang tidak ingin dipisahkan dari saudaranya untuk tiga hari, bagaimana dia mampu menyaksikan tempat pembunuhan saudaranya di padang Karbala, bagaimana dia mampu meninggalkan badan saudaranya yang telah tercabik-cabik di gurun Nainawa, dan bagaimana pula dia mampu merintih di hadapan kepala saudaranya yang telah terpenggal?

Di mana kita dapat menemukan kakak beradik yang sedemikian mencintai sehingga tidak ingin dipisahkan bahkan oleh ajal? Akan tetapi Imam Husein as bukan sekedar saudara bagi Zainab akan tetapi sebagai pemimpin dan imam, oleh karena itu pula Zainab mengorbankan kehidupan dan anak-anaknya demi Husein as, bahkan dia juga mampu menyampaikan pesan kebenaran dan kemazluman saudaranya kepada seluruh umat manusia, bersama mengiringi para tawanan dari rumah ke rumah dan juga kepala saudaranya yang tertancap di atas tombak sedang melantunkan ayat-ayat al-Quran, serta hadir di istana Ibnu Ziyad dan Yazib bin Muawiyah dan meruntuhkan seluruh pilar-pilar ketaghutan mereka.

Benar! Karbala akan tetap di Karbala tanpa Zainab! Di mana kita dapat menemukan kesetiaan saudara perempuan kepada saudaranya seperti Zainab? Maka marilah kita meneguk setetes kecintaan Zainab kepada saudaranya Imam Husein as, dan menjadikan perjalanan hidupnya sebagai pelajaran dalam cinta terhadap saudara.

Salam sejahtera untukmu wahai Zainab...

Salam sejahtera untukmu di hari kelahiranmu...

Salam sejahtera untukmu di hari kau menutup mata...

Ketika kau meletakkan baju Husein as di dadamu...

Dan salam sejahtera di hari ketika kau menginjakkan kaki bersama Husein di dunia abadi... (IRIB Indonesia/MZ)

Sayidah Zainab Al-Kubra Simbol Keindahan



Sayidah Zainab as lahir tanggal 5 Jumadil Awal tahun ke-6 Hijriah di kota Madinah. Beliau adalah anak ketiga dari pasangan Imam Ali as dan Sayidah Fathimah as. Ketika Zainab as lahir ke dunia, Nabi Muhammad Saw sedang berada di perjalanan. Oleh karenanya, Sayidah Fathimah meminta kepada suaminya Imam Ali as untuk memberi nama putri yang baru lahir itu. Namun Imam Ali as memutuskan untuk menanti Nabi Muhammad Saw kembali dari perjalanan dan memberinya nama.

Ketika Rasulullah Saw tiba di Madinah, beliu begitu gembira saat dikabarkan kelahiran cucunya ini dan berkata, "Allah Swt memerintah agar nama anak perempuan ini diberi nama Zainab yang artinya hiasan ayahnya." Rasulullah Saw kemudian menggendong Zainab dan menciumnya lalu berkata, "Saya mewasiatkan kepada kalian semua agar menghormati anak perempuan ini, karena ia mirip Sayidah Khadijah as." Sejarah menjadi bukti bahwa Sayidah Zainab as sama seperti Sayidah Khadijah yang menanggung banyak kesulitan demi memperjuangkan Islam. Dengan kesabaran dan pengorbanannya ia mempersiapkan sarana demi pertumbuhan dan kesempurnaan agama ilahi ini.

Sayidah Zainab as dibesarkan dalam keluarga yang penuh spiritual dan kemuliaan. Karena keluarga ini dihiasi oleh pribadi-pribadi agung seperti Rasulullah Saw, Imam Ali as dan Sayidah Fathimah as. Mereka adalah orang-orang suci dan yang membangun keutamaan manusia. Sayidah Zainab as sejak kecil punya pemahaman yang dalam dan jiwa yang dipenuhi makrifat. Sayidah Zainab as sejak kecil telah menghapal khutbah historis ibunya Sayidah Fathimah as yang penuh dengan pengetahuan Islam, sekaligus sebagai perawi khutbah ini. Setelah dewasa dengan kematangan berpikirnya ia akhirnya dikenal dengan sebutan 'Aqilah yang berarti seorang ilmuwan wanita.

Berbagai kejadian dan peristiwa besar pernah disaksikannya. Sejak kecil Sayidah Zainab as telah kehilangan kakeknya Nabi Muhammad Saw dan tidak berapa lama beliau harus kehilangan ibu tercintanya Sayidah Fathimah as. Setelah itu, tanggung jawab pendidikannya berada di pundak ayahnya Imam Ali as. Dalam didikan ayahnya Imam Ali as, beliau mencapai derajat keilmuan yang tinggi dan keutamaan akhlak.

Semua posisi itu diraihnya ketika mayoritas wanita dimasa itu buta huruf dan tidak punya kesempatan untuk belajar. Sayidah Zainab as setelah menimba ilmu dari ayahnya kemudian mulai menyebarkan agama Islam dan mengajarkan ilmu-ilmu yang dikuasainya kepada kaum hawa waktu itu. Para wanita berduyun-duyun memintanya untuk diperbolehkan hadir dalam majelis pelajaran dan tafsir al-Quran. Kehadirannya di Madinah dan setelah itu selama tinggal di Kufah berhasil menyampaikan ilmu-ilmu Islam kepada kaum hawa.

Ketika Sayidah Zainab as mencapai usia perkawinan, beliau kemudian menikah dengan Abdullah bin Jakfar saudara misannya. Abdullah dikenal sebagai orang kaya Arab. Namun Sayidah Zainab as menjadi isterinya bukan karena hartanya. Ketinggian derajatnya membuat beliau tidak membatasi dirinya dalam kehidupan lahiriah. Beliau telah belajar untuk tidak pernah mengorbankan hakikat dalam kondisi apa pun. Itulah mengapa Sayidah Zainab as senantiasa bersama saudaranya Imam Husein as demi menghidupkan kembali agama dan spiritual manusia serta berusaha untuk memperbaiki masyarakat.

Sayidah Zainab as sewaktu menikah dengan suaminya Abdullah mensyaratkan untuk bisa tetap bersama saudaranya Imam Husein as. Abdullah menerima syarat tersebut dan menikahi cucu Rasulullah Saw ini. Dengan syarat inilah Sayidah Zainab as dapat mengikuti perjalanan bersejarah Imam Husein as dari kota Madinah hingga Karbala dan bangkit menghadapi Yazid penguasa zalim dan korup.

Kondisi paling tepat untuk mengenal lebih jauh kepribadian Sayidah Zainab as adalah dengan mempelajari sejarah Asyura dan tertawannya keluarga Rasulullah Saw. Kondisi paling genting bagi sejarah Islam terjadi dalam peristiwa Asyura di mana pada waktu itu siapa saja dapat menyaksikan keagungan semangat Sayidah Zainab as. Seorang perempuan yang sulit dicari bandingannya dalam sejarah Islam. Mengingat Allah dan shalat menjadi penenangnya. Cahaya ilahi begitu menerangi hatinya, sehingga segala penderitaan yang dihadapinya menjadi tidak berarti.

Kepribadian hakiki seseorang oleh sains dan ilmu psikologi disebutkan bakal muncul di saat orang tersebut dalam kondisi marah atau sangat emosional. Sayidah Zainab as di puncak kesulitan dan penderitaan setelah syahadah saudara dan orang-orang tercintanya masih tetap tegar berkata dan derajat kesabaran, keberanian, dan tawakkalnya kepada Allah yang telah tertanam dalam dirinya didemonstrasikan dengan indah.

Di hadapan para pemimpin zalim dan haus darah dinasti Umayyah, Sayidah Zainab as berdiri dan tanpa takut mengecam sikap mereka serta membela kebenaran Ahlul Bait Nabi Muhammad Saw. Beliau menilai Imam Husein as dan sahabat-sahabatnya sebagai pemenang. Pidatonya yang lugas, fasih dan mematikan di istana Yazid begitu mempengaruhi hadirin yang membuat mereka kembali mengenang ayahnya Imam Ali as.

Dengan tegas Sayidah Zainab as berpidato dengan bersandarkan pada ayat-ayat al-Quran. Kemampuan beliau dalam menjelaskan kebenaran begitu mempesonakan, sehingga pribadi seperti Ibnu Katsir terpengaruh ucapan-ucapan Sayidah Zainab as. Beliau dengan suara lantang dan dalam kondisi menangis berkata, "Ayah dan ibuku menjadi tebusan kalian orang-orang tua terbaik di antara mereka yang lanjut usia, anak-anak kecil terbaik di antara mereka yang masih kecil dan wanita-wanita kalian adalah yang terbaik. Generasi kalian lebih tinggi dan lebih baik dari semua generasi yang ada dan kalian tidak pernah terkalahkan."

Sayidah Zainab as pernah mendengar dari ayahnya Imam Ali as bahwa "Manusia tidak akan pernah mampu mengenal hakikat iman tanpa memiliki tiga hal dalam dirinya; pengetahuan akan agama, kesabaran di tengah kesulitan dan pengelolaan yang baik urusan kehidupannya."

Wanita mulia ini menerima tanggung jawab berat dan sulit, namun kesabarannya seperti permata yang menghiasi jiwanya. Menurut Sayidah Zainab as, ketegaran di jalan kebenaran dan pengorbanan di jalan Allah senantiasa indah dan selamanya bakal dipuji oleh manusia. Demikianlah setelah peristiwa Asyura Sayidah Zainab as kepada orang-orang zalim beliau berkata, "Saya tidak menyaksikan sesuatu kecuali keindahan." (IRIB Indonesia)

Sayidah Zainab, Manifestasi Utuh Perjuangan



Tanggal 5 Jumadil Awal 5 Hijriah merupakan hari yang istimewa. Karena saat itu, Sayidah Zainab as lahir di kota Madinah. Pada hari ini sekitar 14 abad yang lalu, rumah Imam Ali bin Abi Thalib as dan Sayidah Fatimah az-Zahra as diliputi kebahagiaan luar biasa karena terlahir seorang putri yang kelak akan menjadi srikandi perempuan.

Ketika Zainab as lahir ke dunia, Nabi Muhammad Saw sedang berada di perjalanan. Sayidah Fatimah kemudian meminta kepada suaminya Imam Ali as untuk memberi nama putri yang baru lahir itu. Namun Imam Ali as memutuskan untuk menunggu Nabi Muhammad Saw kembali dari perjalanan dan memberinya nama.

Ketika Rasulullah Saw tiba di Madinah, beliau begitu gembira saat dikabarkan kelahiran cucunya ini, dan berkata, "Allah Swt memerintah agar nama anak perempuan ini diberi nama Zainab yang artinya hiasan ayahnya." Rasulullah Saw kemudian menggendong Zainab dan menciumnya lalu berkata, "Saya mewasiatkan kepada kalian semua agar menghormati anak perempuan ini, karena ia mirip Sayidah Khadijah as."

Sejarah kemudian menjadi bukti bahwa Sayidah Zainab as sama seperti Sayidah Khadijah yang menanggung banyak kesulitan demi memperjuangkan Islam. Dengan kesabaran dan pengorbanannya ia mempersiapkan sarana demi pertumbuhan dan kesempurnaan agama ilahi ini.

Sayidah Zainab as adalah sosok perempuan yang dijadikan sebagai simbol keberanian dan ketegaran dalam membela kebenaran. Perannya di Asyura menjadi catatan tersendiri dalam sejarah Islam dan kemanusiaan sepanjang masa. Di tengah puncak kepedihan dan ujian berat, Sayidah Zainab tetap tegar.

Rahasia ketegaran itu adalah keimanan kepada Allah Swt. Apalagi Sayidah Zainab lahir di tengah keluarga suci. Pendidikan suci yang didapatkannya dari kakeknya, Rasulullah Saw, ayahnya, Imam Ali as dan ibunya, Sayidah Fatimah az-Zahra as menjadikan Sayidah Zainab sebagai sosok pemberani dan tegar yang namanya selalu dikenang sepanjang sejarah.

Sayidah Zainab as hidup di tengah keluarga manusia-manusia suci. Di masa hidupnya, putri Imam Ali as dan Fatimah Az-Zahra as mendapat kasih sayang melimpah dari kakeknya, Rasulullah Saw. Beliau juga melihat langsung pengorbanan ibunya, Sayidah Fatimah az-Zahra as dalam menciptakan ketenangan, spiritual dan kasih sayang. Sayidah Zainab pada umur empat tahun menyaksikan pengorbanan keluarganya yang harus menahan lapar dan memberikan makanan ke orang-orang yang membutuhkan demi kerelaan Allah Swt. Ketika dewasa, Sayidah Zainab mempunyai peran penting dalam peristiwa Karbala.

Kedudukan mulia Sayidah Zainab hanya dapat diraih melalui makrifat yang mendalam kepada Allah Swt. Beliau adalah murid ayahnya, Imam Ali as. Sayidah Zainab menyaksikan perilaku mulia Imam Ali as dari dekat.

Jika seseorang berkeyakinan bahwa Allah Swt itu Maha Agung, maka segala sesuatu selainnya adalah kecil. Pandangan ketuhanan Sayidah Zainab seperti inilah yang menyebabkannya tidak ada yang lebih besar dari keagungan ilahi.

Ketika Sayidah Zainab as mencapai usia perkawinan, beliau kemudian menikah dengan Abdullah bin Jakfar, saudara sepupunya. Abdullah dikenal sebagai orang kaya Arab. Namun Sayidah Zainab as menjadi istrinya bukan karena hartanya. Ketinggian derajat Sayidah Zainab membuat beliau tidak membatasi dirinya dalam kehidupan lahiriah.

Untuk itu, Sayidah Zainab dalam pernikahannya dengan Abdullah yang kaya raya, mensyaratkan untuk tetap bisa mendampingi Imam Husein as di seluruh perjalanannya. Karena persyaratan ini, Sayidah Zainab as berada di samping Imam Husein as saat terjadi peristiwa Asyura. Beliaupun menjadi pembela dan penyambung misi Imam Husein as di Karbala. Tanpa peran Sayidah Zainab as, misi Karbala sulit tersampaikan kepada umat saat itu. Bahkan kunci kemenangan gerakan Imam Husein as terletak pada Sayidah Zainab as.

Sayidah Zainab mampu menyampaikan pesan-pesan gerakan Imam Husein as dengan bahasa lugas dan jelas. Dengan berbagai statemennya, Sayidah Zainab mampu menciptakan revolusi di Kufah dan Syam. Kecerdasan dan kepiawaian Sayidah Zainab as merupakan faktor keberhasilan misi dan visinya dalam melanjutkan perjuangan Imam Husein as.

Dalam berbagai riwayat disebutkan bahwa Sayidah Zainab as mendapat makrifat dan ilmu langsung dari Allah Swt. Imam Ali Zainal Abidin as dalam satu perkataannya kepada Sayidah Zainab as mengatakan, "Wahai saudari ayahku, engkau adalah seorang alim tanpa pernah belajar dari seorang guru. Engkau telah memiliki pemahaman hakikat."

Ketauhidan selalu menjadi pijakan kehidupan Sayidah Zainab as, dan kemudian menghantarkan beliau sebagai sosok yang pasrah dan rela di hadapan Allah Swt. Tak salah, ketegaran Sayidah Zainab tak pernah surut dalam kondisi apapun.

Pasca Karbala, Ibnu Ziyad, penguasa Kufah saat itu, kepada Sayidah Zainab, mengatakan, "Apa yang kamu saksikan dari perilaku Tuhan kepada saudaramu, Husein?" Sayidah Zainab menjawab, "Saya hanya menyaksikan keindahan semata." Kemudian Sayidah Zainab mengatakan, "Mereka (para syuhada Karbala) adalah manusia-manusia yang Allah Swt mencatat mereka sebagai orang-orang yang gugur syahid. Mereka sekarang ini telah pergi ke tempat yang haqiqi."

Sayidah Zainab dikenal sebagai Aqilah Bani Hasyim karena makrifatnya yang luar biasa. Aqilah itu adalah sebutan untuk cendekia perempuan. Di masa kanak-kanak, Sayidah Zainab mampu menghafal seluruh khutbah monumental Sayidah Fatimah az-Zahra as.

Pencerahan Sayidah Zainab dalam perjalanan dari kota Sham hingga Madinah bukan hanya karena kehilangan saudara-saudaranya di padang Karbala. Akan tetapi gerakan Sayidah Zainab mencerminkan tekad besar putri Imam Ali as dalam menghidupkan kembali nilai-nilai mulia agama yang terlupakan dan posisi keluarga Rasulullah Saw. Sayidah Zainab benar-benar memanfaatkan kehadiran masyarakat yang membludak di sepanjang jalan yang dilewati rombongan Ahlul Bait as. Seruan Sayidah Zainab sa telah terdengar oleh semua pihak. Tidak ada alasan lagi bagi umat saat itu untuk bersikap diam dalam menghadapi kebatilan dan arogansi para penguasa.

Rombongan keluarga Rasulullah Saw juga digiring oleh pasukan musuh Allah Swt di jalan-jalan Kufah, kota yang pernah berada di bawah pimpinan ayahnya, Ali bin Abi Thalib as. Menggiring rombongan Sayidah Zainab di kota Kufah kian mempercepat tercapainya target gerakan pencerahan Sayidah Zainab as. Di kota Kufah yang pernah menjadi pusat pemerintahan Imam Ali as, keluarga Rasulullah Saw sangat terhormat. Akan tetapi umat saat itu menghancurkan kehormatan keluarga mulia Rasulullah Saw. Sayidah Zainab dengan pidatonya berupaya menyampaikan pencerahan kepada masyarakat yang tidak tahu. Melalui pencerahan Sayidah Zainab as, masyarakat yang jahil atau tidak tahu akan menyadari posisi mulia keluarga Rasulullah Saw. Kondisi saat itu menunjukkan bahwa masyarakat sudah menyimpang jauh dari garis yang ditetapkan Rasulullah Saw.

Peran Sayidah Zainab as merupakan manifestasi utuh amar makruf dannahi munkar. Ketika berhadapan dengan penguasa lalim saat itu, Yazid bin Muawiyah, Sayidah dengan lantang mengatakan, "Wahai Yazid, kekuasaan dan dinasti telah menghilangkan kemanusiaanmu. Kamu adalah penghuni neraka. Laknat atas kamu!!! Kamu telah memerangi ajaran Rasulullah Saw. Ketahuilah, meski sudah mengerahkan semua upayamu, tapi agama tak akan sirna dan akan kekal. Namun kamu akan hancur dan sirna."

Wanita mulia ini menerima tanggung jawab berat dan sulit, namun kesabarannya seperti permata yang menghiasi jiwanya. Bagi Sayidah Zainab as, ketegaran di jalan kebenaran dan pengorbanan di jalan Allah senantiasa indah. Demikianlah setelah peristiwa Asyura, Sayidah Zainab as kepada orang-orang zalim beliau berkata, "Saya tidak menyaksikan sesuatu kecuali keindahan." (IRIB Indonesia)

Sayidah Zainab Refleksi Semangat Syahadah



Sayidah Zainab al-Kubra as lahir dari keluarga wahyu. Ayahnya, Ali bin Abi Thalib as merupakan pejuang Islam paling berani di medan tempur. Sementara ibunya adalah Sayidah Fathimah as, perempuan pemberani yang memiliki kesempurnaan. Imam Ali as senantiasa berdoa agar mendapat anugerah mati syahid. Itulah mengapa dalam perang Uhud, beliau begitu sedih tidak berhasil meraih cawan syahadah. Tapi kabar gembira yang disampaikan oleh Rasulullah Saw bahwa beliau akhirnya akan meninggalkan dunia dalam keadaan syahid begitu membuatnya gembira dan bersyukur kepada Allah. Akhirnya, Imam Ali as mencapai kebanggaan sebagai syahid dan meninggal dunia pada tanggal 21 Ramadhan tahun ke-4 Hijriah.

Tidak boleh lupa, ibunya Sayidah Fathimah az-Zahra as juga mereguk cawan syahadah dalam usia muda akibat membela wilayah dan pemimpin yang ditunjuk oleh Rasulullah Saw.

Benar, Sayidah Zainab as adalah anak perempuan Ali dan Fathimah as. Sudah barang tentu beliau juga mewarisi sifat dan semangat orang tuanya. Sejak masih kecil Sayidah Zainab telah mengenal syahadah. Kenyataan ini membuat beliau semakin dekat dan akrab dengan syahadah dan mati syahid. Hal ini yang mengantarnya mengikuti konvoi syahadah pada bulan Muharram tahun 61 Hq, sekalipun partisipasi beliau tidak mengantarnya mereguk cawan syahadah. Namun beliau dengan gagah berani menunjukkan dirinya siap syahid di jalan Allah di pelbagai tempat dan kondisi.

Pasca syahadah kakaknya Imam Husein as, pasukan Umar bin Saad menjarah tenda Ahlul Bait. Beberapa orang dari mereka tiba di kemah Imam Zainal Abidin as. Saat itu Imam Sajjad as dalam keadaan sakit dan tidak mampu untuk bangkit dari tempat tidurnya. Salah seorang dari mereka berteriak, "Jangan biarkan seorangpun dari mereka yang hidup, baik kecil maupun dewasa!" Yang lain menyahut, "Jangan terburu-buru! Kita harus menyampaikan hal ini kepada Umar bin Saad." Pada waktu itu, Syimr al-Jausyan mengeluarkan pedangnya dan bermaksud membunuh Imam Sajjad as. Hamid bin Muslim berkata, "Subhanallah! Apakah anak-anak juga akan dibunuh? Bukankah ia (Imam Sajjad as) masih anak-anak dan dalam kondisi sakit! Syimr berkata, "Ibn Ziyad mengeluarkan perintah agar kita membunuh seluruh anak Husein."

Sayidah Zainab as yang menyaksikan kejadian itu segera mendekati Imam Sajjad as dan berkata, "Ia tidak akan terbunuh, sehingga saya sebagai pembelanya terbunuh lebih dahulu."

Ucapan Sayidah Zainab itu menyebabkan Umar bin Saad meminta Syimr agar mengurungkan niatnya.

Sekalipun Sayidah Zainab as tidak berhasil mereguk cawan syahadah seperti para syahid yang lain, tapi beliau menggunakan seluruh kapasitas dan energinya untuk melindungi agama Allah. Beliau menghadapi banyak cobaan yang berat. Dapat dikatakan bahwa Sayidah Zainab as merupakan teladan dari para keluarga syuhada Karbala yang hidup waktu itu.

Di sini Sayidah Zainab as mendemonstrasikan keberanian yang diwarisi dari ibunya yang membela wilayah Imam Ali as. Di Karbala Sayidah Zainab as bangkit membela wilayat kakaknya, Imam Husein as, tanpa ada rasa khawatir sedikitpun bahwa perbuatannya itu bakal mendatangkan bahaya, bahkan syahadah.

Anak Syahid
Sayidah Fathimah az-Zahra as syahid beberapa waktu setelah meninggalnya Rasulullah Saw. Menurut riwayat yang lebih bisa dipercaya beliau waktu itu berusia 18 tahun. Sementara ayahnya syahid pada tahun 40 Hijriah. Pada waktu-waktu itu, Sayidah Zainab as masih membutuhkan kasih sayang ibu dan ayah. Tapi kenyataan membuat beliau tidak dapat merasakan anugerah ilahi ini. Akan tetapi berdasarkan ajaran wahyu dan ilahi, Sayidah Zainab as telah mengenal dengan baik nilai dan posisi tinggi syahid dan semangat syahadah. Oleh karenanya, beliau dapat menanggung segala musibah yang menimpanya.

Saudara Syahid
Sebelum peristiwa Karbala dan pasca syahidnya ayah dan ibunya, saudaranya Imam Hasan as mereguk cawan syahadah pada tahun 50 Hijrah.

Imam Hasan as harus menanggung sakit luar biasa akibat racun yang diberikan kepadanya. Di pertengahan malam, Imam Hasan as tidak mampu lagi menahan sakit yang menderanya. Beliau tahu bahwa hanya Zainab as, adiknya yang mampu meringankan penderitaannya. Beliau pun memanggil adiknya. Sayidah Zainab menuju tempat tidur kakaknya dan menyaksikan kakak tercintanya sedang menahan sakit. Akhirnya, Sayidah Zainab as harus menyaksikan syahadah orang ketiga yang begitu dicintainya. Tapi ini bukan akhir dari segala penderitaannya.

Pasca peristiwa Karbala, Sayidah Zainab as harus kehilangan saudaranya Imam Husein as, Abdullah, Jakfar, Utsman, Abu al-Fadhl al-Abbas bin Ali anak Ummul Banin, Jakfar bin Ali, Utsman bin Ali dan Abu Bakar bin Ali. Mereka semua meraih derajat yang tinggi bernama syahadah.

Di sebagian riwayat disebutkan bahwa ketika Sayidah Zainab berada di sisi jasad saudaranya Imam Husein as, seketika beliau mengingat Allah dan berkata, "Ya Allah! Terimalah sedikit pengorbanan dari kami."

Ungkapan beliau ini menunjukkan pemikiran yang mendalam dari Sayidah Zainab as tentang syahadah. Cara pandang ini yang membuat beliau begitu tegar menghadapi segala bencana dan cobaan yang menimpanya.

Ibu Syahid
Selain menyaksikan syahadah saudara-saudaranya di jalan pembelaan terhadap Islam, Sayidah Zainab juga mengirim anak-anaknya  membela saudara-saudaranya di medan perang. Akhirnya setelah berperang dengan gigih, mereka juga akhirnya menyusul paman-pamannya mereguk cawan syahadah.

Dengan membandingkan riwayat yang mengisahkan kesyahidan anak-anak Sayidah Zainab as dan anak-anak saudaranya, terlihat betapa Sayidah Zainab as lebih mencintai Imam Zaman dan anak-anaknya. Hal ini yang membuat beliau tidak ragu mengikuti konvoi Imam Husein as. Itulah mengapa dalam sejarah Islam beliau dikenal dengan sebutan "Syarikah al-Husein" (Pengiring al-Husein).

Hari Asyura, Sayidah Zainab as memakaikan anak-anaknya ‘Aun dan Muhammad dengan pakaian baru. Beliau kemudian membersihkan tubuh anak-anaknya dari debu dan kotoran, lalu memberikan sepasang pedang kepada keduanya yang menunjukkan mereka siap untuk syahid. Kemudian beliau membawa keduanya ke hadapan saudaranya Imam Husein as dan meminta izin agar Imam Husein as membolehkan keduanya pergi ke medan perang. Tapi Imam Husein as tidak mengizinkan keduanya pergi ke medan perang. Sayidah Zainab as memaksa beliau agar mengizinkan keduanya. Akhirnya, Imam Husein as mengizinkan keduanya pergi ke medan perang.

Kedua anak Sayidah Zainab as melangkah dengan tegar menuju medan tempur dan setelah bertarung dengan gagah berani, keduanya akhirnya gugur syahid. Imam Husein as mendekati jasad dua remaja itu dan memeluknya lalu menggendong keduanya ke perkemahan. Para perempuan yang ada keluar menyambut jasad anak-anak Sayidah Zainab as. Biasanya, setiap kali ada yang syahid dan dibawa kembali ke tenda, maka Sayidah Zainab as adalah yang paling pertama menjemputnya. Tapi kali ini beliau tidak terlihat menyongsong jasad kedua anaknya. Beliau tidak keluar dari kemahnya. Sayidah Zainab as tidak keluar khawatir air matanya menetes menyaksikan jasad dua anaknya dan tidak dapat menahan diri. Karena bila sampai hal itu terjadi, beliau lebih mengkhawatirkan pahala yang didapatnya lewat pengorbanan kedua anaknya akan berkurang. Di sisi lain, beliau juga tidak ingin saudaranya Imam Husein as melihatnya dalam kondisi sedih dan merasa malu atau tidak dapat menjawab pandangan matanya. Itulah mengapa Sayidah Zainab as memilih untuk tetap tinggal di dalam kemahnya.

Bibi Syahid
Dalam peristiwa Karbala, banyak dari keluarga Imam Hasan as yang gugur syahid. Anak-anak Imam Husein as seperti Qasim, Abdullah dan Abu Bakar termasuk yang syahid di Karbala. Sementara dari anak saudaranya Imam Husein as adalah Ali Akbar dan Ali Asghar. Mereka semua syahid dengan makrifat akan jalan yang sedang ditempuhnya.

Diriwayatkan pasca syahadah Ali Akbar as, Sayidah Zainab as lebih cepat dari Imam Husein as menghampiri jasad Ali Akbar. Karena beliau tahu betapa cintanya Imam Husein as kepada Ali Akbar. Bila menyaksikan Ali Akbar syahid, kemungkinan beliau akan menjadi sangat sedih. Oleh karenanya, Sayidah Zainab as lebih dahulu mendekati Ali Akbar dan tidak membiarkan saudaranya Imam Husein as merasa sedih seorang diri.

Dengan dasar ini, saat membandingkan riwayat tentang syahadah anak-anak Sayidah Zainab as dan anak-anak saudaranya, terlihat kecintaan beliau lebih besar terhadap saudara dan anak-anak saudaranya.

Musibah yang diderita Sayidah Zainab as dimulai setelah peristiwa Asyura berakhir dan syahadah Imam Husein as. Pada waktu itu beliau begitu tegar menghadapi segala kesulitan dan bertanggung jawab atas rombongan keluarga syuhada Karbala. Siapa saja yang obyektif pasti mengakui kebesaran jiwa Sayidah Zainab dalam menghadapi segala kesulitan dan pada saat yang sama bertanggung jawab atas rombongan yang bersamanya. (IRIB Indonesia)




0 comments to "Oh Zainab, kaum muslimin dunia "hampir tidak mengetahui" siapakah engkau, kalau bukan salahsatunya karena perjuangan engkau, mungkin ISLAM yang sesungguhnya hanya akan menjadi "buahbibir""

Leave a comment