Bulan ini adalah bulan Muharam. Ada dua pendapat berkenaan dengan bulan ini.
Kelompok pertama
menyebutkan bahwa bulan Muharam merupakan tahun baru umat Islam yang
banyak dirayakan dengan pesta dan penuhnya ungkapan kebahagiaan. Mereka
beranggapan bahwa hari-hari kejayaan Islam sedang berada di depan
pintu..
Rasulullah saw bersabda, “Kalian akan mengikuti cara-cara orang kafir sesiku-sesiku, sejengkal-demi sejengkal kalian akan digiring untuk mengikuti tradisi orang (Yahudi dan Nasrani) sehingga walaupun kalian dibawa ke lubang serigala kalian akan mengikutinya dengan patuh.” Al-Asykari menyebutkan salah satu tradisi orang Yahudi dan Nasrani adalah mengubah-ubah kitab Allah. Kemudian orang Islam melanjutkan tradisi orang kafir itu dengan mengubah makna kitab Allah, dan mengubah huruf serta kalimat di dalam hadis Nabi. Tradisi peringatan tahun baru Islam sebenarnya mengikuti tradisi orang Yahudi dan Nasrani. Sebenarnya di dalam Islam tidak ada tradisi memperingati tahun baru Islam. Hal ini bisa dilihat bahwa nenek moyang kita pun tidak memperingatinya, bahkan dalam sejarah Islam di Indonesia tidak dikenal tradisi memperingati tahun baru Islam ini. Peringatan tahun baru Islam itu baru dirayakan belakangan ini. Mengapa harus merayakannya? Salah seorang dai menyebutkan bahwa “umat Islam jangan kalah sama umat Nasrani yang memperingati tahun barunya secara besar-besaran dan Umat Islam harus memperingati tahun baru Islam secara besar-besaran pula”. Jadi, menurut dia, peringatan tahun baru meniru orang Nasrani. Nabi berkata, ”Sekiranya di kalangan ahli kitab itu dulu ada anak yang menzinahi ibunya, maka akan terjadi hal yang sama di kalangan umat Islam juga.” Tradisi membuka aurat, tidak memakai jilbab boleh jadi diambil sebagian dari tradisi meniru orang-orang Barat..
Ada beberapa kekeliruan anggapan umat Islam tentang tahun baru Islam. Kekeliruan pertama bahwa tradisi peringatan tahun baru Islam harus dirayakan seperti halnya orang Nasrani merayakan tahun barunya. Kedua, umat Islam banyak yang menganggap bahwa hijrah Rasulullah saw terjadi pada bulan Muharam, sehingga pada bulan ini banyak pengajian yang menceritakan peristiwa hijrahnya Nabi saw. Nabi hijarah bukan pada bulan Muharam, melainkan pada bulan Rabi’ul Awal. Tidak ada satu pun mazhab yang menyebutkan bahwa Rasulullah hijrah pada bulan Muharam. Jadi, kalau ingin memperingati hijrah Nabi semestinya dirayakan pada bulan Rabi’ul Awal. Kekeliruan itu mungkin memiliki asal muasalnya dari kitab-kitab hadis. Di dalam Bukhari diceritakan ketika Nabi datang ke kota Madinah dan beliau melihat di kota itu ada orang-orang Yahudi sedang berpuasa. Nabi bertanya kepada mereka, ”Puasa apa yang kalian kerjakan?” Mereka menjawab, ”Kami melakukan puasa ‘Asyura (sepuluh Muharam), untuk mensyukuri keselamatan Nabi Musa dari kejaran Fir’aun.” Nabi saw berkata, ”Aku lebih layak untuk melakukan puasa daripada saudaraku Musa.” Dalam riwayat lain Nabi berkata, ”Aku akan berpuasa pada waktu yang akan datang.” Hadis ini mesti kita tolak, karena Nabi itu hijrah pada bulan Rabi’ul awal, tidak mungkin orang puasa sepuluh Muharam pada bulan Rabi’ul Awal, semesti tidak mungkinnya orang salat Jumat pada hari Senin. Karena alasan hadis itulah, sekelompok orang mengembangkan satu ideologi untuk menjadikan sepuluh Muharam hari kemenangan umat Islam, hari untuk pesta pora, dan hari untuk berbahagia..
Sebagian mubalig pun menceritakan bahwa tanggal sepuluh Muharam Nabi Musa diselamatkan dari Fir’aun, Ibrahim diselamatkan dari Namrudz dan Nabi Nuh selamat dari air bahnya, dan Nabi Adam diampuni dosa-dosanya. Sepuluh Muharam dianggap sebagai hari kemenangan orang-orang saleh. Sehingga tidaklah heran bahwa pada tanggal sepuluh Muharam dipindahkan menjadi tahun baru Islam karena kemenangan orang-orang saleh..
Pendapat kedua, berkenaan dengan bulan Muharam, mereka beranggapan bahwa bulan ini adalah bulan duka cita, bulan musibah. Karena pada bulan ini keluarga Rasulullah saw dibantai secara mengenaskan oleh sesama muslim, orang yang menyatakan dirinya orang Islam. Peristiwa ini terjadi pada tanggal sepuluh Muharam..
Sepuluh Muharam, menurut kelompok ini, bukanlah hari untuk bercanda dan bergembira, melainkan hari untuk menangis dan berduka cita. Pada kelompok kedua tidak ditemukan hadis-hadis yang menyatakan sepuluh Muharam itu adalah hari kemenangan para nabi. Yang mereka ketahui pada hari itu, kalau kemenangan diukur dengan kekejaman dan kekuasaan yang tidak terbatas, maka apakah sepuluh Muharram memang hari kemenangan ?. Karena ini terbukti Nabi Hijrah pada bulan Rabiul awal bukan pada bulan Muharram mengapa hal ini terjadi ? adakah kebenaran dalam risalah perayaan ini atau kegembiraan yang selama ini kita rayakan bersama..?
Rasulullah saw bersabda, “Kalian akan mengikuti cara-cara orang kafir sesiku-sesiku, sejengkal-demi sejengkal kalian akan digiring untuk mengikuti tradisi orang (Yahudi dan Nasrani) sehingga walaupun kalian dibawa ke lubang serigala kalian akan mengikutinya dengan patuh.” Al-Asykari menyebutkan salah satu tradisi orang Yahudi dan Nasrani adalah mengubah-ubah kitab Allah. Kemudian orang Islam melanjutkan tradisi orang kafir itu dengan mengubah makna kitab Allah, dan mengubah huruf serta kalimat di dalam hadis Nabi. Tradisi peringatan tahun baru Islam sebenarnya mengikuti tradisi orang Yahudi dan Nasrani. Sebenarnya di dalam Islam tidak ada tradisi memperingati tahun baru Islam. Hal ini bisa dilihat bahwa nenek moyang kita pun tidak memperingatinya, bahkan dalam sejarah Islam di Indonesia tidak dikenal tradisi memperingati tahun baru Islam ini. Peringatan tahun baru Islam itu baru dirayakan belakangan ini. Mengapa harus merayakannya? Salah seorang dai menyebutkan bahwa “umat Islam jangan kalah sama umat Nasrani yang memperingati tahun barunya secara besar-besaran dan Umat Islam harus memperingati tahun baru Islam secara besar-besaran pula”. Jadi, menurut dia, peringatan tahun baru meniru orang Nasrani. Nabi berkata, ”Sekiranya di kalangan ahli kitab itu dulu ada anak yang menzinahi ibunya, maka akan terjadi hal yang sama di kalangan umat Islam juga.” Tradisi membuka aurat, tidak memakai jilbab boleh jadi diambil sebagian dari tradisi meniru orang-orang Barat..
Ada beberapa kekeliruan anggapan umat Islam tentang tahun baru Islam. Kekeliruan pertama bahwa tradisi peringatan tahun baru Islam harus dirayakan seperti halnya orang Nasrani merayakan tahun barunya. Kedua, umat Islam banyak yang menganggap bahwa hijrah Rasulullah saw terjadi pada bulan Muharam, sehingga pada bulan ini banyak pengajian yang menceritakan peristiwa hijrahnya Nabi saw. Nabi hijarah bukan pada bulan Muharam, melainkan pada bulan Rabi’ul Awal. Tidak ada satu pun mazhab yang menyebutkan bahwa Rasulullah hijrah pada bulan Muharam. Jadi, kalau ingin memperingati hijrah Nabi semestinya dirayakan pada bulan Rabi’ul Awal. Kekeliruan itu mungkin memiliki asal muasalnya dari kitab-kitab hadis. Di dalam Bukhari diceritakan ketika Nabi datang ke kota Madinah dan beliau melihat di kota itu ada orang-orang Yahudi sedang berpuasa. Nabi bertanya kepada mereka, ”Puasa apa yang kalian kerjakan?” Mereka menjawab, ”Kami melakukan puasa ‘Asyura (sepuluh Muharam), untuk mensyukuri keselamatan Nabi Musa dari kejaran Fir’aun.” Nabi saw berkata, ”Aku lebih layak untuk melakukan puasa daripada saudaraku Musa.” Dalam riwayat lain Nabi berkata, ”Aku akan berpuasa pada waktu yang akan datang.” Hadis ini mesti kita tolak, karena Nabi itu hijrah pada bulan Rabi’ul awal, tidak mungkin orang puasa sepuluh Muharam pada bulan Rabi’ul Awal, semesti tidak mungkinnya orang salat Jumat pada hari Senin. Karena alasan hadis itulah, sekelompok orang mengembangkan satu ideologi untuk menjadikan sepuluh Muharam hari kemenangan umat Islam, hari untuk pesta pora, dan hari untuk berbahagia..
Sebagian mubalig pun menceritakan bahwa tanggal sepuluh Muharam Nabi Musa diselamatkan dari Fir’aun, Ibrahim diselamatkan dari Namrudz dan Nabi Nuh selamat dari air bahnya, dan Nabi Adam diampuni dosa-dosanya. Sepuluh Muharam dianggap sebagai hari kemenangan orang-orang saleh. Sehingga tidaklah heran bahwa pada tanggal sepuluh Muharam dipindahkan menjadi tahun baru Islam karena kemenangan orang-orang saleh..
Pendapat kedua, berkenaan dengan bulan Muharam, mereka beranggapan bahwa bulan ini adalah bulan duka cita, bulan musibah. Karena pada bulan ini keluarga Rasulullah saw dibantai secara mengenaskan oleh sesama muslim, orang yang menyatakan dirinya orang Islam. Peristiwa ini terjadi pada tanggal sepuluh Muharam..
Sepuluh Muharam, menurut kelompok ini, bukanlah hari untuk bercanda dan bergembira, melainkan hari untuk menangis dan berduka cita. Pada kelompok kedua tidak ditemukan hadis-hadis yang menyatakan sepuluh Muharam itu adalah hari kemenangan para nabi. Yang mereka ketahui pada hari itu, kalau kemenangan diukur dengan kekejaman dan kekuasaan yang tidak terbatas, maka apakah sepuluh Muharram memang hari kemenangan ?. Karena ini terbukti Nabi Hijrah pada bulan Rabiul awal bukan pada bulan Muharram mengapa hal ini terjadi ? adakah kebenaran dalam risalah perayaan ini atau kegembiraan yang selama ini kita rayakan bersama..?
PELAJARILAH ISLAM DENGAN SEPENUH
HATIMU..
Sumber : http://thre3sky.blogspot.com/2009/12/sedikit-sejarah-tentang-muharram.html
Tragedi Kemanusian yang Terlupakan
Empat belas abad yang silam menjadi saksi sejarah, sebuah tragedi kemanusiaan yang tidak saja menyedihkan tapi sekaligus memilukan. betapa tidak.
Cucu Rasulullah Imam Husein yang menjadi belaian kasih sayang Nabi SAW dibantai secara tragis di Padang Karbala.
Leher imam Husein yang sering dicium oleh kakeknya, harus dipenggal oleh pasukan bengis yang dipimpin oleh Umar bin Saad, yang kemudian dipersembahkan kepada penguasa yang zalim, Yazid bin Muawiah ketika itu. Membuka kembali lembaran sejarah peristiwa Karbala tidak hanya untuk membacanya lalu bersama-sama menguraikan air mata.
Ada pelajaran penting di sana. Sebuah misi yang membuat setiap pribadi yang ikut di dalamnya mengambil sebuah adegan yang saling mendukung melanjutkan misi Imam Husein. Beliau keluar untuk melakukan revolusi setelah melihat perilaku Yazid bin Muawiyah yang sewenang-wenang.
Tragedi Karbala adalah sebuah tragedi kemanusiaan yang luar biasa, dan melihat fakta bahwa keagungannya unik dan tak tertandingi, konsekuensinya juga luar biasa. Yang mendorong Imam Husain untuk bangkit memberontak adalah untuk menghentikan penyimpangan dan bid`ah yang terjadi di area politik Islam saat itu.
Penyimpangan itu adalah penentangan terhadap eksistensi sistem Islami dengan meletakkan kekuasaan di tangan orang-orang yang tidak qualified. Setelah Nabi saw wafat berbagai peristiwa berjalan sedemikian rupa sehingga akhirnya mengubah Khilafah menjadi sebuah jabatan yang didasarkan pada cinta dunia yang diwujudkan dalam cinta kekuasaan, kesewenang-wenangan, egoisme dan keserakahan.
Imam Husain berjuang melawan penyimpangan ini. Sejarah manusia menunjukkan secara jelas bahwa pemimpin zalim hanya berpikir untuk mempertahankan kekuasaannya dengan cara apa pun juga, termasuk dengan mengumpulkan kekayaan sebanyak-banyaknya dan menguasainya secara personal.
Di antara cara mempertahankan kekuasaan pemimpin zalim ialah dengan menyebarkan nilai-nilai kezaliman di kalangan para pejabat pemerintahannya bahkan di tengah masyarakat luas. Untuk itulah pemimpin zalim tidak akan pernah menyukai orang-orang saleh, yang menjunjung tinggi nilai-nilai kebenaran dan keadilan, bahkan menganggapnya sebagai sumber ancaman terhadap eksistensi kekuasaannya.
Sejarah juga membuktikan bahwa Muawiyah dan anaknya Yazid, serta mayoritas para penguasa Bani Umayyah adalah jenis pemimpin yang zalim. Akibatnya dapat kita lihat dengan menyebarnya dekadensi moral di sebagian besar lapisan masyarakat, terutama di kalangan para pejabat Negara ketika itu.
Ketidakadilan, kesemena-menaan, kejahatan dan ketidakamanan menyebar ke mana-mana. Di antara yang paling parah ialah munculnya diskriminasi rasial di kalangan masyarakat muslim, dan meluasnya ideologi-ideologi sesat yang merusak akidah dan keyakinan Islam.
Semua itu benar-benar merupakan ancaman serius bagi kemurnian ajaran Islam yang telah diperjuangkan oleh Nabi SAW. Melihat kondisi buruk itu, yang mencapai puncaknya di zaman Yazid bin Muawiyah, maka sejumlah tokoh Kufah, Irak, yang dulu merupakan pengikut Imam Ali, menulis surat kepada Imam Husein agar datang ke Kufah untuk memimpin masyarakat Kufah memerangi Yazid.
Imam Husein yang merasa terpanggil untuk menegakkan amar ma’ruf nahi munkar, memenuhi panggilan masyarakat Kufah ini dan berangkat menuju ke kota bekas pusat pemerintahan ayahanda beliau itu. Akan tetapi, pihak penguasa, yaitu Yazid yang mencium gerak-gerik penduduk Kufah ini, segera mengirim pasukan militer ke kota ini dan membasmi gerakan tersebut dengan menangkapi, memenjarakan dan membunuhi para tokohnya.
Dengan demikian, jadilah Imam Husein kehilangan pendukung besarnya. Akan tetapi, beliau tetap berniat datang ke Kufah. Yazid yang mengetahui bahwa Imam Husein tetap bergerak menuju ke Kufah, mengirim bala tentara lengkap untuk mencegah kedatangan beliau ke kota ini. Terhalang untuk masuk ke kota Kufah, akhirnya rombongan Imam Husein yang berjumlah 72 orang kemudian digiring hingga tiba di sebuah padang pasir bernama Karbala.
Ketika datang perintah dari Yazid di Syam, agar Imam Husein beserta rombongannya dibantai, maka terjadilah pertempuran yang sangat tak seimbang, 72 orang rombongan imam Husein yang terdiri dari keluarga dan sahabatnya harus bertarung melawan tentara Yazid yang berjumlah kurang lebih 20.000 pasukan, yang kemudian dikenal di seluruh dunia dan di sepanjang sejarah sebagai tragedi Karbala.
Peristiwa tragis itu terjadi tepatnya 10 Muharram 61 H, dimana pasukan Yazid yang dimotori oleh Ibnu Ziyad mulai melakukan serangan pada rombongan Imam Husein yang dalam keadaan haus dan lapar. Salah seorang pasukan melancarkan anak panah pada leher anak Imam Husein yang masih bayi dan berada dalam pangkuan ibunya, sehingga mengalirlah darah dari lehernya dan meninggallah bayi yang tak berdosa itu.
Pada sore hari 10 Muharram 61 H, pasukan Imam Husein banyak yang berguguran. Sehingga Imam Husein tinggallah seorang diri dan beberapa anak-anak dan wanita. Dalam keadaan haus dan lapar di depan pasukan Ibnu Ziyad , Imam Husein berkata: “Bukalah hati nurani kalian, bukankah aku adalah putera Fatimah dan cucu Rasulullah saw.
Pandanglah aku baik-baik, bukankah baju yang aku pakai adalah baju Rasululah saw.”Tapi sayang seribu sayang karena iming-iming hadiah jabatan dan materi dari Ibnu Ziyad dan Yazid bin Muawiyah, mereka menyerang Imam Husein yang tinggal seorang diri. Serangan itu disaksikan oleh Zainab (adiknya), Syaherbanu (isterinya), Ali bin Husein (puteranya), dan rombongan yang masih hidup yang terdiri dari wanita dan anak-anak.
Pasukan Ibnu Ziyad melancarkan anak-anak panah pada tubuh Imam Husein, dan darah mengalir dari tubuhnya yang sudah lemah. Akhirnya Imam Husein terjatuh di tengah-tengah mayat para syuhada’ dari pasukannya. Melihat Imam Husein terjatuh dan tak berdaya, Syimir dari pasukan Ibnu Ziyad turun dari kudanya, menginjak-injakkan kakinya ke dada Imam Husein, lalu menduduki dadanya dan menghunus pedang, kemudian menyembelih leher Imam Husein yang dalam kehausan, sehingga terputuslah lehernya dari tubuhnya.
Menyaksikan peristiwa yang tragis ini Zainab dan isterinya serta anak-anak kecil menangis dan menjerit tragis. Tidak hanya itu kekejaman Syimir, ia melemparkan kepala Imam Husein yang berlumuran darah ke kemah Zainab. Semakin histeris tangisan Zainab dan isterinya menyaksikan kepala Imam Husein yang berlumuran darah berada di dekatnya. Zainab menangis dan menjerit, jeritannya memecah suasana duka.
Ia merintih sambil berkata: Oh… Husein, dahulu aku menyaksikan kakakku Al-Hasan meninggal diracun oleh orang terdekatnya, dan kini aku harus menyaksikan kepergianmu dibantai dan disembelih dalam keadaan haus dan lapar. Ya Allah, ya Rasullallah, saksikan semua ini.
Imam Husein telah meninggalkan kami dibantai di Karbala dalam keadaan haus dan lapar. Dibantai oleh ummatmu yang mengharapkan syafaatmu. Ya Allah, ya Rasulallah Akankah mereka memperoleh syafaatmu sementara mereka menghinakan keluargamu, dan membantai Imam Husein yang paling engkau cintai? 10 Muharram 61 H, bersamaan akan tenggelamnya matahari, mega merah pun mewarnai kemerahan ufuk barat, saat itulah tanah Karbala memerah, dibanjiri darah Imam Husein dan para syuhada’ Karbala.
Bumi menangis, langit dan penghuninya berduka atas kepergian Imam Husein sang pejuang kebenaran dan keadilan. Nah mengapa tragedi karbala, yang merupakan sebuah tragedi kemanusiaan yang luar biasa justru terlupakan oleh sebahagian besar ummat Islam saat ini ??? Bahkan bukan hanya terlupakan, justru memang tidak pernah disampaikan kepada generasi Islam??? Yang cukup mengherankan juga adalah bahwa bulan Muharram yang menjadi bulan duka cita dan nestapa keluarga Rasul yang suci justru menjadi bulan kegembiraan pada sebagian ummat Islam lainnya.
Di masyarakat kita 10 Muharram atau Asyura disambut dengan gembira, misalnya dengan membeli alat-alat rumah tangga, syukuran dengan membuat bubur 7 macam, dsb. Tidak cukup dengan itu kemudian juga dilanjutkan dengan dengan puasa Muharram sebagai simbol kesyukuran dan kegembiraan.
Ada banyak riwayat yang dibuat-buat oleh penguasa saat itu hanya untuk menutupi spirit perjuangan Imam Husein dalam menentang penguasa yang zalim. Dibuatlah cerita atau riwayat bahwa Ketika Nabi saw. hijrah ke kota Madinah, beliau menyaksikan orang-orang Yahudi berpuasa pada hari Asyûrâ’ yaitu hari kesepuluh bulan Muharram, lalu beliau bertanya kepada mereka, mengapa mereka berpuasa, maka mereka menjawab, “Ini adalah hari agung, Allah telah menyelamatkan Musa dan kaumnya dan menenggelamkan Fir’aun dan kaumnya.”
Maka Nabi saw. bersabda, “Kami lebih berhak atas Musa dan lebih berhak untuk berpuasa di banding kalian.” Lalu beliau memerintahkan umat Islam agar berpuasa untuk hari itu. Demikian dalam kitab Bukhari dan Muslim. Kalau kita mencoba menelaah lebih dalam riwayat di atas maka akan kelihatan ketidakbenarannya.
Riwayat di atas mengatakan kepada kita bahwa Nabi mulia saw. tidak mengetahui sunnah saudara beliau; Nabi Musa as. dan beliau baru mengetahuinya dari orang-orang Yahudi dan setelahnya beliau bertaqlid kepada mereka! Padahal Nabi sangat melarang kita untuk mengikuti kebiasaan ummat lainnya, Yahudi maupun Nasrani. Sangatlah kontradiktif.
Yang lucunya justru riwayat itu memerintahkan kita untuk mengikutinya. Dimana logisnya? Ada juga riwayat lain yang mengatakan bahwa 10 Muharram adalah bebasnya keluarrnya Nabi Yunus dari perut ikan, bebasnya Nabi Ibrahim dari Raja Namrud, selamatnya Nabi Musa dari kejaran Firaun dsb.
Mestinya juga diteruskan bahwa 10 Muharram juga adalah menangnya pasukan Yazid dalam dalam memenggal kepala cucu Nabi Muhammad SAW, Imam Husein. Kita semua adalah korban sejarah. Yakni sejarah yang sengaja dibuat oleh penguasa zalim hanya untuk melanggengkan kekuasaan dan keserakahannya. Sudah waktunya buat kita untuk mengkritisi setiap riwayat yang ada.
Padahal jauh sebelumnya ketika Husein lahir, Rasulullah bersedih dan menetaskan air mata ketika jibril mengatakan bahwa cucumu yang baru lahir ini akan syahid di padang karbala oleh ummat yang mengaku sebagai pengikutmu. Jadi Rasulullah jauh sebelum peristiwa itu telah memperingati Asyura dengan kesedihan. Nah masihkah kita ingin memperingati Asyura dengan kegembiraan?? Apapun alasannya yang jelas bahwa dalam tragedi Karbala atau Asyura banyak pelajaran dan hikmah yang bisa dipetik dan sekaligus diaplikasikan dalam kehidupan kita sehari-hari. Sebenarnya kejadian di padang Karbala, merupakan refleksi kehidupan manusia, karena salah satu peran yang ditampilkan disana adalah pengorbanan sejumlah manusia untuk sebuah tujuan yang sangat tinggi dan suci, yaitu menegakkan kebenaran dan keadilan, menentang kezaliman. Peringatan tragedi ini merupakan sumber inspirasi bagi para pencari kebenaran dan keadilan di seluruh dunia. Mahatma Gandhi sendiri pernah berujar “I learned from Hussain, how to achieve victory while being oppressed. ”“Aku belajar dari Husain bagaimana cara meraih kemenangan ketika dalam kondisi tertindas. Di era ini dimana sekularisme, hedonisme, kapitalisme telah menjadi ideologi bagi umumnya para pemimpin atau penguasa maka mengenang kembali peristiwa Karbala bisa menjadi momentum untuk membangkitkan spirit kita untuk menentang setiap penindasan, kesewenang-wenangan dan kezaliman sembari menegakkan kebenaran dan keadilan di tengah-tengah ummat. Peristiwa Asyura sesungguhnya mengajarakan kaum muslim untuk tidak berkompromi dengan para penguasa zalim kapan dan dimanapun dengan semangat pengorbanan. Bila mengenang tragedi Karbala memiliki peran dan arti yang sebegitu penting dalam kehidupan, maka merugilah orang yang melupakan peristiwa bersejarah ini.(Wallahu a’lam bisshawab).
Empat belas abad yang silam menjadi saksi sejarah, sebuah tragedi kemanusiaan yang tidak saja menyedihkan tapi sekaligus memilukan. betapa tidak.
Cucu Rasulullah Imam Husein yang menjadi belaian kasih sayang Nabi SAW dibantai secara tragis di Padang Karbala.
Leher imam Husein yang sering dicium oleh kakeknya, harus dipenggal oleh pasukan bengis yang dipimpin oleh Umar bin Saad, yang kemudian dipersembahkan kepada penguasa yang zalim, Yazid bin Muawiah ketika itu. Membuka kembali lembaran sejarah peristiwa Karbala tidak hanya untuk membacanya lalu bersama-sama menguraikan air mata.
Ada pelajaran penting di sana. Sebuah misi yang membuat setiap pribadi yang ikut di dalamnya mengambil sebuah adegan yang saling mendukung melanjutkan misi Imam Husein. Beliau keluar untuk melakukan revolusi setelah melihat perilaku Yazid bin Muawiyah yang sewenang-wenang.
Tragedi Karbala adalah sebuah tragedi kemanusiaan yang luar biasa, dan melihat fakta bahwa keagungannya unik dan tak tertandingi, konsekuensinya juga luar biasa. Yang mendorong Imam Husain untuk bangkit memberontak adalah untuk menghentikan penyimpangan dan bid`ah yang terjadi di area politik Islam saat itu.
Penyimpangan itu adalah penentangan terhadap eksistensi sistem Islami dengan meletakkan kekuasaan di tangan orang-orang yang tidak qualified. Setelah Nabi saw wafat berbagai peristiwa berjalan sedemikian rupa sehingga akhirnya mengubah Khilafah menjadi sebuah jabatan yang didasarkan pada cinta dunia yang diwujudkan dalam cinta kekuasaan, kesewenang-wenangan, egoisme dan keserakahan.
Imam Husain berjuang melawan penyimpangan ini. Sejarah manusia menunjukkan secara jelas bahwa pemimpin zalim hanya berpikir untuk mempertahankan kekuasaannya dengan cara apa pun juga, termasuk dengan mengumpulkan kekayaan sebanyak-banyaknya dan menguasainya secara personal.
Di antara cara mempertahankan kekuasaan pemimpin zalim ialah dengan menyebarkan nilai-nilai kezaliman di kalangan para pejabat pemerintahannya bahkan di tengah masyarakat luas. Untuk itulah pemimpin zalim tidak akan pernah menyukai orang-orang saleh, yang menjunjung tinggi nilai-nilai kebenaran dan keadilan, bahkan menganggapnya sebagai sumber ancaman terhadap eksistensi kekuasaannya.
Sejarah juga membuktikan bahwa Muawiyah dan anaknya Yazid, serta mayoritas para penguasa Bani Umayyah adalah jenis pemimpin yang zalim. Akibatnya dapat kita lihat dengan menyebarnya dekadensi moral di sebagian besar lapisan masyarakat, terutama di kalangan para pejabat Negara ketika itu.
Ketidakadilan, kesemena-menaan, kejahatan dan ketidakamanan menyebar ke mana-mana. Di antara yang paling parah ialah munculnya diskriminasi rasial di kalangan masyarakat muslim, dan meluasnya ideologi-ideologi sesat yang merusak akidah dan keyakinan Islam.
Semua itu benar-benar merupakan ancaman serius bagi kemurnian ajaran Islam yang telah diperjuangkan oleh Nabi SAW. Melihat kondisi buruk itu, yang mencapai puncaknya di zaman Yazid bin Muawiyah, maka sejumlah tokoh Kufah, Irak, yang dulu merupakan pengikut Imam Ali, menulis surat kepada Imam Husein agar datang ke Kufah untuk memimpin masyarakat Kufah memerangi Yazid.
Imam Husein yang merasa terpanggil untuk menegakkan amar ma’ruf nahi munkar, memenuhi panggilan masyarakat Kufah ini dan berangkat menuju ke kota bekas pusat pemerintahan ayahanda beliau itu. Akan tetapi, pihak penguasa, yaitu Yazid yang mencium gerak-gerik penduduk Kufah ini, segera mengirim pasukan militer ke kota ini dan membasmi gerakan tersebut dengan menangkapi, memenjarakan dan membunuhi para tokohnya.
Dengan demikian, jadilah Imam Husein kehilangan pendukung besarnya. Akan tetapi, beliau tetap berniat datang ke Kufah. Yazid yang mengetahui bahwa Imam Husein tetap bergerak menuju ke Kufah, mengirim bala tentara lengkap untuk mencegah kedatangan beliau ke kota ini. Terhalang untuk masuk ke kota Kufah, akhirnya rombongan Imam Husein yang berjumlah 72 orang kemudian digiring hingga tiba di sebuah padang pasir bernama Karbala.
Ketika datang perintah dari Yazid di Syam, agar Imam Husein beserta rombongannya dibantai, maka terjadilah pertempuran yang sangat tak seimbang, 72 orang rombongan imam Husein yang terdiri dari keluarga dan sahabatnya harus bertarung melawan tentara Yazid yang berjumlah kurang lebih 20.000 pasukan, yang kemudian dikenal di seluruh dunia dan di sepanjang sejarah sebagai tragedi Karbala.
Peristiwa tragis itu terjadi tepatnya 10 Muharram 61 H, dimana pasukan Yazid yang dimotori oleh Ibnu Ziyad mulai melakukan serangan pada rombongan Imam Husein yang dalam keadaan haus dan lapar. Salah seorang pasukan melancarkan anak panah pada leher anak Imam Husein yang masih bayi dan berada dalam pangkuan ibunya, sehingga mengalirlah darah dari lehernya dan meninggallah bayi yang tak berdosa itu.
Pada sore hari 10 Muharram 61 H, pasukan Imam Husein banyak yang berguguran. Sehingga Imam Husein tinggallah seorang diri dan beberapa anak-anak dan wanita. Dalam keadaan haus dan lapar di depan pasukan Ibnu Ziyad , Imam Husein berkata: “Bukalah hati nurani kalian, bukankah aku adalah putera Fatimah dan cucu Rasulullah saw.
Pandanglah aku baik-baik, bukankah baju yang aku pakai adalah baju Rasululah saw.”Tapi sayang seribu sayang karena iming-iming hadiah jabatan dan materi dari Ibnu Ziyad dan Yazid bin Muawiyah, mereka menyerang Imam Husein yang tinggal seorang diri. Serangan itu disaksikan oleh Zainab (adiknya), Syaherbanu (isterinya), Ali bin Husein (puteranya), dan rombongan yang masih hidup yang terdiri dari wanita dan anak-anak.
Pasukan Ibnu Ziyad melancarkan anak-anak panah pada tubuh Imam Husein, dan darah mengalir dari tubuhnya yang sudah lemah. Akhirnya Imam Husein terjatuh di tengah-tengah mayat para syuhada’ dari pasukannya. Melihat Imam Husein terjatuh dan tak berdaya, Syimir dari pasukan Ibnu Ziyad turun dari kudanya, menginjak-injakkan kakinya ke dada Imam Husein, lalu menduduki dadanya dan menghunus pedang, kemudian menyembelih leher Imam Husein yang dalam kehausan, sehingga terputuslah lehernya dari tubuhnya.
Menyaksikan peristiwa yang tragis ini Zainab dan isterinya serta anak-anak kecil menangis dan menjerit tragis. Tidak hanya itu kekejaman Syimir, ia melemparkan kepala Imam Husein yang berlumuran darah ke kemah Zainab. Semakin histeris tangisan Zainab dan isterinya menyaksikan kepala Imam Husein yang berlumuran darah berada di dekatnya. Zainab menangis dan menjerit, jeritannya memecah suasana duka.
Ia merintih sambil berkata: Oh… Husein, dahulu aku menyaksikan kakakku Al-Hasan meninggal diracun oleh orang terdekatnya, dan kini aku harus menyaksikan kepergianmu dibantai dan disembelih dalam keadaan haus dan lapar. Ya Allah, ya Rasullallah, saksikan semua ini.
Imam Husein telah meninggalkan kami dibantai di Karbala dalam keadaan haus dan lapar. Dibantai oleh ummatmu yang mengharapkan syafaatmu. Ya Allah, ya Rasulallah Akankah mereka memperoleh syafaatmu sementara mereka menghinakan keluargamu, dan membantai Imam Husein yang paling engkau cintai? 10 Muharram 61 H, bersamaan akan tenggelamnya matahari, mega merah pun mewarnai kemerahan ufuk barat, saat itulah tanah Karbala memerah, dibanjiri darah Imam Husein dan para syuhada’ Karbala.
Bumi menangis, langit dan penghuninya berduka atas kepergian Imam Husein sang pejuang kebenaran dan keadilan. Nah mengapa tragedi karbala, yang merupakan sebuah tragedi kemanusiaan yang luar biasa justru terlupakan oleh sebahagian besar ummat Islam saat ini ??? Bahkan bukan hanya terlupakan, justru memang tidak pernah disampaikan kepada generasi Islam??? Yang cukup mengherankan juga adalah bahwa bulan Muharram yang menjadi bulan duka cita dan nestapa keluarga Rasul yang suci justru menjadi bulan kegembiraan pada sebagian ummat Islam lainnya.
Di masyarakat kita 10 Muharram atau Asyura disambut dengan gembira, misalnya dengan membeli alat-alat rumah tangga, syukuran dengan membuat bubur 7 macam, dsb. Tidak cukup dengan itu kemudian juga dilanjutkan dengan dengan puasa Muharram sebagai simbol kesyukuran dan kegembiraan.
Ada banyak riwayat yang dibuat-buat oleh penguasa saat itu hanya untuk menutupi spirit perjuangan Imam Husein dalam menentang penguasa yang zalim. Dibuatlah cerita atau riwayat bahwa Ketika Nabi saw. hijrah ke kota Madinah, beliau menyaksikan orang-orang Yahudi berpuasa pada hari Asyûrâ’ yaitu hari kesepuluh bulan Muharram, lalu beliau bertanya kepada mereka, mengapa mereka berpuasa, maka mereka menjawab, “Ini adalah hari agung, Allah telah menyelamatkan Musa dan kaumnya dan menenggelamkan Fir’aun dan kaumnya.”
Maka Nabi saw. bersabda, “Kami lebih berhak atas Musa dan lebih berhak untuk berpuasa di banding kalian.” Lalu beliau memerintahkan umat Islam agar berpuasa untuk hari itu. Demikian dalam kitab Bukhari dan Muslim. Kalau kita mencoba menelaah lebih dalam riwayat di atas maka akan kelihatan ketidakbenarannya.
Riwayat di atas mengatakan kepada kita bahwa Nabi mulia saw. tidak mengetahui sunnah saudara beliau; Nabi Musa as. dan beliau baru mengetahuinya dari orang-orang Yahudi dan setelahnya beliau bertaqlid kepada mereka! Padahal Nabi sangat melarang kita untuk mengikuti kebiasaan ummat lainnya, Yahudi maupun Nasrani. Sangatlah kontradiktif.
Yang lucunya justru riwayat itu memerintahkan kita untuk mengikutinya. Dimana logisnya? Ada juga riwayat lain yang mengatakan bahwa 10 Muharram adalah bebasnya keluarrnya Nabi Yunus dari perut ikan, bebasnya Nabi Ibrahim dari Raja Namrud, selamatnya Nabi Musa dari kejaran Firaun dsb.
Mestinya juga diteruskan bahwa 10 Muharram juga adalah menangnya pasukan Yazid dalam dalam memenggal kepala cucu Nabi Muhammad SAW, Imam Husein. Kita semua adalah korban sejarah. Yakni sejarah yang sengaja dibuat oleh penguasa zalim hanya untuk melanggengkan kekuasaan dan keserakahannya. Sudah waktunya buat kita untuk mengkritisi setiap riwayat yang ada.
Padahal jauh sebelumnya ketika Husein lahir, Rasulullah bersedih dan menetaskan air mata ketika jibril mengatakan bahwa cucumu yang baru lahir ini akan syahid di padang karbala oleh ummat yang mengaku sebagai pengikutmu. Jadi Rasulullah jauh sebelum peristiwa itu telah memperingati Asyura dengan kesedihan. Nah masihkah kita ingin memperingati Asyura dengan kegembiraan?? Apapun alasannya yang jelas bahwa dalam tragedi Karbala atau Asyura banyak pelajaran dan hikmah yang bisa dipetik dan sekaligus diaplikasikan dalam kehidupan kita sehari-hari. Sebenarnya kejadian di padang Karbala, merupakan refleksi kehidupan manusia, karena salah satu peran yang ditampilkan disana adalah pengorbanan sejumlah manusia untuk sebuah tujuan yang sangat tinggi dan suci, yaitu menegakkan kebenaran dan keadilan, menentang kezaliman. Peringatan tragedi ini merupakan sumber inspirasi bagi para pencari kebenaran dan keadilan di seluruh dunia. Mahatma Gandhi sendiri pernah berujar “I learned from Hussain, how to achieve victory while being oppressed. ”“Aku belajar dari Husain bagaimana cara meraih kemenangan ketika dalam kondisi tertindas. Di era ini dimana sekularisme, hedonisme, kapitalisme telah menjadi ideologi bagi umumnya para pemimpin atau penguasa maka mengenang kembali peristiwa Karbala bisa menjadi momentum untuk membangkitkan spirit kita untuk menentang setiap penindasan, kesewenang-wenangan dan kezaliman sembari menegakkan kebenaran dan keadilan di tengah-tengah ummat. Peristiwa Asyura sesungguhnya mengajarakan kaum muslim untuk tidak berkompromi dengan para penguasa zalim kapan dan dimanapun dengan semangat pengorbanan. Bila mengenang tragedi Karbala memiliki peran dan arti yang sebegitu penting dalam kehidupan, maka merugilah orang yang melupakan peristiwa bersejarah ini.(Wallahu a’lam bisshawab).
Muharam
merupakan bulan duka karena di bulan itu, para pejuang Karbala pada
tahun 61 Hijriah gugur syahid dalam rangka menegakkan kebenaran.
Pemimpin para pejuang dan pahlawan Karbala adalah Imam Husein as, cucu
kesayangan Rasulullah Saww. Di Karbala, Imam Husein berikut keluarganya
dan para sahabat setianya dibantai secara keji di Karbala. Puncak duka
di bulan ini jatuh pada tanggal 10 Muharam.
Pada hari itu, Imam Husein, cucu kesayangan baginda agung Muhammad Rasulullah Saww dibantai, dipisahkan kepalanya dari tubuhnya dan ditancapkan di ujung tombak untuk dipertontonkan kepada masyarakat saat itu. Simbol kebenaran dan kelembutan pada saat itu dihinakan di tengah masyarakat. Padahal sejarah bersaksi bahwa Rasulullah Saww sangat menyayangi cucunya yang merupakan putra dari hasil pernikahan suci Sayidah Fatimah Az-Zahra dan Imam Ali bin Abi Thalib as. Bahkan dalam sejarah disebutkan bahwa Rasulullah Saww selalu memanggil Imam Husein as dengan sebutan anak, bukan cucu. Ini menunjukkan kecintaan mendalam Rasulullah Saww kepada Imam Husein as. Untuk itu, bulan Muharam tak diragukan lagi merupakan bulan duka bagi Rasulullah Saww dan keluarganya. Para pecinta Rasulullah Saww dan keluarga sucinya akan tampak murung di bulan ini. Assalamu Alaika Ya Ibna Rasulillah, Aba Abdillah Al-Husein.
10 Muharam akrab diistilahkan dengan Asyura. Peristiwa Asyura merupakan tragedi yang tidak terbatas pada waktu dan tempat. Para pecinta Ahlul Bait as di bulan ini berupaya menyatu dengan kesedihan para kekasihnya dan manusia-manusia suci di muka bumi ini. Mereka merasakan duka yang mendalam sambil mengingat peristiwa Asyura sekitar 14 Abad lalu. Tragedi Karbala merupakan puncak konfrontasi antara kebenaran dan kebatilan. Para pecinta Imam Husein as tak akan melewatkan momentum Asyura dengan meluapkan rasa kesedihan yang sekaligus mengikat janji untuk terus membela kebenaran di muka bumi ini. Pengaruh besar tragedi Karbala hingga kini terus membekas di hati pecinta Rasulullah Saww dan keluarganya dari masa ke masa. Mereka menyadari bahwa selama ada kebatilan, maka setiap hari adalah Asyura dan setiap tempat adalah Karbala. Setiap orang dapat memetik pelajaran dari peristiwa Asyura. Inilah keistimewaan hari Asyura.
Dari kawasan Asia hingga Afrika, Asyura senantiasa diperingati dengan suasana yang dapat membangkitkan sanubari setiap insan. Semua orang yang mengikuti peringatan pembantaian Imam Husein as di hari Asyura merasa terpukul dengan peristiwa sadis itu. Dengan menghadiri peringatan Imam Husein as, setiap orang saling mengucapkan bela sungkawa kepada lainnya.
Tak diragukan lagi, puncak acara peringatan Asyura diperingati di negara-negara Timur Tengah yang di sana banyak pengikut dan pecinta Ahlul Bait as. Ketika bulan Muharam tiba, setiap sudut di negara-negara itu diliputi rasa duka. Negara-negara yang menonjol dalam memperingati bulan duka di bulan Muharam adalah Iran, Irak, Lebanon dan Suriah. Di negara-negara itu, peringatan Asyura digelar begitu dahsyat dan merata di seluruh penjuru.
Menurut data sejarah, Irak yang juga tempat bersaksi akan peristiwa Asyura, adalah negara yang paling luar biasa dalam memperingati tragedi Karbala. Bahkan masyarakat setempat sudah mempersiapkan bulan duka itu sepuluh hari sebelum masuknya bulan Muharam. Mereka memulai hari-hari bulan Muharam dengan memberi nama satu persatu para pahlawan Karbala pada hari-hari itu sesuai dengan urutan hari. Mereka hampir setiap malam setelah mendengar khutbah para penceramah, menggelar upacara duka dengan menepuk dada sebagai sombol kesedihan yang mendalam. Mereka melakukan itu secara berkelompok. Pada malam 9 Muharam yang juga disebut dengan istilah Tasua, mereka menyalakan obor yang dibuat dari pohon kurma dari malam hingga pagi hari Asyura.
Hal yang tak luput menjadi perhatian di hari Asyura adalah “Maqtal”. Maqtal merupakan buku yang mengungkap peristiwa Asyura berlandaskan pada pernyataan para sejarawan. Pada hari Asyura itu maqtal dibaca dengan nada sedih. Shahid Ayatollah Mohammad Bagir Hakim adalah diantara pembaca maqtal yang tersohor di Irak. Bahkan banyak pecinta Ahlul Bait as dari berbagai negara datang ke Irak untuk mendengarkan maqtal yang dibacakan oleh Shahid Mohammad Bagir Hakim.
Pada hari Asyura, masyarakat Irak memadati masjid-masjid dan huseiniah untuk mendengar maqtal yang dibacakan para tokoh dan ulama setempat. Ini adalah di antara fenomena pada hari Asyura di Irak. Ketika waktu Dzuhur tiba, mereka bergerak menuju Karbala dan menggelar upacara di haram suci Imam Husein as. Di tempat itu, para pecinta Imam Husein as meluapkan rasa duka mereka di hadapan makam suci Imam Husein as. Waktu dzuhur adalah puncak kesedihan bagi para pecinta Ahlul Bait as karena saat itu diyakini bahwa Imam Husein, keluarganya dan para sahabat setianya tengah menghadapi masa genting di tengah kepungan para musuh di Karbala.
Asyura di Lebanon juga mempunyai ciri khas tersendiri. Jika ingin mengikuti upacara duka kepada Imam Husein dengan sambutan hangat penduduk setempat, anda dapat mendatangi Lebanon. Cukup mendekati salah satu pengikut Ahlul Bait as di Lebanon, anda pasti akan merasakan kerinduan mereka kepada Imam Husein as yang tercermin dalam upacara-upacara peringatan Asyura.
Sepanjang bulan Muharam, khususnya dari tanggal 1 hingga 10 Muharam, berbagai kawasan yang penuh dengan para pecinta Ahlul Bait as, seperti Zaheya dan Beqa, berubah menjadi permukiman yang dipenuhi dengan warna hitam. Pada hari-hari itu, huseiniyah yang merupakan tempat pertemuan kalangan pecinta Ahlul Bait, menjadi ajang upacara duka kepada Imam Husein as. Di huseiniyah-huseiniyah itu, mereka memulai acara duka dengan membaca ziyarah Asyura dan mengenang peristiwa-peristiwa yang terjadi di Karbala. Di penghujung acara, para pecinta mendapat jamuan makanan nazar.
Dalam pawai akbar di sore hari 9 Muharam dan 10 Muharam, seluruh masyarakat pecinta Ahlul Bait as memadati jalan-jalan. Pada tanggal 10 Muharam, mereka mempersembahkan acara pementasan peristiwa Asyura. Masyarakat memadati tempat penyelenggaraan pementasan yang digelar secara terbuka, dan mengenang peristiwa menyayat hati itu. Dalam pementasan itu digambarkan sekelompok pasukan Bani Umayah yang dilengkapi dengan kuda, pedang dan pakaian lengkap perang. Wajah mereka tampak sadis. Sementara di sudut lain ada kelompok lain yang menggambarkan ketertindasan para pengikut dan keluarga Imam Husein as. Dalam pementasan itu juga tampak kemah-kemah keluarga Rasulullah Saww yang dikepung oleh para musuh.
Peringatan Asyura lainnya juga digelar di India dan Pakistan. Di Pakistan, peringatan Asyura sudah dilakukan semenjak 12 abad lalu. Bahkan dalam sejarah negara ini tercantum bahwa kolonial Inggris sempat melarang peringatan Asyura yang merupakan sumber inspirasi perlawanan bagi umat tertindas. Inggris yang saat itu menjajah Pakistan, merasa khawatir akan pelaksanaan acara peringatan Imam Husein as yang dapat menggerakkan semangat perjuangan masyarakat setempat. Meski dilarang, para pecinta Ahlul Bait as saat itu tetap menggelar upacara duka kepada Imam Husein as. Dengan berlalunya masa, upacara duka kepada Imam Husein as menjadi bagian dari budaya setempat. Bahkan banyak para penulis dan penyair yang berbicara tentang Imam Husein as dan Asyura.
Peringatan Asyura dan 40 Hari Syahadah Imam Husein yang dikenal dengan istilah Arbain, digelar di berbagai kota di Pakistan seperti Karachi, Hyderabad, Kotri dan Thatha. Dalam acara Asyura, masyarakat menghindari makan dan minum hingga berakhirnya upacara peringatan. Hal itu sengaja dilakukan untuk menghormati Imam Husein, keluarganya dan para sahabatnya yang dibiarkan kehausan di Karbala. Setelah usainya peringatan Asyura, masyarakat dijamu makanan dan minuman nazar.
Di India, upacara duka kepada Imam Husein as tidak hanya diperingati ummat Islam, tapi para pemeluk agama Hindu pun menghormati peringatan Asyura itu. Mereka menggelar upacara-upacara Imam Husein as di tempat-tempat yang diwakafkan untuk mengenang Imam Husein as. Upacara duka kepada Imam Husein as mendapat tempat tersendiri bagi masyarakat India baik ummat Islam maupun Hindu. Bahkan pemimpin pergerakan terkemuka India, Mahatma Ghandi mengakui bahwa pergerakan anti kolonial di India terinspirasi dari perjuangan Imam Husein as. Ini menunjukkan bahwa tragedi Asyura mempunyai pengaruh yang luar biasa.
Upacara duka kepada Imam Husein as dapat disaksikan di beberapa kota India seperti Lakhnau, Bengal dan Benares. Di kota-kota itu, ummat Islam dan para pengikut Ahlul Bait menghormati hari Asyura dengan menghindari makan dan minum, bahkan menjauhi canda dan tawa.
Sedangkan di Asia Barat, peringatan Asyura juga akan disaksikan di Turki. Tradisi mengenang Imam Husein as sangat kental di negara ini. Hal itu bisa dilihat dari sastra-sastra Turki yang sarat dengan gerakan Imam Husein as. Hal yang menonjol di negeri ini dalam memperingati tragedi Asyura tercermin dalam sastra dan tradisi pementasan di tempat terbuka. Masyarakat dalam jumlah besar pada tanggal 10 Muharam sangat antusias mendengar puisi-puisi dan pementasan tragedi Asyura yang digelar di berbagai kota termasuk Istanbul.
Peringatan Asyura juga dikenang di Afrika, khususnya Afrika utara. Di negara-negara Afrika utara, upacara dan pawai duka diperingati seperti di negara-negara Islam lainnya. Bersamaan dengan menyebarnya peringatan Asyura di masa pemerintah El Baweh di Iran, Irak dan pemerintahan Fathimi di Mesir, peringatan tragedi Asyura juga meluas di negara-negara Afrika.
Di Tunisia, masyarakat setempat juga memperingati tragedi Asyura. Bahkan di negeri ini ada tradisi menghidupkan api di tempat-tempat tertentu dengan keyakinan bahwa hal itu akan membahagiakan anak-anak Imam Husein as di Karbala.
Tragedi Asyura juga diperingati di Indonesia, Malaysia dan Thailand. Di Indonesia, peringatan Asyura semakin semarak pasca Revolusi Islam Iran. Pada tanggal 10 Muharam, berbagai kota besar di Indonesia seperti Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, Malang, Makasar, Medan, Samarinda bahkan Jayapura menjadi saksi peringatan Asyura. Di kota-kota itu, semua pecinta keluarga Rasulullah Saww dalam jumlah ribuan berbondong-bondong menghadiri peringatan Asyura di kota masing-masing.
Peringatan tragedi Karbala ternyata sudah menjadi bagian dari tradisi lama di nusantara. Tradisi kuno nusantara dalam mengenang peristiwa asyura dikenal dengan istilah Tabot.
Tabot adalah upacara tradisional masyarakat Bengkulu, yang diadakan bertujuan untuk mengenang tentang kisah kepahlawanan dan kesyahidan cucu Rasulullah Saww, Imam Husein di padang Karbala tanggal 10 Muharam 61 Hijrah bersamaan 681 Masihi. Menurut sejarah, peringatan Asyura di Bengkulu itu untuk pertama kali dilakukan oleh Syeikh Burhanuddin yang dikenal Imam Senggolo, pada tahun 1685. Syeikh Burhanuddin menikahi dengan warga setempat kemudian keturunannya disebut sebagai keluarga Tabot. Upacara ini dilaksanakan dari tanggal 1 hingga 10 Muharram pada setiap tahun.
Pada awalnya inti dari upacara Tabot adalah untuk mengenang keluarga dan para pecinta Ahlul Bait as dalam mengumpulkan potongan tubuh Husein dan memakamnya di Padang Karbala. Istilah Tabot berasal dari kata Arab Tabut yang secara harfiah berarti “kotak kayu” atau “peti”.
Tradisi itu diduga bermuara dari upacara berkabung yang dibawa oleh para tukang yang membangun Benteng Marlborought (1718-1719) di Bengkulu. Para pekerja yang merasa serupa dan secocok dengan tata hidup masyarakat Bengkulu memutuskan tinggal dan mendirikan pemukiman baru yang disebut Berkas, sekarang dikenali dengan nama Kelurahan Tengah Padang. Para pekerja yang memilih tinggal di Bengkulu itu dipimpin oleh Syeikh Burhanuddin. Tradisi yang dibawa dari Madras dan Bengali diwariskan kepada keturunan mereka yang telah berasimilasi dengan masyarakat Bengkulu asli. Keturunan mereka dikenal dengan sebutan orang-orang Sipai.
Tradisi berkabung yang dibawa dari negara asalnya tersebut mengalami asimilasi dan akulturasi dengan budaya setempat, dan kemudian diwariskan dan dilembagakan yang kemudian dikenali dengan sebutan upacara Tabot. Upacara Tabot ini semakin meluas dari Bengkulu ke Painan, Padang, Pariaman, Maninjau, Pidie, Banda Aceh, Meuleboh dan Singkil. Namun dalam perkembangannya, upacara Tabot tidak bertahan lama di banyak tempat. Hingga pada akhirnya hanya terdapat di dua tempat, yakni di Bengkulu dengan nama Tabot dan di Pariaman Sumbar (masuk sekitar tahun 1831) dengan sebutan Tabuik. Kedua upacara itu mempunyai substansi sama, namun cara pelaksanaannya sedikit berbeda.
Pada intinya, peringatan Asyura mempunyai pengaruh luar biasa di seluruh pelosok dunia. Itu menunjukkan bahwa perjuangan Imam Husein as di Karbala dapat diterima oleh seluruh kalangan dan berbagai suku. Misi perjuangan Imam Husein bukan milik kaum tertentu, tapi untuk semua kaum di muka bumi ini.
Assalamu Alaika Ya Aba Abdillah Al-Husein as.
Pada hari itu, Imam Husein, cucu kesayangan baginda agung Muhammad Rasulullah Saww dibantai, dipisahkan kepalanya dari tubuhnya dan ditancapkan di ujung tombak untuk dipertontonkan kepada masyarakat saat itu. Simbol kebenaran dan kelembutan pada saat itu dihinakan di tengah masyarakat. Padahal sejarah bersaksi bahwa Rasulullah Saww sangat menyayangi cucunya yang merupakan putra dari hasil pernikahan suci Sayidah Fatimah Az-Zahra dan Imam Ali bin Abi Thalib as. Bahkan dalam sejarah disebutkan bahwa Rasulullah Saww selalu memanggil Imam Husein as dengan sebutan anak, bukan cucu. Ini menunjukkan kecintaan mendalam Rasulullah Saww kepada Imam Husein as. Untuk itu, bulan Muharam tak diragukan lagi merupakan bulan duka bagi Rasulullah Saww dan keluarganya. Para pecinta Rasulullah Saww dan keluarga sucinya akan tampak murung di bulan ini. Assalamu Alaika Ya Ibna Rasulillah, Aba Abdillah Al-Husein.
10 Muharam akrab diistilahkan dengan Asyura. Peristiwa Asyura merupakan tragedi yang tidak terbatas pada waktu dan tempat. Para pecinta Ahlul Bait as di bulan ini berupaya menyatu dengan kesedihan para kekasihnya dan manusia-manusia suci di muka bumi ini. Mereka merasakan duka yang mendalam sambil mengingat peristiwa Asyura sekitar 14 Abad lalu. Tragedi Karbala merupakan puncak konfrontasi antara kebenaran dan kebatilan. Para pecinta Imam Husein as tak akan melewatkan momentum Asyura dengan meluapkan rasa kesedihan yang sekaligus mengikat janji untuk terus membela kebenaran di muka bumi ini. Pengaruh besar tragedi Karbala hingga kini terus membekas di hati pecinta Rasulullah Saww dan keluarganya dari masa ke masa. Mereka menyadari bahwa selama ada kebatilan, maka setiap hari adalah Asyura dan setiap tempat adalah Karbala. Setiap orang dapat memetik pelajaran dari peristiwa Asyura. Inilah keistimewaan hari Asyura.
Dari kawasan Asia hingga Afrika, Asyura senantiasa diperingati dengan suasana yang dapat membangkitkan sanubari setiap insan. Semua orang yang mengikuti peringatan pembantaian Imam Husein as di hari Asyura merasa terpukul dengan peristiwa sadis itu. Dengan menghadiri peringatan Imam Husein as, setiap orang saling mengucapkan bela sungkawa kepada lainnya.
Tak diragukan lagi, puncak acara peringatan Asyura diperingati di negara-negara Timur Tengah yang di sana banyak pengikut dan pecinta Ahlul Bait as. Ketika bulan Muharam tiba, setiap sudut di negara-negara itu diliputi rasa duka. Negara-negara yang menonjol dalam memperingati bulan duka di bulan Muharam adalah Iran, Irak, Lebanon dan Suriah. Di negara-negara itu, peringatan Asyura digelar begitu dahsyat dan merata di seluruh penjuru.
Menurut data sejarah, Irak yang juga tempat bersaksi akan peristiwa Asyura, adalah negara yang paling luar biasa dalam memperingati tragedi Karbala. Bahkan masyarakat setempat sudah mempersiapkan bulan duka itu sepuluh hari sebelum masuknya bulan Muharam. Mereka memulai hari-hari bulan Muharam dengan memberi nama satu persatu para pahlawan Karbala pada hari-hari itu sesuai dengan urutan hari. Mereka hampir setiap malam setelah mendengar khutbah para penceramah, menggelar upacara duka dengan menepuk dada sebagai sombol kesedihan yang mendalam. Mereka melakukan itu secara berkelompok. Pada malam 9 Muharam yang juga disebut dengan istilah Tasua, mereka menyalakan obor yang dibuat dari pohon kurma dari malam hingga pagi hari Asyura.
Hal yang tak luput menjadi perhatian di hari Asyura adalah “Maqtal”. Maqtal merupakan buku yang mengungkap peristiwa Asyura berlandaskan pada pernyataan para sejarawan. Pada hari Asyura itu maqtal dibaca dengan nada sedih. Shahid Ayatollah Mohammad Bagir Hakim adalah diantara pembaca maqtal yang tersohor di Irak. Bahkan banyak pecinta Ahlul Bait as dari berbagai negara datang ke Irak untuk mendengarkan maqtal yang dibacakan oleh Shahid Mohammad Bagir Hakim.
Pada hari Asyura, masyarakat Irak memadati masjid-masjid dan huseiniah untuk mendengar maqtal yang dibacakan para tokoh dan ulama setempat. Ini adalah di antara fenomena pada hari Asyura di Irak. Ketika waktu Dzuhur tiba, mereka bergerak menuju Karbala dan menggelar upacara di haram suci Imam Husein as. Di tempat itu, para pecinta Imam Husein as meluapkan rasa duka mereka di hadapan makam suci Imam Husein as. Waktu dzuhur adalah puncak kesedihan bagi para pecinta Ahlul Bait as karena saat itu diyakini bahwa Imam Husein, keluarganya dan para sahabat setianya tengah menghadapi masa genting di tengah kepungan para musuh di Karbala.
Asyura di Lebanon juga mempunyai ciri khas tersendiri. Jika ingin mengikuti upacara duka kepada Imam Husein dengan sambutan hangat penduduk setempat, anda dapat mendatangi Lebanon. Cukup mendekati salah satu pengikut Ahlul Bait as di Lebanon, anda pasti akan merasakan kerinduan mereka kepada Imam Husein as yang tercermin dalam upacara-upacara peringatan Asyura.
Sepanjang bulan Muharam, khususnya dari tanggal 1 hingga 10 Muharam, berbagai kawasan yang penuh dengan para pecinta Ahlul Bait as, seperti Zaheya dan Beqa, berubah menjadi permukiman yang dipenuhi dengan warna hitam. Pada hari-hari itu, huseiniyah yang merupakan tempat pertemuan kalangan pecinta Ahlul Bait, menjadi ajang upacara duka kepada Imam Husein as. Di huseiniyah-huseiniyah itu, mereka memulai acara duka dengan membaca ziyarah Asyura dan mengenang peristiwa-peristiwa yang terjadi di Karbala. Di penghujung acara, para pecinta mendapat jamuan makanan nazar.
Dalam pawai akbar di sore hari 9 Muharam dan 10 Muharam, seluruh masyarakat pecinta Ahlul Bait as memadati jalan-jalan. Pada tanggal 10 Muharam, mereka mempersembahkan acara pementasan peristiwa Asyura. Masyarakat memadati tempat penyelenggaraan pementasan yang digelar secara terbuka, dan mengenang peristiwa menyayat hati itu. Dalam pementasan itu digambarkan sekelompok pasukan Bani Umayah yang dilengkapi dengan kuda, pedang dan pakaian lengkap perang. Wajah mereka tampak sadis. Sementara di sudut lain ada kelompok lain yang menggambarkan ketertindasan para pengikut dan keluarga Imam Husein as. Dalam pementasan itu juga tampak kemah-kemah keluarga Rasulullah Saww yang dikepung oleh para musuh.
Peringatan Asyura lainnya juga digelar di India dan Pakistan. Di Pakistan, peringatan Asyura sudah dilakukan semenjak 12 abad lalu. Bahkan dalam sejarah negara ini tercantum bahwa kolonial Inggris sempat melarang peringatan Asyura yang merupakan sumber inspirasi perlawanan bagi umat tertindas. Inggris yang saat itu menjajah Pakistan, merasa khawatir akan pelaksanaan acara peringatan Imam Husein as yang dapat menggerakkan semangat perjuangan masyarakat setempat. Meski dilarang, para pecinta Ahlul Bait as saat itu tetap menggelar upacara duka kepada Imam Husein as. Dengan berlalunya masa, upacara duka kepada Imam Husein as menjadi bagian dari budaya setempat. Bahkan banyak para penulis dan penyair yang berbicara tentang Imam Husein as dan Asyura.
Peringatan Asyura dan 40 Hari Syahadah Imam Husein yang dikenal dengan istilah Arbain, digelar di berbagai kota di Pakistan seperti Karachi, Hyderabad, Kotri dan Thatha. Dalam acara Asyura, masyarakat menghindari makan dan minum hingga berakhirnya upacara peringatan. Hal itu sengaja dilakukan untuk menghormati Imam Husein, keluarganya dan para sahabatnya yang dibiarkan kehausan di Karbala. Setelah usainya peringatan Asyura, masyarakat dijamu makanan dan minuman nazar.
Di India, upacara duka kepada Imam Husein as tidak hanya diperingati ummat Islam, tapi para pemeluk agama Hindu pun menghormati peringatan Asyura itu. Mereka menggelar upacara-upacara Imam Husein as di tempat-tempat yang diwakafkan untuk mengenang Imam Husein as. Upacara duka kepada Imam Husein as mendapat tempat tersendiri bagi masyarakat India baik ummat Islam maupun Hindu. Bahkan pemimpin pergerakan terkemuka India, Mahatma Ghandi mengakui bahwa pergerakan anti kolonial di India terinspirasi dari perjuangan Imam Husein as. Ini menunjukkan bahwa tragedi Asyura mempunyai pengaruh yang luar biasa.
Upacara duka kepada Imam Husein as dapat disaksikan di beberapa kota India seperti Lakhnau, Bengal dan Benares. Di kota-kota itu, ummat Islam dan para pengikut Ahlul Bait menghormati hari Asyura dengan menghindari makan dan minum, bahkan menjauhi canda dan tawa.
Sedangkan di Asia Barat, peringatan Asyura juga akan disaksikan di Turki. Tradisi mengenang Imam Husein as sangat kental di negara ini. Hal itu bisa dilihat dari sastra-sastra Turki yang sarat dengan gerakan Imam Husein as. Hal yang menonjol di negeri ini dalam memperingati tragedi Asyura tercermin dalam sastra dan tradisi pementasan di tempat terbuka. Masyarakat dalam jumlah besar pada tanggal 10 Muharam sangat antusias mendengar puisi-puisi dan pementasan tragedi Asyura yang digelar di berbagai kota termasuk Istanbul.
Peringatan Asyura juga dikenang di Afrika, khususnya Afrika utara. Di negara-negara Afrika utara, upacara dan pawai duka diperingati seperti di negara-negara Islam lainnya. Bersamaan dengan menyebarnya peringatan Asyura di masa pemerintah El Baweh di Iran, Irak dan pemerintahan Fathimi di Mesir, peringatan tragedi Asyura juga meluas di negara-negara Afrika.
Di Tunisia, masyarakat setempat juga memperingati tragedi Asyura. Bahkan di negeri ini ada tradisi menghidupkan api di tempat-tempat tertentu dengan keyakinan bahwa hal itu akan membahagiakan anak-anak Imam Husein as di Karbala.
Tragedi Asyura juga diperingati di Indonesia, Malaysia dan Thailand. Di Indonesia, peringatan Asyura semakin semarak pasca Revolusi Islam Iran. Pada tanggal 10 Muharam, berbagai kota besar di Indonesia seperti Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, Malang, Makasar, Medan, Samarinda bahkan Jayapura menjadi saksi peringatan Asyura. Di kota-kota itu, semua pecinta keluarga Rasulullah Saww dalam jumlah ribuan berbondong-bondong menghadiri peringatan Asyura di kota masing-masing.
Peringatan tragedi Karbala ternyata sudah menjadi bagian dari tradisi lama di nusantara. Tradisi kuno nusantara dalam mengenang peristiwa asyura dikenal dengan istilah Tabot.
Tabot adalah upacara tradisional masyarakat Bengkulu, yang diadakan bertujuan untuk mengenang tentang kisah kepahlawanan dan kesyahidan cucu Rasulullah Saww, Imam Husein di padang Karbala tanggal 10 Muharam 61 Hijrah bersamaan 681 Masihi. Menurut sejarah, peringatan Asyura di Bengkulu itu untuk pertama kali dilakukan oleh Syeikh Burhanuddin yang dikenal Imam Senggolo, pada tahun 1685. Syeikh Burhanuddin menikahi dengan warga setempat kemudian keturunannya disebut sebagai keluarga Tabot. Upacara ini dilaksanakan dari tanggal 1 hingga 10 Muharram pada setiap tahun.
Pada awalnya inti dari upacara Tabot adalah untuk mengenang keluarga dan para pecinta Ahlul Bait as dalam mengumpulkan potongan tubuh Husein dan memakamnya di Padang Karbala. Istilah Tabot berasal dari kata Arab Tabut yang secara harfiah berarti “kotak kayu” atau “peti”.
Tradisi itu diduga bermuara dari upacara berkabung yang dibawa oleh para tukang yang membangun Benteng Marlborought (1718-1719) di Bengkulu. Para pekerja yang merasa serupa dan secocok dengan tata hidup masyarakat Bengkulu memutuskan tinggal dan mendirikan pemukiman baru yang disebut Berkas, sekarang dikenali dengan nama Kelurahan Tengah Padang. Para pekerja yang memilih tinggal di Bengkulu itu dipimpin oleh Syeikh Burhanuddin. Tradisi yang dibawa dari Madras dan Bengali diwariskan kepada keturunan mereka yang telah berasimilasi dengan masyarakat Bengkulu asli. Keturunan mereka dikenal dengan sebutan orang-orang Sipai.
Tradisi berkabung yang dibawa dari negara asalnya tersebut mengalami asimilasi dan akulturasi dengan budaya setempat, dan kemudian diwariskan dan dilembagakan yang kemudian dikenali dengan sebutan upacara Tabot. Upacara Tabot ini semakin meluas dari Bengkulu ke Painan, Padang, Pariaman, Maninjau, Pidie, Banda Aceh, Meuleboh dan Singkil. Namun dalam perkembangannya, upacara Tabot tidak bertahan lama di banyak tempat. Hingga pada akhirnya hanya terdapat di dua tempat, yakni di Bengkulu dengan nama Tabot dan di Pariaman Sumbar (masuk sekitar tahun 1831) dengan sebutan Tabuik. Kedua upacara itu mempunyai substansi sama, namun cara pelaksanaannya sedikit berbeda.
Pada intinya, peringatan Asyura mempunyai pengaruh luar biasa di seluruh pelosok dunia. Itu menunjukkan bahwa perjuangan Imam Husein as di Karbala dapat diterima oleh seluruh kalangan dan berbagai suku. Misi perjuangan Imam Husein bukan milik kaum tertentu, tapi untuk semua kaum di muka bumi ini.
Assalamu Alaika Ya Aba Abdillah Al-Husein as.
Rasulullah saw bersabda : "Siapa
yang meninggal dan tidak mengenal (berbaiat) imam zamannya maka matinya ,
terhitung sebagai matinya orang yang dalam keadaan jahil(kafir)."
{Syarkh Maqashid jilid 5 halaman 239, dan Syarkh fighi al-Akbar halaman
179 dan di kitab-kitab lain ahlu sunnah maupun syiah}.
Rasulullah saw berkata kepada
sayidah Fatimah (putrinya) : "sesungguhnya Allah swt tidak akan
mengadzabmu dan tidak akan mengadzab satupun dari anak-anakmu"
{al-Mu'jam al-Kubra jilid 11 halaman 210 dan al-Shawaiq al-Muhriqah
halaman 160 dan 235 Serta banyak dari kitab-kitab syiah dan kitab-kitab
sunni yang lain.}.
Rasulullah saw bersada : "Fatimah
adalah bagian dariku siapa yang telah membuatnya marah maka telah
membuatku marah" {shahih al-Bukhari hadis ke 3510 dan di seluruh
kitab-kitab sunni dan syiah}.
Disebutkan di dalam shahih
al-Bukhari jilid 5 halaman 177 bahwa sayidah Fatimah setelah meminta
warisan Nabi (yang merupakan haknya) dari khalifah pertama dan khalifah
tidak memberikan warisan itu, sejak saat itu sayidah Fatimah tidak
pernah lagi berbicara kepada Kalifah pertama (Abubakar) samapai akhir
hayatnya. hal ini juga disebutkan di banyak dari buku-buku sejarah
ulama' syiah dan sunni. Juga disebutkan di kitab-kitab ahl sunnah/sunni
dan syiah bahwa sayidah Fatimah meninggaldalam keadaan marah kepada
khalifah pertama (Abubakar) dan khalifah kedua (Umar). Dan di
kitab-kitab sunni dan syiah disebutkan bahwa sayidah Fatimah tidak mau
makamnya diketahui oleh masyarakat olehkarena itu beliau meminta
suaminya(sayidina Ali ra) untuk memamkamkannya di malam hari supaya
tidak ada yang mengetahui makamnya. dan sampai sekarang pun tidak ada
satupun dari muslimin yang tahu diamana makamnya.
Point-point yang dapat diperhatikan:
* 1. Hadis diatas tentang
keutamaan sayidah fatimah adalah shahih/benar karena diriwayatkan hampir
di seluruh kitab-kitab syiah dan sunni,
* 2 .Tentang kemarahan sayidah
Fatimah kepada khalifah pertama dan kedua juga benar karena perawinya
tidak cuma satu atau sepuluh akan tetapi lebih dari itu,
* 3. Hadis tentang "orang yang
tidak tahu imam zaman nya maka matinya mati jahiliyah" juga benar karena
di sunni maupun syiah ada, dari 3point diatas kita mengetahui bahwa
sayidah Fatimah pasti sebelum meninggal pasti berbaiat kepada Imam
zamannya karena sayidah Fatimah orang yang pasti masuk sorga maka pasti
melakukan perintah Rasulullah saw. dan dari 3point diatas kita dapat
mengetahui bahwa sayidah Fatimah tidak menganggap bahwa Abubakar adalah
Imam zamannya, dan pasti telah menganggap orang lain sebagai Imamnya.
dan ini membuktikan bahwa kekhalifahan Abubakar tidak dibenarkan oleh
sayidah Fatimah az-zahra.
Dan kalau kita perhatikan hadis-hadis dibawah ini kita ketahui bahwa siapa yang dianggap sebagai imam oleh sayidah Fatimah.:
Rasulullah saw bersabda : "Siapa
yang tidak berkata bahwa Ali adalah sebaik-baik manusia maka telah
kafir" {Tarikh al-Khatib al-Baghdadi jilid 3 halaman 192 , Kanz al-Ummal
jilid 11 halaman 625} Rasulullah saw bersabda:"jika kalian menjadikan
Ali sebagai pemimpin kalian-(dan aku melihat kalian tidak
melaksanakannya)-maka kalian akan menemukan bahwa dia(Ali) adalah
pemberi petunjuk yang akan menunjukkan kepada kalian jalan yang lurus
dan benar." {musnad ahmad jilid 1 halaman 108}.
Rasulullah saw bersabda : "siapa
yang menaatiku maka telah menaati Allah swt, dan siapa yang melanggar
perintahku maka telah melanggar perintah Allah,dan siapa yang menaati
Ali maka telah menaatiku, dan siapa yang telah melanggar perintahnya
maka telah melanggar perintahku." {mustadrak Hakim jilid 3 halaman 121}
Rasulullah saw bersabda :
"Sesungguhnya Ali adalah kota hidayah, maka barangsiapa yang masuk ke
dalam kota tersebut akan selamat dan siapa yang meninggalkannya akan
celaka dan binasa."{Yanabi' al-Mawaddah jilid 1 halaman 220 hadis ke
39}. sumber : http://ahlulbaitnabisaw.blogspot.com/2014/07/blog-post.html
Urgensi dan Dampak Persatuan dalam al-Quran
Ketika wahyu turun kepada Nabi
Muhammad Saw, beliau menyampaikannya tanpa kurang dan lebih kepada
masyarakat. Ayat-ayat ilahi itu menjadi embun yang menyejukkan hati,
menenangkan pikiran dan menguatkan langkah, serta merekatkan tali
persaudaraan dan membimbing manusia menuju kesempurnaan akhlak yang
mulia. Pasca wafatnya Rasulullah Saw, umat Islam tercerai-berai dan
terpecah-belah menjadi beberapa kelompok.
Sejarah pasang surut Islam
menunjukkan bahwa perpecahan antarmazhab dan kelompok serta
bangsa-bangsa Muslim menjadi persoalan pelik yang dihadapi umat Islam
sejak dahulu kala hingga kini. Betapa banyak kerugian akibat perpecahan
tersebut. Padahal, agama Islam sangat menekankan untuk menjaga persatuan
dan menjauhi perpecahan. Allah swt dalam al-Qurat surat al-Hujurat ayat
10 berfirman, "Sesungguhnya orang-orang yang beriman kepada Allah dan
Rasul-Nya adalah bersaudara. Sebab iman yang ada telah menyatukan hati
mereka. Maka damaikanlah antara kedua saudara kalian demi menjaga
hubungan persaudaraan seiman. Jagalah diri kalian dari azab Allah dengan
menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya, dengan harapan Dia
akan memberi kalian rahmat berkat ketakwaan kalian."
Persatuan menjadi tali yang
mengikat dan menguatkan umat Islam. Jika tali ini putus, maka
keharmonisan pun sirna dan ketentraman umat pun lenyap. Menarik kiranya
untuk mengkaji dampak positif persatuan dalam pandangan al-Quran. Kitab
ilahi ini memandang terciptanya keamanan dan ketentraman sosial dan
politik sebagai dampak dari persatuan. Dalam surat Ali-Imrat ayat 103,
Allah swt berfirman, "Berpegang teguhlah kepada agama Allah dan tetaplah
bersatu. Janganlah berbuat sesuatu yang mengarah kepada perpecahan.
Renungkanlah karunia Allah yang diturunkan kepada kalian pada masa
jahiliah, ketika kalian masih saling bermusuhan. Saat itu Allah
menyatukan hati kalian melalui Islam, sehingga kalian menjadi saling
mencintai. Saat itu kalian berada di jurang neraka, lalu Allah
menyelamatkan kalian dengan Islam. Dengan penjelasan yang baik seperti
itulah, Allah selalu menerangkan berbagai jalan kebaikan untuk kalian
tempuh."
Berdasarkan ayat ini, perpecahan
merupakan sumbu pemicu perang dan pertumpahan darah. Di sisi lain,
al-Quran juga menjelaskan dampak kontruktif dari persatuan terhadap
penguatan pilar-pilar masyarakat dan terjaganya stabilitas sosial.
Ketika sengketa dan perselisihan di tengah masyarakat berhasil
diselesaikan, maka hati setiap orang semakin dekat dengan yang lain, dan
barisan umat pun semakin kuat. Sehingga tidak ada peluang bagi musuh
untuk membenamkan pengaruhnya di tengah masyarakat.Terkait hal ini,
Al-Quran surat al-Anfal ayat 46 menjelaskan, "Tinggalkanlah perselisihan
dan pertikaian yang membuat kalian tercerai berai dan lemah.
Bersabarlah dalam menghadapi segala kesulitan dan rintangan dalam
peperangan. Sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang sabar dengan
memberi dukungan, peneguhan dan belaan yang baik.
Al-Quran memandang faktor
penyebab kekacauan dalam masyarakat adalah adanya perselisihan yang
tidak bisa diredam dan diselesaikan antaranggotanya. Salah satu faktor
pemersatu dalam Islam adalah adanya tujuan bersama. Untuk itulah,
al-Quran menyerukan kepada kaum mulimin supaya mengimani Islam secara
total dan menjalankan kewajiban serta meninggalkan larangannya. Dalam
ajaran Islam, terdapat banyak persamaan yang menyatukan pengikut mazhab
yang berbeda-beda.Saat ini seluruh umat Islam memiliki persamaan
pandangan dalam banyak permasalahan, terutama dalam pilar-pilar agama
Islam seperti ketauhidan dan Kenabian Muhammad Saw.
Rasulullah Saw memandang
persatuan umat sebagai sumber kebaikan, sebaliknya perpecahan adalah
sumber kesengsaraan.Terkait hal ini Rasulullah Saw bersabda, "Persatuan
adalah kebaikan dan perpecahan adalah siksaan". Nabi Muhammad Saw
melarang umatnya untuk saling bermusuhan dan memutuskan hubungan
persaudaraan. Bahkan beliau sangat mengecam orang yang memutuskan tali
silaturahmi antarsesama muslim lebih dari tiga hari. Ketika berada di
masjid al-Khaif, beliau mengajak umat Islam untuk menjaga persaudaraan.
Islam memandang sama seluruh manusia, apapun ras dan etnisnya.
Rasulullah Saw bersabda, "Sesunguhnya orang-orang mukmin bersaudara,
darah (ras) mereka setara, saling bahu-membahu (melengkapi) dan mereka
adalah satu tangan atas selain mereka".(Kulaini, Ushul Kafi, jilid 1,
halaman.333).
Dalam kesempatan lain, Rasulullah
Saw mengungkapkan perumpamaan umat Islam dalam persaudaraan dan kasih
sayang, bagaikan satu tubuh manusia, dimana saat satu darinya merasa
sakit, anggota yang lainnya pun akan merasakan sakit pula. Di bagian
lain, Nabi Muhammad Saw mengumpamakan umat Islam bagaikan anak-anak
(gigi) sisir yang rata dan setara. Beliau berkata, "Kaum muslimin adalah
setara seperti gigi-gigi sisir. (Majlisi, Bihar Al-Anwar, jilid, 97,
halaman.72).
Dewasa ini kehadiran lebih dari
1,5 milyar muslim yang tersebar di seluruh penjuru dunia, terutama di
negara-negara Islam, termasuk Iran menjadi lonceng ancaman bagi kekuatan
hegemonik global. Sejak kemunculan Islam lebih dari seribu empat ratus
tahun lalu, persatuan Islam senantiasa menjadi benteng dalam menghadapi
berbagai konspirasi musuh yang tidak pernah surut menyerang umat Islam
dengan berbagai cara sejak dahulu kala hingga kini.
Salah satu yang dilancarkan musuh
untuk memecah belah persatuan Islam adalah menciptakan kelompok takfiri
yang telah menumpahkan darah Muslim tidak berdosa di berbagai negara
seperti Afghanistan, Pakistan, Irak, Suriah, Yaman, dan berbagai negara
lainnya. Diabaikannya prinsip Islam yang menekankan persatuan
sebagaimana dijelaskan dalam al-Quran, fanatisme buta, bersandar pada
pandangan yang menolak logika dan argumentasi filosofis serta bertumpu
pada cara-cara kekerasan; merupakan sejumlah karakter kelompok takfiri
yang mendapat dukungan finansial dan militer sejumlah negara Arab serta
Barat untuk menciptakan perselisihan dan pertumpahan antar sesama umat
Islam.
Persatuan Muslim di seluruh dunia
merupakan cita-cita suci dan utama dalam Islam yang memiliki akar dalam
al-Quran dan Sunnah. Untuk mewujudkan tujuan agung tersebut, umat Islam
dari seluruh dunia harus kembali menggalang persatuan berdasarkan
prinsip agama, dengan mengedepankan persamaan antarberbagai mazhab dan
bukan mencari perbedaaannya yang kecil. Selain itu menghindari berbagai
perpecahan dan perselisihan dalam masalah-masalah cabang.
Bapak Republik Islam Iran, Imam
Khomeini menegaskan perintah paling jelas dalam al-Quran mengenai
urgensi persatuan, "Islam memerintahkan,
وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّـهِ جَمِيعًا وَلَا تَفَرَّقُوا"
Semua bersama-sama, seluruh
lapisan bersatu dengan bersandar pada tali (agama) Allah. Semua harus
menunaikannya demi Allah yang Maha Besar, pelanggaran terhadap aturan
ilahi ini termasuk kejahatan dan dosa. Aturan Islam menyatakan bahwa
semua harus berpegang teguh terhadap tali Allah... bangsa-bangsa dan
negara-negara jika ingin mencapai kemenangan dan mewujudkan tujuan Islam
di segala bidang demi mencapai kebahagian umat manusia, maka harus
berpegang teguh dengan tali Allah, menghindari perselisihan dan menaati
perintah Allah swt".(IRIB Indonesia/PH)
Dalam tradisi Islam maupun Jawa,
bulan Muharram atau Sura ini memiliki makna yang unik. Orang Jawa
memandang Sura merupakan bulan istimewa yang penuh mitos. Di bulan
inilah hubungan antara manusia dengan makhluk halus (bangsa lelembut)
ditata dan diharmonisasi kembali melalui ritual adus kungkum (berendam
di air), pencucian benda-benda keramat dan sejenisnya. Laku untuk meraih
kasekten (kesaktian) dan kamukten (kemuliaan) yang mengandalkan kontrak
kerja dengan bangsa alus akan lebih mujarab bila dilaksanakan pada
bulan ini.
Umat Islam juga memiliki cerita
yang khas mengenai muharram ini. Selain karena Muharram telah dijadikan
sebagai titik tolak pergantian tahun baru hijriah, Muharram juga menjadi
bulan favorit para nabi zaman dulu diselamatkan dari berbagai petaka.
Hingga hari ini, ritual menyambut tahun baru Islam dirayakan melalui
pembacaan doa akhir dan awal tahun, termasuk disunnahkan bagi umat Islam
untuk puasa Asyura (hari ke-10), di samping Tasu’a (hari ke-9) dan hari
ke-11.
Dasar puasa sunnah ini adalah
salah satu hadits Rasulullah yang termaktub dalam Sahih Bukhari: ’’Dari
Ibnu ’Abbas, ketika Nabi Muhammad SAW tiba di Madinah, ia melihat orang
Yahudi berpuasa pada hari Asyura. Nabi bertanya: ’Apakah ini?’
Orang-orang Yahudi menjawab: ’Ini hari yang baik. Pada hari inilah Allah
menyelamatkan Bani Israil dari musuh mereka, maka Musa AS berpuasa pada
hari itu. Kata Nabi kemudian: ’Aku lebih berhak terhadap Musa daripada
kalian. Maka Nabi pun melakukan puasa dan kaum mukmin untuk melakukannya
juga.”
Ada juga hadits yang diriwayatkan
dalam Sahih Muslim bahwa orang yang berpuasa pada hari Asyura (10
Muharram), ditambah hari Tasu’a (9 Muharram) dan tanggal 11 Muharram
akan diampuni dosa-dosanya selama setahun yang lalu. Dua hadits ini
setidaknya menambah keyakinan betapa Asyura merupakan bulan penting
karena telah terjadi peristiwa bersejarah yang patut diperingati.
Konon banyak sekali nabi Allah
yang disembuhkan atau diselamatkan pada tanggal 10 Muharram. Nabi Ayyub
disembuhkan dari penyakit kustanya, Nabi Musa diselamatkan dari kejaran
Raja Fir’aun, Nabi Nuh dibebaskan dari kepungan banjir besar, Nabi
Ibrahim diselamatkan dari kobaran api Raja Namrud dan lain sebagainya.
Nabi-nabi pilihan ini diangkat derajatnya dan mengalami titik balik
(turning point) kehidupan pada hari Asyura itu. Hadits dan bukti
historis di atas dijadikan pijakan oleh kaum muslim untuk melakukan
puasa sunnat Asyura sebagai wujud rasa syukur karena Allah telah
menyelamatkan manusia pilihan dari tindak kebathilan kaumnya.
Hari Duka atau Suka Cita
Ali Syari’ati pernah mengatakan
bahwa sejarah tentang kebaikan adalah sejarah tentang sederetan
kekalahan (1993:162). Begitu pula pengungkapan kebenaran seringkali
diwarnai dengan maraknya kebatilan. Bukanlah suatu kebetulan bila
sejarah Islam tidak hanya mencatat peristiwa yang manis-manis saja.
Manisnya sejarah Muharram karena ia dijadikan sebagai sistem kalender
Islam. Muharram dijadikan sebagai bulan pertama tahun Islam lebih karena
alasan politis-sosiologis. Sebab penamaan hijrah itu dimaksudkan
sebagai penghargaan terhadap momentum hijrah Nabi Muhammad dari Makkah
ke Madinah. Sedangkan peristiwa hijrah sendiri tidak terjadi di bulan
Muharram tapi di bulan Maulud (Rabi’ul Awwal).
Kemenangan para nabi di bulan ini
tidak terjadi di dalam sejarah Islam. Muharram dalam sejarah Islam
malah diwarnai peristiwa kelam dan berlumuran darah, tepatnya di tanggal
10 Muharram. Dikisahkan ketika berhasil memperdayai Ali Ibn Abi Thalib
dan merebut kekuasaan al-khilafah al-rasyidah dari sahabat Rasulullah
yang saleh ini, Mu’awiyah ibn Abi Sufyan melancarkan propaganda dan
agitasi politik ke seluruh pelosok untuk mereduksi dan menghilangkan
pengaruh Ali ibn Abi Thalib.
Ali menantu Rasulullah dari
anaknya Fatimah, mukmin pertama dari kalangan anak-anak yang beriman
atas kerasulan Nabi Muhammad, yang menggantikan tempat tidurnya saat
rumah Nabi dikepung kaum Jahiliyyah, yang meruntuhkan benteng Khaibar,
yang memenangkan perang Badr, yang tegak berdiri di Hud ketika sahabat
yang lain melarikan diri dari medan perang, kini dicaci-maki di berbagai
tempat, termasuk di mimbar-mimbar masjid. Pengikut dan anak cucu Ali
dianiaya dan disia-siakan.
Al-Hasan putra Ali, bersedia
damai dengan Mu’awiyah asal ia menghentikan kecaman terhadap ayahnya.
Meski akhirnya, al-Hasan harus menelan pil pahit karena Mu’awiyah
berkhianat dan tidak menepati janjinya. Sementara al- Husain, saudara
al-Hasan bersikap lebih keras kepada orang-orang yang menganiaya ahl
al-bait (keluarga Ali keturunan Rasulullah). Di makam Rasulullah, ia
bertekad menegakkan kembali Islam Muhammadi —Islam yang diajarkan
Muhammad SAW yang menentang kezaliman dan melawan penindasan. Al-Husain
bertekad menjadikan Islam sebagai agama yang pro kaum mustadh’afin.
Kebenaran yang diyakini anak Ali
ibn Abi Thalib ini harus dibayar mahal. Empat ribu pasukan Yazid ibn
Muawiyah berhasil menghabisi al-Husain dan pengikutnya di padang
Karbala. Al-Husain wafat dan kepalanya dipenggal, diarak sepanjang jalan
dan diserahkan kepada penguasa saat itu, tepat 10 Muharram 61 H. Jadi
bagi keluarga Rasulullah, 10 Muharram adalah hari dukacita, berkabung,
bukan hari bersyukur. Inilah hari lahirnya Shi’isme (loyalis Ali ibn Abi
Thalib) yang selalu diperingati dengan darah dan air mata oleh
pengikutnya.
Dengan propaganda politiknya,
Mu’awiyah berhasil membalik persepsi publik dengan menjadikan 10
Muharram sebagai hari kemenangan yang patut dirayakan. Muslim Indonesia
yang mayoritas bermazhab Sunni, tampaknya ikut-ikutan terlena oleh
agenda politik Mu’awiyah ini. Tanpa menyadari motif politik di balik
perayaan bulan Muharram, maka amalan-amalan yang dianjurkan untuk
dikerjakan di bulan ini akan kehilangan makna atau malah salah sasaran.
Perjuangan mempertahankan dan
menegakkan kebenaran seharusnya lebih militan dan sistematis. Jangan
sampai loyo dan akhirnya dikalahkan oleh kebathilan. Bahwa kita wajib
mewujudkan pemerintahan yang baik adalah kebenaran yang harus
dilaksanakan. Kalau kita sepakat bahwa korupsi adalah common enemy yang
harus diperangi bersama, mestinya harus disuarakan keras-keras oleh
semua pihak dan dengan komitmen tinggi untuk tidak melakukannya.
Jihad menegakkan kebenaran dan
memberantas kebathilan adalah spirit utama peringatan Muharram. Spirit
ini jauh lebih utama ketimbang berpuasa, sekalipun lebih afdhal bila
dilakukan bersamaan, berpuasa sekaligus jihad. Pertarungan antara
kebenaran dan kebathilan berlangsung terus tanpa henti, sampai datang
saat di mana yang haq akan dimenangkan dan yang bathil dimusnahkan.
Kemenangan melawan kebatilan tidak pernah terwujud tanpa usaha serius
dari manusia.
Dalam konteks kehidupan berbangsa
dan bernegara, kebatilan yang telah menjerumuskan rakyat ke jurang
kesengsaraan harus dihentikan. Pelaku yang menyebabkan kesesengsaraan
harus dicuci mentalnya dan dikembalikan ke jalan yang benar. Oleh karena
itu, peringatan tahun baru Islam ini harus dijadikan momentum bahwa
kebenaran harus ditegakkan dan kebathilan harus dilawan habis.
Sumber: http://www.ipabionline.com/2011/11/muharram-bulan-duka-atau-suka-cita.html
Read more: http://www.ipabionline.com/2011/11/muharram-bulan-duka-atau-suka-cita.html#ixzz3H7FOFI3y
Kilas balik 8 tahun lalu, Menteri
Pertahanan Juwono Sudarsono kala itumemberi peringatan akan
adanya, adanya penyusupan gerakan radikal ke dalam partai-partai Islam.
Infiltrasi itu bertujuan untuk mendirikan Negara Islamdan menerapkan
syar’iah. Menurut Juwono, gerakan radikal itu bernaung di parpol islam
sambil menunggu momentum radikalisasi. Menhan kemudian meminta parpol
Islam untuk waspada terhadap penyusupan itu.
Atas pernyataannya itu, Menhan
menerima badai protes dari kalangan partai, salah satunya Ketua Umum
Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Tifatul Sembiring. Dia menyebut
pernyataan Menhan itu hanya memberi stigma negatif partai-partai
Islam. Dia menyebut Menhan telah menggunakan cara-cara Orde Baru. “Kalau
memang punya bukti, langsung tunjuk hidung partai mana yang dimaksud,”
tantang Tifatul Sembiring menanggapi pernyataan Menhan Juwono Sudarsono.
Tak heran jika mantan presiden
PKS, yang sekarang ini menjabat sebagai Menkominfo di pemerintahan SBY,
bersikap sangat keras terhadap peringatan Menhan Juwuno tahun 2006.
Bersama Hidayat Nur Wahid, Tifatul adalahpeletak dasar ideologi PKS.
Keduanya berasal dari gerakan Tarbiyah, yang ingin mentransplantasi
ideologi politik Ikhwanul Muslimin dari Mesir dan ideologi keagamaan
Wahabi dari Arab Saudi.
Berdirinya PKS berawal
dari kelompok keagamaan yang berbasis di kampus-kampus negeri pada awal
1980-an. Kelompok ini kerap disebut gerakanTarbiyah (pendidikan) atau
Usroh (keluarga). Gerakan ini disebut tarbiyah karena dibangun dengan
kegiatan mentoring atau pendidikan keagamaan oleh kelompok-kelompok yang
dibentuk di sekitar kampus. Setiap kelompok terdiri dari 5-7 orang yang
dibimbing seorang murabbi (mentor) dengan kewajiban saling
menjaga satu sama lain, tak hanya dalam aktifitas belajar tapi juga
dalam aspek kehidupan sehingga seperti keluarga (usroh).
Bahkan, seorang murabbi juga bertugas mencarikan jodoh bagi anggotanya, tentu saja itu dilakukan dengan motif semakin mempersolid usroh tersebut.Karena
mereka berpendapat, jika menikah dengan orang penganut Islam selain
Islam cara mereka, maka dapat dikatakan sesat. Tak mengherankan, jika
dalam banyak kasus, seorang anggota usroh lebih mendengarkan seorangmurabbi dari pada orang tuanya sendiri.
Perkembangan gerakan Tarbiyah di
Indonesia cukup pesat, sehingga dalam tempo sepuluh tahun sejak 1980,
telah menyebar ke seluruh kampus-kampus ternama di Indonesia seperti UI,
IPB, ITB, UGM, Unair, Brawijaya, Unhas dan lain-lain. Kelahiran dua
majalah Tarbiyah, yang terbit akhir tahun 1986, yakni Ummi dan Sabili,
yang menyebarkan pemikiran-pemikiran Ikhwanul Muslimin, menjadi wahana
pembinaan juga sebagai media informasi dan komunikasi pemikiran Tarbiyah
di Indonesia.
Gerakan tarbiyah itu berjalan
secara samar-samar selama rezim Orde Baru yang terkenal totaliter. Pola
gerak itu mencapai titik balik pada momentum politik 1998, di mana semua
kekuatan membuka diri menyambut perubahan iklim politik Indonesia, tak
terkecuali kelompok tarbiyah. Dalam iklim keterbukaan politik yang
permisif terhadap semua bentuk ekspresi ideologi, para aktivis tarbiyah
memutuskan untuk mendirikan Partai Keadilan (PK). Partai berlambang
bulan sabit dan pedang ini dideklarasikan 9 Agustus 1998 di Masjid Al
Azhar Kebayoran baru dengan diikuti puluhan ribu pendukungnya.
Tapi, jangan salah sangka bahwa
keterlibatan dalam pemilu ini adalah bentuk penerimaan terhadap
demokrasi, sama sekali bukan. Bagi mereka, sistem kepartaian,
nasionalisme, atau pun demokrasi, hanyalah alat, cara yang bisa
ditunggangi untuk mencapai tujuan membentuk negara Islam. Mereka
menunggangi demokrasi untuk merebut kekuasaan, hingga nanti berhasil
membuat misi mereka terwujud; Negara Islam. Bagaimana tidak? Azas
Pancasila saja mereka tolak, dianggap sebagai azas sekuler kafir, dan
jika ada anggotanya yang tetap menerima Pancasila, dicap futur (demoralisasi ideologi) hingga murtad bagi yang benar-benar menentang keras.
Niat PKS dengan ideologi politik
Ikhwanul Muslimin ini memainkan peranan ‘playing as friend’, awalnya
terlihat ramah terhadap Pancasila dan Indonesia, namun tujuan mereka
sejalan dengan Hizbut Tahrir. Toh, memang penggagas Hizbut Tahrir adalah
sempalan Ikhwanul Muslimin yang merasa gemas dengan pola ‘berpura-pura’
yang dianggap lambat mencapai tujuan negara Islam.
Kedekatan PKS dan ideologi
Ikhwanul Muslimin memang tak bisa dipungkiri, walaupun
mereka menapik adanya hubungan organisasi mau pun ideologisantara
keduanya. Tapi lihat saja reaksi mereka ketika pimpinan Ikhwanul
Muslimin, Moersi digulingkan dari kursi kepresidenan di Mesir, respon
solidaritas PKS sangat massif melebihi solidaritas mereka terhadap
berbagaikekerasan atas umat Islam di tanah air. Anis Matta, presiden
PKS juga terang-terangan menyatakan bahwa inspirasi-inspirasi Ikhwanul
Muslimin memberi kekuatan pada PKS. Hasan Al-Banna, pendiri Ikhwanul
Muslimin, berhasil mengubah pembaharuan dari wacana menjadi gerakan. Dan
tak berlebihan, bila inspirasi gerak itu juga yang terasa dalam denyut
Partai Keadilan Sejahtera. Demikian Anis Matta berkata.
Bahkan Dr. Yusuf Qardhawi, Partai
Keadilan (yang sekarang berganti nama menjadi PKS) adalah perpanjangan
tangan ikhwanul muslimin dari Mesir.
Namun, ikwanul muslimin yang
mereka akomodir sebagai ideologi bukanlah yang ramah terhadap perbedaan,
dan berupaya menjembatani berbagai aliran agama seperti tujuan Hassan
Al Banna. Tokoh yang dipuja PKS adalah Sayyid Quthb, yang pada 1964,
menulis manifesto Ma’alim fi al-Tariq (Petunjuk Jalan). Dalam
pemikirannya, negara wajib menjalankan hukum Islam demi keadilan sosial.
Sehingga jika ada pemerintah Muslim abai terhadap kewajiban
ini, makadianggap berada di luar akidah Islam dan layak diperangi.
Lalu di mana letak Wahabi?
Ikhwanul Muslimin dengan jalan pemikiran Sayyid Quthb dan Wahabi
memiliki keterkaitan dan kepentingan yang sama. Raja Faishal dari Arab
Saudi pernah mengirim surat kepada Presiden Gamal Abdul Nasser agar
eksekusi Sayyid Quthb dibatalkan, walau akhirnya tetap digantung pada
1966. Bahkan negara Arab Saudi dengan penerapan ajaran Wahabi menjadi
negara pelindung para pelarian Ikhwanul Muslimin dari Mesir pasca
penangkapan tokoh-tokohnya pada masa Presiden Nasser. Memang tak
mengherankan, mengingat Ikhwanul Muslimin dan Wahabi memiliki kesamaan
gagasan, yaitu formalisasi syariah Islam.
Wahabi mengasosiasikan diri
sebagai kaum salaf yang mengharamkan semua bid’ah dan memahami ajaran
Islam secara harfiah (peringatan Maulid, tahlilan, atau ziarah kubur
diharamkan) dan menganggap yang bertentangan dengan mereka adalah kafir.
Sedangkan ikhwanul muslimin bergerak di bidang politik. Karena tujuan
untuk mendirikan negara Islam tak lagi dapat dilakukan seperti cara NII
melalui pemberontakan, tapi dengan merebut kekuasan politik. Jadi jangan
heran jika dalam tubuh PKS ada Hilmi Aminuddin, putera Danu Muhammad
Hasan, salah satu pemimpin gerakan Negara Islam Indonesia, Panglima NII
Jawa dan Madura.
Belajar dari kegagalan cara-cara
pemberontakan itu, kalangan Wahabi ini memanfaatkan alam demokrasi untuk
mendirikan parpol dan merangsek masuk ke dalam birokrasi dan
pemerintahan. Mereka memaksakan aturan agama Islam secara ketat hingga
melanggar hak azasi warga negara yang berbeda keyakinan. Yang lebih
mendekatkan Wahabi dengan Ikhwanul Muslimin adalah ketidaktundukan
mereka terhadap pemerintahan negara, atas nama nasional. Mereka hanya
akan tunduk pada negara dengan syariat Islam, dan setiap upaya mereka
adalah untuk mewujudkan tujuan tersebut.
Dalam mengembangkan sayap dan
pengaruhnya, PKS melakukan infiltrasi ke berbagai ormas, lembaga
pendidikan, instansi pemerintahan dan swasta. Bahkan di kampus-kampus,
mereka memaksakan mentoring dan liqa’ untuk
menyebarkan paham, membuat kesepakatan dengan pihak kampus, agar
mahasiswa tingkat awal yang mendapatkan mata kuliah Agama Islam,
diwajibkan untuk liqa’. Jika tidak mengikuti, maka ancaman
nilai Agama Islam akan buruk dan mempengaruhi masa depan kelulusan
karena mata kuliah wajib.
Jika ini saja bisa dilakukan oleh
PKS dan kroni-kroninya di dalam kampus, maka tudingan Hashim tentang
pemecatan pegawai Kristen di Kementan yang dipimpin oleh kader PKS, juga
bukan hal sulit. Hal itu hanya bagian kecil dari potret bahaya yang
menghadang Indonesia di masa depan, jika PKS telah menancapkan kuku
kekuasaannya di setiap tubuh biroktasi.
Bagi Muhammadiyah, PKS
menuggangi amal usaha, masjid, lembaga pendidikan, dan fasilitas
lainnya demi tujuan politiknya. Penolakan Muhammadiyah terhadap PKS
diwujudkan dalam Surat Keputusan Pimpinan Pusat (SKPP) Muhammadiyah
Nomor : 149/Kep/I.0/B/2006. SKPP menyebut Partai Keadilan Sejahtera
(PKS) sebagai partai politik yang memanfaatkan
Muhammadiyah demi kekuasaan politik. Karena itu SKPP menyerukan para
anggota dan pimpinan Muhammadiyah agar membebaskan diri dari misi dan
tujuan PKS.
Pada 2006, sebuah TK milik
Aisyiyah Muhammadiyah di Prambanan yang telah berdiri 20 tahun hendak
diubah menjadi TK Islam Terpadu. Di belakang rencana itu, ada Hidayat
Nur Wahid yang saat itu menjabat Ketua MPR dan Dewan Pembina dan
Pengurus Yayasan Islamic Centre yang berafiliasi dengan PKS. Tentu saja
Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jateng keberatan dengan rencana itu. Kasus
lain menunjukkan di mana PKS mengambil alih tanah masjid wakaf
Muhammadiyah ketika HNW membantu membangun fisik masjid di atasnya.
Keberadaam Kelompok Tarbiyah
Ikhwanul Muslimin (PKS) di lembaga-lembaga pendidikan Muhammadiyah mulai
terkuak tatkala Farid Setiawan, pengurus Muhammadiyah wilayah
Yogyakarta, menulis sebuah artikel opini di Majalah Suara Muhammadiyah.
Dalam artikel berjudul “Tiga Upaya Mu’alimin dan Mu’alimat” itu Farid
mensinyalir penyusupan agen-agen garis keras di Madrasah Mualimin dan
Muallimat Muhammadiyah Yogyakarta. Kedua lembaga pendidikan menengah ini
dikenal sebagai tempat pengkaderan ulama Muhammadiyah yang langsung
dikelola oleh Pimpinan Pusat.
Di kampus Universitas
Muhammadiyah Surakarta (UMS), gerakan penyusupan paham Wahabi-Ikhwanul
Muslimin demikian kuatnya, terutama lewat Fakultas Teknik, Agama Islam,
dan Program Magister Agama Islam, di mana ketuanya adalah Dewan Syuro
PKS, Dr. Muinudinillah, Lc., lulusan King Abdul Aziz University Arab
Saudi. Yang menarik adalah, kira-kira tiga perempat mahasiswa S2 Studi
Islam itu merupakan kader PKS yang dibawa oleh direkturnya dan
mendapatkan beasiswa dari Kerajaan Arab Saudi.
Penyusupan ideologi PKS di
forum-forum pengajian kantor pemerintah pernah menggegerkan Pemerintah
Kota (Pemkot) Depok, Bogor pada tahun 2006, yang saat itu dipimpin
Walikota Nur Mahmudi Ismail, mantan Presiden PKS. Hasbullah rachmad,
ketua Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) Depok, mengungkapkan hal
tersebut pada Desember 2006. Hasbullah memberi contoh bahwa pengajian
rutin yang dibawakan guru ngaji dari Fraksi PKS di kalangan
birokrasi Pemkot Depok merupakan bentuk pemaksaan. “Mereka yang ingin
karirnya naik diwajibkan ikut pengajian PKS. Itu benar-benar terjadi,”
kata Hasbullah. Banyaknya kasus pemaksaan atas cara beragama dan ibadah
orang lain, sesuai dengan prinsip Wahabi, yaitu mengislamkan orang
Islam, karena mereka berkeyakinan hanya Islam cara mereka yang benar,
dan lain adalah kafir. Dalam berbagai pengajian tarbiyah, PKS juga
sering mengingatkanbahwa ada 73 aliran Islam setelah Rasulullah tiada,
dan hanya ada satu yang benar dan masuk surga, yaitu kalangan mereka.
Itulah doktrin dan keyakinan yang disampaikan setiap mentor kepada
kadernya.
Alangkah mengherankan dan sangat
patut dipertanyakan, mengapa PKS dengan Ikhwanul Muslimin ala Mesir
mereka ini dapat lestari di Indonesia. Terlebih lagi di panggung
politik. PKS tidak tunduk kepada arahan presiden Indonesia sebagai
pimpinan tertinggi, karena kiblat dari semua perintah yang harus ditaati
adalah induk organisasi mereka di Mesir. Pola ini hampir sama dengan
PKI ketika era 60-an, yang tidak mengakui Pancasila dan tak mengakui
kewenangan presiden terhadap negara, karena mereka hanya tunduk pada
aturan Komintern (Komunis Internasional) di Uni Soviet. Bahkan Presiden
Soekarno pernah menunda penetapan parpol PKI sebagai organisasi politik
legal karena tidak mengakui Pancasila sebagai azas dan memiliki garis
koordinasi dengan Komintern.
Seharusnya, kita belajar dari
kesalahan masa lalu, dengan memeriksa betul apakah organisasi politik di
Indonesia ini memang memiliki agenda nasional untuk mewujudkan keadilan
sosial bagi rakyat Indonesia, ataukah tunduk pada instruksi induk
mereka, sebagai bagian kecil dari jaringan internasional. Tapi Saudara,
itulah PKS, yang senyata-nyatanya mengagumi Osama bin Laden, karena
memang teroris satu itu juga mengagumi pemikiran Sayyid Quthb dan
terdidik sebagai orang Wahabi. Bahkan, Anis Matta sendiri memiliki puisi
yang mengagumi Osama bin Laden sebagai pahlawan yang patut
diangung-agungkan! Begitu pula Aa Gym pernah membacakan balasan surat
dari Osama bin Laden yang berisi sapaan bagi kalangan radikal Islam di
Indonesia, dan apresiasi terhadap kekuatan besar yang sudah digalang di
Indonesia untuk mendukung cara-cara garis keras Osama. Surat itu
dibacakan pada acara Konser Amal Milad Daarut Tauhid di Gedung Sasana
Budaya Ganesha ITB, 15 Oktober 2001.
Lalu mengapa PKS tertarik ikut
serta dengan kubu Prabowo? Karena memang PKS memandanng Prabowo-Hatta
sebagai orang yang potensial untuk ditunggangi. Prabowo mau mengeluarkan
miliaran rupiah sebagai mahar agarPKS menjadi mesin kampanyenya (mulai
dari kampanye putih hingga kampanye hitam). Yang dijual PKS adalah
jaringan kader yang solid dan taklid terhadap pemimpin, sehingga bisa
diandalkan sebagai mesin kampanye. Selain itu, PKS juga melihat Prabowo
sangat mirip Soeharto, dan hanya dalam gaya kepemimpinan model otoriter,
kuasa Ikhwanul Muslimin dan Wahabi akan dapat bertahan tanpa dianggap
terlarang. Toh, PKS memang telah menjadi salah satu partai penguasa,
namun dibutuhkan kuku otoriter agar wahabi dan ikhwanul muslimin tidak
bernasib seperti negara asal gerakan ini; terlarang dan dimusuhi.
Tak salah rupanya, PKS memang
sejalan pikiran dengan Prabowo, mengidolakan Soeharto. Bahkan pada tahun
2008 menjelang pemilu 2009, iklan PKS yang memuja Soeharto dan rasa
‘terima kasih’ kepada Soeharto menjadi kecaman. Namun sekarang, bak
bertemu pasangan sejoli, Prabowo pun ingin mengangkat Soeharto sebagai
pahlawan. Karena pun, ayah Hilmi Aminuddin merupakan pemberontak NII
yang ‘membelot’ dan diampuni oleh pemerintahan Soeharto, kemudian
bekerja sama dengan Ali Moertopo. Bahkan Hilmi pun bisa bersekolah ke
Saudi atas bantuan Ali Moertopo.
Walau bagaimana pun, jika harus
menjilat ludah sendiri, koar-koar menyatakan diri akan keluar jika
Prabowo-Hatta membuka rekening kampanye, toh PKS sudah PASTI tidak akan
keluar. Jika ada yang menjuluki PKS sebagai partai paling oportunis, ya
memang, karena mereka akan demikian adanya, tetap memanfaatkan posisi,
mendompleng kekuasaan, demi terwujudkan impian Negara Islam ala Wahabi
dan Sayyid Quthb.
Kesamaan lain antara PKS dan
Prabowo, yaitu sikap mereka yang menghalalkan segala cara untuk mencapai
tujuan. PKS menganggap kelompoknya yang paling benar, yang paling layak
meretas jalan menuju syurga. Karena itu, semua cara halal dilakukan
demi tujuan politik mereka. Meski pun, mereka harus mendzolimi sesama
umat islam sendiri. Berbagai contoh di atas sangat gamblang menunjukkan
bagaimana PKS mendzolimi Muhammadiyah demi tujuan politik mereka. Motif
mereka jelas, melakukan semua cara untuk merebut kepemimpinan umat Islam
di Indonesia.
Lagipula, PKS sama sekali tak
takut dengan Hashim, adiknya Prabowo. Mereka bahkan mengetahui betul
bahwa Hashim memiliki agenda tandingan dengan menguasai komunitas
Kristen di Indonesia. Walaupun telah dipermalukan habis-habisan di forum
internasional oleh Hashim, namun PKS percaya diri tetap bertahan di
kubu Prabowo. Karena yang memegang kartu mati Prabowo Subianto adalah
mereka, elit PKS dengan jaringan internasional itu. Prabowo berkuasa,
maka elit PKS akan mengancam Prabowo dengan aduan pelanggaran HAM ke
mahkamah internasional hingga melibatkan PBB dan AS, melalui akses
Wahabi di Arab Saudi. Yang akan mereka bawa adalah surat keputusan DKP,
yang menyorot Prabowo telah melenceng dari instruksi dengan melibatan
satgas untuk membunuh dan memperkosa masyarakat muslim di Kampung Cot
Keeng, Aceh pada akhir dekade 80-an. Hingga pun sekarang kampung
tersebut dikenal sebagai Kampung Janda.
Hashim dan PKS telah berkonflik,
dan terus akan berkonflik hingga salah satu dari mereka mencapai tujuan.
Dan Prabowo akan memilih menyelamatkan muka dengan mengikuti kemauan
PKS daripada diadukan ke dunia Internasional. Karena memang, jaringan
internasional paling solid, hanya dimiliki oleh PKS dengan ikhwanul
muslimin dan wahabi, bukan Gerindra. Apalagi di internal kubu Prahara,
Prabowo telah ‘diikat’ mereka dengan julukan;Panglima Perang Umat Islam.
Bayangkan, mereka telah
mempersiapkan sebuah perang! Perang yang akan membuat Hashim dikhianati
Prabowo. Maka, ketika umat Islam Indonesia berhasil ditundukkan di bawah
kendali PKS, saat itulah mereka akan menegakkan model daulah
islamiyah. Mereka akan terang-terangan mendeklarasikan dukungan dan
menfasilitasi perekrutan pemuda Indonesia untuk dikirim dan dibai’at
sebagai pejuang ISIS, karena perjuangan inilah yang mereka perjuangkan,
membentuk Daulah Islamiyah (negara Islam), tujuan dari gerakan Wahabi
dan Ikhwanul Muslimin – Sayyid Quthb.
Bersiaplah Indonesia! PKS akan
menjalankan indoktrinasi secara massal terhadap semua kepala yang ada di
Indonesia. Dan kemudian, konflik antara PKS dan Hashim akan menjalar ke
masyarakat luas. Tragedi Ambon jilid II sudah mereka persiapkan! Dan
kubu yang menyimpan bara konflik ini adalah kubu Prahara. Inilah ancaman
rusuh yang telah santer terdengar di telinga masyarakat saat ini.
Sumber: http://indonesia.faithfreedom.org/phpbb/viewtopic.php?f=57&t=6021&p=78317
Republika 7 Oktober 2006, diakses pada situs http://www.infoanda.com/followlink.php?lh=WQ4CUlVQVVIE
Indonesia Monitor 2008a, 2008b
Haedar Nashir, Manifestasi Gerakan Tarbiyah : Bagaimana Sikap Muhammadiyah ? Agustus 2006, hlm 15.
Republika 7 Oktober 2006, diakses pada situs http://www.infoanda.com/followlink.php?lh=WQ4CUlVQVVIE
Indonesia Monitor 2008a, 2008b
Haedar Nashir, Manifestasi Gerakan Tarbiyah : Bagaimana Sikap Muhammadiyah ? Agustus 2006, hlm 15.
Arkal Salim dan Azyumardi Azra, “The State and Shari’a in the Perspective of Indonesian Legal Politics,” Introduction dalam buku Shari’a and Politics in Modern Indonesia (Singapore : ISEAS, 2003)
Ampe Sahrianita Boangmanalu : Pandangan PKS Pakpak Bharat Terhadap Partisipasi Politik Perempuan, 2009.
Haedar Nashir, Manifestasi Gerakan Tarbiyah : Bagaimana Sikap Muhammadiyah ? Agustus 2006
Abdurahman Wahid (editor) Ilusi Negara Islam , hlm 179.
Abdurahman Wahid (editor) Ilusi Negara Islam , hlm 206-207.
Farid Setiawan, “Tiga Upaya Mu’allimin dan Mu’allimat,” Suara Muhammadiyah, 3 April 2006.
Abdurahman Wahid (editor) Ilusi Negara Islam , hlm 210-211.
Abdurahman Wahid (editor) Ilusi Negara Islam , hlm 217.
Rosihan Anwar, Sebelum Prahara; Pergolakan Politik Indonesia.
Abdurahman Wahid (editor) Ilusi Negara Islam , hlm 206-207.
Farid Setiawan, “Tiga Upaya Mu’allimin dan Mu’allimat,” Suara Muhammadiyah, 3 April 2006.
Abdurahman Wahid (editor) Ilusi Negara Islam , hlm 210-211.
Abdurahman Wahid (editor) Ilusi Negara Islam , hlm 217.
Rosihan Anwar, Sebelum Prahara; Pergolakan Politik Indonesia.
http://www.youtube.com/watch?v=JrH-3sziHAQPKS Ancam Keluar dari Koalisi Jika Prabowo Minta-Minta, Kamis 5 Juni 2014.
SUMBER:
Main Source : http://ahlulbaitnabisaw.blogspot.com/2014/07/kejamnya-skenario-wahabi-di-belakang.html
Bertempat di lantai 4 Gedung
Graha Pena Makassar, MUI Sulsel bekerjasama dengan Fajar Group
melaksanakan talk show Muharram. Acara yang dilaksanakan Jumat 8
Nopember 2013 ini dihadiri banyak peserta dari berbagai kalangan.
Koresponden kami Baso Mappadecengmelaporkan pelaksanaan acara ini dari Makassar [majulah-IJABI]
Acara ini mengambil tema
"Reaktualisasi Tahun Baru Islam dan Asal Usul Peringatan Hari Asyura".
Hadir sebagai pembicara adalah beberapa ulama Sulawesi Selatan yaitu AGH Dr. (HC) M Sanusi Baco, Lc (Ketua Umum MUI SulSel), Prof. Dr. H. Abd Rahim Yunus, MA (Wakil Ketua Umum MUI SulSel), Prof. Dr. H Arifuddin Ahmad, M.Ag. (Guru Besar Hadits UIN Alauddin) dan Dr. H. Muammar Bakry, MA. Selain itu, diundang pula beberapa penanggap seperti Ust Said
Abd Shamad (LPPI Indonesia Timur), Ikhwan Abdul Jalil (Wahdah
Islamiyah), dan Syamsuddin Baharuddin (IJABI). Dua tokoh yang juga
diberi kesempatan menanggapi adalah Ishak Ngeljaratan (Budayawan) dan
Prof. Dr. Arfin Hamid, MA.
Pada kesempatan ini, Gurutta KH Sanusi Baco lebih banyak mengulas makna Hijrah Rasul. Menurut beliau, ada 4 nilai penting yang bisa dipelajari dari peristiwa Hijrah:
Prof. Rahim kemudian menjelaskan masalah Asyura. Menurut beliau, Asyura punya 2 aspek, yakni aspek historis kultural dan aspek ritual spiritual. Secara historis kultural, ada beberapa versi tentang peristiwa Asyura. Sebagian umat Islam memaknai Asyura sebagai peristiwa kemenangan Nabi Musa as atas Fir'aun sehingga harus dirayakan, salah satunya dengan berpuasa di tanggal 10 Muharram. Sebagian lagi memaknai Asyura sebagai peristiwa duka cita atas syahidnya Imam Husain di Karbala. Peristiwa ini juga disebutkan dalam Tarikh Thabari, yang menyebutkan 10 Muharram adalah hari terjadinya tragedi di Karbala. Karena itu, kelompok ini mengadakan majelis duka untuk mengenang peristiwa tersebut.
Prof. Rahim juga mengatakan bahwa di dalam Quran, ada 4 bulan yang di dalamnya diharamkan berperang. Salah satu dari empat bulan tersebut adalah bulan Muharram. Karena itu beliau menyebut Bulan Muharram sebagai Bulan Damai, maka janganlah berselisih di bulan itu.
Mengenai tragedi Asyura, Prof. Rahim mengatakan bahwa peristiwa tersebut disebutkan di dalam kitab-kitab hadits dan tarikh Ahlusunnah. Oleh karena itu, perbedaan memahami Asyura mestinya disikapi dengan sikap saling menghargai dan saling menghormati.
Prof Arifuddin Ahmad sebagai ahli hadits hanya menjelaskan bahwa masing-masing pihak yang meyakini Asyura memiliki dasar hadits yang dipegangi. Artinya, masing-masing pihak mempunyai hujjah dan dalil. Sementara itu, Dr. Muammar Bakry menyebutkan bahwa secara kultural ada tradisi Asyura yang berbeda yang dipraktekkan umat Islam. Mereka yang memaknai Asyura sebagai sukacita misalnya mengekspresikan dengan tradisi belanja peralatan rumah tangga. Tradisi ini tidaklah bisa langsung dicap bid'ah, tapi silahkan tradisi itu dilanjutkan dan tugas ulama mendidik umat untuk memperbaiki dan meluruskan niat dalam melaksanakan tradisi itu agar tidak terjatuh dalam kemusyrikan.
Prof. Rahim: Syiah Tidak Seperti Tuduhan Ust Said Samad
Pada sesi tanggapan, Ust Said Abd Shamad kembali mempersoalkan Syiah dengan menyampaikan beberapa tuduhan lama. Saat itu beliau membawa sambil mengutip buku yang katanya diterbitkan oleh MUI Pusat, "Mengenal dan Mewaspadai Penyimpangan Syi’ah di Indonesia" sebagai rujukan.
Menanggapi Said Abd Shamad, Gurutta Sanusi Baco tetap fokus membahas tema dan tidak menanggapi soal Syiah. Bahkan dengan senyum khasnya beliau berujar, salah satu akhlak dalam berbicara adalah berbicara sesuai tema. Seolah menyampaikan 'teguran halus' pada Ust Said Shamad, Gurutta Sanusi Baco berkata, "hari ini tema kita adalah Hijrah Rasul dan Asyura".
Prof. Rahim nampak lebih lugas dan tegas menanggapi Ust Said Shamad. Ketika mengomentari buku tentang penyimpangan Syiah yang disebut-sebut oleh Ust Said Shamad sebagai terbitan MUI Pusat, dengan tegas Prof Rahim Yunus (sebagai Wakil Ketua Umum MUI SulSel) membantah klaim itu dan menyebut buku itu TIDAK RESMI diterbitkan MUI Pusat. Menurut beliau, buku itu pernah diedarkan di Rakernas MUI Pusat, namun langsung ditarik kembali karena tidak disetujui untuk diedarkan. Selanjutnya Prof. Rahim juga berkata, bahwa dalam beberapa kali kunjungan beliau ke Iran, beliau tidak menemukan fakta seperti yang dituduhkan Said Shamad. Beliau tidak menemukan praktek mut'ah, bahwa Quran orang Syiah di Iran dengan Quran orang Sunnah. Bahkan banyak Quran cetakan Arab Saudi yang juga beredar di Iran.
Seusai diskusi, Ust Said Shamad kembali mendekati Prof Rahim dan membicarakan mengenai buku yang dibicarakan tadi. Prof. Rahim kemudian bertanya, apakah ada tanda tangan dan kata pengantar di atas kertas kop MUI Pusat dari Ketua Umum MUI Pusat dalam buku itu?. Dengan singkat, Ust Said Samad menjawab "Tidak ada". Dalam pandangan Prof. Rahim, setiap buku resmi MUI Pusat, pasti ada kata pengantar dari Ketua Umum.
IJABI dan Wahdah Islamiyyah Serukan Persatuan Islam
Dalam sesi tanggapan, Ikhwan Abd Djalil dari Wahdah Islamiyah juga diberi kesempatan untuk memberikan masukan. Beliau mengingatkan pentingnya ukhuwah islamiyah dibangun di atas kejujuran di antara Sunnah dan Syiah. Namun demikian, Ikhwan mensinyalir masih adanya praktek pengkafiran sahabat Nabi di kalangan Syiah. Tentu saja ini tidak bisa digeneralisir. Faktanya, kita bisa melihat fatwa ulama muktabar Syiah yang mengharamkan penghinaan apalagi pengkafiran sahabat dan istri Nabi Saw serta tokoh-tokoh dan simbol-simbol mazhab ahlussunnah.
Syamsuddin Baharuddin sebagai ketua PP IJABI juga diberi waktu untuk memberi tanggapan, khususnya komentar dan tuduhan terhadap Syiah. Beliau setuju dengan Gurutta Sanusi Baco dan Prof. Rahim Yunus yang menyerukan persaudaraan dan menjadikan Muharram sebagai Bulan Damai. Bagi ketua PP IJABI yang terpilih di Muktamar tahun 2012 ini, bukan saatnya mempertajam perbedaan Sunnah Syiah mengingat banyaknya persamaan di antara keduanya.
Meskipun ada yang mengkafirkan Syiah, beliau mengajak hadirin untuk lebih mengikuti seruan ulama yang menyerukan persatuan Islam seperti yang disebutkan dalam Risalah Amman, Deklarasi Mekkah, Deklarasi Bogor dan yang terbaru Deklarasi Makassar di UMI. Syamsuddin Baharuddin menghimbau, untuk mendapatkan informasi yang benar tentang suatu kelompok atau mazhab, kita harus merujuk pada pandangan dan pernyataan para ulama atau tokoh yang diakui dalam mazhab atau kelompok tersebut. Jangan menjadikan perilaku dan perkataan orang awamnya sebagai dasar untuk menilai kelompok atau mazhab tertentu.
Terakhir, ada pernyataan bagus dari Prof Arifuddin Ahmad sebagai penutup.
Pada kesempatan ini, Gurutta KH Sanusi Baco lebih banyak mengulas makna Hijrah Rasul. Menurut beliau, ada 4 nilai penting yang bisa dipelajari dari peristiwa Hijrah:
Prof. Rahim kemudian menjelaskan masalah Asyura. Menurut beliau, Asyura punya 2 aspek, yakni aspek historis kultural dan aspek ritual spiritual. Secara historis kultural, ada beberapa versi tentang peristiwa Asyura. Sebagian umat Islam memaknai Asyura sebagai peristiwa kemenangan Nabi Musa as atas Fir'aun sehingga harus dirayakan, salah satunya dengan berpuasa di tanggal 10 Muharram. Sebagian lagi memaknai Asyura sebagai peristiwa duka cita atas syahidnya Imam Husain di Karbala. Peristiwa ini juga disebutkan dalam Tarikh Thabari, yang menyebutkan 10 Muharram adalah hari terjadinya tragedi di Karbala. Karena itu, kelompok ini mengadakan majelis duka untuk mengenang peristiwa tersebut.
Prof. Rahim juga mengatakan bahwa di dalam Quran, ada 4 bulan yang di dalamnya diharamkan berperang. Salah satu dari empat bulan tersebut adalah bulan Muharram. Karena itu beliau menyebut Bulan Muharram sebagai Bulan Damai, maka janganlah berselisih di bulan itu.
Mengenai tragedi Asyura, Prof. Rahim mengatakan bahwa peristiwa tersebut disebutkan di dalam kitab-kitab hadits dan tarikh Ahlusunnah. Oleh karena itu, perbedaan memahami Asyura mestinya disikapi dengan sikap saling menghargai dan saling menghormati.
Prof Arifuddin Ahmad sebagai ahli hadits hanya menjelaskan bahwa masing-masing pihak yang meyakini Asyura memiliki dasar hadits yang dipegangi. Artinya, masing-masing pihak mempunyai hujjah dan dalil. Sementara itu, Dr. Muammar Bakry menyebutkan bahwa secara kultural ada tradisi Asyura yang berbeda yang dipraktekkan umat Islam. Mereka yang memaknai Asyura sebagai sukacita misalnya mengekspresikan dengan tradisi belanja peralatan rumah tangga. Tradisi ini tidaklah bisa langsung dicap bid'ah, tapi silahkan tradisi itu dilanjutkan dan tugas ulama mendidik umat untuk memperbaiki dan meluruskan niat dalam melaksanakan tradisi itu agar tidak terjatuh dalam kemusyrikan.
Prof. Rahim: Syiah Tidak Seperti Tuduhan Ust Said Samad
Pada sesi tanggapan, Ust Said Abd Shamad kembali mempersoalkan Syiah dengan menyampaikan beberapa tuduhan lama. Saat itu beliau membawa sambil mengutip buku yang katanya diterbitkan oleh MUI Pusat, "Mengenal dan Mewaspadai Penyimpangan Syi’ah di Indonesia" sebagai rujukan.
Menanggapi Said Abd Shamad, Gurutta Sanusi Baco tetap fokus membahas tema dan tidak menanggapi soal Syiah. Bahkan dengan senyum khasnya beliau berujar, salah satu akhlak dalam berbicara adalah berbicara sesuai tema. Seolah menyampaikan 'teguran halus' pada Ust Said Shamad, Gurutta Sanusi Baco berkata, "hari ini tema kita adalah Hijrah Rasul dan Asyura".
Prof. Rahim nampak lebih lugas dan tegas menanggapi Ust Said Shamad. Ketika mengomentari buku tentang penyimpangan Syiah yang disebut-sebut oleh Ust Said Shamad sebagai terbitan MUI Pusat, dengan tegas Prof Rahim Yunus (sebagai Wakil Ketua Umum MUI SulSel) membantah klaim itu dan menyebut buku itu TIDAK RESMI diterbitkan MUI Pusat. Menurut beliau, buku itu pernah diedarkan di Rakernas MUI Pusat, namun langsung ditarik kembali karena tidak disetujui untuk diedarkan. Selanjutnya Prof. Rahim juga berkata, bahwa dalam beberapa kali kunjungan beliau ke Iran, beliau tidak menemukan fakta seperti yang dituduhkan Said Shamad. Beliau tidak menemukan praktek mut'ah, bahwa Quran orang Syiah di Iran dengan Quran orang Sunnah. Bahkan banyak Quran cetakan Arab Saudi yang juga beredar di Iran.
Seusai diskusi, Ust Said Shamad kembali mendekati Prof Rahim dan membicarakan mengenai buku yang dibicarakan tadi. Prof. Rahim kemudian bertanya, apakah ada tanda tangan dan kata pengantar di atas kertas kop MUI Pusat dari Ketua Umum MUI Pusat dalam buku itu?. Dengan singkat, Ust Said Samad menjawab "Tidak ada". Dalam pandangan Prof. Rahim, setiap buku resmi MUI Pusat, pasti ada kata pengantar dari Ketua Umum.
IJABI dan Wahdah Islamiyyah Serukan Persatuan Islam
Dalam sesi tanggapan, Ikhwan Abd Djalil dari Wahdah Islamiyah juga diberi kesempatan untuk memberikan masukan. Beliau mengingatkan pentingnya ukhuwah islamiyah dibangun di atas kejujuran di antara Sunnah dan Syiah. Namun demikian, Ikhwan mensinyalir masih adanya praktek pengkafiran sahabat Nabi di kalangan Syiah. Tentu saja ini tidak bisa digeneralisir. Faktanya, kita bisa melihat fatwa ulama muktabar Syiah yang mengharamkan penghinaan apalagi pengkafiran sahabat dan istri Nabi Saw serta tokoh-tokoh dan simbol-simbol mazhab ahlussunnah.
Syamsuddin Baharuddin sebagai ketua PP IJABI juga diberi waktu untuk memberi tanggapan, khususnya komentar dan tuduhan terhadap Syiah. Beliau setuju dengan Gurutta Sanusi Baco dan Prof. Rahim Yunus yang menyerukan persaudaraan dan menjadikan Muharram sebagai Bulan Damai. Bagi ketua PP IJABI yang terpilih di Muktamar tahun 2012 ini, bukan saatnya mempertajam perbedaan Sunnah Syiah mengingat banyaknya persamaan di antara keduanya.
Meskipun ada yang mengkafirkan Syiah, beliau mengajak hadirin untuk lebih mengikuti seruan ulama yang menyerukan persatuan Islam seperti yang disebutkan dalam Risalah Amman, Deklarasi Mekkah, Deklarasi Bogor dan yang terbaru Deklarasi Makassar di UMI. Syamsuddin Baharuddin menghimbau, untuk mendapatkan informasi yang benar tentang suatu kelompok atau mazhab, kita harus merujuk pada pandangan dan pernyataan para ulama atau tokoh yang diakui dalam mazhab atau kelompok tersebut. Jangan menjadikan perilaku dan perkataan orang awamnya sebagai dasar untuk menilai kelompok atau mazhab tertentu.
Terakhir, ada pernyataan bagus dari Prof Arifuddin Ahmad sebagai penutup.
Beliau berkata, "bagi saya, apapun yang bertentangan dengan misi Rahmatan lil 'Alamin yang
dibawa oleh Rasulullah Saw, adalah bertentangan dengan ajaran Islam;
siapapun yang melakukannya, baik itu Sunni maupun Syi'i."
Suka tidak Suka... Islam sekarang terbagi 3, yaitu Islam ala wahabi salafi takfiri kerajaan arab saudi pendukung teroris isis sang penebar kebencian sesama ummat manusia dan ummat islam (BENCI MAULID, HAUL,TAWASSUL dan ZIARAH KUBUR), Islam Sunni yang diwakili Islam Sunni Syafe'i ala Indonesia yang dianut mayoritas penduduk dan pemerintah Republik Indonesia (CINTA MAULID, HAUL,TAWASSUL dan ZIARAH KUBUR), kemudian Islam Syi'ah yang diwakili Islam Syi'ah 12 Imam / Mazhab Jakfari yang dianut mayoritas penduduk dan pemerintah Republik Islam Iran (CINTA MAULID, HAUL,TAWASSUL dan ZIARAH KUBUR)..... Jadi PILIH yang MANA ???? pilih pendukung teroris atau pendukung perdamaian seperti Republik Indonesia dan Republik Islam Iran ...?????!!!!
Lebih enak perayaan Muhharam dengan pengajian dan makanan enak ketimbang pakai pisau buat menyayat kepala sendiri, Dasar peyang nih penulisnya wkwkwk.