Sosok Mbah Maridjan begitu fenomenal, sejak diangkat menjadi abdi dalem Keraton Kesultanan Yogyakarta sebagai juru kunci dan kesetiannya menjaga Merapi. Kini Mbah Maridjan telah tiada, dan beliau menepati janjinya untuk tetap setia "menjaga" Gunung Merapi hingga akhir hayatnya.
Ketika Gunung Merapi dinyatakan dalam status awas oleh Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian Yogyakarta pada Senin (25/10) pukul 06.00 WIB, pemerintah menindaklanjutinya dengan memerintahkan warga di sekitar gunung itu untuk mengungsi.
Pemerintah langsung turun tangan mengungsikan warga yang tinggal di kawasan rawan bencana (KRB) III Merapi, termasuk di Dusun Kinahrejo, Desa Umbulharjo, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).Sebagian besar warga, terutama lansia, anak-anak, dan perempuan bersedia untuk mengungsi di barak pengungsian yang telah disediakan pemerintah, tetapi ada warga yang belum mau dan tetap bertahan di rumah masing-masing.
Di antara warga yang belum bersedia mengungsi itu adalah juru kunci Gunung Merapi Ki Surakso Hargo atau Mbah Maridjan. Pria berusia 83 tahun bersikukuh tetap tinggal di rumahnya, karena tanggung jawabnya sebagai juru kunci keraton Yogyakarta.
Meskipun sejumlah pihak telah berusaha membujuknya, Mbah Maridjan tetap bersikukuh tidak mau mengungsi dan tetap tinggal di kediamannya yang berjarak sekitar enam kilometer dari puncak gunung teraktif di dunia itu."Saya masih betah tinggal di tempat ini. Jika saya pergi mengungsi, lalu siapa yang mengurus tempat ini," kata pria yang menyandang juru kunci Gunung Merapi sejak 1982 di kediamannya, Senin (25/10).
Namun demikian, Mbah Maridjan meminta warga menuruti imbauan pemerintah untuk mengungsi dan memohon keselamatan pada Tuhan agar tidak terjadi yang sesuatu yang tidak diinginkan jika Merapi benar-benar meletus.
Pria 'sepuh' itu tetap tinggal di rumah untuk menepati janjinya terhadap mendiang Raja Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat Sri Sultan Hamengku Buwono IX yang mengangkatnya sebagai juru kunci Gunung Merapi pada 1982. Kejadian itu membuat Mbah Maridjan semakin terkenal. Popularitas itu membuat Mbah Maridjan dipercaya menjadi bintang iklan salah satu produk minuman energi.
Ternyata Tuhan berkehendak, Merapi meletus pada Selasa (26/10) petang. Bencana tersebut berdasarkan data hingga Rabu (27/10) mengakibatkan puluhan orang luka-luka dan puluhan orang tewas, termasuk Mbah Maridjan.
"Kemungkinan mayat yang ditemukan tersebut adalah Mbah Maridjan, namun hal itu belum pasti karena wajah dan seluruh tubuhnya sudah rusak dan sulit dikenali lagi," katanya. Menurut dia, mayat tersebut ditemukan di dalam kamar mandi rumah dalam posisi sujud dan tertimpa reruntuhan tembok dan pohon. Biasanya di dalam rumah tersebut hanya ditinggali oleh Mbah Maridjan sendiri.
Kepala Humas dan Hukum Rumah Sakit Dr Sardjito Yogyakarta Heru Trisna Nugraha mengatakan, saat ini jenazah Mbah Maridjan masih berada di Bagian Kedokteran Forensik RS Dr Sardjito, Yogyakarta. "Jenazah tersebut dibawa oleh anggota Tim SAR dan masuk ke Rumah Sakit Dr Sardjito sekitar pukul 06.15 WIB, informasi yang kami peroleh dari petugas SAR yang mengantar saat ditemukan Mbah Maridjan dalam kondisi memakai baju batik dan kain sarung," katanya.
Mbah Maridjan kini telah tiada. Dia telah menepati janjinya untuk tetap setia menjaga Gunung Merapi hingga akhir hayatnya.Kepala Desa Umbulharjo Bejo Mulyo mengatakan, Mbah Maridjan adalah orang yang memegang teguh prinsip dan bertanggung jawab.
Meskipun Merapi telah berstatus awas, Mbah Maridjan tetap bertahan di rumahnya sebagai wujud tanggung jawab terhadap amanat yang diemban sebagai 'abdi dalem' Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat. "Kami sangat kehilangan sosok yang menjadi `panutan`, yang selama ini selalu dijadikan tempat untuk meminta nasihat. Kami berdoa semoga arwah Mbah Maridjan diterima di sisi Allah SWT, diterima amal ibadahnya dan diampuni dosa-dosanya," katanya. (antara/dar/banjarkuumaibungasnya.blogspot.com)
Aceh - Keberanian Fadalusi (40) pantas diacungi jempol saat dia harus berkelahi lawan buaya air asin selama 30 menit demi Siterus (14) anaknya. Berkat kegigihan sang ayah, Siterus bisa selamat dari buaya walau banyak mengalami luka di kepala dan patah tulang.
Kejadian itu bermula ketika Siterus bersama Julius (16) abangnya warga Desa Ujung Sialit, Kecamatan Pulau Banyak Barat, Aceh Singkil mencari udang swallow di laut untuk dijual.
Kedua anak Fadalusi itu menyelam ke dalam laut untuk mencari udang. Sedangkan si ayah menunggu di atas perahu sambil menunggu anak anaknya mencari udang.
Saat itulah seekor buaya dengan panjang sekitar 4 meter, tiba-tiba datang dan menerkam kepala Siterus sambil menyeretnya sejauh 200 meter.
"Sang ayah yang melihat kejadian tersebut, tanpa pikir panjang, langsung mengejar buaya yang menggigit dan menyeret putranya dengan perahu bututnya itu,” kata Jasman, Panglima Laot Aceh Singkil, Sabtu (30/10).
Siterus yang meraung kesakitan, akhirnya berhasil ditarik dan dilepaskan dari mulut buaya, setelah ayahnya terlibat duel dan saling tarik dengan buaya yang memangsanya itu.
Dalam duel dan tarik-menarik selama sekitar 30 menit itu, Sitorus terlepas dari mulut buaya dan langsung ditarik ke atas perahu oleh sang ayah dan kakaknya.
Meski tidak sampai merenggut jiwanya, korban tampak mengalami luka serius bekas gigitan buaya pada kepala bagian belakang, lengan dan punggungnya. Selain itu, korban yang merupakan anak kelima dari enam bersaudara, juga tampak tidak bisa membuka mulut karena menderita patah tulang rahang akibat terkaman buaya tersebut.
Sementara itu, menurut penuturan Lia, seorang kakak korban lainnya, setelah sempat dibawa ke rumah, Siterus kemudian segera dilarikan ke Puskesmas Pulau Balai, Kecamatan Pulau Banyak Barat, Aceh Singkil. Tapi, karena keterbatasan alat dan obat-obatan, akhirnya korban dirujuk ke RSUD Aceh Singkil di kawasan Gunung Meriah, Singkil.
"Korban berhasil diselamatkan ayah, dengan cara ditarik tangannya dari atas perahu. Ayah sampai kelelahan dan hampir tertarik ke laut, namun setelah rahang Siterus patah gigitan buaya melonggar hingga berhasil lepas" kata Lia di ruang Dahlia RSUD Aceh Singkil.