Pekan lalu Barack Obama, Presiden Amerika menyampaikan pidato pertamanya di Majelis Umum PBB. Obama dalam pidatonya meminta agar negara-negara di dunia juga ikut bertanggung jawab menyelesaikan masalah-masalah dunia. Dengan tegas Obama menginginkan babak baru hubungan Amerika dengan dunia. Obama juga tidak lupa menyatakan akan mengubah kebijakan negaranya di hadapan PBB dan membandingkannya dengan periode kepresidenan George W. Bush.
Pernyataan yang disampaikan Obama ini disambut hangat kalangan politik dan media Barat. Selama 8 tahun lalu, bisik-bisik mengenai politik unilaterisme, militerisme, agresi dan ekspansi Gedung Putih terdengar di mana-mana. Oleh karenanya di masa kepresidenan George W. Bush, hubungan Amerika dan PBB berada dalam kondisi terburuknya. Hal ini dapat ditelusuri lewat ucapan mantan Sekjen PBB Kofi Annan yang menyebut agresi Amerika ke Irak tahun 2003 bertentangan dengan Piagam PBB.
Kini dengan lengsernya para neo Konservatif dari kekuasaan, masyarakat internasional mulai berharap Amerika melaksanakan kewajiban-kewajibannya di hadapan perdamaian dunia dan begitu juga masalah-masalah internasional seperti melawan pemanasan global. Namun setelah 9 bulan memegang kendali Gedung Putih, tampaknya Obama hanya melanjutkan kebijakan makro Amerika dengan sedikit perubahan dalam ucapan.
Pada hakikatnya, semangat hegemoni dan imperialisme sudah menyatu dengan pemerintah Amerika. Obama sendiri sekalipun telah mengaku dirinya cinta perdamaian, namun tetap saja sikap haus perangnya tidak dapat ditutup-tutupi. Janji menarik pasukan Amerika dari Irak sejatinya tidak berangkat dari rasa cinta damai, tapi untuk memindahkan mereka ke Afganistan. Bahkan semua tahu betapa Obama secara transparan memerintahkan militer Amerika membombardir kawasan penduduk dengan alasan menyerang kelompok Taliban. Dalam kondisi yang demikian, ucapan Obama yang ingin melakukan perubahan hubungan Amerika dengan masyarakat internasional tidak akan dipandang serius.
Pekan lalu kota Pittsburgh, Amerika menjadi tuan rumah KTT kelompok G-20 yang bertujuan mengakhiri krisis ekonomi dunia. Di akhir sidang dua hari ini, Barack Obama, Presiden Amerika berusaha menunjukkan prospek cerah dari tekad dunia internasional untuk menyelesaikan masalah resesi ekonomi dunia. Obama mengatakan, "Kita hari ini meninggalkan tempat ini dengan penuh kepercayaan akan masa depan dan persatuan." Dalam pertemuan Pittsburgh, para peserta berjanji akan berusaha menyelamatkan ekonomi dunia dari krisis. Mereka sepakat menerapkan rencana menghidupkan kembali ekonomi mencakup penambahan anggaran pemerintah dan penurunan suku bunga.
Krisis ekonomi saat ini pada hakikatnya dimulai dari masalah yang dihadapi Amerika di bidang properti dan hanya dalam waktu singkat telah meluas ke seluruh dunia. Krisis yang ada menunjukkan betapa carut-marut finansial dalam sistem kapitalisme begitu menghancurkan stabilitas keuangan yang ada, bahkan negara-negara industri dengan sendirinya tidak mampu mengontrol krisis ini. Oleh karenanya, di pertengahan tahun 2008 saat di krisis keuangan di Amerika berada di puncaknya, ide pembentukan organisasi yang lebih besar dari G-8 dimunculkan guna dapat mengelola krisis yang ada ini.
Sejak saat itu, 19 negara industri dan kekuatan ekonomi baru bersama wakil Uni Eropa diundang dalam pertemuan Washington, London dan akhirnya Pittsburgh. Kepala-kepala negara anggota G-20 berharap dapat menyepakati penyuntikan dana ratusan miliaran dolar ke bursa-bursa dan melakukan pengawasan yang lebih ketat terhadap lembaga-lembaga finansial. Hal itu dilakukan guna mencegah semakin memburuknya resesi ekonomi dan meningkatnya angka pengangguran di dunia. Menilik kepentingan negara-negara anggota G-20 yang secara umum saling bertentangan, tampaknya kelompok G-20 sulit untuk mengakhiri krisis ekonomi terburuk dunia selama 80 tahun terakhir.
Pekan lalu Jenderal Stanley McChrystal, Komandan Militer Amerika dan NATO di Afganistan dalam laporan rahasianya kepada Gedung Putih menyatakan, "Kemenangan dalam perang di Afganistan menjadi mustahil tanpa pengiriman pasukan baru ke Afganistan." Sikap McChrystal ini ternyata mendapat dukungan dari Michael Mullen, Kepala Staf Gabungan, Jenderal David Petraeus, Komandan Pusat Militer dan Robert Gates, Menteri Pertahanan Amerika. Namun pada saat yang sama Barack Obama, Presiden Amerika berusaha menenangkan kubu Demokrat di Kongres dan menegaskan Gedung Putih belum mengambil keputusan soal masalah ini.
Sejak menjejakkan kakinya di Gedung Putih, ternyata jumlah tentara Amerika yang ditempatkan di Afganistan bertambah dua kali lipat. Sementara beberapa pekan ke depan, jumlah tentara Amerika di Afganistan akan bertambah menjadi 68 ribu orang. Sedangkan perkiraan yang dilakukan media-media, Jenderal McChrystal akan mengirimkan sekitar 25 hingga 45 ribu tentara baru Amerika ke Afganistan agar jumlah pasukan Amerika di sana mencapai 100 ribu personil.
Penambahan jumlah pasukan Amerika di Afganistan dilakukan dalam kondisi di mana sampai saat ini belum ada tanda-tanda perbaikan kondisi keamanan di sana. Berdasarkan data yang dipublikasikan, bulan Agustus 2009 merupakan bulan berdarah selama sejarah 8 tahun pendudukan Afganistan oleh koalisi Barat yang dipimpin Amerika. Kini ada kemungkinan pemerintah Amerika mengirim pasukan tambahan ke Afganistan untuk mengurangi jumlah korban yang tewas. Sayangnya Amerika tidak memperhitungkan betapa penambahan jumlah pasukan ini semakin menambah kebencian rakyat Afganistan. Kenyataan ini dengan sendiri bakal menambah korban dari pihak militer Amerika sendiri.
Pekan lalu ketegangan politik antara Gedung Putih dan kubu Republik soal pembatalan rencana penempatan perisai rudal Amerika di Eropa Timur. Barack Obama, Presiden Amerika saat menyikapi penentangan dalam negeri dalam masalah ini mengatakan, "Rusia tidak ikut memutuskan bagaimana seharusnya sistem pertahanan Amerika." Obama menyatakan hal tersebut setelah kubu Republik dan para mantan pejabat pemerintah sebelumnya menyerang keras keputusan Obama dan Robert Gates, Menteri Pertahanan Amerika ini. Sebagian dari mereka menyebut Obama dengan keputusannya ini tidak lagi mempedulikan keamanan nasional Amerika dan menyerah di hadapan Rusia.
Dalam kondisi yang demikian, Gedung Putih menyebut keputusannya membatalkan penempatan rencana perisai rudalnya di Eropa Timur tidak dipengaruhi oleh sikap tegas Rusia. Menyusul kritikan pedas kubu Republik, Menteri Pertahanan Amerika obert Gates dalam sebuah artikel di surat kabar New York Times menulis, "Penentangan Rusia terhadap rencana penempatan perisai rudal Amerika tidak mempengaruhi sedikitpun keputusan Gedung Putih."
Pernyataan Gates seperti itu tampaknya tidak sesuai dengan kenyataan di lapangan. Karena sejak dua tahun lalu Rusia tidak pernah mundur dari sikapnya menentang rencana penempatan instalasi perisai rudal Amerika di Polandia dan situs radar di Republik Cheko. Di awal pertemuan Hillary Clinton, Menteri Luar Negeri Amerika dengan rekan sejawatnya dari Rusia, Sergei Lavrov di Jenewa sejatinya menjadi awal babak baru hubungan dua negara ini. Sejak saat itu segalanya menjadi jelas betapa tanpa peninjauan ulang Amerika atas rencana perisai rudal dan menghentikan proses perluasan NATO ke Timur, babak baru hubungan Moskow-Washington tidak akan pernah terjadi. Tampaknya Gedung Putih dalam langkah pertamanya telah membatalkan rencana penempatan perisai rudal dan ke depannya juga akan meninjau kembali masalah keanggotaan Georgia dan Ukraina di NATO. (irib)
Home � Persatuan Islam � Amerika (pemerintahnya) cinta Islam???
Amerika (pemerintahnya) cinta Islam???
Posted by cinta Islam on 4:47 PM // 0 comments
0 comments to "Amerika (pemerintahnya) cinta Islam???"