Habib Umar bin Hafidz - Ust. Muhammad bin Alwi BSA - Ust. Hasan Daliel Alaydrus - Ust. Othman Shihab
(Renungan redaksi banjarkuumaibungasnya.blogspot.com:
Kita umat muslim bukan Sunni, bukan Syiah dan bukan pula wahabi tetapi kita ummat Islam yang harus sesuai keinginan Allah dan Rasul-Nya)
Berbeda dengan apa yang disebutkan oleh albayyinat.net yang menyatakan bahwa Habib Umar bin Hafidz menyebut Syiah sebagai “sesat dan menyesatkan”, dalam pertemuan dengan habaib dan ustadz Syiah di Jakarta, Habib Umar mempunyai jawaban yang berbeda. Berikut transkrip pertemuan tersebut pada Februari 2008.
Habib Zen Umar bin Smith (Ketua Umum Rabithah Alawiyah Indonesia):
Assalamualaikum Wr. Wb. Terima kasih atas kedatangan saudara-saudara ikhwan semua. Maksud pertemuan kita ini, saya sengaja atas nama Rabithah dan atas nama saya secara pribadi menginginkan pertemuan ini dan sengaja meminta Habib Umar berada pada lingkungan kita untuk jalsah bersama-sama dan bisa sedikit banyak menyarankan segala sesuatu permasalahan yang sekarang menyelimuti kita saat ini. Di mana saat ini kita berada pada posisi yang, terutama Rabithah, menghadapi berbagai masalah yang ada di kalangan Bani Alawi atau Alawiyyin dan masing-masing mempunyai pendapat.
Bagi kami sebenarnya perbedaan itu pasti akan ada di mana-mana karena biar bagaimana saudara sekandung pun bisa berbeda tetapi mudah-mudahan tidak menyebutkan perpecahan karena ini yang kita inginkan bahwa semua kita ini satu. Kita harus menghormati. Kita beda baik beda tetapi saling menghormati perbedaan masing-masing. Ini yang kita inginkan. Dalam kaitan ini sengaja saya harapkan kepada ikhwan yang ada di sini tafadhal karena ada Habib Umar, ada habaib yang lain kita bisa berdiskusi secara bebas, rileks.
Fadhal kalau ada pertanyaan yang kami mintakan bahwa segala sesuatunya harus didasari dengan husnuzhan, ikhlas, dan tentunya dengan akhlak ini yang menjadi persyaratan bagi kita karena kalau kita bertanya, kita mengajukan suatu pendapat ada permasalahan di mana kita tidak bisa menghormati perbedaan akan sulit kita kembali kepada Tariqah Bani Alawi, Tariqah Alawiyah yang didasari dengan tentunya ‘ilm, amal, ikhlas, lalu wara’, lalu khauf. Hal ini menjadi dasar bagi kita semua.
Nah untuk itu saya persilahkan bagi saudara-saudara kita yang ada di sini tanpa canggung bertanya. Apabila kita sependapat, Alhamdulillah. Apabila kita tidak sependapat mari kita hormati perbedaan masing-masing. Ini yang kita harapkan jangan sekali-kali kita merasa yang paling benar sendiri karena kalau itu sudah menjadi permasalahan akan timbul permasalahan yang baru lagi. Kadang-kadang kita lupa bahwa kita menyelesaikan masalah tapi menimbulkan masalah baru. Nah ini yang terjadi. Tafadhal dan saya yakin karena kita semua berada pada dzuriyah Rasulullah saw, kita menjadi cucu Fatimah Az-Zahra pasti kita akan menonjolkan pada akhlak yang mulia dan saya tidak yakin di antara kita itu ada yang didasari dengan kedengkian, Insya Allah.
Di sini kita mulai tafadhal kalau ada pertanyaan. Di sini ada sudah beberapa yang apa namanya pertanyaan masuk tapi saya harapkan nanti ada pertanyaan yang akan diajukan dan kita minta bahwa permasalahan keluar dari tempat kita ini, Insya Allah. Kita tidak ada lagi ganjelan-ganjelan yang ada di hati, Insya Allah dan saya harapkan bahwa ini permintaaan saya sebagai ketua Rabithah Alawiyah dan juga sebagai shâhibul bait… Fadhal…
Ustadz Hasan Daliel Alaydrus:
Bismillâhirrahmânirrahîm. Pecintamu Hasan bin Ahmad bin Husain Alaydrus. Hari ini kami sangat bergembira sekali, ceramahan antum (Habib Umar bin Hafidz), arahan-arahan antum, membuat gembira dan sejuk kami. Sayyidah Nisa’il Alamin, Fatimah binti Rasulillah ‘alaihâ salâmullâh dan keturunan Sayyidah Fatimah di Indonesia banyak sekali sebagaimana antum ketahui. Adalah sebuah realitas wahai Habib, bahwa keturunan Sayyidah Fatimah saat ini… dan mereka adalah saudara-saudara antum kami ingin tentu perkataan antum di dengar karena itu kami bertanya di depan saudara-saudara kita, agar apa? Agar tidak ada lagi sesuatu yang samar atau tidak jelas. Agar jelas, hari ini, sebelum kita keluar dari rumah kediaman Sayyid Zen bin Smith, sebelum kita berpisah dan kembali ke rumah kita masing-masing, masalah ini harus jelas terlebih dahulu.
Tentu kami mengharapkan dari antum bimbingan-bimbingan antum, perkataan dan fatwa antum, agar menjadi jelas. Kami ingin mencintai karena Allah Swt. Wahai Habib, kami menangisi perpecahan ini, kami sedih, kami malu kepada Allah, kepada Rasul… kami ingin… antum baru saja katakan bahwa ridha Allah, ridha Rasul saw akan turun dengan adanya jalinan hubungan antarsesama dan kami menginginkan hal itu. Akan tetapi ada suatu hal penting, di setiap majelis, di atas mimbar-mimbar yang diberkati, antum perlu selalu menyerukan persatuan ya Habib. Menyerukan persatuan barisan, khususnya diantara kita sesama Alawiyin.
Karena itu ya Habib, berilah kami pengetahuan, semoga Allah menganugrahi Antum pengetahuan, kita menemukan sebuah realitas di masyarakat Alawiyyin saat ini, bahwa sebagian dari mereka bermazhab Syiah ya Habib. Saya adalah seorang bermazhab Syiah. Saya adalah salah seorang murid Almarhum Al-Habib Abdullah Syami’, khususnya saya berguru kepada Habib Hadi bin Ahmad Assegaf dan Syaikh Hadi bin Sa’id Jawwas. Mereka semua tahu bahwa saya seorang Syiah. Saya duduk bersama mereka. Mereka mencintai saya. Banyak dari saudara-saudara kita menyaksikan. Saya, Ustadz Othman Shihab, Ustadz Muhammad bin Alwi Bin Syaikh Abu Bakar.
Kami bermazhab Syiah, namun sangat disayangkan, kadang-kadang sebagian orang berkata: “Mereka orang Syiah meninggalkan turats datuk-datuk mereka dari kalangan habaib dan para wali di Hadramaut.” Tidak! Kami membaca ratib, doa-doa, munajat-munajat. Bahkan terkadang kami mengutip ucapan antum dalam Adh-Dhiya’al Lami’. Kami ingin membangkitkan semangat para Alawiyyin, maka kami mengutip ucapan Antum dalam Adh-Dhiya’al Lami’: “Demi Allah, tidak disebut sang kekasih oleh pecinta, melainkan ia dibuatnya mabuk kepayang. Manakah gerangan para pecinta yang bagi mereka mengerahkan segenap jiwa dan hal-hal berharga adalah sesuatu yang tidak berarti.”
Kami tidak meninggalkan Hadramaut. Akan tetapi, terus terang, pada kenyataannya kami katakan bahwa kami bermazhab Syiah. Kami menganut mazhab Imam Ja’far Ash-Shadiq ‘alaihissalâm. Kami menukil ilmu fikih, ushûluddîn, dan lain-lain, sebagaimana Antum singgung tadi. Karena itu, saya ingin bertanya kepada Antum, dengan segala takzim dan hormat saya: Apakah Syiah kafir atau tidak? Inilah pertanyaan saya ya Habib, agar apabila jawabannya keluar dari lisan Antum yang diberkahi, Insya Allah saudara-saudara akan mendengar, dan tidak akan lagi ada ketidakjelasan, dan InsyaAllah, besok saya akan mengunjungi Habib Naqib bin Syaikh Abu Bakar, dan besok saya… ringan bagi saya Insya Allah. Saya pergi mengucapkan salam dan duduk bersama Habib siapa saja… seluruhnya. Maka, karena itu, ya Habib, berilah kami pengetahuan, semoga Allah menganugrahi Antum pengetahuan, terima kasih untuk Antum.
Al-Habib Umar bin Hafidz:
Semoga Allah memberkati dan memberi taufikNya kepada anda dan kita semua. Apa yang anda sebutkan, pada ucapan anda, mengenai adanya tali hubungan (ittishal) dengan dengan Sayyid Abdullah Syami’ atau yang lainnya, semua itu insya Allah akan tetap berlangsung. Seperti Anda ketahui, bahwa di antara kewajiban seorang yang muttashil (menyambungkan diri) dengan seorang guru, atau siapa pun, begitu pula berkaitan dengan mazhab Imam Ja’far Ash-Shadiq, perlu anda ketahui bahwa tidak ada seorang pun dari syaikh-syaikh Anda, syaikh-syaikh dan datuk-datuk kita semua, yang keluar dari manhaj Sayyidina Ja’far Ash-Shadiq atau bertentangan dengannya.
Berkaitan dengan penukilan masalah-masalah yang bersifat fiqhiyyah, maka dalam hal ini terdapat banyak jalur (periwayatan) dan menjadi bahan diskusi di antara apara ulama. Terdapat banyak jalur dalam hal metode penukilannya. Maka jika kita telah mengetahui demikian , kita katakan bahwa Sayyidina Ali Al-Uraidhi ra adalah penggalan jiwa ayahandanya, seperti saudara (Imam) Musa Al-Khazim ra apa yang berada pada keduanya tidak ada yang keluar dari manhaj ayah mereka, Sayyidina Ash-Shadiq ra.
Seperti Anda singgung dalam pembicaraan Anda, bahwa Anda berpegangan pada mazhab yang di pegang oleh mereka, kemudian, cabang-cabang ilmu fikih dalam syariat Islam sangat luas sekali, dan bukan masalah dalam mengambil satu dari sekian banyak cabang ilmu fikih, bahkan tak jarang ditemukan sebuah pendapat yang menjadi pegangan mazhab tertentu dan terdapat padanannya pada mazhab-mazhab lain yang populer di kalangan Ahlus Sunnah.
Karena itu di tempat kami terdapat kelompok Zaidiah di Yaman. Zaidiah adalah salah sebuah firqah Syiah, mereka adalah firqah Syiah yang paling dekat dengan Ahlus Sunnah. Kelompok ini hidup selama ratusan tahun, di antara mereka dengan kalangan ulama dan masyarakat kita terjalin hubungan baik, kehidupan bertetangga yang baik, dan akhlak yang baik, diantara mereka juga terjalin hubungan surat-menyurat dan saling kunjung mengunjungi, dan lain sebagainya. Mereka hidup berdampingan, di masjid-masjid mereka, mereka shalat dengan selain mereka tanpa ada perselisihan, masalah atau pertentangan.
Mereka memiliki banyak cabang dalam masalah fikih, bahkan sebagian mereka dinilai sebagai para penganut mazhab Hanafi karena banyaknya kesamaan dalam masalah-masalah fikih mereka dengan mazhab Imam Abu Hanifah. Padahal mereka bukan para penganut mazhab Hanafi. Terdapat banyak kesamaan pendapat di antara dua mazhab tersebut dan hal ini tidak masalah. Kalau hal ini Anda ketahui, maka jawaban atas pertanyaan Anda adalah bahwa kami tidak mengkafirkan suatu kelompok pun dari sekian banyak kelompok Islam kecuali yang secara terang-terangan menunjukkan pertentangan terhadap sebuah persoalan agama yang diketahui secara pasti, lalu mereka mengingkarinya.
Karena itu, kita tidak bisa menghukumi secara umum. Banyak dari pengikut Ahlus Sunnah yang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang menyebabkan kekufuran, apabila salah seorang dari mereka mengerjakan sesuatu yang dapat menyebabkan kekufuran yang disepakati secara ijma’, disepakati dapat mengeluarkan pelakunya dari Islam maka status “pengkafiran” ini untuk pelaku perbuatan penyebab kekufuran tersebut, bersifat umum. Adapun dalam menindak si pelaku secara khusus, itu adalah tugas walî amr. Sedangkan penyebutan status “kafir” tidak dilakukan dengan menyebutkan nama individu terkait. Namun dengan cara menyebutkan perbuatan penyebab kekufuran, dan keyakinan penyebab kekufuran, karena itu orang-orang seperti Anda yang berpendapat apa pun, misalnya Anda berkata, “Saya Syiah, saya pengikut Imam Ja’far Ash-Shadiq,” tidak boleh dikafirkan, dengan ucapan ini, pandangan ini, tidak bisa dikafirkan.
Tidak yang diyakini orang-orang seperti Anda kecuali bahwa Anda mengagungkan Allah swt, mengagungkan rasulNya, mengagungkan Al-Quran, mengagungkan umumnya kaum mukminin dan kalangan khusus dari mereka, serta keinginan untuk mensucikan diri Anda dari berbagai bentuk cacian, laknat dan makian kepada yang kecil dan besar. Inilah yang diyakini dan diduga berada pada orang seperti Anda, dan dikenal pada Anda. Ini tentu tidak membuat Anda keluar dari maslak keislaman. Yakni seperti ucapan Anda, “Saya adalah seorang Syiah,” dari sini Anda tahu, bahwa kami, serta para ulama dan manusia-manusia terbaik umat ini, khususnya salaf shaleh kita dari Âl Abi Alawi, mereka adalah orang-orang yang paling jauh dari kebiasaan mengkafirkan, khususnya terhadap umat Islam, sampai seperti bunyi redaksi hadis Nabi saw, “Sampai kalian lihat mereka menunjukkan kekufuran secara benar-benar jelas.” Yakni tidak lagi perlu di takwil.
Namun demikian, mereka mengatasi perkara ini (kekufuran seseorang yang benar-benar jelas) tidak dengan atau dengan mencaci dan memaki, tetapi dengan memintanya bertaubat, dan menjelaskan masalah kepadanya, jika ia tidak juga bertaubat maka di serahkan kepada walî amr. Penyelesaian masalah oleh mereka hanya sampai di sini saja. Inilah cara yang di tempuh oleh para salaf shaleh kita.
Maka, kami sedikit pun tidak membenarkan takfir (pengkafiran) yang merupakan budaya kaum Khawarij yang telah mengkafirkan para sahabat, mengkafirkan Sayyidina Ali dan para pengikutnya dan siapa saja yang bersamanya, meski demikian, Imam Ali tak mau mengkafirkan mereka. Maka kami bersama mazhab Imam Ali tersebut. Para sahabat bertanya, “Apakah mereka (kaum Khawarij) adalah orang-orang kafir?” Imam Ali menjawab, “Tidak , mereka lari dari kekufuran.” “Apakah mereka orang munafik?” tanya mereka lagi. “Tidak, orang-orang munafik tidak berzikir menyebut nama Allah, sedangkan mereka banyak berzikir menyebutNya.” “Lalu kami namakan apakah mereka?” tanya mereka. ”Mereka adalah saudara-saudara kita yang telah memerangi kita.”
Dalam riwayat lain Sayyidina Ali berkata, “Mereka telah ditimpa fitnah, maka mereka buta dan tuli…” Beliau tidak mau menyebut mereka kafir atau munafik. Maka manhaj Sayyidina Ali inilah yang juga merupakan manhaj Al-Faqih Al-Muqaddam, Sayyidina Assegaf, Sayyidina Al-Muhdhar, dan juga berarti manhaj kita semua. Inilah yang kita anut dan pegang teguh. Padahal, orang-orang Khawarij membawa pedang dan memerangi Imam Ali. Mereka telah memerangi manusia-manusia terbaik dari umat ini yang begitu jelas disaksikan keutamaan mereka oleh Al-Quran dengan sebutan as-sâbiqûn al-awwalûn; as-sâbiqûn al-awwalûn berada pada barisan pasuka Imam Ali. Kaum khawarij memerangi mereka, mereka mengangkat senjata mereka memerangi manusia-manusia terbaik umat ini. Namun Imam Ali tak mau mengkafirkan mereka, karena sifat wara’ dan ketakwaannya, serta karena keluasan ilmunya, dan beliaulah pintu masuk kota ilmu. Maka manhaj inilah yang kita gunakan, dan inilah manhaj para salaf kita, semoga Allah swt meridhai mereka semua.
Yang paling penting yang harus kita perhatikan banyak sekali dari kalangan putra-putri kita yang menjadi sasaran Kristenisasi dan target incaran orang-orang Nasrani. Seperti apa upaya Anda dalam menghadang gerakan ini? Wajib bagi Anda sekalian untuk memikirkan secara serius dalam menghadapi fitnah dan bencana besar ini, dimana putra-putri kita menjadi target Kristenisasi, di kepulauan manapun di kawasan Indonesia secara khusus. Kedua, sejumlah putra-putri kita biasa meninggalkan shalat-shalat fardhu, tidak mengerjakannya, ada juga yang menunda-nunda pelaksanaannya, tiga waktu, empat waktu, dan tidak mempedulikannya. Mereka shalat setelah lewat waktu-waktu shalat fardhu yang ditetapkan, di antara mereka ada juga yang tidak mengetahui kewajiban-kewajiban yang bersifat fardhu ‘ain, dan ada juga dari mereka yang saling memutuskan silaturahmi, pelanggaran-pelanggaran mereka itu berdampak pada siapa?
Barangkali, beberapa bencana yang turun di tengah-tengah kita, yang dialami beberapa saudara kita adalah peringatan dan sanksi atas kelalaian Anda sekalian terhadap kewajiban yang seharusnya Anda tunaikan. Karena Anda lalai, maka dampaknya kembali kepada Anda sekalian dengan lebih dahsyat. Maka, persoalan ini adalah di antara sekian banyak persoalan yang menuntut kerja sama dan kekompakan kita semua, demi melindungi putra-putri kita dari bahaya kekufuran dan melindungi mereka dari berbagai bentuk kemungkaran yang disepakati khususnya dalam lingkup kalangan dzurriyyah suci, kemudian untuk saudara-saudara kita yang lain. Ini adalah satu di antara sejumlah kewajiban utama yang patut menjadi bahan perhatian sejauh kemampuan kita sejauh.
Adapun dalam menyikapi apa yang terjadi berupa munculnya sejumlah perbedaan pendapat, adalah menyikapi dengan bijaksana, dan memberikan bimbingan dengan rahmat dan kasih sayang, serta dengan berusaha untuk menjelaskan hakikat permasalahan semaksimal mungkin, merekatkan kembali perpecahan, dan meredam fitnah semampu kita. Inilah seharusnya sikap yang harus kita miliki. Marilah semaksimal mungkin kita berusaha agar jangan ada di antara kita pencaci, pemaki, pelaknat, dan yang sering mengkafir-kafirkan.
Sedangkan mengenai kapan hasilnya dapat kita wujudkan, apakah dalam satu-dua hari, satu bulan, atau satu tahun, hal itu sesuai kadar ketulusan kerja keras kita, Insya Allah hasilnya dapat kita wujudkan. Alhamdulillah, setiap individu dari kita sungguh jauh sekali dari keraguan Kitabullah atau Sunnah Rasul saw atau petunjuk para salaf saleh masing-masing dari Anda sekalian jauh sekali dari keraguan akan Kitab Tuhannya dan Sunnah Nabinya, serta ajaran salaf salehnya. Lalu bagaimana mungkin (salah seorang dari Anda) dapat diberi cap kafir, yang berarti keluarnya seseorang dari Islam, seperti ketika saya jawab pertanyaan Anda, karena takfir (pengkafiran) adalah sesuatu adalah sesuatu yang paling keji di alam wujud ini. Tidak ada yang paling keji melebihi takfir dan lebih buruk lagi adalah kemusyrikan, yakni mempersekutukan sesuatu bersama Allah. Inilah hal terburuk.
Transkrip © 2009 ejajufri
Terima kasih untuk fl0weriest & bsa_fatimah
sumber: http://ejajufri.wordpress.com/2009/09/29/habib-umar-bin-hafidz-bicara-tentang-syiah/
Home � Persatuan Islam � Habib Umar bin Hafidz Bicara tentang Syiah
Habib Umar bin Hafidz Bicara tentang Syiah
Posted by cinta Islam on 5:18 PM // 5 comments
askoem,, ana nih mafi ilim,, tpi ana tidak pernah stuju apabila ada orang yang mencaci maki shabat nabi,, dan mnanamkan kbncian kpda istri nabi, demi allah itu harus d musnahkan,, kita lihat rosul saw dulu ada apa sampai perang segala,, karena rosul saw cemburu karena agama allah mau di rusak sama orang kafir,,kita sebagai pengikut nabi harusnya ada rasa cemburu bila orang yang hidup dengan nabi di hina..!! mudah-mudahan syi'ah sadar dan gak pakai taqiyah segala..!!
Buat @Anonymous askoem juga, ana juga mafi ilim dan tidak pernah setuju apabila ada orang yang mencaci maki sahabat nabi ( namun tidak kah ada sahabat nabi yang membangkang dengan nabi ketika Perang Uhud, Nabi memerintahkan para sahabat untuk diam diatas bukit, ketika perang sudah hampir dimenangkan pasukan Islam, namun sahabat membangkang yang kemudian turun untuk berebut ghonimah/harta rampasan, yang membangkitkan pasukan musuh mengetahui tidak ada lagi pasukan Islam di balik bukit, yang kemudian mengakibatkan pasukan Musuh (pimpinan Abu Sufyan/abah Muawiyah, Khalid bin Walid dan kroconya sebelum masuk Islam) mampu membalikkan keadaan dan memenangkan peperangan, sampai-sampai gigi Rasulullah patah dan diisukan meninggal agar mematahkan semangat pejuang Islam...Apakah para sahabat semacam ini pantas untuk disanjung dan tidak pantas dicaci maki wahai @Anonymous , dan ana pun tidak setuju apabila ada yang menanam kan kebencian pada Istri Rasulullah, namun wahai @Anonymous, bagaimana kalau Allah yang melaknat Istri tersebut dan disuruh bertobat bacalah surah at tahrim ayat 3,4 dan 5 Al-Qur'an wahai @Anonymous :
Ayat 3 : Dan ingatlah ketika Nabi membicarakan secara rahasia kepada salah seorang dari isteri-isterinya (Hafsah) suatu peristiwa. Maka tatkala (Hafsah) menceritakan peristiwa itu (kepada Aisyah), dan Allah memberitahukan hal itu (semua pembicaraan antara Hafsah dengan Aisyah) kepada Muhammad lalu Muhammad memberitahukan sebagian (yang diberitakan Allah kepadanya) dan menyembunyikan sebagian yang lain (kepada Hafsah). Maka tatkala (Muhammad) memberitahukan pembicaraan (antara Hafsah dan Aisyah) lalu Hafsah bertanya:` Siapakah yang telah memberitahukan hal ini kepadamu? `Nabi menjawab:` Telah diberitahukan kepadaku oleh Allah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal `.(QS. 66:3)
Tafsir / Indonesia / DEPAG / Surah At Tahriim 3
وَإِذْ أَسَرَّ النَّبِيُّ إِلَى بَعْضِ أَزْوَاجِهِ حَدِيثًا فَلَمَّا نَبَّأَتْ بِهِ وَأَظْهَرَهُ اللَّهُ عَلَيْهِ عَرَّفَ بَعْضَهُ وَأَعْرَضَ عَنْ بَعْضٍ فَلَمَّا نَبَّأَهَا بِهِ قَالَتْ مَنْ أَنْبَأَكَ هَذَا قَالَ نَبَّأَنِيَ الْعَلِيمُ الْخَبِيرُ (3)
Dalam ayat ini Allah SWT mengingatkan satu peristiwa yang terjadi pada diri Nabi SAW. yaitu ketika Nabi SAW. meminta kepada Hafsah (salah seorang istrinya) merahasiakan dan tidak memberitahukan kepada siapa pun bahwa dia pernah meminum madu di rumah Zaenab binti Jahasy lalu ia bersumpah tidak akan mengulangi hal itu lagi. Setelah Hafsah memberitahukan kepada `Aisyah hal yang diminta merahasiakannya, dan Allah memberitahukan kepada Nabi percakapan yang terjadi antara Hafsah dan `Aisyah tentang hal tersebut, maka Nabi SAW. memberitahu Hafsah tentang perbuatannya, yang telah menyiarkan rahasia Nabi yaitu bahwa beliau pernah meminum madu di rumah Zaenab binti Jahasy dan tidak akan mengulanginya lagi, tetapi disembunyikan mengenai sumpah Nabi tentang hal tersebut. Tatkala Nabi memberitahu Hafsah tentang pembicaraannya dengan `Aisyah, Hafsah heran, dan bertanya: "Siapakah yang telah memberitahukan hal ini kepadamu?" Ia menyangka bahwa Aisyahlah yang memberitahukannya. Nabi SAW. menjawab: "Bahwa yang memberitahukannya ialah Allah SWT. Tuhan Yang Maha Mengetahui segala rahasia dan bisikan, maha mengenal apa yang ada di bumi dan apa yang ada di langit, tiada sesuatu yang tersembunyi bagi-Nya, sebagaimana di jelaskan-Nya dalam ayat lain.
إِنَّ اللَّهَ لَا يَخْفَى عَلَيْهِ شَيْءٌ
Artinya:
Sesungguhnya bagi Allah (tidak ada satu pun yang tersembunyi. (Q.S Ali Imran: 5).
Tafsir / Indonesia / Jalalain / Surah At Tahriim 3
وَإِذْ أَسَرَّ النَّبِيُّ إِلَى بَعْضِ أَزْوَاجِهِ حَدِيثًا فَلَمَّا نَبَّأَتْ بِهِ وَأَظْهَرَهُ اللَّهُ عَلَيْهِ عَرَّفَ بَعْضَهُ وَأَعْرَضَ عَنْ بَعْضٍ فَلَمَّا نَبَّأَهَا بِهِ قَالَتْ مَنْ أَنْبَأَكَ هَذَا قَالَ نَبَّأَنِيَ الْعَلِيمُ الْخَبِيرُ (3)
(Dan) ingatlah (ketika Nabi membicarakan secara rahasia kepada salah seorang dari istri-istrinya) yakni kepada Siti Hafshah (suatu pembicaraan) tentang mengharamkan Siti Mariyah atas dirinya, kemudian Nabi saw. berkata kepada Siti Hafshah, "Jangan sekali-kali kamu membuka rahasia ini." (Maka tatkala menceritakan peristiwa itu) kepada Siti Aisyah, ia menduga bahwa hal ini tidak dosa (dan Allah memberitahukan hal itu) Dia membukanya (kepadanya) yakni kepada Nabi Muhammad tentang pembicaraan Siti Hafshah kepada Siti Aisyah itu (lalu dia memberitahukan sebagiannya) kepada Siti Hafshah (dan menyembunyikan sebagian yang lain) sebagai kemurahan dari dirinya terhadap dia. (Maka tatkala dia, Muhammad, memberitahukan pembicaraan itu, lalu Hafshah bertanya, "Siapakah yang telah memberitahukan hal ini kepadamu?" Nabi menjawab, "Telah diberitahukan kepadaku oleh Yang Maha Mengetahui lagi Maha Waspada") yakni Allah swt.
ayat 4 : Jika kamu berdua bertaubat kepada Allah, maka sesungguhnya hati kamu berdua telah condong (untuk menerima kebaikan); dan jika kamu berdua bantu membantu menyusahkan Nabi, maka sesungguhnya Allah adalah Pelindungnya dan (begitu pula) Jibril dan orang-orang mukmin yang baik; dan selain dari itu malaikat-malaikat adalah penolongnya pula.(QS. 66:4)
Tafsir / Indonesia / DEPAG / Surah At Tahriim 4
إِنْ تَتُوبَا إِلَى اللَّهِ فَقَدْ صَغَتْ قُلُوبُكُمَا وَإِنْ تَظَاهَرَا عَلَيْهِ فَإِنَّ اللَّهَ هُوَ مَوْلَاهُ وَجِبْرِيلُ وَصَالِحُ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمَلَائِكَةُ بَعْدَ ذَلِكَ ظَهِيرٌ (4)
Dalam ayat ini Allah SWT menerangkan bahwa jika Hafsah dan `Aisyah mau bertobat kepada Allah, mengatakan bahwa dirinya telah menyalahi kehendak Nabi SAW. keduanya cinta kepada apa yang dicintai Nabi, dan membenci apa yang dibenci Nabi SAW. berarti keduanya telah cenderung untuk menerima kebaikan.
Diriwayatkan dari Ibnu `Abbas bahwasanya dia berkata: "Saya senantiasa ingin menanyakan kepada Umar R.A. tentang dua istri Nabi SAW. yang ditujukan kepadanya firman Allah: "Jika kamu berdua bertobat kepada Allah sampai Umar menunaikan ibadah haji dan saya pun menunaikan ibadah haji bersama dia. Pada waktu itulah ketika Umar di dalam perjalanannya mampir berwudu' dan saya gugur kedua tangannya, saya bertanya: "Wahai Amirul Mukminin Siapakah kedua istri Nabi yang ditujukan firman Allah kepadanya: "Jika kamu berdua bertobat kepada Allah....." Maka Umar R.A. menjawab: Wahai Ibnu Abbas! Kedua istri Nabi SAW. yang dimaksud itu ialah Aisyah dan Hafsah. Tetapi kalau kedua (`Aisyah dan Hafsah) tetap sepakat berbuat apa yang menyakiti hati Nabi SAW. dengan menyiarkan rahasianya, namun tidaklah keduanya dapat menyusahkan Nabi, karena Allah-lah pelindungnya, membantunya di dalam urusan agamanya dan semua hal yang dihadapinya, dan begitu pula Jibril, dan orang-orang mukmin yang saleh, serta para malaikat pun turut menolong dan membantunya.
Tafsir / Indonesia / Jalalain / Surah At Tahriim 4
إِنْ تَتُوبَا إِلَى اللَّهِ فَقَدْ صَغَتْ قُلُوبُكُمَا وَإِنْ تَظَاهَرَا عَلَيْهِ فَإِنَّ اللَّهَ هُوَ مَوْلَاهُ وَجِبْرِيلُ وَصَالِحُ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمَلَائِكَةُ بَعْدَ ذَلِكَ ظَهِيرٌ (4)
(Jika kamu berdua bertobat) yakni Siti Hafshah dan Siti Aisyah (kepada Allah, maka sesungguhnya hati kamu berdua telah condong) cenderung untuk diharamkannya Siti Mariyah, artinya, kamu berdua merahasiakan hal tersebut dalam hati kamu, padahal Nabi saw. tidak menyukai hal tersebut, dan hal ini adalah suatu perbuatan yang berdosa. Jawab Syarat dari kalimat ini tidak disebutkan, yakni jika kamu berdua bertobat kepada Allah, maka tobat kamu diterima. Diungkapkan dengan memakai lafal quluubun dalam bentuk jamak sebagai pengganti dari lafal qalbaini, hal ini tiada lain karena dirasakan amat berat mengucapkan dua isim tatsniah yang digabungkan dalam satu lafal (dan jika kamu berdua saling bantu-membantu) lafal tazhaahara artinya bantu-membantu. Menurut qiraat yang lain dibaca tazhzhaharaa bentuk asalnya adalah Tatazhaaharaa, kemudian huruf ta yang kedua diidgamkan ke dalam huruf zha sehingga jadilah tazhzhaaharaa (terhadapnya) terhadap Nabi saw. dalam melakukan hal-hal yang tidak disukainya, yakni membuat susah Nabi saw. (maka sesungguhnya Allah adalah) lafal huwa ini merupakan dhamir fashl (Pelindungnya) maksudnya, yang menolongnya (dan begitu pula Jibril dan orang-orang mukmin yang saleh) seperti Abu Bakar dan Umar r.a. Lafal ini diathafkan secara mahall kepada isimnya inna, yakni begitu pula mereka akan menjadi penolongnya (dan selain dari itu malaikat-malaikat) yaitu sesudah pertolongan Allah dan orang-orang yang telah disebutkan tadi (adalah penolongnya pula) maksudnya mereka semua menjadi penolong Nabi terhadap kamu berdua.
ayat 5 : Jika Nabi menceraikan kamu, boleh jadi Tuhannya akan memberi ganti kepadanya dengan isteri-isteri yang lebih baik daripada kamu, yang patuh, yang beriman, yang taat, yang bertaubat, yang mengerjakan ibadat, yang berpuasa, yang janda dan yang perawan.(QS. 66:5)
Tafsir / Indonesia / DEPAG / Surah At Tahriim 5
عَسَى رَبُّهُ إِنْ طَلَّقَكُنَّ أَنْ يُبْدِلَهُ أَزْوَاجًا خَيْرًا مِنْكُنَّ مُسْلِمَاتٍ مُؤْمِنَاتٍ قَانِتَاتٍ تَائِبَاتٍ عَابِدَاتٍ سَائِحَاتٍ ثَيِّبَاتٍ وَأَبْكَارًا (5)
Ayat ini berisi ancaman dari Allah SWT terhadap istri-istri yang menyakiti hati Nabi saw bahwa jika Nabi saw menceraikan istri-istrinya itu, boleh jadi Allah menggantinya dengan istri-istri baru yang lebih baik dari mereka, baik keislamannya maupun keimanannya. Istri-istri yang tekun kepada ibadat, bertobat kepada Allah, patuh kepada perintah-perintah Rasul, yang sebagian janda dan sebagian yang lain masih perawan.
Diriwayatkan dari Anas R.A. dari Umar R.A. ia berkata: Telah sampai kepadaku bahwa sebagian istri-istri Nabi bersikap keras kepada Nabi dan menyakiti hati beliau. Maka saya selidiki hal ini. Saya menasihatinya satu persatu dan melarangnya menyakiti hati Nabi SAW., saya berkata: "Jika kalian tetap tidak mau taat maka boleh jadi Allah memberikan kepada Nabi, istri-istri baru yang lebih baik dari kalian. Dan setelah saya menemui Zaenab ia berkata: Wahai Ibnu Khattab! Apakah tidak ada Rasulullah usaha untuk menasihati istri-istrinya? Maka nasihatilah mereka itu sampai mereka itu, tidak diceraikan, maka turunlah ayat ini.
Sumber: http://c.1asphost.com/sibin/Alquran_Tafsir.asp?SuratKe=66
Bukan masalah Syi'ah, Sunni, Wahabi, NU atau Muhammadiyah, tetapi orang yang merasa beragama Islam wajib hukumnya menyempurnakan akhlaknya, karena nabi Muhammad diutus untuk menyempurnakan akhlak manusia kearah kesempurnaan ILLahi, jadi jangan mudah terprovokasi menyebut suatu mazhab Kafir..!!! apalagi, barusan saja kita baru mau diadu domba (masalah pembakaran Al-Qur'an) antara Islam dan Kristen.. Jadi wahai @anymous, bacalah artikelnya dulu, yang menurut ana pemilik blog ini bermaksud memberitahukan tentang pentingnya persatuan antar Islam, tanpa mau diadu domba oleh siapapun..sory wahai @anymous, bukan maksud ana menggurui ente...salam kenal aja dari ana mafi ilim.....!!!!