Home � Neolib...

Neolib...

Gugurnya Neolib di Iran
INILAH.COM, Jakarta - Pintu neoliberalisme lambat laun makin tertutup di Iran, sejak mereka diganjar boikot dunia Barat paska revolusi Islam pada 1979. Kemenangan Ahmadinejad semakin mempertegas pandangan Republik Islam itu. Neoliberalisme telah musnah di Iran.
Anti Neolib

Dari 34,4 juta penduduk yang memiliki hak pilih, 80% di antaranya memberikan suara mereka. Ahmadinejad meraih kemenangan yang cukup besar, yakni hampir 21,8 juta suara (63,36%).
Jauh melebihi pesaing utamanya, mantan PM Mir Hossein Mousavi yang hanya meraih 11,7 suara (34,07%). Suara itu diberikan melalui 346 dari 366 TPS yang tersebar di seluruh negeri.

"Di tempat ketiga yang lebih jauh di bawah kedua kandidat utama itu adalah mantan kepala Garda Revolusi, Mohsen Rezai dengan 558 ribu suara (1,7%) dan reformis mantan Ketua Parlemen Iran dengan 290 ribu suara (0,87%)," ujar Ketua KPU Iran Kamran Daneshjoo. Dengan demikian, Ahmadinejad resmi memenangkan pilpres ke 10 Iran itu.

Beberapa jam sebelum KPU mengumumkan siapa presiden terpilih, Mousavi dengan beraninya mengadakan konferensi pers yang menyatakan kemenangan dirinya. Hal itu ia lakukan berdasarkan pengamatan tim kampanye langsung di TPS atau yang lebih dikenal dengan quick count. Bersama pendukungnya, Mousavi sempat mengultimatum akan mengadakan unjuk rasa besar-besaran jika suara mereka tak didengarkan.

Lepas tengah malam, Departemen Dalam Negeri mengatakan kemungkinan besar jawaranya adalah Ahmadinejad. Usai pengumuman itu, ribuan pendukung presiden berusia 53 tahun itu langsung turun ke jalan untuk berkonvoi.

Sebaliknya di kubu Mousavi, pendukungnya mulai menunjukkan sikap anarkis dan membuat kerusuhan. Mereka menyangkal kemenangan Ahmadinejad. Pendukung Mousavi menduga ada kecurangan dalam penghitungan suara yang dilakukan KPU Iran.

Beberapa berpendapat pemerintah sengaja menukar suara Ahmadinejad dan Mousavi. Kandidat reformis yang modern itu ditengarai banyak dipilih kaum muda yang menginginkan perubahan. Dalam perpolitikan Iran, Ahmadinejad dan Rezaeei dipandang mewakili aliran konservatif sementara Mousavi dan Karroubi dinilai sebagai reformis.

Belum ada pembagian kriteria yang jelas atas penggolongan itu namun label kemungkinan melekat karena pendukung mereka. Ahmadinejad umumnya mendapat support dari gerakan Islam yang tegas.

Ia bahkan memperoleh dukungan dari pemimpin tertinggi Iran, Ayatullah Ali Khameini. Sebaliknya Mousavi, dinilai lebih fokus pada isu-isu dalam negeri seperti perbaikan ekonomi, hak perempuan, serta kebebasan hak-hak institusional.
Kubu reformis juga mendapat dukungan dari mantan presiden Sayed Muhammad Khatami. Ia dikenal sebagai tokoh agamawan yang moderat, seorang intelektual yang brilian serta politisi yang "santun" ketika menanggapi isu. Termasuk hubungan Iran dengan dunia internasional, terutama dengan Amerika.

Sayangnya, pamor mereka dikalahkan Ahmadinejad karena dukungan Khameini yang sangat berpengaruh di Republik Islam itu. Dukungan untuk Ahmadinejad juga mengalir dari dunia Arab, sebab sang presiden dinilai tegas dalam menghadapi isu-isu kawasan.

Kemenangannya ini membuat beberapa masalah sensitif seperti konflik Israel-Palestina serta beberapa militan ekstremisme seperti Hamas dan Hizbullah akan kembali mewarnai pidato-pidatonya. Perjuangan Ahmadinejad untuk menyuarakan dunia Arab selama ini membuat negara-negara Islam di kawasan mulai berani bersuara.

Meski pelaksanaannya berbeda, dimana para capres sudah berani saling serang di hadapan publik, ada satu kesamaan mereka. Sejarah bangsa membuat keempat kandidat capres menolak paham neoliberalisme. Bertahun-tahun diboikot membuat Iran tak terlalu memperdulikan investasi asing.

Negara ini bahkan hidup tanpa utang hanya dengan mengandalkan kekayaan dan sumber daya mereka sendiri. Mereka setia pada undang-undang revolusi Islam Iran untuk menolak penguasaan modal asing atas kekayaan dan sumber daya alam negerinya.

Sehingga Neoliberalisme tidak punya tempat di Iran, sebagaimana mantan Presiden Rafsanjani kemudian tersingkir akibat kebijakan ekonominya yang mulai melirik dan membuka kran untuk mengalirkan investasi asing di Iran pada pemilihan presiden Iran pada 2005.

Penolakan neoliberalisme itu terus terlihat sejak piplres yang memenangkan Ahmadinejad untuk pertama kalinya. Pandangan itu tetap berlanjut pada 2009 kali ini. Hmm.. kapan hal itu akan terjadi di Indonesia?. Vina Ramitha.[inilah/IslamTimes/R]

0 comments to "Neolib..."

Leave a comment