Home , , , , , , � Anti-Wahabi

Anti-Wahabi


Perang Anti-Wahabi di Yaman
Konflik Yaman patut dicermati dengan sudut pandang obyektif sehingga para pengamat perkembangan di kawasan ini tidak terjebak dengan analisa propagandis yang cenderung sepihak.
Menurut Dina Y Sulaeman, analis politik Timur Tengah, kelompok yang dijadikan kambing hitam di Yaman lebih dari satu. Di Yaman Utara ada gerakan Houthi yang dipimpin Husein Al-Houthi (bermazhab Syiah Zaidiyah), sedanngkan di Yaman selatan ada Southern Movement Coalition yang dipimpin Al Fadhli (yang bermazhab Sunni). Kedua kelompok ini selama bertahun-tahun beroposisi pada Presiden Saleh yang dianggap despotik.
Untuk memberangus Houthi, isu Syiah dan Iran dihembus-hembuskan, bahkan media-media Islam Indonesia seperti Sabili dan era Muslim ikut arus tersebut. Houthi dituduh ingin melakukan pemberontakan terhadap pemerintahan Presiden Saleh yang juga seorang Sunni dan mendapatkan bantuan Iran untuk mendirikan negara Syiah. Bahkan, Arab Saudi dan AS ikut membantu pemerintah Yaman dengan membombardir wilayah Yaman utara pada pertengahan Desember 2009.
Selain itu, isu Al-Qaeda itu pun disisipkan dalam perang Yaman. Secara tiba-tiba, ada agen Al-Qaeda di Yaman yang membawa bahan peledak di pesawat AS. Washington pun menggelontorkan dana ratusan juta dolar untuk membantu Presiden Saleh memberantas terorisme. Dari sinilah AS menemukan pintu untuk mengintervensi Yaman secara terbuka.
Dengan demikian, ada tiga kelompok yang menjadi kambing hitam di Yaman, yakni Al-Houthi, Sothen Movement Coalition dan Al-Qaeda. Al-Qaeda sengaja disisipkan baru-baru ini yang kemudian dijadikan alat bagi AS untuk mengintervensi konflik di Yaman.

Kompleksitas Perang Yaman

Konflik di Yaman memang sangat komplek. Bahkan konflik di negara ini tidak dapat disamakan dengan konflik-konflik di wilayah lainnya seperti Pakistan, Irak dan Afghanistan. Satu hal yang sangat menonjol di Yaman adalah kecondongan pemerintah Sanaa kepada AS dan pihak-pihak asing. Kondisi inilah yang memperumit konflik di Yaman. Pemerintah Sanaa yang tidak mau menampung aspirasi kelompok-kelompok Syiah di Yaman utara dan Sunni di Yaman selatan membuat negara ini menjadi makanan empuk bagi negara-negara agresor.
Pada faktanya, Presiden Yaman, Ali Abdullah Saleh adalah seorang diktator yang didukung penuh Arab Saudi. Ia berhasil memegang tampuk kekuasaan Yaman sejak 30 tahun yang lalu hingga saat ini. Selama berkuasa, Abdullah Saleh berhasil menyingkirkan kelompok Syiah (Al-Haothi) dari kancah politik Yaman.
Menurut Ghareb Reza, pengamat asal Iran yang saat ini menelaah perkembangan politik di Yaman, Ali Abdullah Saleh mengubah Yaman sehingga menjadi sebuah lahan yang kosong bagi tumbuhnya politik dan madzhab Wahabi. Pada dasarnya, perang di Yaman dapat dikatakan sebagai perang antara pemerintah dan rakyatnya sendiri.
Terget utama pemerintah Yaman dalam perang ini adalah kelompok Al-Haothi yang juga bermadzhab Syiah. Para pengikut mazhab Syiah Zaidiyah di Yaman jumlahnya mencapai 45% dari total seluruh penduduk negarai ini. Sebagian besar penduduk negara ini bermadzhab Syafii yang jumlahnya mencampai 53% dari total penduduk Yaman. Selain kelompok Syiah Zaidiyah dan Syafii, ada kelompok lainnya, Syiah Ismailiyah yang jumlahnya sangat sedikit sekali. Namun setelah intervensi kuat Arab Saudi di Yaman, sebagian besar universitas dan sekolah-sekolah agama Zaidiyah tersingkirkan dan terpecah belah. Pengaruh Wahabi yang bertentangan dengan budaya lokal Yaman mendapat reaksi keras dari masyarakat setemapat baik Sunni maupun Syiah

Tradisi Syiah di Yaman

Masyarakat Yaman baik Sunni maupun Syiah dikenal sebagai pecinta Ahlul Bait as, bahkan tradisi mereka sangat sarat dengan madzhab Ahlul Bait as. Tradisi ini dianggap lumrah di negara ini karena warisan Imam Ali bin Abi Thalib as yang pernah menjadi gubernur di kawasan ini atas perintah Rasulullah Saww.
Pada dasarnya, masyarakat Yaman memandang Arab Saudi sebagai penjajah politik dan budaya mereka. Namun uniknya, pemerintah Yaman bukan membela rakyatnya, tapi malah mendukung Arab Saudi dan AS di perang ini.
Dua hari setelah Arab Saudi secara resmi berperang melawan gerakan Al-Haothi di Yaman, Abdullah Soleh mengatakan: "Perang sebenarnya sudah dimulai sejak dua hari yang lalu. Adapun perang lima tahun lalu hanyalah sebuah latihan militer biasa saja."
Dalam perang di Yaman, Saada yang merupakan kawasan para pejuang Al-Hauthi menjadi sasaran bombardier jet-jet tempur Arab Saudi dan AS.
Propinsi Saada mencakup 15 kota yang terletak di Yaman utara, dan berbatasan dengan Arab Saudi. Wilayah Saada adalah pusat mazhab Syiah Zaidiyah, lebih tepatnya mereka adalah pengikut Syiah Zaidiyah Hadawiyah Jarudiyah yang keyakinannya sangat dekat dengan madzhab Ahlul Bait as atau Syiah 12 Imam.
Jarak wilayah Saadah dari ibukota Yaman Sanaa sekitar 243 km. Kawasan yang dihuni oleh 3,5% dari total masyarakat Yaman merupakan daerah pegunungan yang penuh dengan bukit-bukit. Posisi pegununungan inilah yang sangat menguntungkan kekuatan gerakan Al-Haothi dalam perang gerilya.
Selain itu, Saada termasuk kawasan bersejarah. Banyak peninggalan-peninggalan bersejarah dan kuno yang masih tersisa di wilayah ini. Di antara peninggalan itu adalah peninggalan kekuasaan Zaidiayah yang berumur kurang lebih seribu tahun. Selain itu, ada peninggalan di masa dinasti Othmani di Yaman. Kedua emperium ini mendirikan gedung-gedung tinggi dan membangun benteng-benteng kota yang indah dan bersejarah.
Meski Presiden Yaman, Abdullah Saleh disebut-sebut berasal dari keluarga yang bermazhab Zaidiyah, tetapi kekuasaan telah melupakan latar belakang dan kepentingan rakyat, bahkan pemerintahan Yaman saat ini dikenal sekuler dan jauh dari agama.

Gerakan Al-Haothi dan Wahabi

Semenjak Saada menjadi wilayah terpojokkan, para pemuda di kawasan ini yang kemudian dikenal dengan kelompok Al-Haothi melakukan kegiatan-kegiatan sosial dan pendidikan, yang kemudian dalam waktu cepat mendapat sambutan luar biasa dari masyarakat setempat.
Di tengah mereka, ada sosok terpandang yang bernama Badrudin Al-Haouthi. Ia adalah seorang mujtahid dan pakar fikih dalam madzhab Syiah Zaidiyah. Tokoh ini menjadi sentral kekuatan gerakan dan intelektual kelompok Al-Haothi. Aktivitas menonjol kelompok ini bahkan dapat menyedot kalangan masyarakat, khususnya para pemuda dari luar kawasan Saada.
Menurut data yang ada, kelompok Al-Houthi beranggotakan 18 ribu orang. Sambutan luar biasa ini membuat kelompok ini mengembangkan sayapnya ke sembilan provinsi lainnya di negeri ini. Kondisi inilah yang kian mengkhawatirkan pemerintah setempat. Semangat gerakan yang tertanam dalam kelompok ini lambat laun akan menjadi kekuatan kritis bagi pemerintah setempat.
Pada akhirnya, pemerintah Yaman meminta bantuan dari Arab Saudi untuk mencegah perkembangan gerakan kelompok Al-Haothi. Pembesar Salafi Takfiri asal Arab Saudi, Moqbil Al-Waadi, yang juga keturunan Yaman, ditunjuk menjadi utusan resmi yang akan menghadapi gerakan budaya Al-Haothi. Al-Waadi sebenarnya adalah warga Yaman yang kembali ke negara ini mendirikan sebuah pusat penyebaran faham Wahabi dekat Saada. Tokoh ini juga mempunyai banyak karya yang menyudutkan Syiah, bahkan menghinta Imam Khomeini ra, Pendiri Revolusi Islam Iran. Dengan demikian, kelompok Al-Haothi yang bermadzhab Syiah wajar sekali bila menentang keras keberadaan pembesar Wahabi itu.(irib)

0 comments to "Anti-Wahabi"

Leave a comment